Anda di halaman 1dari 47

MINI RISET

FILSAFAT ILMU

SKOR :

PERANAN FILSAFAT DALAM MENGHADAPI DEKADENSI MORAL

NAMA MAHASISWA : ASTUTI


NIM : 8206172006
DOSEN PENGAMPU : Dr. H. Banjarnahor, M.Pd.
MATA KULIAH : Filsafat Ilmu

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN

2
NOVEMBER 2020
Kata pengantar 

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha


Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah, yang telah melimpahkan
Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan
penyusunan makalah mini riset tentang “ peranan filsafat dalam menghadapi
dekadensi moral” tepat pada waktunya.
Salawat dan salam kepada nabi Muhammad sallahu alaihi wasallam,
yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam penuh dengan ilmu
pengetahuan. Penyusunan makalah mini riset ini dilakukan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Filsafat Ilmu. Terima kasih kepada bapak Dr. H. Banjarnahor, M.Pd
atas motivasi dan ilmunya sehingga dapat memperlancar dalam penyusunan
makalah mini riset ini.
 Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya.
Oleh karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi
para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki
makalah mini riset ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah mini
riset ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi
kawan kawan untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan.

Medan, November 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah..................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................1

C. Tujuan Penulisan..............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3

A.  Masalah – masalah yang dihadapi filsafat................................................3

B. Peran Filsafat..............................................................................................4

C. Filsafat Etika..............................................................................................5

D. Dekadensi Moral...........................................................................................6

E. Perisai Dalam Wujud Etis Ilmuwan...........................................................7

BAB III PENUTUP..............................................................................................8

 A.Kesimpulan.................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................9

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Manusia dalam kehidupannya sangat tergantung dan berhutang budi kepada ilmu
pengetahuan dan teknologi. Merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa
peradaban manusia yang berkembang dari peradaban sederhana menuju ke peradaban yang
sangat maju dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berkat
kemajuan pada kedua bidang inilah, maka manusia menjadi sangat dimudahkan dalam
menjalankan kehidupannya. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah membantu manusia untuk
memenuhi segala kebutuhannya secara lebih cepat dan lebih mudah.
Kenyataan adanya kemajuan yang sangat pesat dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi di satu pihak yang memberi kemudahan kepada umat manusia untuk menjalani
kehidupannya, di lain pihak memunculkan pertanyaan pelik: apakah ilmu pengetahuan dan
teknologi selalu merupakan berkah yang terbebas dari malapetaka dan kesengsaraan? .
Menurut Abbas Hamami dan Koento Wibisono (1986: 123-124), pada saat
pembangunan sedang digalakkan dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
mewujudkan suatu masyarakat yang ideal, yakni masyarakat yang damai, sejahtera, adil dan
makmur, baik materil maupun spritual, maka di saat itu pula berbagai masalah mendasar atau
fundamental muncul yang harus dihadapi oleh umat manusia dalam hidup dan kehidupannya
sebagai pengaruh negatif dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tadi.
Berbagai masalah dimaksud adalah alienasi, anomi, kehidupan yang tidak lagi utuh
karena semakin bercerai-berainya nilai-nilai cipta, rasa dan karsa, kemeralatan dan
kemiskinan, keresahan akan kemungkinan munculnya perang dunia, semakin terbatasnya
sumber-sumber kekayaan alam justru di kala penduduk dunia semakin membesar jumlahnya.
Masalah-masalah tadi tidak hanya berujung kepada penderitaan manusia secara fisik
namun juga berakibat kepada menurunnya atau bahkan hancurnya nilai-nilai moral. Dengan
kata lain telah terjadi dekadensi moral. Dan ketika hal ini telah terlanjur terjadi, maka kita
tidak bisa hanya diam berpangku tangan dan menyesali apa yang telah terjadi. Banyak
sarana yang dapat dilalui dan dipakai misalnya filsafat. Dalam hal ini, kita akan membahas
dan mengkaji tentang peranan filsafat dalam menghadapi dekadensi moral berdasarkan studi
literatur dari berbagai sumber yaitu buku, jurnal, dan bahan yang tersedia dari web atau
blog di internet.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada mini riset ini adalah bagaimana peranan filsafat dalam
menghadapi dekadensi moral ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan mini riset ini adalah untuk mengetahui peranan filsafat
dalam menghadapi dekadensi moral.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Masalah – masalah yang dihadapi filsafat


Sejak kelahirannya sebagai sebuah cabang ilmu pengetahuan lebih kurang abad ke-6
sebelum masehi sampai dengan perkembangannya dewasa ini, filsafat selalu saja berhadapan
dengan masalah-masalah mendasar yang abadi dan tidak pernah terpecahkan dengan baik.
Boleh dikatakan bahwa filsafat dihadapkan dengan masalah-masalah yang ituitu saja,
masalah yang sama, akan tetapi manusia dengan akal dan pengalamannya belum atau tidak
mampu untuk memberikan jawaban yang satu dan sama, melainkan berbeda atau bahkan
bertentangan.
Menurut Hamami dan Wibisono (1986: 125-126), masalah-masalah dasar dimaksud
antara lain: (1) di bidang ontologi seperti apakah ‘ada’ itu? apakah yang ‘ada’ itu tetap atau
berubah?; (2) di bidang antropologi seperti apa dan siapakah manusia itu? apakah manusia
dalam keberadaannya di alam semesta ini bebas atau terikat?; (3) di bidang ilmu
pengetahuan seperti bagaimanakah caranya agar manusia dapat mencapai kebenaran atau
kenyataan? apakah yang disebut kebenaran atau kenyataan sendiri; (4) di bidang agama
seperti adakah Tuhan itu? bagaimanakah hubungan Tuhan dengan segala sesuatu ‘ada’ yang
lain? bagaimanakah hubungan antara wahyu dengan akal? .

B. Peran Filsafat
Irmayanti M Budianto (2002: 15-16) pernah mencatat beberapa peran filsafat,
baik dalam kehidupan maupun dalam bidang keilmuan: pertama, filsafat atau
berfilsafat mengajak manusia bersikap arif dan berwawasan luas terdapat pelbagai
masalah yang dihadapinya, dan manusia diharapkan mampu untuk memecahkan
masalah-masalah tersebut dengan cara mengidentifikasinya agar jawaban-jawaban
dapat diperoleh dengan mudah. Kedua, berfilsafat dapat membentuk pengalaman
kehidupan seseorang secara lebih kreatif atas dasar pandangan hidup dan atau ide-ide
yang muncul karena keinginannya. Ketiga, Filsafat dapat membentuk sikap kritis
seseorang dalam menghadapi permasalahan, baik dalam kehidupan sehari-hari
maupun dalam kehidupan lainnya (interaksi dengan masyarakat, komunitas, agama,
dan lain-lain) secara lebih rasional, lebih arif, dan tidak terjebak dalam fanatisme
yang berlebihan. Keempat, terutama bagi para ilmuwan ataupun para mahasiswa
dibutuhkan kemampuan untuk menganalisis, analisis kritis secara komprehensif dan
sistematis atas berbagai permasalahan ilmiah yang dituangkan di dalam suatu riset,
penelitian, ataupun kajian ilmiah lainnya.
Dalam pandangan Hamami dan Wibisono (1986: 126-27), filsafat melalui
metode-metode pemikirannya tidak akan dapat langsung mempersembahkan
programme-programme kebijakan yang manfaatnya dapat dinikmati secara praktis
dan konkret sebagaimana halnya dengan ekonomi, teknik dan ilmu-ilmu terapan
yang lainnya. Segi kelemahan filsafat, dalam arti sifat dan coraknya yang abstrak
dengan lemparan analisis-analisis kritisnya yang sering tidak tersentuh oleh mereka
yang telah terbiasa untuk berpikir secara praktis, merupakan salah satu sebab
mengapa para ahli filsafat terisolir dan jarang diajak untuk berpartisipasi dalam
penentuan strategi pembangunan, apalagi dalam pelaksanaan programme-programme
kegiatan yang sudah bersifat teknis operasional.
Peranan filsafat adalah menunjukkan adanya perspektif yang lebih dalam dan
luas, sehingga kehadirannya akan disertai dengan berbagai alternatif penyelesaian
untuk ditawarkan mana yang paling sesuai dengan perubahan waktu dan keadaan
(Hamami dan Wibisono, 1986: 127). Demikian pula halnya apabila kita berbicara
mengenai peran filsafat dalam menghadapi dekadensi moral. Filsafat mungkin hanya
dapat menjelaskan sebab-sebab munculnya dekadensi moral, menjelaskan caracara
mengatasi sebab-sebab tersebut, menerangkan cara-cara penanganan dekadensi
moral. Sementara pelaksanaannya sendiri sangat tergantung kepada manusianya
sendiri.

C. Filsafat Etika
Filsuf era modern, WillDurant ( dalam Biyanto,2015 :40-41) menyebut lima
cabang yang dikaji dalam filsafat, meliputi : logika(logic), estetika (esthetic), etika
(ethics), politik (politics), dan metafisika(metaphysics). Etika adalah studi tentang
prilaku ideal. Etika juga bias dimaknai filsafat tentang tingkah laku yang baik dan
buruk. Dalam perspektif etika akan diketahui mana perbuatan yang dianggap baik
dan mana yang dianggap buruk.
Di dunia Islam, kajian filsafat etika sungguh marak karena merupakan bagian
dari ajaran-ajaranIslam. Islam menganjurkan umatnya untuk beraklak dengan akhlak
akhlak yang baik (al-akhlaq alkarimah), bukannya akhlak-akhlak yang buruk (al-
akhlaq al-mukrihah). Menurut Al-Ghazzali, tindakan manusia (baik atau buruk)
tergantung pada 4 kekuatan yang selalubergulat dan bertarung dalam diri manusia.
Apakah 4 kekuatan itu? Pertama, kekuatan Syahwat. Kedua, Kekuatan Ghadhab;
Ketiga, kekuatan Idrak dan ‘Ilm; Terakhir, kekuatan Syaithaniyyah. Kekuatan
2
Syahwat adalah kekuatan dalam diri manusia yang memungkinkan tubuh fisiknya
mendapatkan apa yang baik baginya, seperti rasa lapar, rasa haus, rasa ingin bercinta,
dan lain – lain. Kekuatan Ghadhab ialah kekuatan dalam diri manusia yang
memungkinkan tubuh fisiknya mengusir atau menghindari apa yang berbahaya
baginya, seperti rasa marah dan rasa ingin berkelahi, dan lain-lain Sedangkan
kekuatan Idrak dan kekuatan ‘Ilm adalah kekuatan dalam diri manusia yang
merupakan alat mempersepsi dan alat memahami apa yang baik bagi manusia
Terakhir ialah kekuatan Syaithaniyyah, yaitu kekuatan dalam diri manusia yang
menghasut dan memperdaya kekuatan Syahwat dan Ghadhab untuk berontak dari
kekuatan Idrak dan kekuatan ‘Ilm tadi (Fery hidayat ,2016:22)

D. Dekadensi Moral
Menurut Gusti Bagus (hal 49) Perkembangan sejarah manusia selalu diwarnai
oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang melingkupinya. Hal ini
tentunya berbanding lurus dengan upaya manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari – hari. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat
mendorong manusia mendayagunakan sumberdaya alam lebih efektif dan efisien.
Namun , bertolak belakang dengan pernyataan tersebut , perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang mungkin tidak terbatas didasari oleh perkembangan intelektual manusia
yang terjadi terus menerus untuk mencapai kebahagiaan hidupnya. Apakah memang manusia
akan mencapai kebahagiaan dengan ilmu pengetahuannya? Ini merupakan pertanyaan
normatif yang sifatnya relatif. Apakah juga penemuan-penemuan teknologi baru sebagai
terapan ilmu pengetahuan dapat bermanfaat bagi kebahagiaan manusia ataukah sebaliknya
akan menimbulkan suatu bencana? Di sinilah letak pokok permasalahannya, karena ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak hanya menjanjikan kemudahan bagi kehidupan manusia, ia
juga memberikan ancaman bagi kehidupan dan menurunnya nilai-nilai moral manusia itu
sendiri apabila ia tidak mampu dikelola dengan baik
Menurut Hamami dan Wibisono (1986: 130), ilmu pengetahuan dengan teknologi
modernnya telah menimbulkan rasionalisasi dan sekularisasi dalam kehidupan
bermasyarakat yang berujung kepada hancurnya nilai-nilai sakral-etis yang selama ini
dijadikan panutan hidup, hilangnya kewibawaan orang tua, pemimpin-pemimpin masyarakat,
lembaga pendidikan dan agama, menyebabkan timbulnya ‘pencemaran mental’. Dengan
kebanggaan kepada ilmu pengetahuan dan teknologi modernnya, manusia menaklukkan
alam lingkungannya dan memeras kekayaannya. Padahal kekayaan alam ada batasnya yang
akan habis bila terus menerus diperas.
Ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai ‘para aparaturnya’ pembangunan juga
sering kali memunculkan pengaruh-pengaruh negatif sebagai berikut: menurunnya aspek
moral dari sebagian rakyat. Manakala kita membaca surat kabar atau mendengar berita dapat
dipastikan ada berita pembunuhan, perampokan, perkosaan, penipuan, pemerasan, dan
sebagainya yang kita ketemukan; menurunnya nilai-nilai budaya terutama mengenai moral
dan perilaku orangnya. Terkadang kita membaca dalam berita surat kabar atau melihat
tayangan televisi yang memberitakan adanya seorang kakek yang mencumbui cucunya, dan
incest antara saudara sekandung (Bintarto, 1991: 7-8)

E. Perisai dalam Wujud Tanggung Jawab Etis Ilmuwan


Tanggung jawab etis yang dipikul seorang ilmuwan bukan saja karena dia adalah
anggota masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat namun
yang lebih penting adalah karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup
bermasyarakat. Fungsinya selaku ilmuwan tidak berhenti pada penelaahan dan keilmuan
secara individual namun juga ikut bertanggung jawab agar produk keilmuan sampai dan
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Bebas nilai dalam ilmu pengetahuan merupakan suatu masalah yang melibatkan
persoalan filosofis, yakni aksiologi (nilai/value). Aksiologi ialah menyangkut masalah nilai
kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus
disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan
ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan
bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.(Gusti Bagus : 11)
Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan
pelbagai pertimbangan mengenai apa yang dinilai dan apa yang seharusnya dinilai. Nilai
dalam pengertian ini adalah suatu penilaian yang dilakukan oleh ilmuwan dalam kegiatan
ilmiahnya. Penilaian dapat muncul dari orang lain, lembaga pendidikan, agama, dan juga
dari dalam diri ilmuwan sendiri terhadap apa yang telah dihasilkannya.
Peranan ilmuwan menjadi sesuatu yang imperatif. Dialah yang mempunyai latar
belakang pengetahuan yang cukup untuk dapat menempatkan masalah tersebut pada proporsi
yang sebenarnya. Oleh sebab itu, dia mempunyai kewajiban untuk menyampaikan hal itu
kepada masyarakat banyak dalam bahasa yang dapat mereka cerna. Menghadapi masalah
yang kurang mereka mengerti biasanya masyarakat bersikap ekstrim. Pada satu pihak
mereka bisu karena ketidaktahuan mereka, sedangkan di pihak lain mereka bersikap radikal
dan irasional. Tanggung jawab seorang ilmuwan dalam hal ini adalah memberikan perspektif
yang benar: untung dan ruginya, baik dan buruknya; sehingga penyelesaian yang objektif
dapat dimungkinkan (Suriasumantri, 1998: 239-241).
Singkatnya, dengan kemampuan pengetahuannya seorang ilmuwan harus dapat
mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang seyogyanya mereka sadari.
2
Dalam hal ini, berbeda dengan menghadapi masyarakat ilmuwan yang elitis, dia harus
berbicara dengan bahasa yang dapat dicerna oleh orang awam. Untuk itu maka dia bukan
saja mengandalkan pengetahuannya dan daya analisisnya namun juga integritas
kepribadiannya
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Suatu kenyataan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi telah banyak berjasa untuk
membantu manusia dalam kehidupan kesehariannya. Akan tetapi, adalah suatu kenyataan
yang tidak dapat diabaikan begitu saja pula adanya pengaruh negatif dari keduanya berupa
menurunnya atau bahkan hancurnya nilai-nilai moral. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan
dan teknologi juga berpengaruh negatif pada terjadinya dekadensi moral. Pengaruh negatif
yang muncul dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak seharusnya membuat
manusia pesimis bahkan menyerah terhadap perkembangan tersebut. Manusia tidak
seharusnya hanya mengekor kepada ilmu pengetahuan dan teknologi dan menjadi budak
keduanya. Ilmu pengetahuan dan teknologilah yang seharusnya berada di tangan manusia
atau berada di bawah kendali manusia
Kemampuan berpikir dan berimajinasi manusia dalam wujud ilmu pengetahuan dan
teknologi tidak dapat dihentikan, dibendung, atau dimatikan, namun barangkali dapat
dikontrol agar tidak kebablasan. Manusia harus bertanggung jawab terhadap apa yang telah
diperbuatnya. Tanggung jawab bukan saja dalam arti normatif, namun juga dalam arti
kedudukan manusia itu di antara manusia-manusia lain.

2
DAFTAR PUSTAKA
Bintarto, R 1991. Pembangunan Berkelanjutan dalam Perspektif Ekologis. Yogyakarta:
Panitia Seminar Regional SEMA-FPIPS-IKIP

Budianto, Irmayanti M 2002. Realitas dan Objektivitas: Refleksi Kritis atas Cara Kerja
Ilmiah. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Gensler, Harry J 1998. Ethics: A Contemporary Introduction. London and New York.

Hamami, Abbas dan Koento Wibisono. 1986. “Peran Filsafat dalam Wawasan
Lingkungan” dalam Tugas Filsafat dalam Perkembangan Budaya. Slamet Sutrisno (ed.).
Yogyakarta: Liberty

Suriasumantri, Jujun S 1998. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan
LAMPIRAN

2
2
2
2
2
FILSAFAT, ETIKA DAN ILMU:
Upaya Memahami Hakikat Ilmu dalam Konteks Keindonesiaan
Oleh:
Sri Rahayu Wilujeng
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

ABSTRACT

Philosophy emerged in the Greek region about two thousand five hundred years ago
as an effort to seek the truth. This is an important moment for the birth of science.
Philosophy is the mother of science. Science is essentially an attempt to help human
solve the problem. Science should benefit humans’ life. However, due to the
development of science is very rapid paradigm change, not more science to human,
but human for the sciences. Science separated from its ethical dimension, so that
science became lost it’s substantially. Francis Bacon motto that knowledge is power
has led to the loss of Sciences essentially, in turn, will lead to the destruction and
human misery.

Keywords: philosophy, ethics, science, human

A. PENDAHULUAN pengagungan akal di jaman modern.


Menurut Kant kelebihan dan
Setinggi-tinggi bintang di langit
keunggulan manusia dibandingkan
masih tinggi moralitas di dada
manusia.
dengan makhluk lain adalah pada
moralnya. Pada morallah manusia
(Immanuel Kant 1724-1802)
menemukan hakekat
Kalimat di atas merupakan kemanusiaannya.
kata mutiara yang tertulis di batu
nisan makan Immanuel Kant. Kant
adalah salah satu dari sedikit filsuf
(ilmuwan) yang yang intens
membicarakan masalah moral di
tengah- tengah euforia
2
Kepercayaan dan memujaan
akal yang berlebihan masih terus
berlangsung sampai sekarang.
Francis Bacon seorang Empirisme
Inggris mengagungkan semboyan
“Knowledge is power”. Aktivitas
akal yang menghasilkan ilmu
pengetahuan dan teknologi
memang telah kemajuan bagi
kehidupan manusia. Kehidupan
manusia semakin mudah, tingkat
kemakmuran semakin tinggi.
Inilah hasil dari representasi
manusia sebagai Animal
Rasionale. Namun ada pertanyaan
yang mendasar sehubungan
dengan hal ini, apakah benar yang
menjadi keunggulan manusia itu
adalah akalnya, sehingga aspek-
aspek manusia yang lain tidak
perlu dihiraukan? Bagaimana
dengan dampak negatif dari ilmu
pengetahuan. Di dalam
pengembangan ilmu pengetahuan
dan dunia akademis di Indonesia
semboyan
Francis Bacon knowledge is power melahirkan cabang-cabang ilmu,
sebaiknya direvisi menjadi knowledge is yang berkembang menjadi ranting-
power but moral is more.
ranting ilmu, sub-ranting ilmu.
Dalam perkembangannya ilmu
menjadi semakin spesifik dan teknis
B. PEMBAHASAN
yang bergerak sendiri-sendiri yang
1. FILSAFAT
tidak saling menyapa. Dalam
Kata filsafat berasal dari perkembangannya banyak sekali
bahasa Yunani “philosophia” dari permasalahan mendasar muncul
kata “philos” artinya cinta dan yang menyebabkan ilmu semakin
“Sophia” artinya pengetahuan yang jauh dari hakekatnya.
bijaksana. Kemunculan filsafat pada
abad ke 5 SM merupakan
pendobrakan terhadap jaman mitos
pada masa itu. Terjadi revolusi
pemikiran terhadap dominasi jaman
mitos atas klaim kebenaran. Masa
ini merupakan masa penting
dimana akal mulai digunakan
dalam upaya mencari kebenaran,
akal sebagai sarana mencari
kebenaran, akal sebagai sumber
kebenaran. Sejarah pemikiran
memasuki jaman baru yaitu jamam
Logos. Filsafat dikatakan sebagai
mother of science.
Dalam
perkembangannya filsafat

2
Filsafat mempunyai dua sebagai) ilmu memiliki
pengertian: Pertama filsafat ciri-ciri sebagai berikut: Kritis-
sebagai produk: Radikal-Konseptual-Koheren-
mengandung arti filsafat sebagai Rasional- Spekulatif-Sistematis-
jenis ilmu pengetahuan, konsep- Komprehensif-Bebas- Universal
konsep, teori, sistem aliran yang
Di samping filsafat telah
nerupakan hasil
berkembang menjadi ilmu-ilmu
proses berfilsafat. Ke dua
khusus, di dalam filsafat sendiri
filsafat sebagai suatu proses, dalam
mempunyai cabang- cabang yang
hal ini filsafat diartikan sebagai
terus berkembang sesuaia dengan
bentuk aktivitas berfisafat sebagai
perkembangan permasalahan yang
proses pemecahan masalah
dihadapi. Cabang filsafat yang
dengan menggunakan cara
pokok adalah: Ontologi-
dan metode tertentu. (Kaelan: 6-7)
Epistemologi-Metodologi-
Sebagai sebuah ilmu Filsafat
adalah ilmu pengetahuan dengan
objek material adalah: yang “Ada”
mencakup manusia, alam,Tuhan
(anthropos, cosmos, Theos) beserta
problematika di dalamnya,
sedangkan objek formal filsafat
adalah menelaah objek
materialnya secara
mendalam sampai
ditemukan hakekat/intisari
permasalahan. Tidak semua
kegiatan berpikir itu adalah suatu
aktivitas berfilsafat. Kegiatan
berpikir secara
kefilsafatan (dalam arti
Logika-Etika-Estetika. Cabang- berarti sistem ajaran tentang nilai
Cabang filsafat ini merupakan baik buruk. Sedangkan etika adalah
lingkaran pertama, selanjutnya adalah pengkajian secara mendalam
masih adal lingkaran ke dua seperti: tentang sistem nilai yang ada, Jadi
filsafat sosial, filsafat politik, etika sebagai suatu ilmu adalah
filsafat kukum, filsafat ekonomi, cabang dari filsafat yang membahas
filsafat agama, dan lingkaran ke sistem nilai (moral) yang berlaku.
tiga seperti: filsafat ilmu, filsafat Moral itu adalah ajaran system nilai
kebudayaan, filsafat bahasa, filsafat baik-buruk yang diterima
lingkungan. sebagaimana adanya, tetapi etika
adalah kajian tentang moral yang
2. ETIKA (FILSAFAT MORAL)
bersifat kritis dan rasional. Dalam
Etika adalah cabang dari
perspektif ilmu, istilah ajaran moral
filsafat yang membicarakan tentang
Jawa berbeda dengan
nilai baik- buruk. Etika disebut juga
Filsafat Moral. Etika membicarakan
tentang pertimbangan-
pertimbangan tentang tindakan-
tindakan baik buruk, susila tidak
susila dalam hubungan antar
manusia. Etika dari bahasa Yunani
ethos yang berarti watak kesusilaan
atau adat. Sedangkan moral dari
kata mores yang berarti cara hidup
atau adat. Ada perbedaan antara
etika dan moral. Moral lebih tertuju
pada suatu tindakan atau perbuatan
yang sedang dinilai, bisa juga

2
Etika Jawa dalam hal cakupan diklasifikasikan menjadi dua jenis;
pembahasannya. Banyak pendapat pertama etika deskriptif yang
tentang etika, dalam tulisan ini menekan pada pengkajian ajaran
sengaja hanya dikutip sedikit moral yang berlaku, membicarakan
pendapat yang memadai. masalah baik-buruk tindakan
manusia dalam hidup bersama.
“Ethic (from Greek
Ethos Yang ke dua etika normatif, suatu
„character‟ is the systematic kajian terhadap ajaran norma baik
study of the nature of buruk sebagai suatu fakta, tidak
value concept, perlu perlu mengajukan alasan
„good‟, „bad‟, „ought‟, rasional terhadap ajaran itu, cukup
„right‟ , wrong, etc. and of merefleksikan mengapa hal itu
the general principles which sebagai suatu keharusan. Etika
justify us in applaying them normatif
to anything; also called
„moral philosophy‟. “
(Encyclopedia Britanica:
752)

“The term „Ethics is used in


three different but related
ways, signifying 1) a
general pattern or way of
life, 2) a set rules of conduct
or moral code, 3) inquiry
about way of life of rules of
conduct”. (Edwards,
Encyclopedia of
Philosophy: 81)

Secara umum etika


terbagi menjadi dua: etika umum Zubair: 20) Norma ada beberapa
yang membicarakan tentang macam: norma sopan santun, norma
kebaikan secara umum, dan etika hukum, norma kesusilaan (moral),
khusus yang membicarakan norma agama. Masing- masing
pertimbangan baik buruk dalam norma ini mempunyai sangsi.
bidang tertentu. Dalam kehidupan Fenomena yang terjadi dalam
sehari-hari pengertian etika sering masyarakat Indonesia dewasa ini
disamakan dengan moral, bahkan adalah bahwa masyarakat hanya
lebih jauh direduksi sekedar etiket. takut pada norma hukum yang
Moral berkaitan dengan penilaian mempuyai sangsi yang jelas dan
baik-buruk mengenai hal- hal yang tegas yang pelaksanaannya
mendasar yang berhubungan berdasarkan kekuatan memaksa.
dengan nilai kemanusiaan, sedang Sedang norma moral yang
etika pelaksanaannya berdasarkan
/etiket berkaitan dengan sikap kesadaran
dalam pergaulan, sopan santun,
tolok ukur penilaiannya adalah
pantas-tidak pantas.

Di samping itu ada istilah


lain yang berkaitan dengan moral,
yaitu norma. Norma berarti ukuran,
garis pengarah, aturan, kaidah
pertimbangan dan penilaian. Norma
adalah nilai yang menjadi milik
bersama dalam suatu masyarakat
yang telah tertanam dalam emosi
yang mendalam sebagai suatu
kesepakatan bersama (Charis
2
sebagai manusia, tidak ada sangsi Thomas Aquinas berpendapat
yang nyata mulai ditinggalkan. bahwa suatu hukum yang
bertentangan dengan hukum moral
Esensi pembeda antara
akan kehilangan kekuatannya.
manusia dan makhluk lain adalah
pada aspek moralnya. Pada Mengapa manusia harus
beretika/bermoral?
morallah manusia menemukan
esensi kemanusiaannya, sehingga Dalam tulisan ini selanjutnya
etika dan moral seharusnya istilah etika dan moral mempuyai
menjadi landasan tingkah laku arti yang sama untuk merujuk pada
manusia debgan segala penilaian perbuatan baik-buruk
kesadarannya. Ketika norma moral dengan alasan rasional. Kenapa
(moralitas) tidak ditakuti/dihargai manusia dalam kehidupannya harus
maka masyarakat akan kacau.
Moralitas mempunyai nilai yang
universal, dimana seharusnya
menjadi spirit landasan tindakan
manusia. Norma moral muncul
sebagai kekuatan yang amat besar
dalam hidup manusia. Norma
moral lebih besar pengaruhnya dari
pada norma sopan santun
(pendapat masyarakat pada
umumnya), bahkan dengan norma
hukum yang merupakan produk
dari penguasa. Atas dasar norma
morallah orang mengambil sikap
dan menilai norma lain. Norma
lain seharusnya mengalah terhadap
norma moral. (Magnis Suseno: 21)
beretika. Kenapa segala tindakan binatang adalah pada akalnya. Akal
manusia tidak lepas dari penilaian, merupakan unsur pembeda, bukan
sementara makhluk lain tidak? unsur yang membuat manusia lebih
Untuk menjawab pertanyaan ini unggul dengan makhluk lain. Akal
sebaiknya kita telusuri bebarapa memnpunyai dua aspek dalam
anggapan dasar tentang hakekat penggunaannya jika digunakan
manusia. Menurut ahli biologi secara benar akan meningkatkan
Inggris Charles Robert Darwin taraf kemanusiaaannya, tetapi jika
yang juga senada dengan digunakan secara tidak benar akan
Aristoteles bahwa ada menurunkan derajat manusia
perkembangan dari taraf-taraf menjadi binatang bahkan lebih
kehidupan yaitu, benda mati- rendah dari binatang.
tumbuh-tumbuhan- binatang-
manusia. (Sunoto, 63-65 )

Benda mati = tidak


hidup (berkembang) hanya
mengalami perubahan karena
proses tertentu.

Tumbuh-tumbuhan = benda
mati+hidup (berkembang)

Binatang = benda mati+


hidup (berkembang)+nafsu

Manusia = benda mati+


hidup (berkembang)+nafsu+akal

Secara umum yang


membedakan manusia dengan
2
Evolusi kehidupan yang melangsungkan spesies, tetapi
digambarkan oleh Darwin tersebut bagaimana ia dapat bertanggung
lebih didasarkan pada jawab terhadap diri sendiri,
pertimbangan biologi. Akan lebih keluarga, masyarakat
baik jika proses evolusi ini bangsa/Negara dan kemanusiaan
dilanjutkan dengan didasarkan secara umum. Tuntuntan tanggung
pertimbangan humanis-filosofis. jawab ini meyangkut kegiatan
Dengan demikian akhir dari manusia dalam segala bidang.
evolusi kehidupan ini akan
Kenapa hanya manusia yang
menggambarkan sebagai manusia
harus bermoral? Norma moral itu
baik yang terdiri dari unsur:
berlaku mutlak, tetapi tidak
benda
memaksa. Norma moral berlaku
mati+hidup
bagi semua manusia, tidak berlaku
(berkembang)+nafsu+akal+moral.
bagi
Kekuatan moral dibutuhkan
untuk mengendalikan akal dan
nafsu sehingga kehidupan manusia
menjadi lebih bermakna. Mengapa
manusia harus bermoral/beretika?
Jawabannya adalah karena
manusia makhluk yang berakal,
segala perbuatan, tindakan, dan
perkataan manusia harus
dipertanggungjawabkan. Perbuatan
makhluk berakal senantiasa dinilai.
Perbuatan yang bernilai itulah
yang menjadikan kehidupan
manusia menjadi bermakna. Hidup
manusia tidak hanya sekedar
hewan, karena hanya manusia yang kesadarannya. Alasan dasar dan
berakal. Semua tindakan manusia rasional mengapa manusia harus
dalam segala bidang itu senantiasa menggunakan moral/etika sebagai
menghadapi penilaian. Tindakan landasan segala tindakannya adalah
manusia selalu dinilai, dan setiap karena dia berakal dan mempunyai
saat iapun selalu menilai. Apakah kesadaran. Sebagai contoh: Ada
semua manusia sebagai makhluk seekor kucing yang lapar, di
yang berakal dikenai norma depannya ada makanan yang biasa
moral/etika? Jawabnya adalah dimakannya, tanpa banyak
tidak. Moral dan etika hanya pertimbangan dia tentu akan segera
dikenakan pada manusia yang menyantapnya. Berbeda dengan
akalnya berfungsi, manusia yang manusia, walaupun ia lapar
mempunyai kesadaran (kesadaran
dalam hal ini tidak dalam arti
medis, tetapi psikologis- filosofis).

Penilaian hanya ditujukan


bagi manusia yang mempunyai akal
dan sudah mempunyai kesadaran.
Penilaian moral tidak dikenakan
pada orang yang hilang ingatan,
gila, sehingga tidak mempunyai
kesadaran atau anak kecil yang
kesadarannya belum tumbuh.
Manusia dengan kriteria ini tidak
dikenai tanggung jawab terhadap
atas segala tindakannya, kalau
dikenai tindakan maka harus
disesuaiakan dengan taraf
2
di hadapannya ada makanan lezat membedakan yang mana yang
ia tidak akan langsung menjadi haknya dan yang mana
menyantapnya. Berbagai macam bukan, namum koruptor bisa
pertimbangan akan menjadi dasar membedakan hanya saja ia tidak
apakah ia akan menyantap mau tahu.
makanan di depannya, apakah ia
Moral mutlak berlaku bagi
berhak menyantapnya, apakah
manusiadalam hidup bersama.
makannya harus sekarang,
Manusia adalah makhluk yang
bagaimana cara menyantapnya dan
berbudaya. Kebudayaan ini hanya
lain- lain. Manusia bermoral tidak
bisa tumbuh dalam hidup bersama.
akan memakan apa yang bukan
Manusia adalah Animal
haknya, manusia bermoral akan
Sociale/Zoon Politicon. Manusia
mampu mengendalikan nafsu
adalah
untuk makan, manusia juga akan
menggunakan kaidah kepantasan
dalam hal cara melakukan sesuatu.
Mungkin hal ini dianggap sepele,
justru inilah harus disadari bahwa
untuk hal yang kecil dan aktivitas
sehari-hari saja banyak sekali
pertimbangan, apalagi untuk
masalah yang lebih besar dan
mendasar. Sebagai contoh koruptor
secara hakiki bisa dikatakan bukan
manusia, tetapi seperti binatang,
karena ada beberapa spesies
binatang yang mempunyai otak
memadai sehingga mempunyai
kecerdasan, bahkan lebih rendah
dari binatang. Binatang tidak bisa
makhluk yang hidup bersama-sama pendekatan suatu ilme terhadap objeknya

dengan manusia lain, Ia 2. Bermetode, yaitu prosedur/cara tertentu

membutuhkan manusia lain. suatu ilmu dalam usaha mencari kebenaran

Makhluk berbudaya merupakan 3. Sistematis, ilmu pengetahuan seringkali


resultante dari hakekat manusia terdiri dari beberapa unsur tapi tetap

sebagai Animal Sociale, Animal merupakan satu kesatuan. Ada hubungan,


keterkaitan antara bagian yang satu dengan
Rasionale dan makhluk yang
bagian yang lain.
bermoral.

C. ILMU PENGETAHUAN DAN


ETIKA

Sekilas tentang Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan yang


dalam bahasa Inggris science,
bahasa lati scientia berarti
mempelajari atau mengetahui. Ilmu
pengetahuan berbeda dengan
pengetahuan (episteme). Ilmu
pengetahuan bisa berasal dari
pengetahuan tetapi tidak semua
pengetahuan itu adalah ilmu. Ada
beberapa syarat suatu pengetahuan
dikategorikan ilmu. Menurut I.R.
Poedjowijatno ilmu pengetahuan
memiliki beberapa syarat: (Abbas
Hamami: 4)

1. Berobjek: objek material sasaran/bahan


kajian, objek formal yaitu sudut pandang

2
4. Universal, ilmu diasumsikan berlaku kepastian kebenaran, yang ada
secara menyeluruh, tidak meliputi tempat
hanya tingkat probabilitas yang
tertentu atau waktu tertentu. Ilmu
tinggi.
diproyekasikan berlaku seluas-luasnya.

Adapun ilmu pengetahuan Nilai-Nilai dalam Ilmu Pengetahuan

memilki beberapa sifat: 1.terbuka: Dalam sejarah


ilmu terbuka bagi kritik, perkembangan ilmu pengetahuan
sanggahan atau revisi baru dalam terdapat masalah mendasar yang
suatu dialog ilmiah sehingga sampai sekarang menjadi
menjadi dinamis. 2.milik umum, perdebatan panjang yaitu masalah
ilmu bukan milik individual apakah ilmu itu
tertentu termasuk para penemu
teori atau hukum. Semua orang
bisa menguji kebenarannya,
memakai, dan menyebarkannya.
3.objektif: kebenaran ilmu sifatnya
objektif. Kebenaran suatu teori,
paradigma atau aksioma harus
didukung oleh fakta-fakta yang
berupa kenyataan. Ilmu dalam
penyusunannya harus terpisah
dengan subjek, menerangkan
sasaran perhatiannya sebagaimana
apa adnya. 4.relatif: walaupun ilmu
bersifat objektif, tetapi kebenaran
yang dihasilkan bersifat
relative/tidakl mutlak termasuk
kebenaran ilmu-ilmu alam. Tidak
ada kebenaran yang absolut yang
tidak terbantahkan, tidak ada
bena nilai atan tidak. Ada dua sikap Yang ke dua kecenderungan
dasar. Pertama kecederungan pragmatis. Ilmu pengetahuan tidak
puritan-elitis, yang beranggapan hanya semata-mata mencari
bahwa ilmu itu bebas nilai, kebenaran. Ilmu pengetahuan harus
bergerak sendiri (otonom) sesuai berguna untuk memecahkan
dengan hukum-hukumnya. persoalan hidup manusia.
Tujuan Kebenaran ilmiah tidak hanya logis-
ilmu rasional, empiris, tetapi juga
pengetahuan adalahuntuk ilmu pragmatis. Kebenaran tidak ada
pengetahuan itu sendiri. Motif artinya kalau tidak berguna bagi
dasar dari ilmu pengetahuan adalah manusia. Semboyan dasar dasar dari
memenuhi rasa ingin tahu dengan sikap pragmatis ini adalah bahwa
tujuan mencari kebenaran. Sikap ilmu pengetahuan itu untuk
seperti ini dimotori oleh Aristoteles manusia.
yang kemudian dilanjutkan oleh
ilmuwan- ilmuwan ilmu alam. Ilmu
harus otonom, tidak boleh tunduk
pada nilai-nilai di luar ilmu sseperti
nilai agama, nilai moral, nilai
sosial, kekuasaa. Jika ilmu tunduk
pada nilai-nilai di luar dirinya maka
tidak akan didapatkan kebenaran
ilmiah objektif dan rasional. (Sony
Keraf: 150) Ilmu pengetahuan tidak
akan berkembang. Ia hanya
sekumpulan keyakinan-keyakinan
tanpa didukung argument yang
objektif dan rasional.
2
Ke dua kubu yang Context of discovery adalah
bertentangan ini mempunyai konteks di mana ilmu pengetahuan
asumsi yang berbeda, tetapi itu ditemukan. Dalam konteks ini
bukannya tidak dapat dipadukan. ilmu tidak bebas nilai. Ilmu
Jalan keluar dari kemelut ini pengetahuan selalu ditemukan dan
adalah sintesis ke duanya. berkembang dalam konteks ruang
Berkaitan dengan ilmu harus dan waktu tertentu, dalam konteks
dibedakan Context of justification social tertentu. (Sony Keraf: 154)
dan context of discovery. Context Kegiatan ilmiah mempunyai
of justifiction adalah konteks sasaran dan tujuan yang lebih luas
pengujian ilmiah terhadap hasil dari sekedar menemukan kebenaran
penelitian ilmiah dan kegiatan ilmiah. Ilmu pengetahuan muncul
ilmiah. Dalam konteks ini untuk memenuhi kebutuhan
pengetahuan harus didasarkan manusia sehingga
pada
pertimbangan-
pertimbangan murni yang objetif
dan rasional, tidak boleh ada
pertimbangan lain. Satu-satunya
yang berlaku dan dipakai untuk
pertimbangan adalah nilai
kebenaran. Ia tidak mau peduli
terhadap pertimbangan-
pertimbangan lain di luar dirinya.
Ilmu bersifat otonom. Ilmu yang
berdialog dalam dirinya sendiri itu
bebas nilai. Ia berada di bawah
pertimbangan ilmiah murni. (Sony
Keraf, 155-156)
sejak awal ilmu pengetahuan yaitu demi peningkatan harkat
mempunyai motif dan nilai tertentu. kemanusiaan. Ilmu harus
bermanfaat bagi manusia,
Ilmu pengetahuan dalam
masyarakat, bangsa dan Negara
kontek keIndonesiaan
Indonesia. Namun demikian tolok
Tradisi kegiatan ilmiah di ukur manfaat itu tidak hanya
Indonesia memang belum mapan sekedar manfaat pragmatis yang
sebagaimana tradisi di dunia Barat. sesaat atau untuk kepentingan
Justru itu masalah nilai dan ilmu ini tertentu, sehingga ilmu kehilangan
harus dipahami sejak awal sebagai idealismenya. Ilmu yang
suatu koridor bagi kehidupan dikembangkan harus tetap objektif
ilmiah di Indonesia. Bangsa bermanfaat bagi seluruh umat
Indonesia mempunyai sistem nilai manusia dan tidak boleh
sendiri yang melandasi berbagai bertentangan dengan nilai
bidang kehidupan termasuk Pancasila, yaitu nilai teositas,
kehidupan ilmiah. Pancasila
sebagai core value dalam
kehidupan ilmiah adalah suatu
imperative Ilmu dalam konteks
pengujian, dalam proses dalam
dirinya sendiri memang harus bebas
nilai, objektif rasional, namun di
dalam proses penemuannya dan
penerapannya ilmu tidak bebas
nilai. Ilmu harus memperhatikan
nilai-nilai yang ada dan berlaku di
masyarakat. Ilmu harus
mengemban misi yang lebih luas

2
nilai humanitas, nilai integritas sehingga berjalan harmonis. Ilmu
kebangsaan, nilai demokrasi dan pengetahuan yang dikembangkan
nila keadilan sosial. (Sri Rahayu tidak boleh menghancurkan dan
Wilujeng, 2012, Draf materi membahayakan integritas nasional
Filsafat Ilmu dalam Pendidikan bangsa Indonesia. Sila ke empat
Kharakter bagi Mahasiswa Baru mengandung pengertian bahwa
2012) ilmu pengetahuan yang
dikembangkan tidak boleh hanya
Sila Ketuhanan Yang Maha
diputuskan atau dikendalikan
Esa mengandung makna bahwa
segelintir orang. Berbagai pendapat
manusia tidak hanya semata-mata
para pakar di bidangnya harus
mengakui dan menghargi
dipertimbangkan, sehingga
kemampuan rasionalitas manusia
menghasilkan suatu pertimbangan
semata tetapi juga menginsyafi
bahwa ada kekuatan lain yang
lebih besar. Manusia tidak hanya
dihargai karena aktifitas akalnya
saja tetapi juga aspek- aspek lain
yang irrasional. Sila kemanusiaan
yang adil dan beradab,
mengandung makna bahwa ilmu
pengetahuan harus dikembalikan
pada fungsi semula utuk
kemanusiaan, tidak hanya untuk
kelompok atau sector tertentu (T.
Jacob: 42-43) Sila Persatuan
Indonesia, mempuyai makna
bahwa ilmu pengetahuan walaupun
bersifat universal harus juga
mengakomodasikan yang lokal
yang representatif untuk harus seorang ilmuwan yang menjalankan
mengakomodasi rasa keadilan bagi kegiatan ilmiah. Seperti di paparkan
rakyat banyak. Ia tidak boleh di atas bahwa ilmu itu bebas nilai,
mengabdi pada sekelompok kecil tetapi kegiatan keilmuan itu
masyarakat, apalagi hanhya dilaksanakan oleh ilmuwan di
mengabdi pada kepentingan bawah suatu lembaga/otoritas
penguasa akademis yang menyangkut
berbagai kepentingan, maka harus
Lingkungan akademis adalah
ada nilai-nilai yang menjadi ruh
tempat dimana ilmu pengetahuan
yang mengendalikannya.
itu disemaikan. Dunia akademis di
Dibutuhkan suatu etika ilmiah bagi
Indonesia mempunyai tugas yang
ilmuwan, sehingga ilmu tetap
lebih berat dari sekedar kehidupan
berjalan pada koridornya yang
ilmiah yang hanya menekankan
benar.
aspek rasionalitas. Dunia akademis
Indonesia mempunyai tugas dan
tanggung jawab yang lebih besar.
Dosen bukan hanya sebagai guru
(teacher) sebagai tukang transfer
pengetahuan. Dosen adalah
pendidik yang bertugas untuk
membimbing anak didik menjadi
insan yang pintar dan bermoral. (Sri
Rahayu Wilujeng, 2012, Draft
Materi Filsafat Ilmu dalam
Pendidikan Kharakter bagi
Mahasiswa Baru UNDIP 2012).

Di lain pihak ia adala

2
Sikap ilmiah harus dimiliki oleh
setiap ilmuwan. Perlu di sadari
bahwa sikap ilmiah ini ditujukan
pada dosen, tetapi harus juga ada
pada mahasiswa yang merupakan
out put dari aktivitas ilmiah di
lingkungan akademis. (Ibid.)

1. Sikap ilmiah pertama yang harus


dimiliki oleh setiap ilmuwan
adalah kejujuran dan kebenaran.
Nilai kejujuran dan kebenaran ini
merupakan nilai interinsik yang
ada di dalam ilmu pengetahuan,
sehingga harus integral masuk
dalam etos semua aktor ilmu
pengetahuan di dalam lembaga
akademis. Kejujuran
ini menyangkut proses dalam
kegiatan ilmiah, klaim kebenaran
yang dihsilkan dari proses ilmiah,
maupun dalam penerapan suatu
ilmu pengetahuan. Tanpa
kejujuran tidak akan di dapat
kebenaran sebagaimana apa
adanya, sedangkan motif dasar
ilmu pengetahuan adalah
memenuhi rasa ingin tahu untuk
mendapatkan pengetahuan yang
benar. Sikap jujur & obyektif.
Sikap ilmiah tercermin pada
sikap jujur dan objektif dalam
mengumpulkan faktor dan
menyajikan hasil analisis
fenomena alam dan sosial
melalui cara berpikir logis.
Sikap jujur dan objektif
menghasilkan produk pemikiran
berupa penjelasan yang lugas
dan tidak bias karena
kepentingan tertentu.
2. Tanggung jawab. Sikap ini mutlak
dibutuhkan berkaitan dengan
kegiatan penelitaian maupun
dalam aplikasi ilmu serta, di dalam
aktivitas ilmiah akademis.
3. Setia. Seorang ilmuwan harus setia
pada profesi dan setia pada ilmu
yang ditekuni. Ia harus setiap mandiri, akan tetapi hati dan
menyebarkan kebenaran
yang diyakini walaupun ada
resiko.
4. Sikap ingin tahu.Seorang
intelektual/cendekiawan
memiliki rasa ingin tahu
(coriousity) yang kuat untuk
menggali atau mencari jawaban
terhadap suatu permasalahan
yang ada di sekelilingnya secara
tuntas dan menyeluruh, serta
mengeluarkan gagasan dalam
bentuk ilmiah sebagai bukti hasil
kerja mereka kepada dunia dan
masyarakat awam. karena
mereka merasa bahwa tanggung
jawab itu ada dipundaknya.
5. Sikap kritis. Bagi seorang
cendekiawan, sikap kritis dan
budaya bertanya dikembangkan
untuk memastikan bahwa
kebenaran sejati bisa ditemukan.
Oleh karena itu, semua
informasi pada dasarnya
diterima sebagai input yang
bersifat relative/nisbi, kecuali
setelah melewati suatu standard
verifikasi tertentu.
6. Sikap independen/mandiri.
Kebenaran ilmu pengetahuan
pada hakekatnya adalah sesuatu
yang obyektif, tidak ditentukan
oleh imajinasi dan kepentingan
orang tertentu. Cendekiawan
berpikir dan bertindak atas dasar
suara kebenaran, dan oleh
karenanya tidak bisa dipengaruhi
siapapun untuk berpendapat
berbeda hanya karena ingin
menyenangkan seseorang. Benar
dikatakan benar, salah dikatakan
salah, walaupun itu adalah hal
yang pahit.
7. Sikap terbuka. Walaupun
seorang cendekiawan bersikap

2
pikirannya bersifat terbuka, dinamis dan berusaha dan
baik terhadap pendapat yang berkreasi dalam bentuk nyata
dengan hasil-hasil dari buah
berbeda, maupun pikiran-
pemikiran dan penelitian untuk
pikiran baru yang dikemukakan mengubah kondisi masyarakat
oleh orang lain. Sebagai dari zero to hero. (Tim
ilmuwan, dia akan berusaha
memperluas wawasan teoritis
dan keterbukaannya kepada
kemungkinan dan penemuan
baru dalam bidang keahliannya.

Seorang

cendekiawan

akan mengedepankan sikap


bahwa ilmu, pengetahuan, dan
pengalaman bersifat tidak
terbatas dan akan senantiasa
berkembang dari waktu ke
waktu. Dia tidak akan selalu
belajar sampai “ke negeri
China”bahkan sampai akhir
hayat.

8. Sikap rela menghargai karya&


pendapat orang lain Seeorang
cendekiawan bersedia berdialog
secara kontinyu dengan
koleganya dan masyarakat
sekitar dalam keterlibatan yang
intensif dan sensitif.
9. Sikap
menjangkau
kedepan.Cendekiawan adalah
pemikir-pemikir yang memiliki
kemampuan penganalisisan
terhadap masalah tertentu atau
yang potensial dibidangnya.
“Change maker” adalah orang
yang membuat perubahan atau
agar perubahan di dalam
masyarakat. Mereka memiliki
tanggung jawab untuk
mengubah masyarakat yang
statis menjadi masyarakat yang
2
Pendidikan Karakter 2012, Draft Materi Pendidikan Karakter bagi Mahasiswa baru
2012)

D. KESIMPULAN
Ada hubungan yang sangat erat antara filsafat, etika dan ilmu. Ilmu yang
bergerak otonom tidak boleh meninggalkan landasan filosofisnya. Landasan
filosofis ini menjadikan ilmu masih tetap pada hakekat keilmuannya. Ilmu
sebabagi bidang yang otonom tidak bebas nilai. Ia selalu berkaitan dengan nilai-
nilai etika terutama dalam penerapan ilmu. Etika sebagai salah satu cabang dalam
filsafat akan memberikan arahan (guiedence) bagi gerak ilmu, sehingga
membawa kemanfaatan bagi manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas Hamami Mintarejda, 1987, Epistemologi, Fakultas Filsafat Universitas


Gadjah Mada, Yogyakarta

Achmad Charis Zubai, 1987, Kuliah Etika, Rajawali, Jakarta

Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, 2010, Filsafat Ilmu, Rineka Cipta, Jakarta

Harun Hadiwijono, 1987, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Kanisius, Yogyakarta

Kaelan, 1987, Pancasila Yuridis Kenegaraan, Liberty, Yogyakarta


Kuhn, Thomas S.,1993, The Structure of Scientific Revolution, terjemahan Tjun Sujarman, Remaja
Rosdakarya, Bandung

Noor Ms. Bakry, 1997, Orientasi Filsafat Pancasila, Liberty, Yogyakarta

Magnis-Suseno, Franz, Etika Dasar, 1990, Kanisius, Yogyakarta

Notonagoro, 1974, Pancsila Dasar Falsafah Negara, Pantjuran Tujuh, Jakarta

, 1987, Pancasila Ilmiah Populer, Bina Aksara Jakarta

Sony Keraf dan Mikhael Dua, 2001, Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis, Kanisius,
Yogyakarta

Sunoto, 1987, Mengenal Filsafat Pancasila: Pendekata melalui Metafisika, Logika dan Etika,
Hadinata, Yoyakarta

T. Jacob, 1993, Manusia Ilmu dan Teknologi, Tiara Wacana Yogyakarta

The Liang Gie, 1999, Pengantar Filsafat Ilmu, Liberty, Yogyakarta

Tim Penyusun Fakultas Filsafat UGM, 1997, Filsafat Ilmu, Intan Pariwara,
Klaten

Anda mungkin juga menyukai