Anda di halaman 1dari 15

A.

    Latar Belakang


Perkembangan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini tidaklah berlangsung secara
mendadak, melainkan terjadi secara bertahap. Oleh karena itu, untuk memahami
sejarah perkembangan ilmu kita harus melakukan pembagian atau klasifikasi
secara periodik, karena secara periodik menampilkan ciri khas tertentu dalam
perkembangan ilmu pengetahuan.

Untuk menelusuri filsafat Yunani, perlu dijelaskan terlebih dahulu asal kata
filsafat. Sekitar abad IX SM atau paling tidak tahun 700 SM di
Yunani, Sophia diberi arti kebijaksanaan; sophia juga berarti kecakapan.
Kata philosophos mula-mula dikemukakan dan dipergunakan oleh Heraklitos (540-
480 SM), sementara ada yang mengatakan bahwa kata tersebut mula-mula dipakai
oleh Pythagoras (580-500 SM). Namun pendapat yang lebih tepat adalah pendapat
yang mengatakan bahwa Heraklitos-lah yang menggunakan istilah tersebut.
Menurutnya, philosophos (ahli filsafat) harus mempunyai pengetahuan luas
sebagai pengejawantahan daripada kecintaannya akan kebenaran dan mulai benar-
benar jelas digunakan pada kaum sofis dan sokrates yang memberi
arti philosophein sebagai penguasaan secara sistematis terhadap pengetahuan
teoritis.Philosophia adalah hasil dari perbuatan yang
disebut philosophein, sedangkan philosophosadalah orang yang
melakukan philosophein. Dari kata Philosophia inilah akhirnya timbul kata-
kata philosophie (Belanda, Jerman, Perancis), philosophy (Inggris), dan dalam
bahasa Indonesia disebut filsafat atau falsafat.

Mencintai kebenaran/pengetahuan adalah awal proses manusia mau menggunakan


daya pikirnya, sehingga mampu membedakan mana yang riil dan mana yang ilusi.
Penemuan demi penemuan yang dilakukan pada waktu itu hingga zaman sekarang
ini tidaklah terpusat disatu tempat atau wilayah tertentu. Penemuan-penemuan
yang menyebar dari Babylonia, Mesir, Cina, India, Irak, Yunani, hingga ke daratan
Eropa membuktikan bahwa manusia selalu dihadapkan pada tantangan alam,
situasi, dan kondisi yang mengacu daya kreatifitas.

Kita melihat bahwasanya sekarang ini Eropa merupakan sentral atau gudang ilmu
pengetahuan, maka dalam sejarah perkembangan ilmu terbukti bahwa sumbangsih
dunia timur bagi kemajuan ilmu pengetahuan hingga sekarang ini sangatlah besar.
Banyak penemuan yang terjadi di dunia timur yang baru dikembangkan
belakangan di dunia barat. Namun perkembangan pemikiran secara teoritis
senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani.

Oleh karena itu, periodesasi perkembangan ilmu yang disusun mulai dari
peradaban Yunani kemudian diakhiri pada penemuan-penemuan pada zaman
kontemporer. Sehubungan dengan hal-hal yang telah diuraikan di atas, penyusun
mencoba mengkaji tentang perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Yunani
kuno yang kami ambil dari beberapa referensi yang ada.

Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan khususnya yang berangkat dari tradisi


pemikiran para filsafat barat berawal dari abad ke 7 SM yang ditandai dengan
runtuhnya mite dan dongeng yang selama ini dipercaya menjadi referensi
pengetahuan manusia.

Zaman Yunani kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada
masa ini orang memiliki kebebasan mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya.
Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap
menerima begitu saja, melainkan menumbuhkan sikap yang senang menyelidiki
sesuatu secara kritis.

Sikap kritis inilah yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli pikir-ahli
pikir terkenal sepanjang masa. Pada masa ini Filsafat lebih bercorak
“kosmosentris”, artinya para filsuf pada waktu itu mengarahkan perhatian mereka
terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan asal mula terjadinya alam
semesta. Mereka berupaya mencari jawaban tentang prinsip pertama (arkhe) dari
alam semesta, oleh karena itu mereka lebih dikenal dengan julukan “Filsuf-Filsuf
Alam”.

B.      Para Tokoh Filosuf yang Mencurahkan Perhatiannya pada Alam


Semesta

         Thales (624-548 SM)

Thales berasal dari Miletus, ia mendapat gelar Bapak Filsafat karena dialah orang
yang bermula-mula berfilsafat. Gelar itu diberikan karena ia mengajukan
pertanyaan yang amat mendasar yang jarang dipertanyakan orang, juga orang pada
zaman sekarang, yaitu mengenai “Apa sebenarnya asal-usul alam semesta ini?”,
pertanyaan ini sangat  mendasar, terlepas apapun jawabannya. Namun yang
penting adalah pertanyaan itu dijawabnya dengan pendekatan rasional, bukan
dengan pendekatan mitos atau kepercayaan. Ia mengatakan asal alam adalah air,
karena air adalah unsur terpenting bagi setiap makhluk hidup. Air dapat berubah
menjadi benda gas dan padat seperti uap dan es, dan bumi ini juga berada di atas
air.

         Anaximandros (610-540 SM)

Anaximandros mencoba menjelaskan bahwa substansi pertama itu bersifat kekal,


tidak terbatas, dan meliputi segalanya. Dia tidak setuju unsur pertama alam adalah
salah satu dari unsur-unsur  yang ada, seperti air atau tanah. Unsur utama alam
adalah harus mencakup segalanya dan di atas segalanya, yang
dinamakan apeiron. Ia adalah air, maka air harus meliputi segalanya, termasuk api
yang merupakan lawannya. Padahal tidak mungkin air menyingkirkan anasir api.
Karena itu, Anaximandros tidak puas dengan menunjukkan salah satu anasir
sebagai prinsip alam, tetapi dia mencari yang lebih dalam yaitu zat yang tidak
dapat diamati oleh panca indera.

Anaximandros mengatakan bahwa itu adalah udara. Udara merupakan sumber


segala kehidupan, demikianlah alasannya.

         Heraklitos (540-480 SM)

Heraklitos berasal dari Ephesos, Asia kecil. Ia berpendapat bahwa tiap-tiap benda
terdiri dari hal-hal yang saling berlawanan dan yang berlawanan itu tetap
merupakan kesatuan. Baginya tidak ada sesuatu pun yang bersifat tetap. Tidak ada
yang benar-benar ada karena semuanya menjadi berubah. Perubahan dapat
dinyatakan dengan dua cara: pertama, seluruh kenyataan merupakan arus sungai
yang mengalir, kedua, seluruh kenyataan adalah api. Ucapannya yang terkenal
adalah “Engkau tidak dapat turun dua kali ke dalam sungai yang sama” dan “Panta
rhei kai uden menei” yang artinya semuanya mengalir dan tidak ada sesuatu pun
yang tetap.

Jadi Heraklitos dalam melihat alam semesta ini selalu dalam keadaan berubah.
Sesuatu yang dingin berubah menjadi panas, yang panas berubah menjadi dingin.
Itu berarti bahwa bila kita hendak memahami kehidupan kosmos, kita harus
menyadari bahwa kosmos itu dinamis. Segala sesuatu saling bertentangan dan
dalam pertentangan itulah kebenaran.
Itulah sebabnya ia mempunyai kesimpulan bahwa yang mendasar dalam alam
semesta ini adalah bukan bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya, yaitu api.
Api adalah unsur yang paling asasi dalam alam karena api dapat mengeraskan
adonan roti dan disisi lain dapat melunakkan es. Artinya api adalah aktor pengubah
dalam ala mini, sehingga api pantas dianggap sebagai simbul perubahan itu sendiri.

         Parmenides (515-440 SM)

Parmenides lahir di Elea Italia Selatan. Parmenides adalah seorang tikoh


relativisme yang penting karena dia adalah seorang logikawan pertama dalam
sejarah filsafat, bahkan dapat dikatakan sebagai filosuf pertama dalam pengertian
modern. Sistemnya secara keseluruhan disandarkan pada deduksi logis, tidak
seperti Heraklitos, menurutnya realitas alam seluruhnya bukanlah sesuatu yang lain
dari pada gerak dan perubahan. Sedangkan menurut Parmenides gerak dan
perubahan tidak mungkin terjadi. Menurutnya realitas merupakan keseluruhan
yang bersatu, tidak bergerak dan tidak berubah. Dia menegaskan bahwa yang ada
itu ada, inilah kebenaran.

Benar tidaknya suatu pendapat diukur dengan logika, dari pandangan ini dia
mengatakan bahwa alam tidak bergerak, tetapi diam karena alam itu satu, yaitu ada
dan yang ada itu satu. Dia menentang pendapat Heraklitos yang mengatakan
mengatakan bahwa alam selalu bergerak. Gerak alam yang terlihat menurut
Parmenides adalah semu, sejatinya alam itu diam.

Menurutnya ada dua pengetahuan: pengetahuan rasional dan pengetahuan


inderawi. Apabila dua pengetahuan itu bertentangan, maka orang harus berpihak
pada rasio (logos).

         Pythagoras (580-500 SM)

Pythagoras adalah kelahiran Pulau Samos, Ionia. Ia dikenal sebagai filsuf dan juga
ahli ukur. Ia mengembalikan segala sesuatu kepada bilangan. Semua realitas dapat
diukur dengan bilangan (kuantitas). Karena itu, dia berpendapat bahwa bilangan
adalah unsure pertama dari alam dan sekaligus menjadi ukuran. Kesimpulan ini
ditarik dari kenyataan bahwa realitas alam adalah harmoni antara bilangan dan
gabungan antara dua hal yang berlawanan.
Kalau segala-galanya adalah bilangan, itu berarti bahwa unsur bilangan merupakan
juga unsur  yang terdapat dalam segala sesuatu. Unsur-unsur bilangan itu adalah
genap dan ganjil, terbatas dan tak terbatas. Demikian juga seluruh jagad raya
merupakan suatu harmoni yang mendamaikan hal-hal yang berlawanan. Artinya,
segala sesuatu berdasarkan dan dapat dikembalikan pada bilangan.

Jasa Pythagoras ini sangat besar dalam pengembangan ilmu, terutama ilmu pasti
dan ilmu alam. Ilmu yang dikembangkan di kemudian hari sampai hari ini sangat
tergantung pada pendekatan matematika. Galileo menegaskan bahwa alam ditulis
dalam bahasa matematika. Dalam filsafat ilmu, matematika merupakan sarana
ilmiah yang terpenting dan akurat karena dengan pendekatan matematika-lah ilmu
dapat diukur dengan benar dan akurat. Di samping itu, matematika dapat
menyederhanakan uraian yang panjang dalam bentuk simbul, sehingga lebih cepat
dipahami.

Setelah berakhirnya masa para filosof alam, maka muncul masa transisi, yakni
penelitian terhadap alam tidak menjadi focus utama, tetapi sudah mulai menjurus
pada penyelidikan pada manusia. Filosof alam ternyata tidak dapat memberikan
jawaban yang memuaskan, sehingga muncullah kaum “sofis”. Kaum sofis ini
memulai kajian tentang manusia dan menyatakan bahwa manusia adalah ukuran
kebenaran.

C.      Para Tokoh Filosuf yang Muncul pada Masa Transisi dan yang
Menjadikan Manusia sebagai Tolok Ukur Kebenaran

Pratagoras (481-411 SM)

Ia menyatakan bahwa “Manusia adalah ukuran kebenaran”. Pernyataan ini


merupakan cikal bakal humanisme. Pertanyaan yang muncul adalah apakah yang
dimaksudnya itu manusia individu atau manusia pada umumnya. Memang dua hal
itu yang menimbulkan konsekuensi yang sungguh berbeda. Namun tidak ada
jawaban yang pasti, mana yang dimaksud oleh Protagoras. Yang jelas ialah, bahwa
ia menyatakan kebenaran itu bersifat subyektif dan relative. Akibatnya tidak akan
ada ukuran yang absolute dalam etika, metafisika, maupun agama. Bahkan teori
matematika tidak dianggapnya mempunyai kebenaran yang absolute.

Gorgias (483-375 SM)


Ia datang ke Athena pada tahun 427 SM dari Leontini. Menurut dia ada tiga
proposisi: pertama;tidak ada yang ada, maksudnya realitas itu sebenarnya tidak
ada. Pemikiran lebih baik tidak menyatakan apa-apa tentang realitas. Kedua; bila
sesuatu itu ada ia tidak akan dapat diketahui. Ini disebabkan oleh penginderaan itu
tidak dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi. Akal juga tidak mampu
meyakinkan kita bahwa alam semesta ini karena akal kita telah diperdaya oleh
dilemma subjektifitas. Kita berpikir sesuai dengan kemauan ide kita, yang kita
terapkan pada fenomena. Proses ini tidak akan menghasilkan
kebenaran. Ketiga; sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita
beritahukan kepada orang lain. Sikap Gorgias ini dipandang oleh sebagian filosof
sebagai pandangan nihilisme, yakni kebenaran itu tadak ada. Jadi dia lebih extrim
dibandingkan dengan Protagoras.

Pengaruh positif gerakan sofis cukup terasa karena mereka membangkitkan


semangat berfilsafat. Mereka mengingatkan filsof bahwa persoalan pokok alam
filsafat bukanlah alam melainkan manusia. Mereka telah membangkitkan jiwa
humanisme. Mereka tidak memberikan jawaban tentang etika, agama dan
metefisika. Ini membuka peluang bagi para filosof untuk lebih kreatif lagi berfikir.
Pandangannya mengenai relatifitasnya moral telah mengilhami munculnya
utilitarianisme, pragmatisme, positivisme, dan eksistensialisme.

Ilmu juga mendapat ruang yang sangat kondusif dalam pemikiran kaum sofis
karena mereka memberi ruang untuk berspekulasi dan sekaligus merelatifkan teori
ilmu, sehingga muncul sintesa baru. Dalam filsafat ilmu, pandangan relative
tentang kebenaran menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses mencari ilmu.
Karena itu, ilmu itu terbatas, tetapi proses mencari ilmu tidak terbatas. Namun para
filosof setelah kaum sofis tidak setuju dengan pandangan tersebut seperti Socrates,
Plato dan Aristoteles.

D.     Para Tokoh Filosuf yang Mencurahkan Perhatiannya terhadap Suatu


Masalah dengan Cara yang Rasional

         Socrates (470-399 SM)

Socrates adalah anak seorang pemahat yang bernama Sophoniscos dan seorang
bidang yang bernama Phainarete. Ia meninggal karena dihukum minum racun.
Socrates berpendapat bahwa ajaran dan kehidupan adalah satu dan tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, dasar dari segala penelitian
dan pembahasan adalah pengujian diri sendiri.

Socrates tidak pernah meninggalkan tulisan, namun pemikirannya dikenal melalui


dialog-dialog yang ditulis oleh muridnya Plato. Metode Socrates dikenal sebagai
Meieutike Tekhne (ilmu kebidanan) yaitu suatu metode dialektika untuk
melahirkan kebenaran. Socrates selalu mendatangi orang yang dia pandang
memiliki otoritas keilmuan dalam bidangnya untuk diajak berdiskusi. Socrates
lebih mementingkan metode dialektika itu sendiri dari pada hasil yang diperoleh.

Jadi meskipun Socrates tidak meninggalkan teori-teori ilmu tertentu, namun ia


meninggalkan suatu sikap kritis melalui metode dialektika yang akan berkembang
dalam dunia ilmu pengetahuan modern.

Plato (427-347 SM)

Plato adalah salah seorang murid dan teman Socrates, ia memperkuat pendapat
gurunya dengan cara menulis ide-ide Socrates. Menurutnya, esensi itu mempunyai
realitas dan realitasnya ada di alam idea. Kebenaran umum itu ada bukan dibuat-
buat bahkan sudah ada di alam idea.

Plato berhasil mensintesakan antara pandangan Heraklitos dan Parmenides.


Menurut Heraklitos segala sesuatu berubah, sedangkan Parmenides mengatakan
sebaliknya, yaitu segala sesuatu itu diam. Untuk mendamaikan pandangan ini Plato
berpendapat bahwa pandangan Heraklitos benar, tetapi hanya berlaku bagi alam
empiris saja. Sedangkan pendapat Parmenides juga benar, tetapi hanya berlaku
bagi idea-idea bersifat abadi dan idea inilah menjdai dasar bagi pengenalan yang
sejati.

Plato juga sangat memperhatikan ilmu pasti sebagai peninggalan Pythagoras.


Sebab ada hubungan yang erat antara kepastian, matematis, dengan kesempurnaan
idea. Keterikatan Plato pada kesempurnaan idea dan kepastian matematik
menjadikannya lebih memusatkan penelitian kepada cara berpikir (aspek metodis)
dari pada apa yang dapat ditangkap oleh indera. Oleh karena itu, Plato dapat
dikatakan seorang eksponen rasionalisme manakala ia hendak menerangkan
sesuatu, namun ia juga seorang eksponen idealisme manakala menerangkan bidang
nilai (aksiologis).
Aristoteles (384-322 SM)

Puncak kejayaan filsafat Yunani terjadi pada masa Aristoteles. Aristoteles adalah
murid Plato dan penasihat serta guru Iskandar Agung. Aristoteles lahir pada tahun
384 SM di Stagira, sebuah kota di Thrace. Ayahnya meninggal tatkala ia masih
sangat muda. Ia diambil oleh Proxenus, dan orang ini memberikan pendidikan
yang istimewa kepadanya. Tatkala Aristoteles berumur 18 tahun, ia dikirim ke
Athena dan dimasukkan ke akademi Plato.

Aristoteles adalah seorang filosuf yang berhasil menemukan pemecahan persoalan-


persoalan besar filsafat yang dipersatukannya dalam satu system; yaitu logika,
matematika, fisika dan metafisika. Logika Aristoteles berdasarkan pada analisis
bahasa yang disebut silogisme. Pada dasarnya silogisme terdiri dari tiga premis:
yakni premis mayor, premis minor dan konklusi.

–          Semua manusia akan mati       (premis mayor)

–          Aristoteles seorang manusia    (premis minor)

–          Aristoteles akan mati                  (konklusi)

Logika Aristoteles ini juga disebut dengan logika deduktif yang mengukur valid
atau tidaknya sebuah pemikiran.

Dalam bidang fisika, Aristoteles membagi gerak pada dua macam, yaitu gerak
aksidental dan gerak substansial.

Aristoteles yang pertama kali membagi filsafat pada dua hal yang teoritis dan
praktis. Yang teoritis mencakup logika, metafisika dan fisika. Sedangkan yang
praktis mencakup etika, ekonomi dan politik. Pembagian ilmu inilah yang menjadi
pedoman juga bagi klasifikasi ilmu dikemudian hari. Aristoteles dianggap sebagai
bapak ilmu karena dia mampu meletakkan dasar-dasar dan metode ilmiah secara
sistematis.

Filsafat Yunani yang rasional itu boleh dikatakan berakhir setelah Aristoteles
menuangkan pemikirannya. Akan tetapi sifat rasional itu masih digunakan selama
berabad-abad sesudahnya, sampai sebelum filsafat benar-benar memasuki dan
tenggelam pada abad pertengahan. Namun jelas, setelah periode Socrates, Plato
dan Aristoteles mutu filsafat semakin merosot. Kemunduran filsafat itu sejalan
dengan kemunduran politik pada waktu itu, yaitu sejalan dengan terpecahnya
kerajaan Macedonia menjadi pecahan-pecahan kecil imperium besar yang
dibangun oleh Alexander the Great kemudian Alexander meninggal dunia.

REFERENSI

Bahtiar, Amsal. 2005. Filsafat Ilmu.  cet. 2. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Bertans, K. 1981. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.

Mustansyir, Rizal. 2004. Filsafat Analitik Sejarah, Perkembangan, dan Peranan


Para Tokoh. cet. 1. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tafsir, Ahmad. 2001. Filsafat Umum. Cet. 9. Bandung: PT Rosda Karya.

TIM Dosen Filsafat Ilmu Fak. Filsafat UGM. ….. Filsafat Ilmu. Yogyakarta:


Liberty.

Revertz, Jerome R. 2004. Filsafat Ilmu: Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Zubair, Achmad Charris. 2002. Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan


Manusia: Kajian Filsafat Ilmu. cet. 1 Yogyakarta: Lesfi.
FILSAFAT SOCRATES
21/09/2013 AFID BURHANUDDIN 2 COMMENTS

Ilmu pengetahun pada era Yunani kuno mengalami kemunduran serta tanggung
jawab manusia yang melemah karena pengaruh negatif para filosof aliran sofisme.
Berawal dari hal itu muncul keprihatinan moral dari para filosof yang selanjutnya
membangun pondasi falsafahnya sehingga kembali kepercayaan masyarakat
terhadap ilmu pengetahuan. Berbagai pandangan filosof Yunani merupakan
motivasi kuat untuk membangkitan kembali ilmu pengetahuan yang telah semakin
lemah dan dangkal oleh pengaruh filsafat kaum sofis yang merelativitaskan segala
sesuatu.
Meskipun ada tokoh-tokoh sebelumnya, filosof pada zaman Yunani kuno berawal
dari socrates, dia dilahirkan di Athena pada tahun 470 S.M. Socrates dikenal
sebagai orang yang berbudi luhur mempunyai kearifan dan kebijaksanaan. Masa
Socrates bertepatan dengan masa kaum sofis. Oleh karena itu pokok pembahasan
filsafat Socrates hampir sama dengan pokok pembahasan kaum sofis bahkan ada
orang yang memasukkan Socrates kedalam golongan kaum sofis. Tetapi ini tidak
benar, karena ada perbedaan yang nyata antara pendapat Socrates dan pendapat
kaum sofis itu.

Pada saat itu Socrates belum sampai pada suatu sistem filosofi, yang memberikan
nama klasik kepada filosofi itu. Dia baru membuka jalan dan baru mencari
kebenaran dan dia belum sampai menegakkan suatu sistem pandangan. Tujuannya
terbatas hingga mencari dasar yang baru dan kuat bagi kebenaran dan moral.
Sistem ajaran filsafat kuno baru dibangun oleh Plato dan Aristoteles, berdasarkan
ajaran Socrates tentang pengetahuan dan etika serta filosofi alam yang berkembang
sebelum Socrates.

BIOGRAFI SOCRATES

Socrates dilahirkan di Athena ( 470 S.M  ). Dia bukan keturunan bangsawan atau
orang berkedudukan tinggi. Melainkan anak dari seorang pemahat bernama
Sophroniscus dan ibunya seorang bidan bernama Phaenarete. Setelah ayahnya
meninggal dunia, Socrates manggantikannya sebagai pemahat. Tetapi akhirnya dia
berhenti dari pekerjaan itu dan bekerja dalam lapangan filsafat dengan dibelanjai
oleh seorang penduduk Athena yang kaya.
Di masa mudanya Socrates mendapat pendidikan normal dibidang sains, musik dan
gimnastik. Semua ini merupakan subjek pelajaran yang berlaku umum dalam
priode Yunani kuno. Dia dikenal juga sebagai pematung dan beberapa karyanya
pernah ditampilkan disalah satu tempat di jalan menuju ke Acropolis di Athena.

Socrates mempunyai kepribadian yang sabar, rendah hati, yang selalu menyatakan
dirinya bodoh. Meskipun dia orang yang berilmu, tapi dia dalam memilih orang
yang jadi istri bukan dari golongan orang baik-baik dan pandai. Socrates Xantippe
menikah dan memiliki tiga orang anak: Lamprocles, Sophroniscos dan Menexene.
Selama hidupnya dia mengambil bagian pada tiga kampanye militer: pada awal
perang Peloponesis, antara 432-429 SM, di 424 SM dalam pertempuran di Delion
dan di 422 dalam ekspedisi Amphipolis.

Masa Socrates bertepatan dengan masa kaum sofis. Karena itu pokok pembahasan
filsafat Socrates hampir sama dengan pokok pembahasan kaum sofis. Tetapi ada
perbedaan yang nyata antara pendapat Socrates dan pendapat kaum sofis itu.
Dengan sekuat tenaga Socrates menentang ajaran para sofis. Dia  membela yang
benar dan yang baik sebagai nilai obyektif yang harus diterima dan dijunjung
tinggi oleh semua orang. Dalam sejarah umat manusia, Socrates merupakan contoh
istimewa dan selaku filosof yang jujur juga berani. Karena populernya, Socrates
yang tidak pernah bergambar, tergambar wajahnya dengan sejelas-jelasnya di
muka tua dan muda berbagai keturunan. Dari gambarnya yang tergambar dalam
jiwa setiap orang itu kemudian orang membuat patungnya yang serupa sekali
dengan wajahnya yang sebenarnya.

Pada tahun 399 M, usia 37 tahun dia diadili di pengadilan Athena dan dituntut
hukuman mati dengan tuduhan dia telah meracuni pikiran-pikiran kaum muda
dengan ajaran-ajarannya serta ketidak percayaannya pada ketuhanan (dewa-dewa),
oleh para penuntutnya : Meletos, Anytos, dan Lycon. Socrates menolak Lysias,
pengacara dan membela dirinya. Dia telah tinggal di penjara selama 30 hari dan
selama waktu ini menerima kunjungan dari teman-temannya. Mereka mengusulkan
dia rencana melarikan diri, tetapi Socrates menolaknya. Tidak sedikitpun Socrates
takut dengan hukuman yang diterimanya, bahkan seorang temannya, muridnya
maupun tentara yunani saat itu, meminta Socrates untuk menarik kata-kata dan
pemikirannya. Namun ternyata Socrates justru memilih mati daripada
mengkhianati kebenaran yang sudah diyakininya karena Bagi Socrates, mati dalam
keyakninan lebih bernilai daripada mengorbankan keyakninan itu sendiri. Socrates
berdedikasi jam terakhir hidupnya untuk percakapan dengan teman-temannya pada
tema keabadian jiwa. Dia telah mandi dan sebelum matahari terbenam ia minum
cangkir dengan racun dan kata-kata terakhirnya adalah: “Criton, aku berutang
Asclepios satu ayam, jangan lupa untuk memberikannya”. Socrates meninggal
pada tanggal 7 Mei 399 SM.
 

PEMIKIRAN SOCRATES

Bagi Socrates, filosifi bukanlah isi, bukan hasil, dan bukan juga ajaran yang
berdasarkan dogma yang tidak bisa dibantah, melainkan fungsi yang hidup.
Filosofinya mencari kebenaran, dia tidak mengajarkan, melainkan membantu
mengeluarkan apa yang tersimpan di dalam jiwa orang. Oleh karena itu,
metodenya disebut maieutik; menguraikan. Dalam mencari kebenaran, Socrates
menggunakan hobinya, yakni selalu bertanya. Dia bertanya sana-sini, kemudian
dipahaminya dengan baik apa yang telah dia pertanyakan. Maka jalan yang
ditempuhnya dengan metode induksi dan definisi. Induksi menjadi dasar definisi.
Induksi yang dimaksud socrates adalah dengan membandingkan secara kritis.
Tentu yang dibandingkan adalah hasil dari pertanyaan-pertanyaan yang telah dia
kumpulkan. Menurut Socrates, orang yang berpengetahuan dengan sendirinya
berbudi baik. Apabila budi adalah tahu, berdasarkan timbangan yang benar, maka
jahatnya dari orang yang tidak mengetahui karena tidak mempunyai pertimbangan
atau penglihatan yang benar. Namun jika kita melihat pada era sekarang, ternyata
tidak hanya yang tidak tahu saja yang jahat, yang tahu pun bisa lebih jahat dari
yang tidak tahu karena mereka bisa memanipulasi dan mencari-cari celah dari apa
yang telah dia ketahui. Justru kejahatan dari orang-orang yang berpengetahuan
inilah yang lebih berbahaya.

Socrates juga berbicara tentang keadilan, menurutnya keadilan adalah


melaksanakan apa yang menjadi fungsi/pekerjaan sendiri sebaik-baiknya tanpa
mencampuri fungsi/pekerjaan orang lain (the practice of minding one’s own
business). Keadilan akan terwujud jika melakukannya secara baik, apapun sesuai
dengan kempampuan dengan cara teamwork dan serasi dibawah pengarahan yang
paling bijaksana (Filsuf). Fungsi tiap pihak dalam masyarakat adalah dapat
melakukan sendiri, sesuatu yang dapat dilaksanakan secara lebih baik daripada
mengerjakan hal lain. Dan tiap hal yang dikerjakan mengandung kebajikan
(virtue).

Terkait dengan pembahasan sebelumnya, Bartens menjelaskan ajaran Socrates


sebagai berikut ini. Ajaran itu dutujukan untuk menentang ajaran relativisme sofis.
Dia ingin menegakkan sains dan agama. Kalau dipandang sepintas lalu, Socrates
tidaklah banyak berbeda dengan orang-orang sofis. Sama dengan orang sofis,
Socrates memulai filsafatnya dengan bertolak dari pengalaman sehari-hari. Akan
tetapi, ada perbedaan yang amat penting antara orang sofis dan Socrates. Socrates
tidak menyetujui kaum sofis.
Menurut pendapat Socrates ada kebenaran obyektif, yang tidak bergantung pada
saya atau pada kita. Ini memang pusat permasalahan yang dihadapi oleh Socrates.
Untuk membuktikan adanya kebenaran obyektif, Socrates menggunakan metode
tertentu. Metode itu bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan –
percakapan. Dia menganalisis pendapat-pendapat. Setiap orang mempunyai
pendapat mengenai salah dan tidak salah, misalnya dia bertanya kepada
negarawan, hakim, tukang, pedagang, dsb. Menurut Xenophon, dia bertanya
tentang salah dan tidak salah, adil dan tidak adil, berani dan pengecut dll. Socrates
selalu menganggap jawaban pertama sebagai hipotesis, dan dengan jawaban
-jawaban lebih lanjut dan menarik kensekuensi-konsekuensi yang dapat
disimpulkan dari jawaban-jawaban tersebut. Jika ternyata hipotesis pertama tidak
dapat dipertahankan, karena menghasilkan konsekuensi yang mustahil, maka
hipotesis itu diganti dengan hipotesis lain, lalu hipotesis kedua ini diselidiki
dengan jawaban-jawaban lain, dan begitulah seterusnya. Sering terjadi percakapan
itu berakhir dengan aporia ( kebingungan ). Akan tetapi, tidak jarang dialog itu
menghasilkan suatu definisi yang dianggap berguna. Metode yang biasa digunakan
Socrates biasanya disebut dialektika yang berarti bercakap- cakap atau berdialog.
Metode Socrates dinamakan “diaelektika” karena dialog mempunyai peranan
penting didalamnya. Bagi Socrates pada waktu itu penemuan definisi bukanlah hal
yang kecil maknanya, penemuan inilah yang akan dihantamkannya kepada
relatifisme kaum sofis.

Orang sofis beranggapan bahwa semua pengetahuan adalah relatif kebenarannya,


tidak ada pengetahuan yang bersifat umum. Dengan definisi itu Socrates dapat
membuktikan kepada orang sofis bahwa pengatahuan yang umum ada, yaitu
definisi itu. Jadi, orang sofis tidak seluruhnya benar, yang benar ialah sebagian
pengetahuan bersifat umum dan sebagian bersifat khusus, yang khusus itulah
pengetahuan yang kebenaranya relatif. Socrates mengungkapkan bahwa memang
ada pengetahuan yang umum, itulah definisi.

Dengan mengajukan definisi itu Socrates telah dapat menghentikan laju dominasi
relatifisme kaum sofis. Jadi, kita bukan hidup tanpa pegangan, kebenaran sains dan
agama dapat dipegang bersama sebagainya, diperselisihkan sebagainya. Dan orang
Athena mulai kembali memegang kaidah sains dan kaidah agama mereka.

Konsepnya tentang roh, terkenal tidak tentu ( indeterminate ) dan berpandangan


terbuka ( openminded ), jelas- jelas tidak agamis dan terlihat tidak mengandalkan
doktrin-doktrin metafisik atau teologis. Juga tidak melibatkan komitmen-komitmen
naturalistik atau fisik apapun, seperti pandangan tradisional bahwa roh adalah “
nafas “ yang menghidupkan. Sebenarnya juga tidak jelas bahwa ia sedang mencari
kesepakatan bagi pendapatnya bahwa telah mengetahui dirinya sendiri. Oleh sebab
itu haruslah dia mengenal dirinya lebih dulu. Maka dijadikanlah diri manusia oleh
Socrates jadi sasaran filsafat, dengan mempelajari substan dan sifat – sifat diri itu.
Dengan demikian menurut Socrates filsafat hendaklah berdasarkan kemanusiaan,
atau dengan lain perkataan, hendaklah berdasarkan akhlak dan budi pekerti.

Socrates diakhir – akhir hidupnya banyak memperkatakan tentang akhirat dan


hidup yang abadi kelak dibelakang hari. Dia mempercayai adanya akhirat, dan
hidup yang abadi dibelakang hari itu, begitu juga tentang kekalnya roh. Socrates
berpendapat bahwa roh itu telah ada sebelum manusia, dalam keadaan yang tidak
kita ketahui. Kendatipun roh itu telah bertali dengan tubuh manusia, tetapi diwaktu
manusia itu mati, roh itu kembali kepada asalnya semula. Sedangkan tentang
mengenal diri Socrates menjadikan pedoman seperti pada pepatah yang berbunyi :
“ kenalilah dirimu dengan dirimu sendiri ” ( Gnothisauton ). Pepatah ini dijadikan
oleh Socrates jadi pokok filsafatnya. Socrates berkata : manusia hendaknya
mengenaldiri dengan dirinya sendiri, jangan membahas yang diluar diri, hanya
kembalilah kepada diri. Manusia selama ini mencari pengetahuan diluar diri.
Kadang – kadang dicarinya pengetahuan itu didalam bumi, kadang – kadang diatas
langit, kadang – kadang didalam air, kadang – kadang diudara. Alangkah baiknya
kalau kita mencari pengetahuan itu pada diri sendiri. Dia memang tidak
mengetahui dirinya, maka seharusnya dirinya itulah yang lebih dahulu
dipelajarinya, nanti kalau dia telah selesai dari mempelajari dirinya, barulah dia
berkisar mempelajari yang lain. Dan dia tidak akan selesai selama – lamanya dari
mempelajari dirinya. Karena pada dirinya itu akan didapatnya segala sesuatu,
dalam dirinya itu tersimpul alam yang luas ini.

Menurut filsafat Socrates segala sesuatu kejadian yang terjadi di alam adalah
karena adanya “ akal yang mengatur ” yang tidak lalai dan tidak tidur. Akal yang
mengatur itu adalah Tuhan yang pemurah. Dia bukan benda, hanya wujud yang
rohani semata – mata. Pendapat Socrates tentang Tuhan lebih dekat kepada akidah
tauhid. Dia menasehatkan supaya orang menjaga perintah – perintah agama, jangan
menyembah berhala dan mempersekutukan Tuhan.

Tujuan filosofis Socrates ialah mencari kebenaran yang berlaku untuk selama-
lamanya. Di sini berlainan pendapatnya dengan guru-guru sofis, yang mengajarkan
bahwa semuanya relative dan subyektif dan harus dihadapi dengan pendirian yang
skeptis. Socrates berpendapat, bahwa kebenaran itu tetap dan harus dicari.

Dalam mencari kebenaran itu, ia tidak mencari sendiri, melainkan setiap kali
berdua dengan orang lain, dengan jalan Tanya jawab. Orang ke dua itu tidak
dipandangnya sebagai lawannya, melainkan sebagai kawan yang diajak bersama-
sama mencari kebenaran. Kebenaran harus lahir dari jiwa kawan berdialog itu
sendiri. Dia tidak mengajarkan, melainkan menolong mengeluarkan apa yang
tersimpan di dalam jiwa orang itu. Oleh sebab itu metodenya disebutMaieutik,
menguraikan.
 

Anda mungkin juga menyukai