Anda di halaman 1dari 27

Review Buku Danny D Steinberg, Hiroshi Nagata, David P Aline

Psychoinguistics Laguage, Mind and World

Second Edition

Chapter 7

Second-Language Teaching Method

1. Pengertian Bahasa Kedua

Bahasa kedua adalah semua bahasa yang dipelajari setelah bahasa


pertama (bahasa ibu) (Ellis, 2003: 3). Belajar bahasa kedua diartikan sebagai cara
seseorang mempelajari sebuah bahasa selain bahasa ibu mereka itu baik di dalam
maupun di luar ruangan, baik belajar formal maupun belajar informal. Lebih rinci,
Brown (2007: 312) menjelaskan bahwa belajar bahasa kedua sama dengan proses
belajar pada umunya, karena melibatkan variasi kognitif dan berkaitan dengan
kepribadian seseorang. Belajar bahasa kedua juga dipengaruhi oleh proses belajar
budaya kedua, fungsi-fungsi komunikatif bahasa kedua itu, dan melalui proses
“cobagalat” (coba-gagal-ralat).

2. Karakteristik dasar dari metode


Dalam pandangan kami, metode pengajaran bahasa mungkin lebih mudah
ditandai sesuai dengan lima dimensi pokok (Steinberg, 1993):
1. Fokus bahasa : Komunikasi lisan vs Literasi
2. Belajar makna : melalui pengalaman langsung vs penerjemahan
3. Belajar struktur : secara induksi vs eksplikasi
4. Orientasi psikologis : mentalis vs behavioris
5. Orientasi linguistik : mentalis vs strukturalis

Dimensi ini melibatkan teori yang telah diwujudkan dalam metode pengajaran bahasa
kedua. Sebuah deskripsi singkat dari masing-masing dimensi, beberapa aspek yang telah
dijelaskan di bab lain dalam buku ini.

a. Fokus bahasa : komunikasi berbicara vs kemampuan membaca dan menulis (literasi)

Metode dapat dibagi menjadi dua fokus kategori, mereka yang mengajarkan
bahasa melalui ujaran dari bahasa target ('bahasa target' menjadi bahasa yang harus
dipelajari) dan mereka yang yang melakukan pendekatan bahasa target melalui membaca
dan menulis. Kecuali untuk Grammar-Translation,yang berfokus pada membaca, menulis,
dan terjemahan dari kata-kata tertulis, sebagian besar metode lain fokus pada bicara dan
penggunaan bicara dalam komunikasi. Tujuan utama dari Grammar-Translation biasanya
untuk mendapatkan siswa untuk dapat membaca, dan, akhirnya, untuk membaca karya-
karya sastra. pendukung lain dari metode membaca dan menulis sebagai dasar dan sarana
untuk mendekati komunikasi berbicara. Masalah mulai dengan membaca dan menulis
ketika tujuannya adalah berbicara bahwa siswa tidak pernah bisa sampai ke tahap bicara
kecuali mereka pergi ke universitas di mana mereka dapat berkomunikasi dengan
instruktur yang lancar. Bahkan di universitas, meskipun, fokus mungkin tetap pada
membaca dan menulis, seperti biasanya terjadi di Jepang. Umumnya, ahli yang
mendasarkan diri pada metode berbicara (metode-dasar berbicara) mengganggap
penerjemahan sebagai musuh utama, karena mereka menganggap komunikasi lisan
sebagai sesuatu yang primer dalam belajar bahasa. Metode dasar-ujaran cenderung
menyediakan lingkungan bicara yang memungkinkan Peserta didik mempelajari
bahasa target. Membaca dan menulis dapat saja digunakan, tetapi hanya untuk
menguatkan apa yang dipelajari dalam ujaran.

b. Pembelajaran Arti : Pengalaman langsung VS Terjemahan

Dalam memberikan makna bahasa target, penerjemahan dapat digunakan, seperti


umumnya kasus dengan metode Grammar-Translation. Untuk contoh, berbahasa Inggris
siswa belajar Italia mungkin diberitahu bahwa 'libro' berarti 'buku', dan bahwa 'Come
sta?' berarti'Bagaimana kabarmu?' Dengan demikian bahasa asli (dalam hal ini, bahasa
Inggris) digunakan untuk memberikan makna untuk bahasa target (Italia).

Hal ini sangat berbeda, meskipun, dari memperoleh makna dengan menunjukan ke objek
yang sebenarnya, peristiwa, atau situasi di mana bahasa target digunakan. Misalnya,
pelajar dapat menunjukkan buku dan mendengar guru mengatakan 'Libro', atau melihat
dua orang bertemu, dan mereka berkomunikasi 'Come sta?' Arti di sini adalah untuk
dipelajari melalui pengalaman langsung dan bukan oleh penggunaan dari bahasa asli
untuk menyediakan terjemahan.
c. Pembelajaran Grammar : Induction vs Eplication

Penjelasan mencakup pemaparan dalam bahasa asli, dari aturan Grammar


dan struktur bahasa kedua. Misalnya, guru dapat menjelaskan kepada siswa Jepang
dalam bahasa Jepang itu Inggris memiliki Subjek + Verb + Object urutan kalimat dasar
berkesinambungan. (Jepang memiliki Subject + Object + Verb urutan.) Dalam belajar hal
yang sama dengan induksi, bagaimanapun, siswa harus menemukan bahwa susunannya
berkesinambungan dengan bahasa mereka sendiri. Ini akan diperlukan bagi mereka untuk
mendengar kalimat semacam itu, 'Mary menangkap bola', sementara mengalami situasi
dimana seperti sebuah tindakan (atau gambar dari tindakan) terjadi. Dengan cara ini
mereka akan menemukan sendiri, melalui analisis diri, yaitu induksi, bahwa bahasa
Inggris memiliki Subject + Verb + susunan Object.

7.14 Orientasi Psikologi : mentalism vs behaviourism

Anggapan psikologis dai sebuah metode dapat memiliki efek besar pada bagaimana
metode disusun dan digunakan. Sebuah behavioris akan lebih memilih, misalnya,
mekanisnya melatih siswa pada kalimat ,sementara Mentalist akan lebih memilih untuk
memiliki siswa yang berpikir tentang kalimat dan strukturnya dan belajar tentang kalimat
itu lewat sini. Untuk behavioris, tidak ad siswa berpikir tentang hal itu ; berpikir tidak
relevan untuk belajar bahasa, kebiasaanlah yang terpenting. Seperti yang dikatakan oleh
Brooks (1964), 'fakta yang paling penting tentang belajar bahasa yaitu perhatiannya,
bukan pemecahan masalah, namun pembentukan dan prosess dari kebiasaan'. Sayangnya,
tidak banyak saat ini yang menggunakan pandangan seperti itu. Di sisi lain, dalam
pendekatan Mentalist, siswa dapat
diberikan lebih banyak waktu untuk memecahkan rumusan atas ucapan dan sedikit
waktu untuk latihan. Untuk Mentalist, kalimat lebih dari urutan kata-kata yang jelas,
yang isinya adalah suatu rumusan yang abstrak.

7.1.5. Orientasi Linguistik : Mentalis VS Struktural

Apa yang seseorang yakini dari konsep kalimat, dan apa yang aturan gramatikal dan
struktur mungkin mendasari kalimat, akan sangat mempengaruhi apa yang seseorang
ajarkan , linguistik strukturalis sepemahaman dengan psikologis Behaviouris, Menurut
Aliran Strukturalis (Bloomfield, Fries, Pike), kalimat seperti 'anjing melompat' akan
dianalisis sebagai perintah sederhana dari kelas kata (Article + Noun + Verb atau urutan
frasa paling urut (NP (anjing) + VP (Melompat). Namun, Chomsky (1957, 1965)
membantah tentang Structural Linguistik di tahun 1950-an dan 1960-an dan menunjukan
keasliannya, bahwa kalimat lain memiliki kesamaan struktur yang diamati, seperti 'John
is easy to please’ dan 'John is eager to please’ , tidak bisa dijelaskan dengan sederhana
dari kelas kata atau bahkan struktur kalimat karena kedua kalimat ini identik dalam hal
ini, yaitu Noun + Verb + Adjective + Preposisi + Verb.

Seorang Ahli tata bahasa Mentalist akan menjelaskan kalimat-kalimat ini dengan
membahas
hubungan sintaksis atau semantik yang di mendasari kalimat tersebut. Dengan demikian,
Mentalist bisa mengatakan bahwa dalam John is easy to please, 'John’ adalah objek yang
mendasari dari 'Please', sementara di 'John is eager to please, 'John' adalah subjek yang
menerangkan dari 'Please'.

7.2 Traditional Methods : Grammar-Translation, Natural, Direct, Audiolingual.

Dari penjelasan dia atas tentang kelima dimensi, sekarang mari kita telaah beberapa
metode pengajaran bahasa kedua. Ada tiga metode tertua: Grammar-Translation, Natural
Method, dan Direct Method, pembaca harus mengacu pada karya-karya Kelly(1969),
Titone (1968), dan Darian (1972). Untuk pertimbangan sejarah antara metode lama dan
baru lihat Howatt (1984), dan ikhtisar metode terbaru lihat Richards dan Rodgers
(1986). Di bawah penjelasan beberapa Tradisional Method, (I) Grammar-Translation
Method, (2) Natural Method, (3) Direct Metode, dan (4) Audiolingual Method.

7.2.1 Grammar Translation Method

Keunggulan dari GT

The Grammar-Translation (GT) metode dasarnya melibatkan dua komponen:


(I) penjelasan eksplisit aturan gramatikal menggunakan asli bahasa, dan (2) penggunaan
terjemahan, dalam bahasa asli, untuk menjelaskan arti kosa kata dan struktur.
Terjemahan adalah yang tertua dari komponen dan mungkin yang tertua dari semua
metode pengajaran formal, yang telah digunakan di Yunani kuno dan Roma dan tempat
lain di kuno
dunia. Aspek tata bahasa dari GT agak terbatas pada mereka kali sejak pengetahuan
gramrnatical itu sendiri adalah terbatas. Itu kemudian di Eropa, khususnya pada abad
ketujuh belas, bahwa studi intensif dan rinci tentang berbagai bahasa dilakukan. Dengan
semangat ini dari Renaissance datang suatu bunga terlalu dalam pemahaman dan
pengajaran biasa (non-Classical)bahasa.

Pendekatan GT modern
Biasanya, buku pelajaran yang sekarang menggunakan Metode GT yang meliputi:
sebuah bacaan dalam bahasa target, daftar soal kosa kata dan terjemahannya, dan
penjelasan penting dalam bahasa penutur yang dicontohkan dalam teks. Di akhir
pelajaran bisanya guru memberikan serangkaian latihan, mulai dari terjemahan langsung
ke pertanyaan dari tata bahasa. Terjemahan biasanya dilakukan dari bahasa target ke
dalam bahasa asli/penutur, Terjemahan sebaliknya ( bahasa asli ke dalam bahasa target)
jarang dilakukan. guru akan menghabiskan sebagian besar waktu di kelas menjelaskan
poin tentang tata bahasa/ grammar, sambil sesekali mempertanyakan siswa tentang
terjemahan tertentu atau siswa membaca dengan keras dan menjelaskan makna dari apa
yang telah mereka baca.

Keunggulan dari GT

(A) guru yang tidak lancar dapat mengajar di kelas besar. Metode ini dapat diterapkan
oleh guru (1) yang kurang fasih berbicara dalam bahasa target, baik dari segi
pemahaman dan memproduksi, dan oleh guru (2) yang memiliki pengetahuan
bahasa yang tidak lengkap. Situasi ini banyak terjadi di berbagai negara, biasanya
orang-orang yang tinggal di pelosok, di mana pengetahuan guru sangat minim. " Hal
ini tidak biasa di berbagai negara-negara untuk guru yang mengajar di kelas dengan
40, 50, dan lebih banyak siswa. ' Akibatnya, pembelajaran bahasa diperlakukan
sebagai kuliah massal, biasanya siswa hanya bertemu seminggu sekali. (B) Belajar
sendiri, metode ini juga cocok untuk belajar-sendiri. Dengan menggunakan buku,
siswa dapat belajar sendiri di luar kelas. Ada banyak hal yang dapat mereka pelajari
dari belajar membaca sendiri. Penting juga, bahwa metode ini bisa digunakan untuk
semua tingkat pelajar.. (C) Kemampuan beradaptasi dengan perubahan teori
linguistik dan psikologis. Salah satu poin GT terkuat adalah kemampuannya untuk
beradaptasi dengan perubahan teori linguistik dan psikologis. Fitur yang
membedakan metode, yang penjelasan tata bahasa, dapat dengan mudah disesuaikan
dengan ide-ide baru dan teori-teori. penjelasan tata bahasa dapat ditulis dalam teori
linguistik.
7.2.2 Metode Alami
Metode alami sebagai produk dari Pencerahan

Metode ini lahir pada awal abad ke-19, hasil dari cara berpikir ilmiah di Eropa,
dan buah dari penelitian metode alamiah, yang menaruh perhatian terhadap individu
dan karakteristik insaniahnya, menggantikan metode yang didasarkan pada teori-teori
filsafat dan terjemah. Berangkat dari prinsip ini, maka mulailah ide pembelajaran
bahasa kedua didasarkan pada sesuatu yang bersifat alamiah, dengan asumsi bahwa
itu lebih baik daripada sesuatu yang dibuat-buat unnatural ).Berdasarkan pemikiran
ini, maka mengajarkan bahasa kedua pada orang asing, seyogianya menggunakan cara
seperti cara yang digunakan oleh anak-anak dalam memperoleh bahasa ibu,
menyerupai kondisi yang mereka lalui ketika masih kecil, dan dalam menyusun materi
bahasa, materi ilmiah dan yang lainnya, juga seyogianya menyerupai tahapan-tahapan
yang dilewati anak-anak dalam memperoleh bahasa ibu.
Untuk terlaksananya hal ini, maka hendaklah peserta didik memahami terlebih
dahulu lafal yang diucapkan, kemudian langkah berikutnya berbicara, dan setelah
beberapa waktu, ia mulai membaca, kemudian menulis; karena tahapan seperti itu
adalah tahapan yang sesuai dengan perkembangan bahasa anak secara alamiah.
Peserta didik sama sekali tidak boleh diajarkan kaidah, kenapa? Karena menurut
penggagasnya ia nanti dengan sendirinya kan sampai pada kaidah tersebut, sebagai
hasil dari interaksinya setiap hari dengan bahasa lisan secara alami, dan bacaannya
yang intensif. Adapun mufdharat (kosakata), peserta didikmemperolehnya,memahami
maknanya, dan megetahui penggunaanya melalui pengalamannya berinteraksi dengan
bahasa tersebut secara alamiah, bukan dengan menghafal dan menerjemah.

Keunggulan dan kelemahan

Kelebihan dari metode ini yaitu Pada tingkat lanjutan metode ini sangat
efektif, karena setiap individu siswa dibawa kedalam suasana lingkungan
sesungguhnya untuk aktif mendengarkan dan menggunakan percakapan dalam bahasa
asing. Tapi satu masalah pada metode ini yaitu guru harus bisa membuat siswa ke
dalam situasi yang menarik sehigga siswa menjadi atural saat berbahasa.

Kekurangannya yaitu jika guru yang kurang memiliki kemampuan dan


pengalaman praktis dalam berbahasa asing merupakan factor sulitnya diterapkan dan
berhasil secara baik metode tersebut. Guru haruslah seorang yang aktif berbicara
didalam bahasa asing tersebut barulah murid- muridnya akan mampu pula aktif di
dalam belajar (praktik) bahasa

7.2.3 The Direct Method

Direct Method pengembangan dari Natural Method

The Direct Method(DM),muncul pada abad ke-19 dan awal ke-20 M,


pengembangan dari Natural Method (NM). Seperti pada Natural Method, menekankan
pembelajaran berbicara, memperoleh makna dalam konteks lingkungan, dan belajar tata
bahasa melalui induksi. Para pendukung DM, berusaha untuk memperbaiki itu dengan
menyediakan prosedur sistematis berdasarkan pengetahuan ilmiah linguistik dan psikologi.
Berkembanglah kajian-kajian ilmiah dalam bidang linguistik dan psikologi, yang rambu-
rambu dari keduanya jelas, memiliki kurikulum tersendiri, dan memiliki pendekatan-
pendekatan masing-masing. Kemudian mulai mempengaruhi bidang pengajaran, terutama
sekali bidang pelajaran bahasa asing. Dan juga pada waktu itu adanya pemikiran para
ahli bahwa mengaplikasikan pengetahuan ilmiah, dalam bidang linguistik dan psikologi
terhadap pengajaran bahasa, akan lebih mempercepat proses belajar, dan hasilnya akan lebih
baik daripada hanya menyajikan bahasa secara spontan, tanpa ada persiapan dan perencanaan,
seperti dalam metode alamiah.

Dialog dan Materi

Pelajaran di DM terutama ditujukan untuk komunikasi lisan dan ikuti (seperti dengan M)
urutan perolehan bahasa pertama. Dengan demikian pemahaman mendahului produksi ujaran,
yang kemudian diikuti dengan membaca dan kemudian dengan menulis. Contoh dialog untuk
Sekolah Dasar: '? Bagaimana kabarmu ', ‘Baik, terima kasih', seperti pertanyaan: "Di mana. ..
?', 'Kapan . . . ?', 'Siapa . ? .. ', Dan perintah untuk tindakan:' Berdiri ',' Duduklah ', dan'
Berikan buku untuk Mary '. Terkadang latihan lisan dan menghafal dialog juga termasuk
dalam pelajaran DM. teknik seperti yang dirancang dan diterapkan untuk tujuan memberikan
praktek dalam produksi ujaran. Menariknya, teknik yang sama kemudian datang untuk
digunakan (mungkin lebih tepat over-digunakan) oleh pendukung Metode Audiolingual.
Kadang-kadang, juga, terjemahan mungkin diberikan secara verbal, seperti mungkin
penjelasan secara grammatikal.

Kelancaran guru dan ukuran kelas

Struktur alamai dari DM tergantung dari tangan guru yang hebat, dapat digunakan di kelas
besar bahkan 40 siswa, guru mendapati siswa berbicara seperti sedang paduan suara / berisik.
Namun, seperti Naturak Method , DM membutuhkan seorang guru dengan kefasihan yang
tinggi dalam bahasa kedua. Beberapa sekolah mungkin merasa sulit untuk menemukan
jumlah yang banyak untuk guru yang seperti itu.

7.2.4. Audiolingual Method

Meskipun metode DM panjang dan tersebar luas penerimaanya , beberapa tahun


kemudian tidak popular dengan munculnya Metode Audiolingual (ALM). Teori ini didasari
oleh linguistik dan psikologi. pecahnya Perang Dunia II, dimana pada saat itu Amerika
merekrut tentara yang sangat banyak untuk keperluan militernya di seluruh penjuru dunia.
Untuk keperluan itulah akhirnya tentara-tentara baru tersebut diberikan pelatihan untuk
memenuhi syarat kecakapan minimal dalam militer salah satunya adalah kecakapan minimal
komunikasi secara vebal, dari pelatihan singkat inilah muncul metodologi baru pengajaran
bahasa melalui pengamatan dan pengulangan (observation and repetition).

Watson, seorang tokoh aliran psikologi behaviorisme klasik pernah mengemukakan


bahwasanya stimulus dapat mendatangkan responsi, maka dapat disimpulkan jika stimulus
terjadi secara tetap maka responsi pun terlatih dan diarahkan tetap akhirnya dapat terjadi
secara bersifat otomatis. Dalam metode Audiolingual yang didasarkan pada teori
behavioristik yang digunakan dalam penelitian ini, peran guru sangat dominan karena gurulah
yang memilih bentuk stimulus, memberikan punishment dan reward, memberikan penguatan
dan menentukan jenisnya, dan guru juga yang memilih materi, dan cara mengajarkannya.

Tujuan umum dari metode audio-lingual adalah agar para siswa untuk menggunakan bahasa
sebagai alat komunikasi. Pada tahap awal, fokus pembelajaran adalah pada kemampuan lisan,
kemudian bertahap pada kemampuan lainnya seperti belajar mengembangkan keterampilan.
(Brooks 1964) membedakan antara tujuan jangka panjang dan jangka pendek dari sebuah
program audio-lingualTujuan jangka pendek meliputi pelatihan dalam mendengarkan,
pelafalan yang akurat, membaca dan memahami produksi benar kalimat dalam menulis.
Dengan kata lain, tujuan dari metode audio-lingual adalah pengembangan keahlian di
keempat kemampuan bahasa, dimulai dengan mendengar dan berbicara, dan menggunakan ini
sebagai dasar untuk mengajar membaca dan menulis. 2. Sedangkan tujuan jangka panjang
atau tujuan akhirnya adalah untuk mengembangkan kemampuan berbicara siswa dan untuk
menggunakannya secara otomatis tanpa henti- hentinya berpikir.
Meskipun popularitas dari ALM besar , kenyataannya adalah ALM gagal menghasilkan
berkomunikasi yang fasih. Ini mungkin telah diabaikan oleh komunitas pengajaran bahasa
kedua, meskipun, karena tidak ada metode lain telah membuktikan bahwa itu bisa dilakukan
lebih baik. Namun, revolusi, yang di cetuskan oleh orang yang bernam, Noam Cho msky,
merobohkan pondasi dari ALM dan menghancurkan pergerakannya.

7.3 Revolusi penganut chomsky mematahkan dasar dari teori Audiolingualism

Serangan terhadap linguistik dan psikologi behavioristik yang dibuat oleh Chomsky berhasil
meruntuhkan dua paradigma ini. Kaidah yang dibuat Chomsky merupakan seperangkat aturan
yang dapat diulang. Kaidah ini merupakan konsep abstrak dan ditarik secara kualitatif dari
kata -kata dalam kalimat yang dapat diobservasi. Dia berargumentasi bahwa kaidah
diturunkan dari benak dan operasimental. Teori Chomsky berkaitan dengan dasar linguistik
dan psikologi mentalistik.Perlu dicatat bahwa di samping menawarkan ide yang menitik
beratkan pada pemerolehan bahasa pertama Chomsky telah menghindari spekulasi tentang
apengajaran dan pembelajaran B2. Ia telah ‘mendorong’ orang lain untuk mencoba
menerapkan idenya dalam wilayah pembelajaran B2. Akibat dari idenya itu, meski begitu,
sangatlah besar. Akibatnya merentang dari bagaimana problem gramatika diterangkan dalam
metode GT hingga bagaimana kaidah seharusnya dipresentasikan di dalam pendekatan
alamiah. Ide Chomsky telah diserap oleh ahli B2 dalam berbagai cara. Sedikit sekali ahli B2
yang tidak mengambil pendekatan mentalistik untuk menjawab permasalahan B2.

Metode-metode Transisi

Setelah kejatuhan metode audiolingual pada tahun 1960-an, sejumlah metode


baru pun bermunculan. Meskipun demikian, hanya sejumlah kecil saja dari metode-
metode itu yang mampu bertahan. Metode-metode tersebut disebut transisi,
sementara Steinberg, et al., (2001: 202). Empat di antara metode-metode tersebut
adalah (1) kode kognitif, (2) komunitas belajar bahasa, (3) Silent Way, dan (4)
suggestopedia.

1. Metode Kode Kognitif

Metode kode kognitif lahir pada tahun 1960an sebagai salah satu reaksi
terhadap metode audiolingual dan salah satu dari penerap ide-ide Chomsky tentang
pembelajaran B2. Dengan adanya perubahan dalam psikologi dan linguistik, sebuah
pendekatan baru dalam pembelajaran B2 pun dibutuhkan.
Ahli yang tergabung dalam orientasi ini, seperti Ausubel dan Chastain adalah
mentalistik dalam filosofinya, pendukung tata bahasa generatif dalam linguistik, dan
eklektik dalam metodologinya. Pengajaran kaidah gramatika dilakukan melalui
induktif dan eksplikatif, dan tidak ada urutan yang tegas, bahwa ujaran harus
mendahului literasi. Tidak ada urutan khusus untuk membaca, menulis, dan
berbicara. Guru harus dapat memadukan kegiatan dengan mengatakan kalimat dan
menuliskan kalimat itu di papan tulis.
Bagaimanapun pendukung kode kognitif (CC) dikembangkan sedikit dari
metode tersendiri. Ide didukung oleh teori kode kognitif yang sekarang digunakan
untuk mendukung metode lain yang menganjurkan penggunaan bahasa untuk belajar
secara bermakna.

Belajar Bahasa Komunitas

Belajar bahasa komunitas atau belajar konseling (kadang-kadang disebut


demikian), diperkenalkan pertama kali pada tahun 1960-an, oleh Charles A. Curran
(via
Steinberg, et al., 2001: 202), seorang terapi-konselor dan pemuka agama yang bekenaan
dengan situasi pembelajaran B2 dari sudut pandang dinamika kelompok kecil dan
konseling.
Guru mengambil posisi sebagai konselor dan Peserta didik mengambil posisi
sebagai klien. Klien berinteraksi secara bebas antara yang satu dengan yang lain, dan
konselor berperan, hanya, membantu jalannya interaksi. Klien duduk membentuk
lingkaran dan berbicara hanya dengan bahasa target. Konselor berdiri di samping
klien yang berbicara. Klien memberitahu konselor dalam bahasanya tentang apa yang
ingin dikatakan dan konselor menerjemahkannya. Klien kemudian menyampaikan
sebagian terjemahan itu kepada klien lain, dan klien itu harus membrikan responnya.
Konselor harus berjalan berkeliling untuk memberikan terjemahannya kepada klien
tentang apa yang ingin mereka katakan. Diskusi tentang tata bahasa dilakukan
sesedikit mungkin.
Sejak usul CLL (community language learning) disampaikan Curran (serta
pengakuan kesuksesan metodenya), sejumlah versi dari metode ini bermunculan,
sebagian di antaranya sangat berbeda. Sebagai contoh, kalimat yang disampaikan
mungkin direkam, ditranskripsikan, dan kemudian diberikan kepada Peserta didik
untuk dipelajari dan diingat. Peserta didik merefleksikannya dalam interaksi dan
mengeskpresikan perasaan-perasannya pada sesi ini. Mereka kemudian
mengemukakan pertanyaan tentang tata bahasa dan aspek lain dari bahasa yang
sedang dipelajari, dan guru menyediakan jawaban detailnya (Stevick via Steinberg.,
et al., 2001: 2003). Dalam hal ini, CLL tidak berbeda, secara fundamental dan
metode GT (grammar-translation method). Kelompok kecil berinteraksi untuk
mempertahankan ciri khusus CLL, tetapi hal tersebut tidak cukup membuat metode
ini tersebar luas.

Silent Way

a. Rasional: Peserta Didik Bicara, Guru Diam

Silent way dikembangkan oleh Gattegno (1972; 2011) dan didasarkan pada
nilai yang radikal bahwa guru bukan sentra pembelajaran. Oleh karenanya, penting
bagi guru untuk diam. Peserta didik menerapkan kecakapannya sendiri untuk
menemukan dan mengkreasi bahasanya sendiri. Berbeda dengan metode yang lain,
seperti metode alamiah, sudut pandang belajar B2 sama dengan belajar B1. Gattegno
berargumentasi bahwa proses B1 dan B2 berbeda, karena pada pada saat belajar
B2,
Peserta didik telah tahu B1 dan telah memiliki kecakapan kognitif orang dewasa.
Akibatnya, guru harus meletakkan pendekatan “natural” yang bersifat artifisial, dan
untuk beberapa tujuan langsung dikontrol (Gattegno, 2011).
Pendekatan metode ini diletakkan pada aspek “kreatif” belajar bahasa, yang
dalam hal ini, belajar dipandang sebagai sebuah proses menemukan dan berkreasi.
Peserta didik menebak sendiri kaidah gramatika dan strukturnya yang inheren dalam
situasi yang dipaparkan pada mereka. Ini sangatlah sulit bagi Peserta didik karena
guru “diam” dan Peserta didik memperoleh sedikit sekali data untuk dianalisis.
Kediaman guru sangatlah aneh karena belajar dari model, dari yang dikatakan dan
ditulis, sangat esensial untuk metode lain yang telah dikemukakan.

b. Produksi Mendahului Komprehensi

Berbeda dengan metode yang didasarkan pada ujaran, metode silent way
menentang urutan alamiah karena produksi mendahului komprehensi. Guru sedikit
berbicara dan mendorong Peserta didik untuk berbicara. Sebagaimana dikemukakan
sebelumnya, ini sangatlah sulit karena Peserta didik tidak tahu bagaimana mulai
mengatakan sesuatu. Guru tidak menjadi model berlafal, tetapi meunjukkan huruf-
huruf pada kartu kata, dan menunggu lafal terbaik dari Peserta didik di kelas dan
membiarkannya menjadi model. Guru meminta Peserta didik untuk berbicara
sebanyak mungkin dan seawal mungkin (Gattegno, 1973)

c. Deskripsi Materi

Menurut Gattegno (1973: 21), metode silent way menuntut guru menggunakan
media batang berwarna sejumlah 68 potong, kartu kata 5-12 set, yang setiap set berisi
36 kartu. Selain itu, guru juga menyediakan grafik fidel sebanyak 6 set, dan gambar
dinding yang digunakan untuk merangsang pemerolehan kata. Kelas silet way juga
dilengkapi dengan filmstrip sebanyak 32 frame untuk memperluas kosakata terkait
kultur. Selain itu, siswa diharuskan membawa 10 kertas kerja dan 3 alat yang disebut:
1000 kalimat, bagian pendek, dan 8 cerita.
Guru, dalam hal materi, menggunakan seperangkat objek fisik tertentu, seperti
balok-balok berwarna yag dibuat khusus untuk menyampaikan makna dan kaidah
gramatika melalui kalimat yang dikonstruksi. Beberapa Peserta didik tampak antusias
mengikuti metode ini. Meskipun demikian, beberapa peserta yang baik bereaksi secara
negatif untuk menekan keharusan menemukan kaidah gramatika dengan tanpa
kehadiran model ujaran. Meskipun Peserta didik diharapkan mampu bekerja secara
kooperatif dan bukan kompetitif (Richard & Rodgers via Steinberg, et al., 2001: 204),
karena mereka tidak bergantung pada guru tetapi pada teman sekelas, kompetisi
seringkali terjadi.

Pengalaman dengan Silent Way

Menurut Steinberg., (2011: 2014), David Aline pernah mengikuti kursus


metode silent way di Cina. Dia menemukan bahwa satu dari kelima peserta sangatlah
baik, yang lain baik, biasa saja (menggantung: tidak baik baik tidak buruk), dan dua
lainnya berhenti. Metode ini tidak mampu melayani perbedaaan individual dalam
gaya belajar para pesertanya. Selain itu, meskipun para Peserta didik didorong untuk
mengambil inisiatif dalam proses belajar, hanya sebagian kecil siswa saja yang dapat
melakukannya tanpa kehadiran guru (dalam pengertian kehadiran kartu, objek
bergerak, dan sebagainya. Meskipun metode ini mungkin berhasil untuk beberapa
tingkat dengan beberapa peserta dengan setting yang sangat terkontrol, beberapa
melakukannya mungkin tidak mudah diperoleh diluar setting tersebut (Lantolf, 1986).
Silent way telah dianggap sebagai satu di antara yang metode benar-benar luar biasa
(dalam arti aneh), di samping sugestopedia.
2. Sugestopedia

a. Membangkitkan Super Memori dengan Relaksasi

Metode Sugestopedia diperkenalkan oleh Lozanov tahun 1978 dan dikenal


dengan “magic method” untuk pengajaran bahasa kedua. Sugestopedia bertujuan
untuk membuat Peserta didik memasuki wilayah kesadaran yang kondusif untuk
belajar. Bentuk ‘hypermnesia’ atau super memori dihasilkan melalui teknik relaksasi
yang dibuat untuk membangun kepercayaan Peserta didik dan kemudian
menghancurkan rintangan antisugestif. Relaksasi dicapai melalui kegiatan menyimak
bagian musik klasik tertentu. Musik tersebut harus dimainkan dengan tempo tertentu
sehingga mampu membangkitkan kesiapan mental Peserta didik. Musik yang terbaik
untuk sugestopedia adalah musik instrumental lembut dari dawai.

b. Peran Guru dan Klaim Fantastik

Peserta didik musti diberi kursi dan ruangan yang nyaman. Kepercayaan diri
Peserta didik dibangun melalui apa yang dikatakan dan dilakukan guru. Guru
memberikan sugesti tertentu kepada Peserta didik dan melakukan hal itu dengan
otoritas dan kepercayaan diri yang tinggi pula. Hasilnya, menurut Lozanov, Peserta
didik B2 dapat belajar 1800 kata, berbicara dalam kerangka kesuluruhan tata bahasa
yang esensial dan mampu membaca beberapa teks, hanya dalam 24 hari (Steinberg, et
al., 2001: 205).

c. Grammar Translation sebagai Dasar

Pembelajaran melaiputi presentasi dialog dan kosakata yang musti dipelajari


dan diingat oleh Peserta didik. Materi disajikan, pertama kali, dalam bentuk tulisan
kemudian dalam bentuk lisan. Penerjemahan dilakukan berkaitan dengan bentuk
bahasa tulis. Apek unik dari pengajar terletak pada cara presentasian materi dalam
kaitannya dengan perilaku Peserta didik dan peristiwa di sekitar mereka. Selama
Peserta didik melakuka
relaksasi di kursi masing-masing, guru membacakan setiap dialog dengan cara khusus
selama tiga kali.
Kekhususan cara membaca sangatlah penting dan termasuk di dalamnya
adalah intonasi yang bervariasi serta koordinasi bunyi dengan kata-kata yang tercetak
atau ilustrasi. Cara membaca yang khusus ini tidak dapat diterangkan dengan jelas.
Pada saat mendikusikan gaya membaca ini, mencatat kurangnya kekhususan teknik,
“ketepatan cara menggunakan volume suara, intonasi, dan waktu sangatlah penting
dan rumit. Tak seorang pun dapat memberikan catatan tentangnya dari tangan
pertama”.
Pada penyajian pertama, Peserta didik mengikuti membaca. Pada penyajian
kedua dan ketiga, guru membaca dan Peserta didik hanya menyimak. Pada penyajian
ketiga itulah musik dimainkan dan mendukung terjadinya hypermnesia dan proses
belajar. Sebenarnya, sugestopedia sedikit di atas metode translasi gramatika dengan
musik.
Apa yang dapat kita katakan tentang pengakuan kesuksesan yang luar biasa
yang telah dibuat oleh Lozanov dan sejumlah kecil pendukungnya (Bancroft, Stevick
via Steinber, 2011: 201). Tak ada satu pun kesalahan dengan ide peningkatan
memori. Jika suatu metode pengajaran B2 berjalan dan diakui seperti sugestopedia,
yakni meningkatkan memori melalui relaksasi dan musik, dan mampu meningkatkan
pemerolehan bahasa secara luar biasa hanya dalam hitungan minggu, tidak
seharusnya ditolak. Namun kenyataannya, hampir 30 tahun setelah sugestopedia
diperkenalkan dan diujicobakan di beberapa negara, belum diperoleh bukti yang
meyakinkan untuk mendukung pengakuan yang luar biasa tersebut.
Menurut Steinberg, et al., (2001: 201), ada sedikit evaluasi tentang metode ini.
“Sugestopedia yang diambil sebagai metode pengajaran bahasa cenderung kurang
berguna untuk saat ini, eklektik program EFL, dan banyak kesalahan karena
menawarkan begitu banyak paket-paket sain “gadungan” yang berbelit-belit dan sulit
dipahami. Selain itu, warisan sugestopedia saat ini adalah bahwa para guru
memainkan musik sebelum mereka memulai pembelajaran untuk menenangkan
Peserta didik.
Meskipun banyak kekurangan dan tidak terlalu mudah diterapkan,
Suggestopedia dapat dimanfaatkan untuk mengelola kelas dan menanamkan karakter
baik pada anak didik. Pada pembelajaran menyimak, suggestopedia meningkatkan
ketenangan dan konsentrasi. Siswa yang biasanya ribut menjadi lebih tenang dan
fokus
menyimak (Musfiroh, dkk., 2011). Hal yang ingin dicapai dalam suggestopedia adalah
belajar dengan relaks, santai, tenang, dan menyenangkan. Metode ini cocok untuk anak
dan remaja. Meskipun demikian, para guru menolak melanjutkan kegiatan karena media
dan peralatan yang dibutuhkan relatif sulit dan untuk mendapatkan suara ketenangan
seperti yang dipersyaratkan oleh suggestopedia nyaris mustahil.

Metode-metode Kontemporer
Metode kontemporer adalah metode masa kini, relatif natural, relatif berkembang,
Metode kontemporer, sebenarnya, adalah inovasi dari metode-metode terdahulu.
Metode kontemporer meliputi metode respon fisik total, metode komunikatif, dan
pendekatan natural.

1. Metode Respon Fisik Total (Total Pysical Response)

a. Dasar Pemikiran Sebuah Metode


Total Physical Response atau TPR adalah sebuah tipe metode yang sangat
alamiah, meliputi pemahaman tuturan mendahului produksi tuturan, dan itu berarti
mendahului membaca dan menulis. Bahasa target dipakai dalam ruang kelas dan
makna/pengertian diperoleh dari objek-objek dan situasi-situasi yang nyata. Siswa
didorong untuk memasukkan aturan-aturan dalam dirinya dan berbicara ketika siap.
Sesuai dengan tipe metode yang alamiah, metode ini berhasil hanya dengan sedikit
siswa (kelas kecil).
James Asher, penemu TPR pada 1970, menyatakan bahwa karakter unik
penampilan pembelajar berupa respon aksi fisik ketika para pengajar memberi perintah
dalam bahasa sasaran (Asher, 1966, 1969, 1977; Kusudo, dan De La Torre, 1974) .
Gagasannya bahwa memori akan dipertinggi oleh aktivitas penggerak dengan hasil
bahwa bahasa akan lebih mudah diingat dan diakses. Yang menarik, ide pokok TPR
ditemukan pada metode langsung (DM), (Palmer & Palmer, 1925). Asher menekankan
aktivitas fisik lebih banyak daripada Palmer. Dalam banyak kasus yang lain tidak ada
keraguan bahwa TPR adalah metode yang sangat berguna dan berhak memperoleh
penghargaan.

b. Penyampaian Materi dan Aktivitas dalam Ruang


Dalam sebuah ruang kelas pada permulaan di Inggris misalnya, perintah yang
diberikan seperti: ‘Stand up”,” Sit down”, “ Open the door” , “Walk to the table” “point to the
table”, “Point to the door”, “Where is the table”, Where is the book?” dan sebagainya. Kemudian
beberapa kejadian dalam jam pelajaran yang sama, pernyataan atau pertanyaan bersamaan
dengan perintah: “This is a book. Give the book to Susie”. “The book is on the table. Put the book
on the chair”, dan seterusnya. Sesudah dasar-dasar yang tepat diletakkan, siswa diberi kalimat-
kalimat yang lebih kompleks.

Sejak awal siswa diperkenalkan kepada keseluruhan kalimat dalam konteksnya.


Pengajar mendemonstrasikan makna kata dan kalimat sampai menentukan objek-objek
dan memperlihatkan semua perintah agar bisa dilihat melalui gerakan/acting. Hal ini
dikatakan bahwa dengan metode ini siswa bisa mempelajari sekitar 25 item leksikal baru
dalam waktu 1 jam dengan lebih mudah, berkenaan dengan kosakata akan dicapai
jumlah lebih banyak.

c. Sebuah Proyek demonstrasi: Siswa Jepang yang Belajar Bahasa


Jerman
Siswa Jepang dalam kelas psikolinguistik yang diajar oleh ssseorang penulis
pertama buku ini, telah memberi pelajaran demonstrasi TPR di Jerman oleh seorang
kolega. Para siswa yang tidak belajar bahasa jerman sebelumnya, belajar untuk
memahami lebih dari 50 kata yang berbeda sebaik variasi pada kalimat imperatif (‘Stand
up”,” Sit down”, “ Turn around”, “Open the door, “Close the door”, Give the ball to Karen
and give the book to Emil”) dalam waktu satu jam lebih sedikit. Para siswa segera
didorong agar percaya diri saat mereka ragu-ragu dalam gerakan pertamanya,
menampilkan permainan mereka secara wajar dan tenang. Seperti tingkah laku
merupakan sebuah pengalaman langsung terhadap kemajuan dalam pemahaman
tuturan mereka. Yang lebih menarik, ketika sebuah videotape dari pelajaran TPR
Jerman ini diperlihatkan kepada siswa-siswa Jepang di lain kelas, mereka mempelajari
tentang jumlah items yang sama. Mereka tidak memperlihatkan banyak gerakan tetapi
mengamati secara sederhana apa yang terjadi di tape. Pengamatan tidak cukup untuk
proses belajar. Bilamana para siswa yang menampilkan gerakan-gerakan menahan
lebih banyak waktu daripada para siswa yang hanya mengobservasi/mengamati secara
singkat gerakan-gerakan tersebut, tidak dapat diukur (tingkat pemahamannya) terhadap
perintah bahasa target. Melalui TPR dapat diprediksi bahwa melakukan kegiatan akan
membuat ingatan lebih solid.
d. Kemajuan dengan TPR
Setelah pengajar menentukan bahwa siswa memperoleh pemahaman yang
tinggi terrhadap apa yang telah dipelajari, mereka pun terdorong untuk berbicara. TPR
memiliki esensi kelebihaan dan keterbatasan sebagai Metode Langsung. Para siswa
belajar berkomunikasi dalam tuturan dalam langkah alamiah dan juga rrelatif cepat. Saat
ini , pengajar tidak memerlukan kreatifitas khusus sejak jadual keseluruhan dari materi
kurikulum telah dikembangkan dan dipublikasikan untuk instruksi TPR,
TPR adalah yang terbaik digunakan untuk fase pengenalan pada pembelajaran
bahasa kedua Dengan lebih ditonjolkan pengetahuan bahasa, aktivitas menjadi kurang
penting dan kurang relevan ke komunikasi. Lalu , hal ini adalah masalah pada pekerjaan
rumah. Sekali di luar ruang kelas, tidak ada siswa bisa merevieuw atau penegtahuan.
Di sini, mengadopsi metode Grammar Translation, (GT) dan TPR akan menjadi sebuah
metode solusi yang terbaik (seteinberg, et al., 2001: 207-208)

d. Anak-anak vs Orang Dewasa


Satu masalah TPR yang berkaitan kepada kepercayaan khusus dalam bertindak
(Respon fisik). Untuk alasan sosial, banyak orang dewasa merasa malu bergerak
mengitari ruagan daripada anak-anak Selagi aktivitas bisa dirancang ke masalah ini,
tidak banyak pengajar yang mampu memperbaiki situasi ini. Orang dewasa mungkin
menjadi lebih membutuhkan waktu, meski mereka telah melihat pengajar mengerjakan
hal yang sama seperti yang mereka kerjakan.
TPR merupakan pilihan terbaik sebagai teknik mengajar yang bisa diwujudkan
dalam permulaan kelas intermediet. Tugas ini terutama baik dengan anak-anak dan
dengan orang dewasa boleh kombinasikan dengan metode lain. TPR seharusnya tidak
dipandang sebagai metode yang berdiri sendiri yang dapat diaplikasi ke semua kontekss
bahasa. Dengan sifat kefleksibelannya, metode ini layak dipertimbangkan sebagai
metode pengajaran terbaik yang berdasarkan pada ujaran.

2. Metode Komunikatif (Communicative Language Teaching)


Communicative language teaching sengaja diterjemahkan sebagai metode
komunikatif agar pembicaraan lebih berfokus pada pembelajaran (bukan pengajaran).
Meskipun aplikasi metode sangat ditentukan guru, implementasi di kelas tetap berfokus
pada siswa. Metode ini adalah metode hakikat bahasa, yakni metode yang kembali pada
fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Meskipun demikian, untuk mencapai tujuan
tersebut banyak hal perlu dipersiapkan dan dipelajari dengan baik.
Metode komunikatif didasarkan pada kesadaran bahwa tuturan komunikasi manusia
memiliki dua aspek, yakni fungsi dan makna. Fungsi adalah sesuatu seperti permintaan,
penolakan, adu-pendapat, permohonan maaf dan lain lain (disebut speech act dalam linguistik).
Mereka mengekspresikan pikiran keseluruhan kalimat. Secara esensi, siswa didorong dengan
satu arti untuk bentuk fungsi pemberian. Misalnya, siswa boleh menceritakan bahwa itu adalah
langkah variasi untuk membuat satu permintaan : mereka boleh mengatakan “Shut the
window”, “please shut the window “, “Would you should the window”, “Would you mind shut the
window” “Will you be so kind as” (Wikins, via Steinberg, et al., 2001: 208-209). Notions ‘ide,
gagasan’ ekspresi pada frekuensi, kuantitas, lokasi yang merupakan kata-kata tipikal atau frase
dalam kalimat. Misalnya “Students may learn:” I often go to the movies”, I have a lot of friends “
dan “He’s standing by the window”.

CLT berasumsi awal bahwa para siswa ingin berkomunikasi dan ini
memungkinkan untuk dilakukan. Pembelajaran sering dimulai dengan membaca secara
silmultan dan mendengarkan dasar dialog dalam kehidupan nyata situasi sehari-hari,
seperti suatu pertemuan seorang kawan atau membeli sesuatu di sebuah toko.
Tandanya, tidak ada terjemahan dan tidak ada keterangan terkait struktur, meskipun
metode itu tidak meniadakan bantuan bahasa asli jika siswa merasa perlu sebagai poin
utama/penting. Hal ini merupakan bergantung total pada situasi dan keinginan siswa
untuk berkomunikasi dalam situasi tersebut.
Sejak berkomunikasi ditekankan pada pengajaran, telah dikembangkan sebuah
fleksibilitas yang memungkinkan banyak hal masuk ke dalam ruang kelas sepanjang hal
itu lebih lanjut/ menambah kepandaian komunikasi para siswa. Hal ini bisa memasukkan
terjemahan dan menerangkan gramatika dalam B1, jika pengajar percaya bahwa hal ini
akan menguntungkan. Dan seandainya pengajar merasa bahwa teknik Audiolingual
seperti membagi sebuah frase satu kali mungkin akan membantu siswa dalam
mengerjakan, hal itu pun akan digunakan dalam situasi tersebut.
Seringkali sebuah frase atau kalimat mulai dibuat oleh para siswa, tetapi mereka
mengalami kesulitan . Misalnya , seandainya siswa suka mengatakan dalam bahasa
Inggris “I wish I could have gone”, tetapi yang keluar hanya bisa “ I wish ….”. Pengajar
boleh menyusun suatu model kalimat secara keseluruhan dalam waktu yang sedikit,
tetapi siswa mengulangnya beberapa kali, dan kembali pada situasi di mana siswa
mencoba menggunakannya. (Hal ini ada beberapa kemiripan bimbingan yang dianjurkan
oleh Currant dalam Pembelajaran Bahasa Komunikatif)
Kemudian boleh ditekankan pada struktur terkait, sebuah uraian struktur, seperti
siswa mengganti past participle lain dalam kalimat.: “ I wish I could have eaten”.
Bagaimana pun juga teknik yang paling menarik yang akan digunakan siswa dalam
mengkomunikasikan idenya. Dalam perbandingan CLT dengan metode tuturan
terorientasi seperti Direct Mehode, TPR dan NA kita bisa melihat bahwa di sana ada
perbedaan penanda/ciri. CLT membolehkan membaca dan menulis hampir secara
cepat, selama dia menyajikan kasus kamunikasi. Ia juga membolehkan tekanan
gramatika bukan mempercayakan secara total pada pembelajaran siswa, Lebih dari itu,
ia membolehkan penterjemahan. Dengan demikian tampak bahwa CLT bukan suatu
metode terpenting seperti sebuah metode eklektik yang meminjam seperti aspek-aspek
dari metode lain seperti Grammar Translation, Audiolingual dan TPR.

3. Pendekatan Natural (Natural Approach)


a. Pemahaman Tuturan Mendahului produksi
Natural Approach (NA) adalah nama yang diberikan oleh Terrell dan Krashen
melalui buku yang berjudul New Philosophy of language Teaching dikembangkan di
awal 1980. Hal ini berbeda metode alamiah atau natural method (NM) abad ke-19.
Meskipun NA memiliki sejumlah kemiripan dengan dasar metode tuturan alamiah seperti
Direct Method dan TPR (ternyata tidak juga baru sesudahnya). NA lebih dari sekedar
percobaan untuk meyakinkan kaitan antara akuisisi bahasa kedua dengan teknik inovasi
pembelajaran.
Selain penjelasan di atas, memasuki NA, DM dan TPR, penting dalam
pemahaman pendengaran dan kelambatan produksi tuturan. Kesemua itu ditekankan
dalam NA. Produksi dilambatkan sampai siswa percaya sudah siap. Gagasannya adalah
bahwa produksi hanya akan efektif apabila siswa telah menangkap aspek pengertian
atau pengertian mendahului produksi tuturan pada akuisisi bahasa asli.
b. Penggradasian Materi dan sintaksis melalui induksi
Kaidah dan struktur gramatika jarang dijelaskan dan diharapkan diperoleh
melalui input yang tepat. Kalimat dihadirkan dalam bentuk tingkatan sederhana hingga
kompleks dan beradasa satu level lebih tinggi daripada yang dikuasai siswa. Hal ini
sangat mirip dengan DM dan TPR.
NA mendefinisikan dirinya sebagai metode untuk tenaga ahli pengembangan
dasar komunikatif persona, lisan maupun tertulis. Hasil dari metode ini akan
memasukkan kebisaan untuk menyediakan dalam perubahan percakapan sederhana,
untuk mengerti pengucapan-pengucapan di tempat-tempat publik, membaca surat
kabar, menulis surat pribadi, dall. Seperti banyak metode yang ;lain, pengajar NA
membuat contoh menggunakan gambar-gambar, objek-objek, kartu-kartu, dan situasi-
situasi di ruangan kelas sebagai tambahan bahasa input.

c. Hipotesis Monitor : Pembedaan Pemerolehan dan


Pembelajaran
Model monitor diperkenalkan pertama kali oleh Stephen D. Krashen sekitar tahun
70-an. Model ini muncul setelah Krashen membahas fenomena performansi pembelajar
bahasa kedua, yakni pertama, terdapat hubungan yang signifikan antara urutan
kemunculan gramatikal tertentu (bahasa Inggris) dengan ketepatan penggunaannya
dalam konteks dan karangan, dalam berbagai usia dan latar belakang B1, serta kondisi
pemajanan (formal atau informal). Kedua, terjadi perubahan pada urutan alamiah ketika
pembelajar mengerjakan tugas membaca dan menulis (Krashen, 2009).
Menurut Krashen (2009), ada dua sistem yang mendasari performansi bahasa
kedua, yakni sistem yang diperoleh dan sistem yang dipelajari. Sistem yang diperoleh
(acquired system) berfungsi begitu seseorang berkomunikasi dan diperoleh melalui
penggunaan bahasa sehari-hari. Pada saat itu, seorang pembelajar memusatkan
perhatiannya pada makna, bukan pada bentuk. Sistem yang dipelajari (learned system),
sebaliknya, berfungsi sebagai perencana dan penyunting. Untuk fungsi ini, pembelajar
harus menyediakan banyak waktu, memusatkan perhatian penuh pada kaidah, dan tahu
kaidah yang diperlukan pada saat berkomunikasi.
Model monitor dikukuhkan oleh lima hipotesis, yakni pemerolehan dan
pembelajaran, urutan alamiah, monitor, masukan, dan saringan afektif (lihat Krashen,
2009: 30-31) berikut ini.
(1) Belajar bahasa dilakukan terpisah, yakni dengan pemerolehan dan dengan
pembelajaran. Belajar melalui pemerolehan menghasilkan pengetahuan bawah
sadar, belajar melalui pembelajaran menghasilkan pengetahuan sadar.
Pemerolehan lebih mempengaruhi belajar bahasa pertama, sedangkan
pemerolehan lebih mempengaruhi belajar bahasa kedua.
(2) Belajar bahasa memiliki urutan, misalnya fonem mana yang diperoleh lebih dahulu,
morfem apa yang diperoleh kemudian, dan bagaimana kalimat- kalimat yang awal
diperoleh. Urutan itu didasarkan pada kerumitan materi belajar dan kematangan
siswa.
(3) Belajar “diawasi” dan bahkan “dikendalikan” oleh monitor. Monitor inilah yang
mengawasi struktur atau kaidah penggunaan bahasa yang diucapkan siswa. Jika
monitor terlalu kuat, siswa akan frustasi karena takut mencoba.
(4) Belajar bahasa sangat dipengaruhi input. Jika input terlalu sulit, maka siswa akan
frustasi. Input haruslah “comprehensible input” sehingga materi ajar (kata, kalimat,
dan wacana) dapat diolah oleh siswa. Apabila input terlalu mudah, maka siswa akan
bosan.
(5) Belajar bahasa dipengaruhi oleh saringan afektif seperti motivasi, keyakinan diri,
rasa takut. Apabila siswa memiliki lebih banyak saringan afektif negatif, maka siswa
akan cenderung diam dan menghindari kelas. Hipotesis yang terakhir ini relatif
mendunia.

d. Kritik terhadap Hipotesis Monitor


Hipotesis Monitor telah dipersoalkan ke beberapa kritikus dari beberapa teori,
seperti Gregg, McLaugblin, Bialstock (via Steinberg, et al., 2001: 210-211) Krashen tidak
secara nyata menjawab kritik-kritik tersebut, tidak juga melengkapi dengan bukti-bukti
yang meyakinkan. Apa yang dikatakannya bahwa pengetahuan diuntungkan dari
presentasi kaidah dan penjelasannya terhadapnya, tetapi tidak serta merta menjadi
pengetahuan yang otomatis dan bawah sadar. Validitas Metode Hipotesis menurut
Steinberg., et al., 2001: 212) sangatlah meragukan.

e. Penentuan Merupakan Kontraintuitif


Bahasa pertama mempengaruhi intuisi siswa ketika belajar bahasa kedua. Ini
disebut counterintuitive, yakni pengalaman bahasa sebelumnya “menghadang” ketika
siswa memproduksi sebuah kalimat dalam bahasa kedua. Penutur bahasa Inggris yang
belajar bahasa Jepang, akan berpikir (secara intuitif) bahwa bahasa Jepang mempunyai
susunan Subjek+Objek+Verba. Siswa akan melanjutkan monitor ini setelah 6 minggu
kemudian secara sadar. Kontra intuisi ini akan segera hilang apabila siswa dapat
(secara sadar) menerapkan kaidah gramatikal dalam konstruksi kalimat. Pada praktik
yang lebih luas, monitor akan menipis dengan sendirinya.

f. Monitoring dalam Akuisisi Bahasa


Faktanya, monitor ketidaksadaran dapat berlangsung ketika kaidah-kaidah
bahasa diperoleh diperoleh dan dipertimbangkan secara sadar. Misalnya pembelajar
bahasa Inggris ditanya oleh orang Jepang, “Apakah arti yang tepat dari akhiran Verba
dalam bahasa Jepang dan kemungkinan penggunaan. Pembelajar secara cepat dan
sadar berpikir lebih tentang akhiran verba tersebut. Siswa juga berpikir bagaimana
mereka menghubungkan pertanyaan itu dengan pengelaman yang lain. Monitoring (oleh
monitor) seharusnya membantu, bukan menghalangi pengakuisisian bahasa.

g. Pembedaan antara Pemerolehan dan Pembelajaran


Hipotesis Krashen tentang pemerolehan dan pembelajaran dapat dianalogkan
dengan ilustrasi berikut. Apabila seorang guru memberi tugas siswa untuk mencari
informasi bagaimana membuat lubang tanam, maka siswa akan segera mencari tahu
dengan cara mereka sendiri. Slamet membaca buku “Cara membuat lubang tanam” lalu
menyalinnya. Sugeng mencari tukang kebun bekerja lalu membantunya membuat
lubang tanam. Dari kegiatan membantu tukang kebun ini, anak memperoleh ilmu
bagaimana cara membuat lubang tanam. Berdasarkan informasi ini, manakah yang
dapat dianalogkan sebagai pembelajaran dan manakah yang pemerolehan?
Coba perhatikan ilustrasi Steinberg, et al., (2001: 213) berikut ini.

Silakan bagi bilangan 954 dengan 6. Sadar anda melakukan setiap langkah yang
Anda lakukan untuk menjawab? Pertama Anda memperhatikan leftmost tunggal
(bukan rightmost) digit dari 954, angka dibagi 6, dan Anda mendapatkan angka 1
dalam tiga digit. Lalu apakah yang Anda lakukan dengan anga 354 dan 6? Anda
membaginya mengambil angka 5 dalam dua digit untuk mendapatkan 300, dan
menyisakan yang 54. Apakah anda sadar mempergunakan single leftmost dari
digit 945 pertama dan kedua? Sadarkan Anda bahwa Anda sedang menerapkan
ilmu aritmetika? Pada digit terakhir Anda mendapatkan angka 9. Anda
menemukan, 954 dibagi 6 adalah 159.

Krashen menedapatkan kritik yang tajam dari Steinberg, et al., (2001: 214).
Menurutnya, pembedaan Krashen atas pemerolehan dan pembelajaran tidaklah valid.
Tidak masuk akal jika mengajarkan kaidah bahasa dengan cara menerangkan secara
eksplikasi pada pembelajaran bahasa kedua tidak bermanfaat. Bagaimana pun,
seseorang yang memperoleh pengetahuan tentang Aritmetika, menerapkannya secara
bawah sadar, pada mulanya adalah diajari. Dengan demikian, pemerolehan dan
pembelajaran menjadi sulit dibedakan secara dikotomis.

h. Kaidah dapat Diajarkan


Sampai saat itu, melarang pengajaran formal bukan alasan untuk tidak
mengajarkan kaidah di dalam kelas. Aturan sederhana bisa diajarkan secara langsung
dan pembelajar bisa menyerapnya, ketika kaidah itu digunakan secara tak sadar dan
otomatis. Misalnya ketika orang Jepang bercerita bahwa kalimat dalam bahasa Inggris
adalah berurutan subjek-verb-objek, dengan memperhatikan susunan penanda plural,
dalam noun. Jika plural maka bentuk-bentuk verba berubah menyesuaikan dengan
persona, atau ketika preposisi ditempatkan sebelum noun (dan bukan sebelah kanan
seperti bahasa Jepang). Alhasil, hal ini tidak berdampak pada pengakuisisian gramatika.
Meskipun demikian, menurut Steinberg, et al., (2001: 214), jika pengajar menghabiskan
waktu dengan menekankan kaidah, hasilnya akan seperti perkiraan Krashen.
Terdapat beberapa langkah yang sangat baik untuk mengajarkan lebih banyak
kaidah kompleks daripada dengan pernyataan tradisional dan contoh. Para siswa dapat
diberi data bahasa dan diberi kesempatan untuk menemukan kaidah di dalam dirinya.
Hal inilah yang oleh Ellis (2003: 23) disebut sebagai “membangkitkan kesadaran”
Setelah semua siswa memunculkan kaidah, guru dapat menuntun para siswa untuk
memahami bahwa kaidah dibuat dengan pertimbangan-pertimbangan. Selanjutnya guru
dapat menyeimbangkan materi ajarnya dengan pengalaman langsung, tugas
pembangkitan kesadaran, dan eksplikasi kaidah.
Pada akhirnya, Steinberg et al., (2001: 216) menyatakan bahwa pemilihan
metode harus mendasarkan diri pada kesadaran bahwa :
(1) tidak ada satu pun metode yang ajaib, yang mampu melayani semua tujuan dan
kebutuhan siswa;
(2) tidak ada metode yang salah total atau gagal total.
(3) Metode harus disesuaikan dengan karakter siswa, seperti usia, misalnya.
(4) Metode harus memperhatikan tujuan pembelajaran, termasuk aktivitas literasi
apakah yang difokuskan: membaca, menulis, atau berbicara.
(5) Metode apa pun yang dipilih, guru perlu mempersiapkan materi dan segala
sesuatunya untuk membantu proses pembelajaran si siswa.

7.6. Beberapa Studi Penelitian yang Membandingkan Keefektifan Metode

Ada banyak masalah saat membandingkan metode penelitian. Khususnya,para guru


menggunakan Metode 1 harus mempunyai kemampuan yang sama, sama-sama
berkeinginan sukses, sama-sama menarik, dll, sebagai orang-orang guru dari Metode 2 Hal
ini tidak mudah untuk dicapai, tapi memungkin. Kemudian, materi yang disampaikan kepada
siswa harus dalam beberapa cara yang sebanding. Hal ini hampir mustahil untuk dicapai.
Kemudian, juga, para siswa diberikan metode 1 harus sama di semua hal dan juga siswa yang
diberikan metode 2. Hal ini lebih mudah daripada harus berurusan
dengan 2 variabel lainnya. Pengujian retensi dari waktu ke waktu adalah hal lain yang
variabel yang relevan harus dipertimbangkan.

a. Grammar Translation and Audiolingual


Dalam membandingkan Metode Grammar Translation dengan Audioligual,
Scherer dan Wertheimer (1964) menemukan GT memproduksi skor tinggi dalam
reading da writing saat skor tes sementara speaking dan listening yang tertinggi
untuk AL. Artinya, tidak mengejutkan, skor yang tertinggi ditemukan pada
faktor yang metode ditekankan.
Penelitian lain menunjukkan hasil yang sama. Dalam sebuah studi terkenal yang
dikenal sebagai Pennsylvania Project, Smith (1970) membandingkan tiga
kelompok siswa pada tiga metode:metode Grammar-Translation, Audiolingual
metode, dan kombinasi keduanya. Pada pengujian siswa pada semua empat
keterampilan membaca, menulis, mendengar, dan berbicara, siswa yang menerima
GT memiliki kemampuan membaca lebih baik meskipun mereka juga memiliki
skor berbicara yang lebih rendah. Ada perbedaan lain yang ditemukan. Sekali lagi
kita melihat bahwa fokus dari metode akan menghasilkan skor yang lebih tinggi
untuk penekanan tertentu metode ini.

b. Membandungkan Metode Respon Fisik Total (Total Pysical Response)


perbandingan metode lain yang telah dibuat oleh Asher (Asher et al.,
1974), membandingkan Total Physical Response dan Metode Audiolingual. Hasil
dalam studi jangka pendek ini menunjukan keunggulan untuk TPR untuk siswa .
Apakah T PR bisa mempertahankan keunggulan ini lebih dari AL dan metode
lain dengan siswa menengah dan lanjutan, dan lebih dari periode panjang, masih
harus dibuktikan.

c. Membandingkan Natural Approach dan Grammar-Translation


Studi dalam membandngkan Natural Approach dengan Grammar-Translation
menggunakan pelajar spanyol, Hammond (1988) menemukan bahwa siswa
yang belajar di bawah Natural Approach hanya meraih sedikit lebih tinggi dari
mereka yang di bawah Grammar-Translation. Dalam hal belajar tata bahasa(
Grammar) , NA mempraktekan seperti GT: sehingga, bahkan tanpa pengajaran
tata bahasa eksplisit, induksi dipelajari oleh siswa NA seperti yang dilakukan
siswa GT. Dengan demikian, siswa dapat belajar tata bahasa melalui induksi
bahkan penjelasannya.
d. Tujuan Harus dipertimbangka Dalam Pemilihan Metode

Dalam menilai metode pengajaran, kita harus mempertimbangkan tujuan. Hanya apa
tujuan orang belajar bahasa kedua? Jika kemampuan untuk berbicara dan memahami
bahasa kedua adalah tujuan utama, maka metode berbasis pidato akan menjadi yang
terbaik untuk mereka. Jika, di sisi lain,kemampuan untuk membaca dan menulis adalah
tujuan utama, maka Grammar-Translation harus menjadi metode pilihan.
Tujuan secara national yang penting dalam menentukan bahasa kedua yaitu
program pengajaran dalam sistem sekolah. Suatu negara mungkin ingin
mempromosikan studi membaca dan menerjemahkan dari materi ilmiah dari kedua
bahasa, dan akan, oleh karena itu, berharap dapat menekankan pengetahuan yang
diperoleh melalui membaca. Dalam kasus seperti itu, Metode Grammar-Translation
mungkin sesuai. Negara-negara lain, bagaimanapun, mungkin menganggap komunikasi
melalui pidato sebagai prioritas tertinggi. Dengan demikian, metode pidato berbasis
mungkin lebih disukai, menyediakan pelatihan khusus guru dalam metode.

Anda mungkin juga menyukai