BAB IV
Pandangan berikut ini adalah bahwa pengetahuan selalu baru tidak pernah
sama. Pengetahuan adalah usaha aktif kita untuk mencari tahu dengan
banyak cara, akibatnya pengetahuan obyektif sepanjang waktu dilahirkan
kembali. Pengetahuan lebih mirip tubuh manusia, dengan setiap sel
digantikan secara terus menerus oleh sel-sel baru.
Ketika hasil teorinya tidak memadai diganti dengan dugaan – dugaan baru,
diuji kemudian ditetapkan sebagai hasil teori baru, begitu seterusnya
(sesuatu yang rekursif). Jadi pengetahuan subjektif kita tentang dunia luar
terdiri dari perkiraan, yang digunakan terus – menerus, diuji dan diganti bila
disalahkan.
Prinsipnya, teori-teori ini didasarkan pada dua faktor. Pertama, dari
pengalaman langsung kita. Kedua, teori-teori yang telah ada sebelumnya.
Ketergantungan pada teori – teori sebelumnya inilah yang menjadikan teori
subyektif bersifat rekursif.
Poper (1959) pandangannya hanya untuk ilmu pengetahuan dan asal usul teori
ilmiah. Glasersfeld (1983, 1984, 1989) menyatakan pandangan subjektif murni
tentang pengetahuan diuraikan sebagai kontrukstivisme radikal. Dunia dapat
dipahami sebagai sumber pengalaman kita. Dari sesuatu yang belum diketahui
berubah menjadi pembangun struktur kognitif. Piaget mencirikan struktur
konseptual ditentukan dari kecukupan pengalaman dan kelayakannya sebagai
sarana untuk memecahkan masalah karena masalah tak pernah berakhir
sebagai akibat dari pengaturan yang konsisten yang kita sebut pemahaman.
(Glasersfeld ,1983, hal 50 – 51).
Perbedaan tersebut tampaknya tak terhindarkan, namun hal ini tidak terjadi.
Seperti yang diuraikan, pandangan konstruktivis sosial yang memberikan
penjelasan tentang perkembangan pengetahuan dunia manusia, interaksi
sosialnya, dan pemerolehan bahasanya. Suatu mekanisme yang meningkatkan
kesesuaian pengetahuan subjektif dengan dunia harus memperhatikan
kesesuaian dengan dunia sosial, termasuk pola penggunaan bahasa dan
perilaku. Glasersfeld, dunia pengalaman kognisi subjek, tidak membedakan
antara realitas fisik atau sosial.
Dengan demikian generasi dan adaptasi teori pribadi berdasarkan makna data
dan interaksi sama-sama berlaku untuk dunia sosial, sebagaimana ditunjukkan
uraian berikut:
Sejak kelahirannya, individu menerima kesan makna dari dunia eksternal dan
dunia sosial demikian juga dia berinteraksi. Teori – teori subyektif untuk
menjelaskan, dan kemudian menjadi pemandu, interaksi mereka dengan alam
ini terus – menerus diuji melalui interaksi dengan lingkungan. Bagian dari
aktivitas mental ini berkaitan dengan orang dan bahasa. Mendengar
pembicaraan mengarah pada teori-teori tentang makna kata (kalimat) dan
penggunaan.
Saat teori ini diduga, mereka diuji melalui tindakan dan ucapan – ucapan.
Pengetahuan subjektif tentang bahasa ini cenderung lebih prosedural daripada
pengetahuan proporsional. Artinya, akan lebih merupakan masalah 'mengetahui
bagaimana' daripada ‘mengetahui bahwa' (Ryle, 1949).
Dengan kata lain, tidak ada makna dalam buku – buku dan bukti - bukti.
Makna harus diciptakan oleh pembaca, atau lebih tepatnya, dibangun atas
dasar makna subjektif yang ada. Makna bahasa dalam masyarakat tergantung
pada pribadi pembacanya. Aturan bahasanya dikonstruksi agar sesuai dengan
batasan – batasan yang ditetapkan secara umum.
Namun, kesepakatan sosial bagaimana sebuah simbolisme harus diterjemahkan
untuk membatasi konstruksi makna individu, sehingga memberikan arti bahwa
di dalam isi teks itu sendiri terdapat muatan informasi.
Suatu fungsi f(x) (didefinisikan pada bilangan real) mendekati tak terhingga
dapat dikonstruksi lebih halus dalam bahasa analisis matematika yaitu,
bahwa untuk setiap bilangan real r terdapat bilangan real s lain sedemikian
hingga jika x > s, maka f(x) > r. Perumusan kembali ini tidak lagi mengatakan
bahwa fungsi secara harfiah mendekati tak terhingga, tetapi bahwa untuk
setiap nilai yang berhingga, ada suatu titik sedemikian hingga semua nilai dari
fungsi melebihi titik itu. Perhatikan bahwa pernyataan pertama tetap
dipertahankan untuk memperoleh definisi yang lebih tepat.
Secara ringkas, bahwa:
Pengetahuan subjektif tidak diterima secara pasif tetapi secara aktif dibangun
oleh kesadaran subjek, dan bahwa fungsi kognisi adalah adaptif dan melayani
organisasi dunia pengalaman individu (Glasersfeld, 1989 ).
Dalam bagian ini akan dijelaskan asal usul subjektif dari pengetahuan objektif
yang berakar kuat dalam pengetahuan linguistik dan kompetensi.
Pada cara ini, konsep – konsep matematika ditetapkan kedalam suatu hirarki dari
berbagai tingkat. Konsep-konsep pada tingkat selanjutnya didefinisikan secara
implisif atau eksplisit dalam istilah-istilah dan dari tingkat yang lebih rendah.
Definisi implisit dapat diberikan sebagai bentuk berikut : bilangan terdiri dari
’satu’. ’ dua’, ’ tiga’ dan objek-objek lain dengan sifat yang sama. ’Bidang’
berlaku untuk lingkaran, persegi , segitiga dan objek-objek lain yang serupa.
Dengan demikian konsep baru didefinisikan dalam istilah sifat implisif dari
serangkaian himpunan berhingga yang keanggotaannya tercakup secara implisif
(termasuk secara eksplisif, terhadap konsep baru).
Generasi suatu hirarki dari konsep abstrak yang bertambah merefleksikan
suatu kecenderungan khusus dalam asal-usul pengetahuan matematika
manusia.
Untuk menggeneralisasi dan mengabstraksi memiliki sifat struktur dari
pengetahuan sebelumnya dalam pembentukan konsep dan pengetahuan baru .
Kita menduga keberadaan mekanisme demikian untuk menjelaskan asal-usul
dari konsep-konsep abstrak dan pengtahuan.
Abstraksi ini merupakan proses vertikal yang kontras dengan generasi
pengetahuan matematika jenis kedua : penghalusan, elaborasi atau kombinasi
dari pengetahuan yang ada, tampa harus berpindah ke tingkat abstraksi
tertinggi.
Uraian ini tidak ditawarkan sebagai hipotesis psikologi, tetapi sebagai konstruksi
ulang secara teori dari asal-usul pengetahuan subjektif matematika dengan
abstraksi.
Asal – usul konsep dan proposisi pengetahuan subjektif matematika.
Perhitungan yang diberikan dari asal-usul ini melibatkan empat klaim.
Pertama, konsep dari proposisi matematika mengorganisasikan dan telah
berakar dalam bahasa alami ini, dan dijelaskan (dibangun) sepanjang sisi
kompetensi linguistik,
Kedua, mereka dapat dibagi menjadi primitif dan konsep turunan dan
proposisi.
Konsep dapat dibagi menjadi observasi dasar dan pengalaman sensori
langsung, dan juga definisi secara linguistik dengan arti istilah – istilah dan
konsep-konsep lain, atau bentuk pengabstrakan mereka.
Demikian juga, proposisi terdiri dari perolehan secara linguistik dan diturunkan
dari keberadaan awal proposisi matematika, walaupun pembedaan ini tidak
diklaim untuk jelas dipotong.
Ketiga, pembagian konsep, digabungkan dengan urutan definisi mereka, hasil
dalam suatu dan pribadi) struktur hirarki subjektif konsep-konsep (dengan
mana proposisi diasosiasikan menurut kosep orang banyak).
Keempat, asal usul proses horizontal konsep dan turunan proposisi, yang mana
menambil bentuk alasan induktif dan deduktif..
c. Kepercayaan subjektif dalam Eksistensi Objek Matematika.
Kedua, ada kritik yang dapat diarahkan pada sintesis baru yang disediakan oleh
konstruktivisme sosial. Kritik yang lebih tajam adalah terjadi inkonsistensi
antara teori-teori konvensionalisme dengan konstruktivisme radikal.