Anda di halaman 1dari 7

BIOGRAFI SOCRATES

Socrates (470 SM – 399 SM) adalah filsuf dari Athena, Yunani dan merupakan salah satu
figur paling penting dalam tradisi filosofis Barat. Socrates lahir di Athena, tanggal 4 Juni
470 SM, dan merupakan generasi pertama dari tiga ahli filsafat besar di Yunani, yaitu
Socrates, Plato dan Aristoteles. Plato dan Aristoteles merupakan murid Socrates. Ayah
Socrates berprofesi sebagai pemahat patung dari batu (stone mason) bernama
Sophroniscos. Ibunya adalah seorang bidan yang bernama Phainarete, dari sinilah
Socrates menamakan metodenya berfilsafat dengan metode kebidanan. Socrates beristri
seorang perempuan bernama Xantippe dan dikaruniai tiga orang anak yaitu Ramprocles,
Sophroniscos dan Menexene. Socrates adalah sosok tokoh filosuf yang penuh teka-teki
dalam sejarah perkembangan filsafat. Ia tidak pernah menulis sebaris kalimatpun dalam
sebuah tulisan. Masa hidup Socrates sezaman dengan kaum sofis. Ia terkenal sebagai
orang yang berbudi baik, jujur, dan adil. Cara menyampaikan pemikirannya kepada para
pemuda ia menggunakan metode tanya jawab. Sebab itu ia memperoleh banyak simpati
dari para pemuda di negerinya. Namun ia juga kurang disenangi oleh orang banyak
dengan menuduhnya sebagai orang yang merusak moral para pemuda negerinya. Selain
itu ia juga dituduh menolak dewa-dewa atau tuhan-tuhan yang telah diakui negara.
Kelanjutan dari tuduhan terhadap dirinya menjadikan ia diadili oleh pengadilan Athena.
Dalam proses pengadilan ia mengatakan pembelaanya yang kemudian ditulis oleh Plato
dalam naskahnya yang berjudul Apologi. Plato mngisahkan adanya tuduhan itu. Tuduhan
mengatakan bahwa Sokrates tidak hanya menentang agama yang diakui oleh Negara,
akan tetapi juga mengajarkan agama baru buatannya sendiri. Salah seorang yang
mendakwanya yaitu Melithus, mengatakan bahwa dia adalah seorang tak-berTuhan dan
menambahkan: Socrates berkata matahari adalah batu dan bulan adalah tanah. Socrates 2
tentu saja mengatakan bahwa tuduhan baru yang mengatakan dia atheis ini bertentangan
dengan dakwaan sebelumnya, dan selanjutnya ia memaparkan berbagai pendangan yang
lebih luas. Buku Apologi memberi gambaran jelas tentang sosok manusia tertentu:
seorang manusia yang sangat percaya diri, berjiwa besar, tak peduli pada kesukaan
duniawi, yakni bahwa ia dibimbing oleh suara illahi, dan yakin bahwa penalaran yang
jernih adalah syarat terpenting untuk hidup secara benar. Dalam Apologi, Socrates
membela dirinya bukanlah demi kepentingannya sendiri, melainkan demi kepentingan
para hakim. Menurutnya, para hakim adalah nyamuk masyarakat, dikirim dewa ke negeri
itu, dan tak mudah menemukan orang lain semacam dia (Socrates). Sokrates menjawab
(menyangkal) tuduhan itu, dan menanyakan kepadanya , siapakah orang yang
memperbaiki pemuda. Melithus menjawab mula-mula para hakim, kemudian terdesak
sedikit mengatakan bahwa semua orang Athena kecuali Sokrates memperbaiki pemuda.
Sokrates mengucapkan selamat bahwa Athena memiliki nasib baik untuk memiliki
begitu banyak orang yang berusaha memperbaiki pemuda, dan orang-orang baik tentu
lebih pantas untuk dipergauli dari pada orang jelek, maka dari itu ia tidak akan dapat
menjadi begitu bodoh untuk dapat merusak mereka dengan sengaja. Setelah keputusan
dibacakan, ia ditolak hukuman alternatif sebesar tiga puluh minae (yang untuk ini
Socrates menyebut nama Plato sebagai salah seorang yang sanggup membayarnya, dan
hadir dalam sidang itu), dan Sokrates menyampaikan pidato terakhiranya tentang
kematian. Ia mengatakan bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya, kematian
merupakan terpisahnya jasad dari ruh untuk melanjutkan ke dunia selanjutnya. Dalam
proses pengadilan Socrates dinyatakan bersalah dengan suara 280 melawan 220 (Bertens,
1975:82). Ia dituntut hukuman mati. Sokrates dihukum mati dengan meminum racun, ada
yang menyebutkan racun dari tumbuhan cemara, yang jelas racun itu yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan. Cara matinya juga memberikan contoh, betapa seorang filosof setia
kepada ajarannya dan tetap menggenggam teguh keyakinanya meskipun nyawa menjadi
taruhannya. Sokrates telah meninggal dunia, tetapi nama dan pemikiran-pemikirannya
tetap hidup untuk selama-lamanya. Socrates merupakan orang yang biasa-biasa saja,
semua orang sepakat bahwa raut muka Socrates amat buruk, hidungnya papak dan
perutnya begitu gendut; ia “lebih jelek ketimbang para Silenus dalam drama Satiris”
(Xenopon, Symposium). Ia selalu mengenakan pakaian kumal dan tua, kemanapun ia
pergi selalu bertelanjang kaki. Sikapnya yang tak peduli pada panas dan dingin, lapar dan
haus mengherankan semua orang. Dalam Symposium, Alkibiades yang mengisahkan
Socrates ketika menjalani tugas militer bahwa dia lebih tanggung dibandingkan teman-
teman lainnya. Ketika dalam keadaan terputus dalam perbekalan dan terpaksa berangkat
tanpa makanan, dia tetap perkasa dibandingkan yang lain. Pada saat itu cuaca sedang
beku, tanpa menghiraukan rasa dingin dia tetap melangkah dengan pasti diatas tumpukan
es yang membatu dengan berpakaian seperti biasanya, kumal dan bertelanjang kaki.
Kemampuan mengendalikan semua nafsu jasmani terus-menerus ditonjolkan. Dia jarang
minum anggur, namun selagi dia mau, dia lebih kuat minum dibanding semua orang.

A. PEMIKIRAN SOCRATES
Kaum sofis hidup sejaman dengan Socrates, dan memang ada kesamaan pendapat
diantara keduanya itu. Menurut Cicero, Socrates memindahkan filsafat dari langit ke
bumi, artinya sasaran yang diselidiki bukan lagi jagat raya, melainkan manusia. Akan
tetapi 3 bukan hanya Socrates yang membuat demikian, kaum sofis juga. Mereka juga
menjadikan manusia sasaran pemikiran mereka. Itulah sebabnya Aristophanes
menyebut Socrates seorang sofis. Sekalipun demikian ada perbedaan yang besar
antara Socrates dan kaum sofis. Filsafat Socrates adalah suatu reaksi dan suatu kritik
terhadap kaum sofis. Sebutan “sofis” mengalami perkembangan sendiri. Sebelum
abad ke-5 istilah itu berarti: sarjana, cendekiawan. Pada abad ke-4 para sarjana atau
cendekiawan bukan lagi disebut “sofis”, tetapi “filosofis”, filsuf, sedang sebutan
“sofis” dikenakan untuk para guru yang berkeliling dari kota ke kota untuk mengajar.
Akhirnya sebutan “sofis” tidak harum lagi, karena seorang sofis adalah orang yang
menipu orang lain dengan memakai alasan-alasan yang tidak sah. Para guru
berkeliling itu dituduh sebagai orang-orang yang minta uang bagi ajaran mereka.
Ajaran bahwa semua kebenaran itu relatif telah menggoyangkan teori-teori sains yang
telah mapan, mengguncangkan keyakinan agama. Ini menyebabkan kebingungan dan
kekacauan dalam kehidupan. Inilah sebabnya Socrates bangkit. Ia harus meyakinkan
orang Athena bahwa tidak semua kebenaran itu relatif, ada kebenaran umum yang
dapat dipegang oleh semua orang. Sebagian kebenaran memang relatif, tetapi tidak
semuanya. Sayangnya, Socrates tidak meninggalkan tulisan. Kaum sofis beranggapan
bahwa semua pengetahuan adalah relatif kebenarannya, tidak ada pengetahuan yang
bersifat umum. Dengan definisi itu Socrates dapat membuktikan kepada kaum sofis
bahwa pengetahuan yang umum itu ada, yaitu definisi itu sendiri. Jadi, kaum sofis
tidak seluruhnya benar, yang benar ialah sebagian pengetahuan bersifat umum dan
sebagian bersifat khusus, yang khusus itulah pengetahuan yang kebenarannya relatif.
Seperti contoh berikut: apakah kursi itu? Orang bisa periksa seluruh kursi, kalau bisa
seluruh kursi yang ada dunia ini. Misalnya kursi hakim terdiri dari tempat duduk dan
sandaran, berkaki empat, dari bahan kayu jati. Kedua, kursi malas, terdiri dari tempat
duduk, sandara dan berkaki empat, terbuat dari besi anti karat begitulah seterusnya.
Jadi dapat diambil kesimpulah bahwa setiap kursi itu selalu ada tempat duduk dan
sandaran. Kedua ciri ini terdapat pada semua kursi. Sedangkan ciri yang lain tidak
dimiliki semua kursi. Maka, semua orang akan sepakat bahwa kursi adalah tempat
duduk yang bersandaran. Contoh tersebut merupakan kebenaran obyektif – umum,
tidak subyektif – relatif. Tentang jumlah kaki, bahan, ukuran, dsb. Merupakan
kebenaran yang relatif. Jadi, memang ada pengetahuan umum, itulah definisi.
Ajarannya dapat diperolah dari tulisan murid-muridnya, terutama Plato. Bartens
menjelaskan ajaran Socrates itu ditujukan untuk menentang ajaran relativisme sofis.
Ia ingin menegakkan sains dan agama. Cara sokrates memberikan ajarannya adalah ia
mendatangi orang dengan bermacam-macam latar belakang mereka, seperti: ahli
politik, pejabat, tukang dan lain-lain. Metode itu bersifat praktis dan dijalankan
melalui percakapan-percakapan. Ia menganalisis pendapat-pendapat. Setiap orang
mempunyai pendapat mengenai salah dan tidak salah, adil dan tidak adil, berani dan
pengecut, dsb. Socrates selalu menanggapi jawaban pertama sebagai hipotesis dan
dengan jawabanjawaban lebih lanjut dan menarik konsekuensi-konsekuensi yang
dapat disimpulkan dari jawaban-jawaban tersebut. Jika ternyata hipotesis pertama
tidak dapat dipertahankan, karena menghasilkan konsekuensi yang mustahil, maka
hipotesis itu diganti dengan hipotesis lain, lalu hipotesis kedua ini diselidiki dengan
jawaban-jawaban lain, dan begitu seterusnya. Sering terjadi percakapan itu berakhir
dengan aporia (kebingunan). Akan tetapi, tidak jarang dialog itu menghasilkan suatu
definisi yang dianggap berguna. Metode 4 yang biasa digunakan Socrates biasanya
disebut dialektika. Menurut Plato, dialektika dalam pengertian sebagai metode untuk
menggali pengetahuan dengan cara tanya jawab, bukan ditemukan oleh Socrates.
Agaknya metode ini pertama kali dipraktikkan secara sistematis oleh Zeno, murid
Parmenindes; dalam dialog Plato berjudul Parmenindes, Zeno mengungguli Socrates
lewat cara yang sama dengan yang terjadi dalam dialog-dialog Plato lainnya di mana
Socrates mengungguli orang-orang lain. Namun ada cukup alasan untuk menduga
bahwa Socrates mempraktikkan sekaligus mengembangkan merode ini. Metode
Socrates dinamakan dialektika karena dialog mempunyai peranan penting
didalamnya. Sebutan yang lain ialah maieutika, seni kebidanan, karena cara ini
Socrates bertindak seperti seorang bidan yang menolong kelahiran bayi “pengertian
yang benar”. Dengan cara bekerja yang demikian itu Socrates menemukan suatu cara
berfikir yang disebut induksi, yaitu: menyimpulkan pengetahuan yang sifatnya umum
dengan berpangkal dari banyak pengetahuan tentang hal khusus. Misalnya: banyak
orang yang menganggap keahliannya (tukang besi, tukang sepatu, pemahat, dll)
sebagai keutamaannya. Seorang tukang besi berpendapat, bahwa keutamaannya
adalah jikalau ia membuat alat-alat dari besi yang baik. Seorang tukang sepatu
menganggap sebagai keutamaanya, jikalau ia membuat sepatu yang baik. Demikian
seterusnya. Untuk mengetahui apakah “keutamaan” pada umumnya, semua sifat
khusus keutamaankeutamaan yang bermacam-macam itu harus disingkirkan.
Tinggallah keutamaan yang sifatnya umum. Demikianlah dengan induksi itu sekaligus
ditemukan apa yang disebut definisi umum. Definisi umum ini pada waktu itu belum
dikenal. Socrateslah yang menemukannya, yang ternyata penting sekali bagi ilmu
pengetahuan. Bagi Socrates definisi umum bukan pertama-tama diperlukan bagi
keperluan ilmu pengetahuan, melainkan bagi etika. Yang diperlukan adalah
pengertian-pengertian etis, seperti umpamanya: keadilan, kebenaran, persahabatan
dan lain-lainya. Socrates juga mengatakan bahwa jiwa manusia bukanlah nafasnya
semata-mata, tetapi asas hidup manusia dalam arti yang lebih mendalam. Jiwa itu
adalah intisari manusia, hakekat manusia sebagai pribadi yang bertanggung jawab.
Oleh karena jiwa adalah intisari manusia, maka manusia wajib mengutamakan
lebahagiaan jiwanya (eudaimonia = memiliki daimon atau jiwa yang baik), lebih dari
pada kebahagiaan tubuhnya atau kebahagiaan yang lahiriah, seperti umpamanya:
kesehatan dan kekayaan. Manusia harus membuat jiwanya menjadi jiwa yang sebaik
mungkin. Jikalau hanya hidup saja, hal tersebut belum ada artinya. Pendirian Socrates
yang terkenal adalah “Keutamaan adalah Pengetahuan”. Keutamaan di bidang hidup
baik tentu menjadikan orang dapat hidup baik. Hidup baik berarti mempraktekkan
pengetahuannya tentang hidup baik itu. Jadi baik dan jahat dikaitkan dengan soal
pengetahuan, bukan dengan kemauan manusia. Pada bagian kisah terakhir dalam
hidup Socrates, dimana ia menyampaikan pandangan tentang apa yang terjadi sesudah
mati, ia benar-benar yakin pada imortalitas. Seperti dalam cuplikan pidato penutup
Socrates setelah dia dijatuhi hukuman mati: “Dan sekarang wahai orang-orang yang
telah menghukumku, ingin kuramalkan nasib kalian; sebab sebentar lagi aku mati, dan
saat-saat menjelang kematian manusia dianugerahi kemampuan meramalkan. Dan
kuramalkan kalian, para pembunuhku, bahwa tak lama sesudah kepergianku maka
hukuman yang jauh lebih berat daripada yang kalian timpakan kepadaku pasti akan
menantimu... jika kalian menyangka bahwa dengan membunuh seseorang kalian dapat
menjegal orang itu sehingga tak mengecam hidup kalian yang tercela, kalian salah
duga; itu bukan jalan keluar terhormat dan 5 membebaskan; jalan paling mudah dan
bermartabat bukanlah dengan memberangus orang lain, namun dengan memperbaiki
diri kalian sendiri. Kematian mungkin sama dengan tidur tanpa mimpi –yang jelas
baik- atau mungkin pula berpindahnya jiwa ke dunia lain. Dan adakah yang
memberatkan manusia jika ia diberi kesempatan untuk berbincang dengan Orpheus,
Musaeus, Hesiodus, dab Homerus? Maka, sekiranya hal ini benar, biarlah aku mati
berulang kali. Di dunia lain itu mereka tak akan menghukum mati seseorang hanya
karena suka bertanya: tentu tidak. Sebab kecuali sudah lebih berbahagia daripada kita
saat ini, mereka yang di dunia lain itu abadi, sekiranya apa yang sering dikisahkan itu
benar... “ Dari uraian pidato penutup diatas, Socrates telah percaya bahwa ada
kehidupan setelah mati, dan mati merupakan perpindahan jiwa manusia ke dunia
selanjutnya. Orang mati hanya meninggalkan jasad. Socrates berpendapat bahwa ruh
itu telah ada sebelum manusia, dalam keadaan yang tidak kita ketahui. Kendatipun
ruh itu telah bertali dengan tubuh manussia, tetapi diwaktu manusia itu mati, ruh itu
kembali kepada asalnya semua. Diwaktu orang berkata kepada Socrates, bahwa raja
bermaksud akan membunuhnya. Dia menjawab: “Socrates adalah di dalam kendi, raja
hanya bisa memecahkan kendi. Kendi pecah, tetapi air akan kembali ke dalam laut”.
Maksudnya, yang hancur luluh adalah tubuh, sedangkan jiwa adalah kekal (abadi).
ZAMAN YUNANI KUNO

Pekembangan filsafat dimulai dari jaman filsafat kuno sampai dengan filsafat moderen.
Berbagai pemikiran-pemikiran baru bermunculan dan bersama-sama mencari kebenaran
untuk mencapai suatu kebenaran yang sejati. Dengan adanya filsafat lahirlah tokoh-tokoh
yang membuat perubahan dengan berbagai pemikiran-pemikirannya. Pemikiran-pemikiran itu
menjadikan orang menggunakan akalnya untuk berfikir lebih dalam dan menggali ilmu
pengetahuan yang sangat bermanfaat hingga kini. Berbagai penemuan baru telah diperoleh
sehingga menjadikan seseorang lebih bijaksana dalam menghadapi suatu permasalahan yang
ada.Pada tahap filsafat Yunani Kuno para filsuf Yunani mengubah orientasi pikiran manusia
dari mitos menjadi logos.

ZAMAN PERTENGAHAN

Filsafat barat abad pertengahan(476 – 1492) juga dapat dikatakan sebagai “abad gelap”.

Ciri – ciri pemikiran filsafat barat abad pertengahan adalah :

a. Cara berfilsafatnya di pimpin oleh gereja


b. Berfilsafat di dalam lingkungan ajaran aristoteles
c. Bersifat dengan pertolongan augustinus dll

Setelah filsafat yunani kuno berakhir, muncul filsafat abad pertengahan dimana filsafat
identik dengan agama, hingga pemikiran filsafat menjadi sati dengan dogma agama.
Kebenaran dalam filsafat dikuasai oleh gereja, pemikiran mengenau ilmu pengertahuan di
campuradukan dengan unsur spiritual. Akibatnya, abad pertengahan sangat identik dengan
zaman gelap. Dalam abad pertengahan, manusia dipandang sebagai salah satu makhluk
ciptaan Tuhan yang melebihi makhluk-makhluk lainnya, pandangan yang sejalan dengan
keyakinan agama serta menganggap bahwa bumi tempat manusia hidup merupakan pusat dari
alam semesta. Tapi pandangan ini digoyahkan oleh Galileo yang membuktikan bahwa bumi
tempat tinggal manusia, tidak merupakan pusat alam raya. Ia hanya bagian kecil dari planet-
planet yang mengitari matahari. Pandangan yang didukung oleh penelitian ilmiah ini,
bertentangan dengan penafsiran Kitab Suci (Kristen) dan membuka satu lembaran baru dalam
sejarah manusia Barat yang menimbulkan krisis keimanan dan krisis lainnya.

Galileo, setiap orang mengetahuinya, dipersalahkan pertama-tama secara pribadi pada 1616,
dan kemudian secara publik pada 1633.Di depan publik itulah dia mengakui kesalahannya
dan berjanji tidak akan pernah mempertahankan pendapatnya lagi bahwa bumi berotasi atau
berevolusi. Ia di hukum, dengan tahanan rumah sampai meninggal.

Banyak pemberontakan terjadi pada masa ini.pemberontakan di awali oleh capernikus, yang
menghantarkan zaman gelap filsafat menuju masa pencerahan. Tokoh – tokoh yang gerkenal
ada Galileo- Galilei, Brunner, rene descrates, david hume.
ZAMAN RENAISSANCE

Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikiran yang bebas
dari dogma-dogma agama. Renaissance ialah zaman peralihan ketika kebudayaan Abad
Pertengahan mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern. Manusia pada zaman ini
adalah manusia yang merindukan pemikiran yang bebas. Manusia ingin mencapai kemajuan
atas hasil usaha sendiri, tidak didasarkan atas campur tangan ilahi. Penemuan ilmu
pengetahuan modern sudah mulai dirintis pada Zaman Renaissance. Ilmu pengetahuan yang
berkembang maju pada masa ini adalah bidang astronomi. Tokoh-tokoh yang terkenal seperti
Roger Bacon, Copernicus, Johannes Keppler, Galileo Galilei.

https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/05/07/sejarah-perkembangan-
ilmu-pada-masa-yunani-kuno-5/

http://skp.unair.ac.id/repository/Guru-
Indonesia/BiografiGalileoGal_dedykurniawansetyoko_365.pdf

©2008 LaporanPenelitian.com - Daily science, Indonesian language

Anda mungkin juga menyukai