FILSAFAT ILMU
SKOR :
2
NOVEMBER 2020
Kata pengantar
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3
B. Peran Filsafat..............................................................................................4
C. Filsafat Etika..............................................................................................5
D. Dekadensi Moral...........................................................................................6
A.Kesimpulan.................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................9
2
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada mini riset ini adalah bagaimana peranan filsafat dalam
menghadapi dekadensi moral ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan mini riset ini adalah untuk mengetahui peranan filsafat
dalam menghadapi dekadensi moral.
2
BAB II
PEMBAHASAN
B. Peran Filsafat
Irmayanti M Budianto (2002: 15-16) pernah mencatat beberapa peran filsafat,
baik dalam kehidupan maupun dalam bidang keilmuan: pertama, filsafat atau
berfilsafat mengajak manusia bersikap arif dan berwawasan luas terdapat pelbagai
masalah yang dihadapinya, dan manusia diharapkan mampu untuk memecahkan
masalah-masalah tersebut dengan cara mengidentifikasinya agar jawaban-jawaban
dapat diperoleh dengan mudah. Kedua, berfilsafat dapat membentuk pengalaman
kehidupan seseorang secara lebih kreatif atas dasar pandangan hidup dan atau ide-ide
yang muncul karena keinginannya. Ketiga, Filsafat dapat membentuk sikap kritis
seseorang dalam menghadapi permasalahan, baik dalam kehidupan sehari-hari
maupun dalam kehidupan lainnya (interaksi dengan masyarakat, komunitas, agama,
dan lain-lain) secara lebih rasional, lebih arif, dan tidak terjebak dalam fanatisme
yang berlebihan. Keempat, terutama bagi para ilmuwan ataupun para mahasiswa
dibutuhkan kemampuan untuk menganalisis, analisis kritis secara komprehensif dan
sistematis atas berbagai permasalahan ilmiah yang dituangkan di dalam suatu riset,
penelitian, ataupun kajian ilmiah lainnya.
Dalam pandangan Hamami dan Wibisono (1986: 126-27), filsafat melalui
metode-metode pemikirannya tidak akan dapat langsung mempersembahkan
programme-programme kebijakan yang manfaatnya dapat dinikmati secara praktis
dan konkret sebagaimana halnya dengan ekonomi, teknik dan ilmu-ilmu terapan
yang lainnya. Segi kelemahan filsafat, dalam arti sifat dan coraknya yang abstrak
dengan lemparan analisis-analisis kritisnya yang sering tidak tersentuh oleh mereka
yang telah terbiasa untuk berpikir secara praktis, merupakan salah satu sebab
mengapa para ahli filsafat terisolir dan jarang diajak untuk berpartisipasi dalam
penentuan strategi pembangunan, apalagi dalam pelaksanaan programme-programme
kegiatan yang sudah bersifat teknis operasional.
Peranan filsafat adalah menunjukkan adanya perspektif yang lebih dalam dan
luas, sehingga kehadirannya akan disertai dengan berbagai alternatif penyelesaian
untuk ditawarkan mana yang paling sesuai dengan perubahan waktu dan keadaan
(Hamami dan Wibisono, 1986: 127). Demikian pula halnya apabila kita berbicara
mengenai peran filsafat dalam menghadapi dekadensi moral. Filsafat mungkin hanya
dapat menjelaskan sebab-sebab munculnya dekadensi moral, menjelaskan caracara
mengatasi sebab-sebab tersebut, menerangkan cara-cara penanganan dekadensi
moral. Sementara pelaksanaannya sendiri sangat tergantung kepada manusianya
sendiri.
C. Filsafat Etika
Filsuf era modern, WillDurant ( dalam Biyanto,2015 :40-41) menyebut lima
cabang yang dikaji dalam filsafat, meliputi : logika(logic), estetika (esthetic), etika
(ethics), politik (politics), dan metafisika(metaphysics). Etika adalah studi tentang
prilaku ideal. Etika juga bias dimaknai filsafat tentang tingkah laku yang baik dan
buruk. Dalam perspektif etika akan diketahui mana perbuatan yang dianggap baik
dan mana yang dianggap buruk.
Di dunia Islam, kajian filsafat etika sungguh marak karena merupakan bagian
dari ajaran-ajaranIslam. Islam menganjurkan umatnya untuk beraklak dengan akhlak
akhlak yang baik (al-akhlaq alkarimah), bukannya akhlak-akhlak yang buruk (al-
akhlaq al-mukrihah). Menurut Al-Ghazzali, tindakan manusia (baik atau buruk)
tergantung pada 4 kekuatan yang selalubergulat dan bertarung dalam diri manusia.
Apakah 4 kekuatan itu? Pertama, kekuatan Syahwat. Kedua, Kekuatan Ghadhab;
Ketiga, kekuatan Idrak dan ‘Ilm; Terakhir, kekuatan Syaithaniyyah. Kekuatan
2
Syahwat adalah kekuatan dalam diri manusia yang memungkinkan tubuh fisiknya
mendapatkan apa yang baik baginya, seperti rasa lapar, rasa haus, rasa ingin bercinta,
dan lain – lain. Kekuatan Ghadhab ialah kekuatan dalam diri manusia yang
memungkinkan tubuh fisiknya mengusir atau menghindari apa yang berbahaya
baginya, seperti rasa marah dan rasa ingin berkelahi, dan lain-lain Sedangkan
kekuatan Idrak dan kekuatan ‘Ilm adalah kekuatan dalam diri manusia yang
merupakan alat mempersepsi dan alat memahami apa yang baik bagi manusia
Terakhir ialah kekuatan Syaithaniyyah, yaitu kekuatan dalam diri manusia yang
menghasut dan memperdaya kekuatan Syahwat dan Ghadhab untuk berontak dari
kekuatan Idrak dan kekuatan ‘Ilm tadi (Fery hidayat ,2016:22)
D. Dekadensi Moral
Menurut Gusti Bagus (hal 49) Perkembangan sejarah manusia selalu diwarnai
oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang melingkupinya. Hal ini
tentunya berbanding lurus dengan upaya manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari – hari. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat
mendorong manusia mendayagunakan sumberdaya alam lebih efektif dan efisien.
Namun , bertolak belakang dengan pernyataan tersebut , perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang mungkin tidak terbatas didasari oleh perkembangan intelektual manusia
yang terjadi terus menerus untuk mencapai kebahagiaan hidupnya. Apakah memang manusia
akan mencapai kebahagiaan dengan ilmu pengetahuannya? Ini merupakan pertanyaan
normatif yang sifatnya relatif. Apakah juga penemuan-penemuan teknologi baru sebagai
terapan ilmu pengetahuan dapat bermanfaat bagi kebahagiaan manusia ataukah sebaliknya
akan menimbulkan suatu bencana? Di sinilah letak pokok permasalahannya, karena ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak hanya menjanjikan kemudahan bagi kehidupan manusia, ia
juga memberikan ancaman bagi kehidupan dan menurunnya nilai-nilai moral manusia itu
sendiri apabila ia tidak mampu dikelola dengan baik
Menurut Hamami dan Wibisono (1986: 130), ilmu pengetahuan dengan teknologi
modernnya telah menimbulkan rasionalisasi dan sekularisasi dalam kehidupan
bermasyarakat yang berujung kepada hancurnya nilai-nilai sakral-etis yang selama ini
dijadikan panutan hidup, hilangnya kewibawaan orang tua, pemimpin-pemimpin masyarakat,
lembaga pendidikan dan agama, menyebabkan timbulnya ‘pencemaran mental’. Dengan
kebanggaan kepada ilmu pengetahuan dan teknologi modernnya, manusia menaklukkan
alam lingkungannya dan memeras kekayaannya. Padahal kekayaan alam ada batasnya yang
akan habis bila terus menerus diperas.
Ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai ‘para aparaturnya’ pembangunan juga
sering kali memunculkan pengaruh-pengaruh negatif sebagai berikut: menurunnya aspek
moral dari sebagian rakyat. Manakala kita membaca surat kabar atau mendengar berita dapat
dipastikan ada berita pembunuhan, perampokan, perkosaan, penipuan, pemerasan, dan
sebagainya yang kita ketemukan; menurunnya nilai-nilai budaya terutama mengenai moral
dan perilaku orangnya. Terkadang kita membaca dalam berita surat kabar atau melihat
tayangan televisi yang memberitakan adanya seorang kakek yang mencumbui cucunya, dan
incest antara saudara sekandung (Bintarto, 1991: 7-8)
A. Kesimpulan
Suatu kenyataan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi telah banyak berjasa untuk
membantu manusia dalam kehidupan kesehariannya. Akan tetapi, adalah suatu kenyataan
yang tidak dapat diabaikan begitu saja pula adanya pengaruh negatif dari keduanya berupa
menurunnya atau bahkan hancurnya nilai-nilai moral. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan
dan teknologi juga berpengaruh negatif pada terjadinya dekadensi moral. Pengaruh negatif
yang muncul dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak seharusnya membuat
manusia pesimis bahkan menyerah terhadap perkembangan tersebut. Manusia tidak
seharusnya hanya mengekor kepada ilmu pengetahuan dan teknologi dan menjadi budak
keduanya. Ilmu pengetahuan dan teknologilah yang seharusnya berada di tangan manusia
atau berada di bawah kendali manusia
Kemampuan berpikir dan berimajinasi manusia dalam wujud ilmu pengetahuan dan
teknologi tidak dapat dihentikan, dibendung, atau dimatikan, namun barangkali dapat
dikontrol agar tidak kebablasan. Manusia harus bertanggung jawab terhadap apa yang telah
diperbuatnya. Tanggung jawab bukan saja dalam arti normatif, namun juga dalam arti
kedudukan manusia itu di antara manusia-manusia lain.
2
DAFTAR PUSTAKA
Bintarto, R 1991. Pembangunan Berkelanjutan dalam Perspektif Ekologis. Yogyakarta:
Panitia Seminar Regional SEMA-FPIPS-IKIP
Budianto, Irmayanti M 2002. Realitas dan Objektivitas: Refleksi Kritis atas Cara Kerja
Ilmiah. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Gensler, Harry J 1998. Ethics: A Contemporary Introduction. London and New York.
Hamami, Abbas dan Koento Wibisono. 1986. “Peran Filsafat dalam Wawasan
Lingkungan” dalam Tugas Filsafat dalam Perkembangan Budaya. Slamet Sutrisno (ed.).
Yogyakarta: Liberty
Suriasumantri, Jujun S 1998. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan
LAMPIRAN
2
2
2
2
2
FILSAFAT, ETIKA DAN ILMU:
Upaya Memahami Hakikat Ilmu dalam Konteks Keindonesiaan
Oleh:
Sri Rahayu Wilujeng
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro
ABSTRACT
Philosophy emerged in the Greek region about two thousand five hundred years ago
as an effort to seek the truth. This is an important moment for the birth of science.
Philosophy is the mother of science. Science is essentially an attempt to help human
solve the problem. Science should benefit humans’ life. However, due to the
development of science is very rapid paradigm change, not more science to human,
but human for the sciences. Science separated from its ethical dimension, so that
science became lost it’s substantially. Francis Bacon motto that knowledge is power
has led to the loss of Sciences essentially, in turn, will lead to the destruction and
human misery.
2
Filsafat mempunyai dua sebagai) ilmu memiliki
pengertian: Pertama filsafat ciri-ciri sebagai berikut: Kritis-
sebagai produk: Radikal-Konseptual-Koheren-
mengandung arti filsafat sebagai Rasional- Spekulatif-Sistematis-
jenis ilmu pengetahuan, konsep- Komprehensif-Bebas- Universal
konsep, teori, sistem aliran yang
Di samping filsafat telah
nerupakan hasil
berkembang menjadi ilmu-ilmu
proses berfilsafat. Ke dua
khusus, di dalam filsafat sendiri
filsafat sebagai suatu proses, dalam
mempunyai cabang- cabang yang
hal ini filsafat diartikan sebagai
terus berkembang sesuaia dengan
bentuk aktivitas berfisafat sebagai
perkembangan permasalahan yang
proses pemecahan masalah
dihadapi. Cabang filsafat yang
dengan menggunakan cara
pokok adalah: Ontologi-
dan metode tertentu. (Kaelan: 6-7)
Epistemologi-Metodologi-
Sebagai sebuah ilmu Filsafat
adalah ilmu pengetahuan dengan
objek material adalah: yang “Ada”
mencakup manusia, alam,Tuhan
(anthropos, cosmos, Theos) beserta
problematika di dalamnya,
sedangkan objek formal filsafat
adalah menelaah objek
materialnya secara
mendalam sampai
ditemukan hakekat/intisari
permasalahan. Tidak semua
kegiatan berpikir itu adalah suatu
aktivitas berfilsafat. Kegiatan
berpikir secara
kefilsafatan (dalam arti
Logika-Etika-Estetika. Cabang- berarti sistem ajaran tentang nilai
Cabang filsafat ini merupakan baik buruk. Sedangkan etika adalah
lingkaran pertama, selanjutnya adalah pengkajian secara mendalam
masih adal lingkaran ke dua seperti: tentang sistem nilai yang ada, Jadi
filsafat sosial, filsafat politik, etika sebagai suatu ilmu adalah
filsafat kukum, filsafat ekonomi, cabang dari filsafat yang membahas
filsafat agama, dan lingkaran ke sistem nilai (moral) yang berlaku.
tiga seperti: filsafat ilmu, filsafat Moral itu adalah ajaran system nilai
kebudayaan, filsafat bahasa, filsafat baik-buruk yang diterima
lingkungan. sebagaimana adanya, tetapi etika
adalah kajian tentang moral yang
2. ETIKA (FILSAFAT MORAL)
bersifat kritis dan rasional. Dalam
Etika adalah cabang dari
perspektif ilmu, istilah ajaran moral
filsafat yang membicarakan tentang
Jawa berbeda dengan
nilai baik- buruk. Etika disebut juga
Filsafat Moral. Etika membicarakan
tentang pertimbangan-
pertimbangan tentang tindakan-
tindakan baik buruk, susila tidak
susila dalam hubungan antar
manusia. Etika dari bahasa Yunani
ethos yang berarti watak kesusilaan
atau adat. Sedangkan moral dari
kata mores yang berarti cara hidup
atau adat. Ada perbedaan antara
etika dan moral. Moral lebih tertuju
pada suatu tindakan atau perbuatan
yang sedang dinilai, bisa juga
2
Etika Jawa dalam hal cakupan diklasifikasikan menjadi dua jenis;
pembahasannya. Banyak pendapat pertama etika deskriptif yang
tentang etika, dalam tulisan ini menekan pada pengkajian ajaran
sengaja hanya dikutip sedikit moral yang berlaku, membicarakan
pendapat yang memadai. masalah baik-buruk tindakan
manusia dalam hidup bersama.
“Ethic (from Greek
Ethos Yang ke dua etika normatif, suatu
„character‟ is the systematic kajian terhadap ajaran norma baik
study of the nature of buruk sebagai suatu fakta, tidak
value concept, perlu perlu mengajukan alasan
„good‟, „bad‟, „ought‟, rasional terhadap ajaran itu, cukup
„right‟ , wrong, etc. and of merefleksikan mengapa hal itu
the general principles which sebagai suatu keharusan. Etika
justify us in applaying them normatif
to anything; also called
„moral philosophy‟. “
(Encyclopedia Britanica:
752)
Tumbuh-tumbuhan = benda
mati+hidup (berkembang)
2
4. Universal, ilmu diasumsikan berlaku kepastian kebenaran, yang ada
secara menyeluruh, tidak meliputi tempat
hanya tingkat probabilitas yang
tertentu atau waktu tertentu. Ilmu
tinggi.
diproyekasikan berlaku seluas-luasnya.
2
nilai humanitas, nilai integritas sehingga berjalan harmonis. Ilmu
kebangsaan, nilai demokrasi dan pengetahuan yang dikembangkan
nila keadilan sosial. (Sri Rahayu tidak boleh menghancurkan dan
Wilujeng, 2012, Draf materi membahayakan integritas nasional
Filsafat Ilmu dalam Pendidikan bangsa Indonesia. Sila ke empat
Kharakter bagi Mahasiswa Baru mengandung pengertian bahwa
2012) ilmu pengetahuan yang
dikembangkan tidak boleh hanya
Sila Ketuhanan Yang Maha
diputuskan atau dikendalikan
Esa mengandung makna bahwa
segelintir orang. Berbagai pendapat
manusia tidak hanya semata-mata
para pakar di bidangnya harus
mengakui dan menghargi
dipertimbangkan, sehingga
kemampuan rasionalitas manusia
menghasilkan suatu pertimbangan
semata tetapi juga menginsyafi
bahwa ada kekuatan lain yang
lebih besar. Manusia tidak hanya
dihargai karena aktifitas akalnya
saja tetapi juga aspek- aspek lain
yang irrasional. Sila kemanusiaan
yang adil dan beradab,
mengandung makna bahwa ilmu
pengetahuan harus dikembalikan
pada fungsi semula utuk
kemanusiaan, tidak hanya untuk
kelompok atau sector tertentu (T.
Jacob: 42-43) Sila Persatuan
Indonesia, mempuyai makna
bahwa ilmu pengetahuan walaupun
bersifat universal harus juga
mengakomodasikan yang lokal
yang representatif untuk harus seorang ilmuwan yang menjalankan
mengakomodasi rasa keadilan bagi kegiatan ilmiah. Seperti di paparkan
rakyat banyak. Ia tidak boleh di atas bahwa ilmu itu bebas nilai,
mengabdi pada sekelompok kecil tetapi kegiatan keilmuan itu
masyarakat, apalagi hanhya dilaksanakan oleh ilmuwan di
mengabdi pada kepentingan bawah suatu lembaga/otoritas
penguasa akademis yang menyangkut
berbagai kepentingan, maka harus
Lingkungan akademis adalah
ada nilai-nilai yang menjadi ruh
tempat dimana ilmu pengetahuan
yang mengendalikannya.
itu disemaikan. Dunia akademis di
Dibutuhkan suatu etika ilmiah bagi
Indonesia mempunyai tugas yang
ilmuwan, sehingga ilmu tetap
lebih berat dari sekedar kehidupan
berjalan pada koridornya yang
ilmiah yang hanya menekankan
benar.
aspek rasionalitas. Dunia akademis
Indonesia mempunyai tugas dan
tanggung jawab yang lebih besar.
Dosen bukan hanya sebagai guru
(teacher) sebagai tukang transfer
pengetahuan. Dosen adalah
pendidik yang bertugas untuk
membimbing anak didik menjadi
insan yang pintar dan bermoral. (Sri
Rahayu Wilujeng, 2012, Draft
Materi Filsafat Ilmu dalam
Pendidikan Kharakter bagi
Mahasiswa Baru UNDIP 2012).
2
Sikap ilmiah harus dimiliki oleh
setiap ilmuwan. Perlu di sadari
bahwa sikap ilmiah ini ditujukan
pada dosen, tetapi harus juga ada
pada mahasiswa yang merupakan
out put dari aktivitas ilmiah di
lingkungan akademis. (Ibid.)
2
pikirannya bersifat terbuka, dinamis dan berusaha dan
baik terhadap pendapat yang berkreasi dalam bentuk nyata
dengan hasil-hasil dari buah
berbeda, maupun pikiran-
pemikiran dan penelitian untuk
pikiran baru yang dikemukakan mengubah kondisi masyarakat
oleh orang lain. Sebagai dari zero to hero. (Tim
ilmuwan, dia akan berusaha
memperluas wawasan teoritis
dan keterbukaannya kepada
kemungkinan dan penemuan
baru dalam bidang keahliannya.
Seorang
cendekiawan
D. KESIMPULAN
Ada hubungan yang sangat erat antara filsafat, etika dan ilmu. Ilmu yang
bergerak otonom tidak boleh meninggalkan landasan filosofisnya. Landasan
filosofis ini menjadikan ilmu masih tetap pada hakekat keilmuannya. Ilmu
sebabagi bidang yang otonom tidak bebas nilai. Ia selalu berkaitan dengan nilai-
nilai etika terutama dalam penerapan ilmu. Etika sebagai salah satu cabang dalam
filsafat akan memberikan arahan (guiedence) bagi gerak ilmu, sehingga
membawa kemanfaatan bagi manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, 2010, Filsafat Ilmu, Rineka Cipta, Jakarta
Sony Keraf dan Mikhael Dua, 2001, Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis, Kanisius,
Yogyakarta
Sunoto, 1987, Mengenal Filsafat Pancasila: Pendekata melalui Metafisika, Logika dan Etika,
Hadinata, Yoyakarta
Tim Penyusun Fakultas Filsafat UGM, 1997, Filsafat Ilmu, Intan Pariwara,
Klaten