MAKALAH
Oleh:
1. Diana Novita
2. Hendri Susanto
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT.. yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-nya, Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “FILSAFAT
SOCRATES” Penyusunan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat
Umum. Kami berharap dapat menambah wawasan dan pengetahuan.
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Karena itu, kami sangat
mengharapkan kritikan dan saran dari para pembaca untuk melengkapi segala kekurangan dan
kesalahan dalam makalah ini Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu selama proses penyusunan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................... 1
B. Rumusan Mmasalah ............................................................. 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian kebijakan Socrates .............................................. 3
B. Pengertian Gnoti Seauton ..................................................... 5
C. Pengertian Maieutica Technic ............................................... 6
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ............................................................................ 7
Daftar Pustaka ........................................................................ 8
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan filsafat tidak bisa dilepaskan dari peradaban Yunani. Filsafat lahir di
Yunani sekitar abad ke-6 sebelum Masehi. Yunani adalah tanah para filosof, di sanalah
tempat persemaian dan lahirnya para filosof besar. Kata filsafat sendiri juga berasal dari
bahasa Yunani yaitu philos (kebijaksanaan) dan sophia (cinta), secara terminologi filsafat
berarti cinta kebijaksanaan. Filsafat adalah induknya ilmu. Setidaknya ada tiga metode
belajar filsafat yaitu metode historis, metode sistematis dan metode kritis. Metode historis
artinya belajar filsafat dari sejarah pemikiran filsafat serta tokoh-tokohnya secara
kronologis. Metode sistematis artinya belajar filsafat dari teori-teori umum yang ada dalam
filsafat. Dan metode kritis berarti belajar filsafat secara kritis untuk mengkritisi pemikiran
filsafat melalui pendekatan historis dan sistematis. Apabila seseorang belajar filsafat dengan
metode historis, maka sejarah filsafat biasanya dibagi menjadi beberapa periode yaitu
periode pra-Socrates, periode klasik(Yunani kuno), periode skolastik, periode modern, dan
post-modern. Dalam rentang panjang periode sejarah filsafat, ada banyak tokoh besar yang
muncul, namun hanya satu nama yang layak disebut sebagai filosof terbesar, gurunya para
filosof, peletak pondasi filsafat, ia adalah Socrates. Ia adalah gurunya Plato, seorang filsuf
besar Yunani. Dan Plato adalah gurunya Aristoteles. Socrates, Plato dan Aristoteles adalah
tiga tokoh awal era baru filsafat. Pokok-pokok pikirannya sangat berpengaruh pada
pemikiran filsuf-filsuf selanjutnya. Socrates, Plato dan Aristoteles adalah tokoh yang masuk
dalam periode klasik. Dari ketiganya, mungkin Socrates adalah tokoh yang memiliki
problem bagi para ahli sejarah filsafat. Hal tersebut berdasarkan fakta bahwa ia tidak pernah
menulis apapun tentang pemikirannya. Sumber tentang Socrates diperoleh dari murid-
muridnya khususnya Plato. Socrates bukan filosof pertama dan kata filsafat sendiri telah
digunakan jauh sebelum Socrates hidup. Sudah ada banyak filosof sebelumnya. Mereka
diantaranya
Thales (625 SM), Anaximander (610 SM), Anaximenes (600 SM), Heraclitus (540
SM),Parmenides (515 SM) dan Anaxagoras (500 SM). Para filosof tersebut juga disebut
juga filosof alam karena corak pemikirannya masih kosmosentris. Namun tokoh-tokoh
tersebut termasuk Socrates, tidak menuliskan apapun tentang ajarannya. Informasi tentang
mereka justru diperoleh dari para filosof yang hidup jauh sesudahnya
B. Rumusan Masalah
Socrates, seorang filsuf Yunani kuno, dikenal karena metode dialektikanya yang
melibatkan pertanyaan dan diskusi untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam. Rumusan
masalah filsafat Socrates dapat mencakup berbagai aspek, seperti konsep pengetahuan,
kebijaksanaan, dan metode dialektika. Beberapa rumusan masalah yang relevan terkait
filsafat Socrates dapat meliputi:
1. Apa pengertian kebijakan Socrates?
2. Apa maksud kebijakan Socrates yang disebut dengan Gnoti Seauton?
3. Apa maksud kebijakan Socrates yang disebut dengan Maieutica Technic?
Socrates juga dikenal karena menentang ajaran relativisme sofis, memulai filsafatnya
dari pengalaman sehari-hari, dan menekankan pentingnya pengetahuan benar. Oleh karena
itu, rumusan masalah filsafat Socrates dapat melibatkan pertanyaan-pertanyaan terkait
dengan konsep pengetahuan, kebenaran, dan metode dialektika yang digunakan oleh
Socrates dalam mencari pemahaman yang lebih dalam tentang hakikat segala yang ada.
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk dapat mengetahui kebijakan Socrates.
2. Untuk dapat mengetahui kebijakan Socrates yang disebut dengan Gnoti Seauton.
3. Untuk dapat mengetahui kebijakan Socrates yang disebut dengan Maieutica Techni.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebijakan Socrates
Filsuf Yunani yang hidup pada tahun 469-399 sebelum Masehi. Pendapatnya:
Membangkitkan dalam diri manusia rasa cinta akan kebenaran dan kebaikan (Philosophia) yang
membantu manusia berpikir dan hidup lurus.
Semboyannya: “Gnothi Seauthon” artinya “Kenalilah Dirimu”. Semboyan ini
diabadikan oleh bangsa Yunani yang dituliskan pada pintu gerbang masuk Kota Yunani.
Dengan keteguhan pendiriannya ia rela dihukum mati oleh penguasa melalui pengadilan
dengan cara minum racun. Ajaran bahwa semua kebenaran itu relative telah menggoyahkan
teori-teori Sains yang telah mapan, mengguncangkan keyakinan agama. Ini menyebabkan
kebingungan dan kekacauan dalam kehidupan. Inilah sebabnya Socrates harus bangkit. Ia harus
meyakinkan orang Athena bahwa tidak semua kebenaran itu relative; ada kebenaran yang umum
yang dapat dipegang oleh semua orang. Sebagian kebenaran memang relatif, tetapi tidak
semuanya. Sayangnya, Socrates tidak meninggalkan tulisan. Ajarannya kita peroleh dari tulisan
murid-muridnya, terutama Plato. Kehidupan Socrates (470-399 SM) berada di tengah-tengah
keruntuhan imperium Athena. Tahun terakhir hidupnya sempat menyaksikn keruntuhan Athena
oleh kehancurn orang-orang Oligarki dan orang-orang Demokratis. Disekitarnya dasar-dasar
lama remuk, kekuasaan jahat mengganti keadilan disertai munculnya penguasa-penguasa politik
yang menjadi orang-orang sombong dibandingkan dengan sebelumnya.
Pemuda-pemuda Athena pada masa ini dipimpin oleh Doktrin Relativisme dan Kaum
Sofis, sedangkan Socrates adalah seorang penganut moral yang absolute dan meyakini bahwa
menegakkan moral merupakan tugas filosof, yang berdasarkan ide-ide rasional dan keahlian
dalam pengetahuan.
Antara tahun 421 dan 416 SM adalah masa-masa buruknya hubungan antara Athena dan
Sparta. Periode ini menyaksikan kebangkitan Alciblades, salah seorang murid Socrates. Akan
tetapi, ia pula yang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kehancuran Athena. Ia
bertanggung jawab atas kekalahan Athena di Syracuse 413 SM. Beberapa Negara kecil dating
merampok Athena. Revolusi ini menandai mulai hancurnya Athena. Delapan tahun kemudian
orang-orang Sparta, dibawah komandonya Lysander, menghancurkan Athena tahun 404 SM
perang Peloponesia berakhir, menghasilkan Athena takluk dibawah Sparta. Antara tahun 404-
403 Partai Oligarki menguasai Athena. Tiga tiran berkuasa dengan tangan besi dan
menggunakan metode terror Tahun 403 SM demokrasi untuk terakhir kalinya dicoba dibangun,
tetapi itu bukanlah pemerintahan yang bijaksana. Di bawah sponsor merekalah pada tahun 399
SM Socrates dituduh dengan dua tuduhan yaitu, Merusak pemuda dan menolak Tuhan-tuhan
Negara.
Akan tetapi, Kiekegaard, Bapak Eksisteanfisme Modern, yang mengagumi Socrates dan
ia menjadikan filsafat Socrates sebagai model filsafatnya. Kiekegaard menulis disertai tentang
filsafat Socrates. Socrates amat berarti bagi Kiekegaard karena Socrates secara kontans
menentang orang-orang sofis pada zaman itu. Ia menekankan bahwa banyak filosof abad ke
Sembilan belas, khususnya Hegel, pada dasarnya menganut paham yang sama dengan orang
sofis.
Untuk membuktikan tuduhan itu Socrates diadili oleh pengadilan Athena pidato
pembelaannya yang ditulis oleh Plato, berjudul Apollogis termasuk salah satu bahan penting
untuk mengetahui ajaran Socrates. Dalam pengadilan itu Socrates dinyatakan bersalah dengan
mayoritas 60 suara, 250 melawan 220 (281 lawan 220 menurut Hasan, 1973: 74) Ia dituntut
hukuman mati.
Bertens menjelaskan ajaran Socrates sebagai berikut ini. Ajaran itu ditujukan untuk
menentang ajaran relativisme sofis, Socrates memulai filsafatnya dengan bertolak dari
pengalaman sehari-hari. Akan tetapi, ada perbedaan yang amat penting antara orang Sofis dan
Socrates. Socrates tidak menyetujui relatifisme kaum sofis.
Menurut pendapat Socrates ada kebenaran objektif, yang tidak bergantung pada saya
atau pada kita. Ini memang pusat permasalahan yang dihadapi oleh Socrates. Untuk
membuktikan adanya kebenaran yang objektif, Socrates menggunakan metode tertentu. Metode
itu bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan-percakapan. Ia menganalisis pendapat-
pendapat. Setiap orang mempunyai pendapat mengenal salah dan tidak salah, misalnya. Ia
bertanya kepada negarawan, hakim, tukang, pedagang, dan sebagainya. Menurut Xenophon, ia
bertanya tentang salah dan tidak salah, tidak adil, adil, berani dan pengecut, dll. Socrates selalu
menganggap jawaban pertama sebagai hipotesis, dan dengan jawaban-jawaban lebih lanjut ia
menarik konsekuensi-konsekuensi yang dapat disimpulkan dari jawaban-jawaban tersebut. Jika
ternyata hipotesis pertama tidak dapat dipertahankan, karena menghasilkan konsekuensi yang
mustahil maka hipotesis itu diganti dengan hipotesis lain lalu ada di dunia ini. Kita menemukan
kursi hakim, ada tempat duduk dan sandaran, kakinya empat, dari bahan jati; kita lihat kursi
malas, ada tempat duduk dan sandaran, kakinya dua, dari besi anti karat; kita periksa kursi
makan, ada tempat duduk dan sandaran, kakinya tiga, dari rotan: begitulah seterusnya. Nah, kita
lihat pada setiap kursi itu selalu ada (1) tempat duduk dan (2) sandaran. Kedua ciri ini terdapat
pada setiap kursi. Ciri-ciri yang lain tidak dimiliki oleh semua kursi tadi. Maka semua orang
akan sepakat bahwa kursi adalah tempat duduk yang bersandaran. Perhatikanlah, semua orang
akan sepakat, berarti ini merupakan kebenaran objektif-umum, tidak subjektif-relatif. Tentang
jumlah kaki, bahan, dan sebagainya merupakan kebenaran yang relatif. Jadi, memang ada
pengetahuan yang umum, itulah definisi.
Bukti adanya kesepakatan umum itu, pengertian umum itu, definisi itu adalah bila kita
memesan kursi pada tukang kursi. Kita cukup mengatakan agar tukang kursi membuat kursi
buat kita, dengan tidak usah mengatakan “buatkan kursi yang ada tempat duduk dan
sandarannya”. Mengapa tidak usah? Karena tukang kursi itu telah mengetahui, karena
merupakan kebenaran umum bahwa kursi tentulah ada tempat duduk dan sandarannya. Yang
perlu ditulis dalam pesan itu ialah ciri-iri lain yang tidak merupakan kesepakatan umum. Harus
kita sebutkan agar dibuatkan kursi kaki empat bahan kayu jati, dan sifat khusus lainya yang
dikehendaki. Ciri umum itu disebut ciri esensi dan semua ciri khusus itu disebut ciri aksidensi.
Definisi ialah penyebutan semua ciri esensi suatu objek dengan menyisihkan semua ciri
aksidensinya.
Dengan mengajukan definisi itu Socrates telah dapat “menghentikan” laju dominansi
relatifisme kaum sofis. Jadi, kita bukan hidup tanpa pegangan; kebenaran sains dan agama dapat
dipegang bersama sebagiannya, diperselisihkan sebagiannya. Dan orang Athena mulai kembali
memegang kaidah sains dan akidah agama mereka.
Plato memperkokoh tesis Socrates itu. Ia mengatakan kebenaran umum itu memang ada.
Ia bukan dicari dengan induksi seperti pada Socrates, melainkan telah ada “disana” di alam ide.
Kubu Socrates semakin kuat. Orang sofis semakin kehabisan pengikut, ajaran bahwa kebenaran
itu relatif semakin ditinggalkan, semakin tidak laku. Orang sofis kalap, lalu menuduh Socrates
merusak mental pemuda dan menolak tuhan-tuhan. Socrates diadili oleh hakim Athena. Di sana
ia mengadakan pembelaan panjang-lebar yang ditulis oleh muridnya, Plato, di bawah judul
apologia (pembelaan). Dalam pembelaan itu ia menjelaskan ajaran-ajarannya, seolah-olah
mengajari semua orang yang hadir di pengadilan itu. Socrates dinyatakan bersalah dengan
perbandingan 280 (281) yang menyalahkan Socrates dan 220 yang membenarkannya. Jadi kalah
suara 60 (61), ia dijatuhi hukuman mati. Seandainya Socrates memilih hukuman dibuang keluar
kota, tentu hukuman itu akan diterima oleh hakim tersebut. Tetapi Socrates tidak ingin
meninggalkan kota asalnya. Socrates menawarkan hukuman denda 30 mina (mata uang Athena
waktu itu). Pilihan ini ditolak oleh para hakim karena dianggap terlalu kecil, terutama karena
Socrates dalam pembelaannya dirasakan telah menghina hakim-hakimnya. Biasanya hukuman
mati dilakukan dalam tenggang waktu 12 jam dari saat diputuskannya hukuman itu. Akan tetapi,
pada watu itu ada satu perahu layar Athena yang keramat sedang melakukan perjalanan tahunan
ke kuil di pulau Delos, dan menurut hokum Athena, hukuman mati baru boleh dijalankan bila
perahu itu sudah kembali. Oleh karena itu, satu bulan lamanya Socrates tinggal dalam penjara
sambil bercakap-cakap dengan para sahabatnya. Salah seorang diantara mereka, yaitu Kriton,
mengusulkan supaya Socrates melarikan diri tetapi Socrates menolak. Di dalam dialog yang
berjudul Pharidon. Plato menceritakan percakapan Socrates dengan para muridnya pada hari
terakhir hidupnya dan ia melukiskan pula bagaimana Socrates pada suatu senja.
Kesimpulan
Socrates adalah sorang filsuf Yunani yang hidup pada tahun 469-399 sebelum
Masehi. Ia memiliki pendapat bahwa membangkitkan dalam diri manusia rasa cinta akan
kebenaran dan kebaikan (Philosophia) yang membantu manusia berpikir dan hidup lurus.
Socrates memiliki dua kebijakan, yaitu Gnotie-Seauton atau kenalilah dirimu dan Maieutica-
Technic atau seni kebidanan.
Gnotie-Seauton, dalam hal ini, menunjukkan sebuah kepentingan kemanusiaan yang
bersifat fundamental dalam hal memahami dan mengerjakan pikiran, yang merupakan salah satu
ciri keberadaan yang khas manusia itu. Intinya pada analisis diri dan pemahaman diri untuk
mencapai pengetahuan dan tingkah laku yang lebih baik.
Maieutica-Technic, dalam pemikiran Socrates adalah bahwa pada diri setiap manusia
terpendam jawab mengenai berbagai persoalan dalam dunia nyata. Karena itu setiap orang
sesungguhnya bisa menjawab semua persoalan yang dihadapinya. Masalahnya adalah pada
orang-orang itu, kebanyakan mereka tidak menyadari bahwa dalam dirinya terpendam jawaban-
jawaban bagi persoalan-persoalan yang dihadapinya. Karena itu menurut Socrates, perlu ada
orang lain yang ikut mendorong mengeluarkan ide-ide atau jawaban yang masih terpendam.
Dengan perkataan lain perlu semacam “bidan” untuk membantu kelahiran sang ide dari dalam
kalbu manusia.
Daftar Pustaka