Anda di halaman 1dari 7

Nama : Ade Christianton Tambunan

NIM : 150510002
Tingkat : I (satu)
Mata kuliah : Sejarah Filsafat Yunani
Pengampuh : Dr. Laurensius Tinambunan

Metode Dilektika dan


Metode Meiutika Sokrates

Pendahuluan
Filsafat adalah usaha manusia dengan akalnya untuk memperoleh suatu pandangan
akan kebenaran dan kesejatian tentang dunia dan hidup yang memuaskan hati1. Usaha itu
dimulai sejak manusia memiliki daya untuk berpikir, bertanya, dan merenungkan segala
sesuatu seluas segala kenyataan. Akal budi manusia menjadi alat dan sarana untuk berfilsafat.
Kebenaran dan kesejatian yang memuaskan hati kiranya menjadi pencarian yang tiada
henti. Setiap penemuan jawaban dan pandangan akan kebenaran dan kesejatian akan
melahirkan pertanyaan baru dan tanggapan dari para filsuf lainnya. Di dalam kebersamaan
mencari kebenaran itu orang saling mengkoreksi untuk menuju kebenaran yang sejati 2.
Sepanjang perjalanan jaman proses pencarian kesejatian itu terus bergulir dan berkembang.
Semuanya memberi sumbangan kepada dunia filsafat dan semakin merentangkan pandangan
induk ilmu pengetahuan ini.
Filsafat Barat kuno khususnya Yunani dianggap sebagai awal kelahiran ilmu filsafat
meski sebenarnya filsafat dunia Timur dan yang lainnya tidak lahir setelah filsafat Barat. Hal
ini disebabkan gaya dan alam pikiran Yunani membantu kita memahami unsur-unsur yang
sebagian besar menjadi batu bangunan untuk kultur modern3. Cara berpikir logis, penalaran
ilmiah, paham demokrasi dan keutamaan-keutamaan hidup yang dimiliki gaya filsafat yunani
masih aktual hingga saat ini.
Penulis merasa tertarik dengan salah satu filsuf terbesar Yunani kuno yakni Sokrates.
Sokrates dikatakan merupakan pembaharu objek pengamatan filsafat pada jamannya. Dia
merupakan filsuf pertama yang memulai pengamatan bukan tentang alam (kosmos)
melainkan manusia (humanis).

1
Dr. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat I, (Yogyakarta:Kanisius, 1980), hlm. 8.
2
Dr. Harun Hadiwijono…, hlm.9
3
Simon Petrus L. Tjahjadi, Petualangan Intelektual, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 15.

1
Penulis akan mengulas sedikit mengenai kehidupannya dan sumber-sumber untuk
mengenalnya. Penulis juga akan membahas ajarannya namun terbatas pada metode
berfilsafat yang digunakannya yaitu metode dialektika dan metode maiuetika.

Isi
1. Riwayat hidup
Tidak diketahuai secara pasti kapan Sokrates lahir. Namun saat dihukum mati pada
tahun 399 SM ia dikatakan berumur 70 tahun. Maka Sokrates diperkirakan lahir sekitar
tahun 470 SM. Ayahnya adalah seorang tukang pahat patung, sedangkan ibunya adalah
seorang bidan. Ia menikah dengan Xantippe dan dikaruniai tiga orang anak. Xantipe
diketahui adalah seorang wanita yang galak. Namun perangainya yang demikian
disebabkan oleh kekesalannya pada Sokrates yang mengurbankan banyak hal demi
berfilsafat.
Sokrates memiliki budi pekerti yang halus lagi tinggi, tidak mencari keuntungan
sendiri, cita-cita moral tinggi, lurus dan murni. Ia sangat dihormati oleh masyarakat pada
jamannya karena hidup dalam kebenaran. Bahkan jika kepadanya seseorang berbuat
tidak adil, ia tetap akan berlaku adil denagn orang itu. Sokrates juga adalah orang yang
tegas dan berani menyatakan suatu hal yang benar. Namun terkadang ia melakukanya
dengan terlalu tajam.
Karena sifatnya itu ia mendapatkan banyak perlawanan dan pembencian juga.
Akhirnya dengan berbagai dalih, ia dituduh tidak menghormati dewa-dewa orang Yunani
dan memberi pengaruh buruk bagi generasi muda pada jamannya.
Pengadilan majelis Athena menjatuhinya hukuman mati. Sebenarnya ia dapat saja
terhindar dari hukuman mati itu asalkan ia meninggalkan kotanya. Namun oleh kesetiaan
pada kebenaran dan cintanya pada kotanya, ia memilih untuk meminum racun sesuai
dengan yang ditetapkan pengadilan.

2. Sumber Untuk Mengenal Sokrates


Ajaran-ajaran Sokrates disampaikannya secara lisan. Dia sama sekali tidak
meninggalkan tulisan sedikit pun. Karena itu ajaran-ajarannya tidak bisa kita kenal
lewat buah penanya sendiri4. Karena itu juga kita juga hampir tidak mungkin untuk
mengenal Sokrates yang historis.

4
Dr. K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta: Kanisius, 1925), hlm. 26.

2
Sumber informasi untuk mengetahui ajaran-ajaran Sokrates banyak diperoleh
dari tulisan-tulisan para muridnya. Namun ia memiliki dangat banyak murid, dan
mereka masing-masing menulis bermacam-macam hal yang tidak selalu sejajar
tentang Sokrates.
Diantara sekian banyak uraian murid-muridnya, uraian Plato dan Xenophon
dianggap lebih layak untuk dijadikan referensi untuk mengenal Sokrates. Selain
uraian kedua muridnya itu, uraian Aristoteles yang adalah murid dari Plato dianggap
juga dapat dipercaya. Ada juga seorang komedian Yunani kuno yang memasukkan
Sokrates menjadi tokoh utama dari salah satu karyanya.
Xenopon sempat dianggap menjadi sumber yang paling diminati oleh para ahli
yang ingin mengenal Sokrates. Hal ini dilatarbelakangi oleh kemampuan Xenophon
yang kurang berbakat dalam berfilsafat. Karena itu dia dianggap tidak akan
memasukkan buah pikirannya sendiri kedalam buah pikiran Sokrates yang original.
Namun kemudian kesaksian Xenophon perlahan ditolak. Oleh karena dia tidak
memiliki bakat dalam berfilsafat, maka dikhatirkan dia sebenarnya tidak dapat
memahami apa yang dimaksudkan Sokrates.
Para ahli juga meragukan keoriginalan keseluruhan uraian Plato mengenai
gurunya itu. Kemampuannya berfilsafat dikhawatirkan mempengaruhi tulisanya
tentang Plato. Dengan kata lain, ini adalah salah satu cara Plato untuk
mengembangkan dan melanjutkan pemikiran Sokrates5.
Aristoteles merupakan murid Plato yang kemudian pemikirannya juga banyak
dikenal dan dibahas. Dalam karyan-karyanya kerap kali ia mengiktiharkan pendiri
filsuf-filsuf yang mendahuluinya termasuk ajaran Sokrates. Namun dari Aristoteles
tidak ada dapat diperoleh informasi mengenai kehidupan keseharian Sokrates.

3. Ajaran-Ajaran Sokrates
Sokrates merupakan filsuf yang tidak lagi bergelut dalam filsafat alam
(kosmos). Dia memilih manusia sebagai objek penelitiannya. Setidaknya Sokrates
bergelut dalam metode, etika, dan filsafat politik meskipun ia sendiri menyatakan
bahwa ia tidak berminat sama sekali akan dunia politik. Namun Sokrates memberi
pendapatnya tentang tugas negara. Menurutnya Tugas Negara ialah memajukan
kebahagiaan para warganya dan membuat jiwa mereka menjadi sebaik mungkin.
Karena berbicara tentang manusia, banyak orang yang belum mengenalnya
secara mendalam, menyamakannya dengan kaum Sofis yang juga bergelut dengan
5
Dr. K. Bertens, Sejarah…, hlm. 80.

3
manusia. Padahal sebenarnya dia justru sangat berbeda dengan kaum Sofis. Sokrates
sama sekali tidak memungut uang ketika mengajar. Sokrates juga tidak setuju dengan
relativisme yang diutarakan kaum Sofis. Menurutnya ‘kebenaran’ bersifat objektif dan
tidak dapat digantungkan pada subjek.

a. Metode
Sebenarnya Sokrates tidak menyajikan suatu ajaran sistematis untuk
dipelajari para pengikutnya. Ia juga tidak mengajar dan tidak memiliki murid
dalam arti kata ‘mengajar’ dan ‘murid’ sebenarnya. Sokrates tidak membuat suatu
sekolah atau media pertemuan dimana ia menuangkan pemikiran dan ajaran-
ajarannya. Sokrates juga sama sekali tidak membuat suatu tulisan perihal
ajarannya.
Namun dia menunjukkan cara yang tidak sembarangan dalam menganalisa
dan menyelidiki fakta-fakta yang diterimanya dari orang lain untuk sampai pada
kesimpulan. Cara/metode itulah yang kemudian menjadi salah satu ajaran
Sokrates yang dikenal dan menjadi sumbangan bagi ilmu filsafat dan pengetahuan
umum hingga kini.
Metode yang digunakannya kemudian disebut ‘dialektika’ atau ‘dialektik’.
Kata ‘dialektika’ diambil dari kata kerja bahasa yunani, dialegesthai yang artinya
bercakap-cakap atau berdialog. Dialektika sebenarnya sudah ada sebelum
Sokrates. Dialektik bahkan sudah ada sejak jaman Zeno sekitar abad 5 SM6.
Namun, Sokrateslah yang memberikan bentuk klasiknya.
Dialektika yang dimaksudkan Sokrates tidak memiliki arti seperti dialektika
yang dipakai oleh para ahli rethorika sebelum Sokrates. Para ahli rethorika itu
termasuk juga kaum Sofis menggunakan dialektika menunjuk kepada debat
dengan tujuan utama untuk menolak argumen lawan dan membawa lawan pada
kontradiksi, dilema, paradoks pada pernyataannya sendiri7.
Metode dialektik yang diajarkan Sokrates adalah seni untuk menemukan
kebenaran dan kesejatian lewat diskusi dan dialog kepada berragam orang.
Dengan dialektika, Sokrates ingin membawa manusia kepada hakekat hal-hal
dengan menjelaskan konsep-konsep secara bertahap8.
Sokrates tidak memberi suatu uraian atau ajaran lalu memberi penjelasan
dan argumen-argumen untuk membuat orang percaya dan menerima ajarannya.
6
Frederik Copleston, S.J., History of Philosophy vol.I: Greece and Rome, (London: ) hlm. 112
7
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 2000) hlm. 161
8
Lorens Bagus, kamus…. hlm.162

4
Dia memabawa orang lain kepada percakapan dan mengarahkannya kepada
pencarian akan kebenaran, hakekat-hakekat. Sokrates melahirkan hasrat untuk
menemukan jawaban dari suatu pertanyaan9.
Awalnya dia mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada orang-orang
yang dijumpainya. Kemudian menjadikan jawaban yang pertama sebagai suatu
hipotesa. Selanjutnya ia menguji hipotesa itu melalui pertanyaan-pertanyaan
lanjutan hingga mencapai kesimpulan yang kuat. Sokrates membiarkan orang lain
lebih banyak berbicara dan ia sebagai penuntun pembicaran itu agar terarah. Ia
mengeluarkan hal-hal yang kurang berguna dari pernyataan orang itu dan
mengerucutkan sudut pertanyaan agar mencapai inti dan hakekat dari hal yang
dicari. Jika seandainya hipotesa pertama tidak dapat dipertahankan, maka ia akan
mengganti dengan hipotesa kedua dan melakukan pengujian yang sama dalam
dialog.
Dalam penerapannya metode dialektika tidak selalu membuahkan hasil
sesuai yang diharapkan. Hakekat yang dicari terkadang tidak behasil ditemukan.
Plato mengatakan bahwa kerap dialog-dialog Sokrates itu berakhir tanpa hasil
yang defenitif atau dengan aporia (rasa bingung).
Sokrates sendiri menyebut metode itu maieutika tekhne (seni kebidanaan),
sebab ia tidak melahirkan suatu pandangan dan ajaran untuk diuraikan kepada
orang lain. Seperti seorang bidan dalam proses persalinan yang hanya membantu
seorang ibu melahirkan bayinya, demikian juga sokrates ingin membantu orang
lain untuk memperoleh wawasan dan pengetahuan dengan mencari dan
mendapatkannya sendiri10.
Aristoteles dalam traktatnya tentang metafisik mengungkapkan bahwa
Sokrates dengan metode yang dijalankannya ini, ia telah menemukan ‘induksi’,
yaitu: penyimpulkan pengetahuan yang sifatnya umum dari hal-hal yang khusus.
Misalnya Sokrates berdialog tentang keutamaan kepada tukang besi, tukang
sepatu, tukang tenun, dan lainya. Untuk mengetahui keutamaan sesunguhnya, ia
menyejajarkan semua jawaban tentang keutamaan. Ia kemudian menyingkirkan
hal-hal yang khusus dari jawaban-jawaban mereka mereka dan hal umum yang
dimiliki semua pernyataan mereka itulah yang dipertahankan.
Dengan melakukan hal itu, Sokrates pula menemukan apa yang disebut
sebagai ‘defenisi umum’. Bagi Sokrates, defenisi umum yang ditemukannya

9
Frederik Copleston, S.J., History…, hlm. 106
10
Simon Petrus L. Tjahyadi, Petualangan…, hlm. 40

5
bukan pertama-tama diperlukan bagi keperluan ilmu pengetahuan, melainkan
etika11. Dia mencoba menemukan apa defenisi umum dari hal-hal etis seperti
keadilan, kebenaran, dan lainnya.

PENUTUP
Komentar Kritis
Sokrates adalah pribadi yang unggul dalam hidup sesuai kebenaran. Ia juga
sebenarnya adalah orang yang dikagumi dan dihormati oleh orang sejamannya oleh
karena berbudi tinggi, kesetiaan pada keadilan, lurus dan hakiki.
Sokrates akhirnya meninggal oleh hukuman mati yang diterimanya secara tidak
adil, dengan minum racun. Pengadilan Sokrates bahkan dianggap sebagai pengadilan
yang paling berpolemik dan buruk sepanjang jaman. Bahkan kekacauan peradilan
Sokrates disejajarkan dengan peradilan Yesus12. Peradilan yang harus dihadapi Sokrates
justru karena kesetiaannya kepada kebenaran. Ia juga sebenarnya memiliki kesempatan
untuk lepas dari hukuman meminim racun kalau dia mau meninggalkan kotanya. Namun,
ia lebih memilih untuk mati dalam kesetiaan pada kebenaran yang dipegangnya teguh
itu.
Kiranya nilai hidup seperti Sokrates dibutuhkan sepanjang jaman. Dunia hingga
saat ini dan sampai kapan pun juga masih terbelenggu dalam permasalahan korupsi dan
segala macam ketidakadilan lainnya. Pribadi-pribadi yang setia pada nilai kebenaran
selalu menjadi kebutuhan dunia untuk tidak membuka mata dunia.
Prinsip Sokrates yang diwakili dalam metode dialektikanya masih sangat
dibutuhkan dan tetap dipakai saat ini hingga jaman ini. Setidaknya dalam perkembangan
pendidikan yang terjadi di Indonesia, guru diharapkan sungguh tidak hanya sekadar
memberikan materi dan murid hanya bertugas untuk menerimanya. Semakin tinggi
tingkat pendidikan, diharapkan murid justru lebih aktif mencari dan menemukan
informasi dan pengetahuan sedangkan guru hanya membimbing dan mengarahkannya.
Prinsip ini sesuai dengan prinsip dari metode Sokrates khususnya saat ia memaksudkan
metode meiutika, dimana Sokrates tidak menghadirkan diri sebagai sumber ajaran
melainkan membuat oranng lain berpikir dan menemukan jawabannya sendiri.

Kesimpulan

11
Dr. Harun Hadiwijono, Sari …, hlm. 36.
12
bdk. I.F. Stone, Peradilan Sokrates: Skandal terbesar dalam Demokrasi Athena (judul asli: Collegeville Bible
Commentary), diterjemahkan oleh Rahmah Asa Harun (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1991), hlm.1

6
Sokrates adalah seorang filsuf yang memiliki keutamaan dan budi yang tinggi.
Ia banyak memberi pengaruh dan sumbangan kepada ilmu pengetahuan. Metode
dialektika atau yang disebutnya sendiri metode meiutika, yang dilakukan dengan
berdialog untuk menemukan suatu hakekat, merupakan salah satu sumbangan dan
perannya dalam dunia filsafat. Prinsip yang digunakan dan diterapkannya dalam
metodenya itu merupakan suatu pegangan yang juga baik untuk dimiliki oleh manusia
setiap jamannya.

Daftar Pustaka

Bagus, Lorens Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia, 2000.

Bertens, K. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius, 1925.

Copleston, Frederik. History of Philosophy vol.I: Greece and Rome, London: Burns and

Washbourne LTD.

Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat I. Yogyakarta: Kanisius, 1980.

Petrus L. Tjahjadi, Simon. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius, 2004.

Stone, I.F. Peradilan Sokrates: Skandal terbesar dalam Demokrasi Athena (judul asli:

Collegeville Bible Commentary), diterjemahkan oleh Rahmah Asa Harun Jakarta:

Pustaka Utama Grafiti, 1991.

Anda mungkin juga menyukai