Anda di halaman 1dari 6

SOCRATES DAN METODE FILSAFATNYA

Oleh: Amin Khoirul Abidin

Pendahuluan

Perkembangan filsafat tidak bisa dilepaskan dari peradaban Yunani. Filsafat lahir di
Yunani sekitar abad ke-6 sebelum Masehi. Yunani adalah tanah para filosof, di sanalah
tempat persemaian dan lahirnya para filosof besar. Kata filsafat sendiri juga berasal dari
bahasa Yunani yaitu philos (kebijaksanaan) dan sophia (cinta), secara terminologi
filsafat berarti cinta kebijaksanaan.

Filsafat adalah induknya ilmu. Setidaknya ada tiga metode belajar filsafat yaitu
metode historis, metode sistematis dan metode kritis. Metode historis artinya belajar
filsafat dari sejarah pemikiran filsafat serta tokoh-tokohnya secara kronologis. Metode
sistematis artinya belajar filsafat dari teori-teori umum yang ada dalam filsafat. Dan
metode kritis berarti belajar filsafat secara kritis untuk mengkritisi pemikiran filsafat
melalui pendekatan historis dan sistematis.

Apabila seseorang belajar filsafat dengan metode historis, maka sejarah filsafat
biasanya dibagi menjadi beberapa periode yaitu periode pra-Socrates, periode klasik
(Yunani kuno), periode skolastik, periode modern, dan post-modern. Dalam rentang
panjang periode sejarah filsafat, ada banyak tokoh besar yang muncul, namun hanya
satu nama yang layak disebut sebagai filosof terbesar, gurunya para filosof, peletak
fondasi filsafat, ia adalah Socrates. Ia adalah gurunya Plato, seorang filsuf besar Yunani.
Dan Plato adalah gurunya Aristoteles.

Socrates, Plato dan Aristoteles adalah tiga tokoh awal era baru filsafat. Pokok-pokok
pikirannya sangat berpengaruh pada pemikiran filsuf-filsuf selanjutnya. Socrates, Plato
dan Aristoteles adalah tokoh yang masuk dalam periode klasik. Dari ketiganya,
mungkin Socrates adalah tokoh yang memiliki problem bagi para ahli sejarah filsafat.
Hal tersebut berdasarkan fakta bahwa ia tidak pernah menulis apapun tentang
pemikirannya. Sumber tentang Socrates diperoleh dari murid-muridnya khususnya
Plato.

Socrates bukan filosof pertama dan kata filsafat sendiri telah digunakan jauh
sebelum Socrates hidup. Sudah ada banyak filosof sebelumnya. Mereka diantaranya
Thales (625 SM), Anaximander (610 SM), Anaximenes (600 SM), Heraclitus (540 SM),
Parmenides (515 SM) dan Anaxagoras (500 SM). Para filosof tersebut juga disebut juga
filosof alam karena corak pemikirannya masih kosmosentris. Namun tokoh-tokoh
tersebut termasuk Socrates, tidak menuliskan apapun tentang ajarannya. Informasi
tentang mereka justru diperoleh dari para filosof yang hidup jauh sesudahnya.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, Socrates adalah filosof terbesar. Maka, bagi
seseorang yang ingin belajar filsafat, Socrates adalah tokoh yang wajib dipelajari
pertamakali. Hal tersebut tidak terlepas dari pengaruhnya terhadap para filosof
setelahnya. Tulisan ini akan membahas tentang siapakah Socrates? Apa ajaran
filsafatnya? Bagaimana langkah-langkah menggunakan metode filsafatnya?

Siapakah Socrates?

Socrates dilahirkan di Athena pada tahun 470 dan meninggal pada tahun 399
sebelum Masehi. Ayahnya bernama Sophroniscus, seorang pemahat patung dari batu
dan ibunya Phaenarete seorang bidan. Ia tidak berasal dari keluarga kaya atau
bangsawan. Oleh karena itu, pendidikannya tidak tinggi, namun pemikirannya
melampaui zamannya. Perutnya gendut, matanya menonjol, dan hidungnya pendek dan
besar. Begitulah gambaran perawakan Socrates yang berbeda dengan orang Yunani
pada umumnya.

Dalam sejarah filsafat, Socrates adalah sosok yang misterius karena ia tidak pernah
menulis satu kalimat pun. Namun setidaknya ada empat sumber yang mempunyai peran
penting dalam usaha menginterpretasikan sosok dan ajaran Socrates, yaitu
Aristophanes, Xenophon, Plato dan Aristoteles. Filsafat Socrates ditunjukkan lewat
perbuatan bukan tulisan, ia lebih suka berdiskusi dan memberi ceramah. Plato-murid
Socrates- adalah orang yang paling berjasa, karena ia menulis dialog-dialog dengan
menjadikan Socrates sebagai tokoh utamanya. Plato menyebut Socrates sebagai orang
yang paling cerdik lagi bijaksana, tidak pernah berbuat zalim dan selalu berbuat adil,
tidak pernah merugikan kepentingan umum, karena ia mampu mengendalikan dirinya
sendiri.

Tidak seperti filosof yang hidup sebelumnya yang lebih tertarik pada kekuatan alam
semesta, Socrates berbeda, ia lebih tertarik kepada manusia dan permasalahannya.
Zaman sebelum Socrates disebut juga zaman pra-Socrates. Filsuf zaman itu disebut
sebagai filsuf alam. Hal tersebut dikarenakan corak pemikiran masih berpusat kepada
kekuatan-kekuatan alam, dimana pengaruh mitologi Yunani masih sangat kuat dalam
pola pikir masyarakat. Socrates adalah peletak dasar filsafat dan penanda sejarah corak
filsafat yang baru. Ia membawa filsafat turun dari langit ke bumi. Filsafat yang
sebelumnya fokus kepada masalah alam, kini bergeser pada masalah manusia.
Sepertinya Socrates sadar bahwa masalah yang paling kompleks yang dimiliki manusia
adalah tentang dirinya sendiri.

Untuk mengetahui manusia dan permasalahannya, Socrates menghabiskan banyak


waktunya untuk berjalan di pasar-pasar, alun-alun dan terutama dalam gymnasia
(tempat-tempat olah raga) untuk berdiskusi dengan orang-orang yang ia temui di sana.
Diskusi Socrates selalu mengundang banyak perhatian berbagai kalangan bahkan
sekelompok anak muda bangsawan dan kaum Sofis (kaum berpendidikanYunani).
Socrates membantu orang-orang untuk “melahirkan” kebenaran, ia layaknya bidan yang
membantu persalinan.

Karena gaya berpikir Socrates yang berbeda dengan masyarakat Athena pada
umumnya, banyak orang yang mulai terusik dan tidak nyaman dengan corak pemikiran
Socrates yang baru. Socrates dianggap perusak tatanan berpikir masyarakat yang sudah
mapan, khususnya kaum sofis dan bangsawan. Dan pada akhirnya, Ia mendapatkan
berbagai macam tuduhan yang disasarkan padanya. Ia dituduh tidak percaya kepada
dewa-dewa yang diakui negara dan pemikirannya dianggap telah memberi pengaruh
yang buruk kepada generasi muda Athena saat itu. Dan pada akhirnya, Socrates
diputuskan bersalah dan dijatuhi hukuman mati oleh hakim, setelah dilakukan vote
dengan mayoritas 60 suara (280 melawan 220). Socrates meninggal dengan cara minum
cawan berisi racun, dikelilingi para sahabatnya.

Sebenarnya Socrates memiliki peluang untuk menghindari hukuman mati dengan


cara meninggalkan kota Athena. Namun, hal tersebut tidak dilakukannya, ia memilih
untuk tetap tinggal dan menghadapi hukuman. Hal tersebut menandakan betapa
teguhnya prinsip Socrates dalam memperjuangkan kebenaran dan betapa patuhnya ia
terhadap hukum. Ia ingin memberi contoh dan pelajaran bagi orang-orang Athena,
bahwa ia adalah orang yang setia kepada ajarannya. Socrates pada akhirnya memang
mati, namun namanya masih hidup hingga saat ini.

Metode filsafat Socrates

Aku tahu bahwa aku tidak tahu apa-apa, itulah akhir kesimpulan filsafat Socrates.Ia
selalu mengasumsikan dirinya tidak mengetahui apa-apa dalam metode filsafatnya.
Pandangan filsafat Socrates sangatlah berbeda dengan filsafat kaum sofis Athena saat
itu, yang menganggap diri mereka mengetahui segalanya. Perbedaan pandangan
tersebut terjadi karena Socrates tidak memiliki motivasi apa-apa kecuali murni
mengajarkan manusia untuk menemukan kebenaran, sedangkan kaum sofis tidak. Kaum
sofis mencari materi dalam mengajarkan kebenaran.

Socrates adalah seorang pemikir, bukan dukun, ahli nujum atau seseorang yang
mengetahui kebenaran. Ia mengajarkan bagaimana menemukan kebenaran karena ia
bukan ahli pengetahuan namun filosof. Baginya, setiap manusia memiliki potensi untuk
menemukan kebenaran, hanya saja manusia tidak menggunakannya secara maksimal.
Manusia memerlukan “filsafat” untuk membantu melahirkan atau menemukan suatu
kebenaran. Kebenaran harus dicari dengan akal manusia itu sendiri.

Tujuan dari filsafat Socrates adalah mencari kebenaran yang berlaku untuk selama-
lamanya. Pendapat Socrates tentang kebenaran yaitu bahwa kebenaran bersifat tetap dan
harus dicari. Tentu saja tujuan filsafatnya berbeda dengan kaum Sofis yang berpendapat
bahwa kebenaran bersifat relatif (berubah-ubah), tergantung subjeknya dan harus
dihadapi dengan skpetis.

Metode filsafat Socrates yaitu dealektika (bercakap-cakap, tanya-jawab, dialog,


diskusi). Dengan metode ini, setiap orang akan mencapai kebenaran. Baginya, setiap
manusia memiliki potensi untuk menemukan kebenaran, kebaikan maupun kesalahan
suatu hal. Karena Socrates menggunakan metode dialektika, maka dalam mencari
kebenaran tidak dilakukan sendiri namun membutuhkan orang lain untuk melakukan
tanya jawab (dialektika).

Bagi Socrates orang yang diajak dialog bukanlah lawan, melainkan teman yang
harus diajak secara bersama dalam mencari kebenaran. Dengan begitu kebenaran akan
lahir dari orang yang diajak dialog. Metode ini juga disebut sebagai maieutik yaitu
menguraikan, ibarat pekerjaan ibunya sebagai seorang bidan. Sebenarnya tujuan akhir
dari dialog Socrates adalah masalah etika dan edukasi, yaitu bagaimana seseorang bisa
mengambil pelajaran dari setiap kejadian (edukasi) dan apa yang seharusnya dilakukan
dalam menyikap suatu kejadian (etika).

Langkah-langkah metode Socrates

Dalam menerapkan metodenya, Socrates memiliki langkah-langkah sendiri. Ia tidak


ingin menggurui lawan diskusinya, justru sebaliknya ia menjadi layaknya seorang yang
ingin belajar dari lawan diskusinya. Berikut langkah-langkah yang digunakan Socrates
dalam upaya mencari kebenaran.

1. Langkah pertama yaitu tidak tahu apapun adalah modal pertama untuk
melakukan dialog. Socrates selalu memposisikan diri sebagai orang yang tidak
tahu apapun dalam memulai percakapannya. Ia ibarat pelajar bukan pengajar.
Karena baginya pelajar adalah seseorang yang mempunyai rasa ingin tahu yang
tinggi.
2. Langkah kedua yaitu ironi. Socrates memposisikan diri sebagai orang yang
tidak mengetahui apa-apa, hal ini sebenarnya sebuah strategi untuk memancing
lawan bicaranya dan mengeluarkan seluruh isi pikirannya. Inilah yang disebut
“ironi” yaitu keadaan berpura-pura tidak tahu. Socrates berpura-pura menjadi
pengagum lawan bicaranya, kemudian ia meminta nasehat darinya.
3. Langkah ketiga yaitu konfutasi/elenchus. Ketika lawan bicara Socrates
mengungkapkan pendapatnya, sebenarnya Socrates sedang mencari titik lemah
argumennya. Setelah mendapatkan titik lemah tersebut, Socrates akan kembali
bertanya, namun kali ini pertanyaannya Socrates menyasar kepada titik lemah
argumen lawan bicaranya. Sehingga lawan bicaranya akan mengalami kesulitan
dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Socrates. Sampai akhirnya
menyadari bahwa mereka tidak tahu apa-apa dan argumen mereka tidak sekuat
sebelumnya.
4. Langkah keempat yaitu Maieutica. Setelah menunjukkan titik lemah argumen
lawan bicaranya, Socrates kemudian menuntun lawannya untuk melahirkan
kebenaran yang sesungguhnya. Tugas Socrates ibarat maieutica atau bidan yang
membantu proses persalinan pasiennya. Jadi, sebenarnya yang melahirkan
kebenaran bukan Socrates, namun lawan bicaranya sendiri.

Dengan cara-cara tersebut, diharapkan lawan bicaranya mampu untuk


melahirkan dan menangkap kebenaran-kebenaran filosofis, karena hal tersebut
bersifat alami. Dengan metode tersebut, akal seseorang dipaksa berfikir, dipaksa
untuk masuk ke dalam dirinya sendiri, dipaksa memanfaatkan akal dan apa yang ada
di dalam diri manusia itu sendiri. Ketika manusia sudah mampu memaksimalkan
akalnya, maka dengan sendirinya kebenaran akan lahir dari dirinya sendiri.

DAFTAR BACAAN

1. Frederick Copleston, S.J, A history of Philosophy, volume I: Greece and Rome,


2. Thomas C. Brickhouse and Nicholas D. Smith, The Philosophy of Socrates,
USA: Westview Press, 2000.
3. K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta: Kanisius, 1975.
4. Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, Jakarta: UI-Press, 1980.

Anda mungkin juga menyukai