NIM : 19022108
Resume Pertemuan 9
Problem Solving oleh Evans (1994) diartikan sebagai aktivitas yang dihubungkan dengan
penyeleksian sebuah cara yang cocok untuk tindakan dan mengubah suasana sekarang
menjadi suasana yang dibutuhkan. Artinya dalam setiap tahapan penyelesaian masalah,
dibutuhkan sebuah filter dalam menentukan cara yang baik untuk menyelesaikan masalah
tersebut. Dengan menyaring berbagai persoalan yang ada, seseorang akan dengan mudah
dalam melakukan sebuah proses problem solving dari berbagai masalah yang
dihadapinya.Menurut istilah Mulyasa problem solving adalah suatu pendekatan pengajaran
menghadapkan pada peserta didik permasalahan sebagai suatu konteks bagi siswa untuk
belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan permasalahan, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep esensial dari materi pembelajaran. Metode problem solvingyang
dimaksud adalah suatu pembelajaran yang menjadikan masalah kehidupan nyata, dan
masalah-masalah tersebut dijawab dengan metode ilmiah rasional dan sistematis. Mengenai
bagaimana langkah-langkah dalam menjawab suatu masalah secara ilmiah, rasional dan
sistematis ini akan penulis dalam sub bab di bawah.
Pembelajaran dengan problem solving ini dimaksud agar siswa dapat menggunakan
pemikiran (rasio) seluas-luasnya sampai titik maksimal dari daya tangkapnya.Sehingga siswa
terlatih untuk terus berpikir dengan menggunakan kemampuan berpikirnya. Pada umumnya
siswa yang berpikir rasional akan menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian
dalam menjawab pertanyaan dan masalah. Dalam berpikir rasional siswa dituntut
menggunakan logika untuk menentukan sebab-akibat, menganalisa, menarik kesimpulan, dan
bahkan menciptakan hukum-hukum (kaidah teoritis) dan ramalan-ramalan.
Dari berbagai pendapat di atas metode problem solvingatau sering juga disebut dengan
nama metode pemecahan masalah merupakan suatu cara mengajar yang merangsang
seseorang untuk menganalisa dan melakukan sintesa dalam kesatuan struktur atau situasi di
mana masalah itu berada, atas inisiatif sendiri. Metode ini menuntut kemampuan untuk dapat
melihat sebab akibat atau relasi-relasi diantara berbagai data, sehingga pada akhirnya dapat
menemukan kunci pembuka masalahnya.
Secara garis besar terdapat tiga macam interpretasi istilah pendekatan problem solving
dalam pembelajaran matematika, yaitu :
Ada tiga ciri utama dari pendekatan problem solving (pemecahan masalah) :
kemampuan memahami ruang lingkup masalah dan mencari informasi yang relevan
untuk mencapai solusi
kemampuan dalam memilih pendekatan pemecahan masalah atau strategi pemecahan
masalah di mana kemampuan ini dipengaruhi oleh keterampilan siswa dalam
merepresentasikan masalah dan struktur pengetahuan siswa
keterampilan berpikir dan bernalar siswa yaitu kemampuan berpikir yang fleksibel
dan objektif
kemampuan metakognitif atau kemampuan untuk melakukan monitoring dan kontrol
selama proses memecahkan masalah
persepsi tentang matematika
sikap siswa, mencakup kepercayaan diri, tekad, kesungguh-sungguhan dan ketekunan
siswa dalam mencari pemecahan masalah
latihan-latihan.
Tujuan Problem Solving dalam Pembelajaran Anak Usia Dini
Metode pembelajaran problem solving mengembangkan kemampuan berfikir yang
dipupuk dengan adanya kesempatan untuk mengobservasi problema, mengumpulkan data,
menganalisa data, menyusun suatu hipotesa, mencari hubungan (data) yang hilang dari data
yang telah terkumpul untuk kemudian menarik kesimpulan yang merupakan hasil pemecahan
masalah tersebut. Cara berfikir semacam itu lazim disebut cara berfikir ilmiah. Cara berfikir
yang menghasilkan suatu kesimpulan atau keputusan yang diyakini kebenarannya karena
seluruh proses pemecahan masalah itu telah diikuti dan dikontrol dari data yang pertama yang
berhasil dikumpulkan dan dianalisa sampai kepada kesimpulan yang ditarik atau ditetapkan.
Jadi pendekatan ini pada dasamya merupakan bentuk pembelajaran matematika melalui
konsep pemecaban masalah dan berorientasi pada metode penernuan serta mempunyai ciri
antara lain: guru membantu siswa untuk mengkontruksi pemahamannya tentang matematika.
Guru melakukan pembelajarannya di kelas melalui apa yang disebut dengan "doing math"
yang mencakup ; menciptakan, menduga-duga (trial & error), menyelidiki, menguji, dan
membuktikan. Selain dengan metode penemuan, pendekatan problem solving ini dapat
diberikan kepada siswa di kelas melalui metode-metode yang lainnya yaitu diskusi, tanya
jawab, kerja kelompok, investigasi kelompok, discovery learning, contextual teaching and
learning, matematika realistik dan sebagainya.
Sangatlah penting bagi guru untuk membangun keahlian problem solving dalam diri anak
usia dini, baik mereka itu individu yang berada pada tahap operasional konkrit maupun
formal. Para guru harus membangun berdasarkan pada kemampuan-kemampuan yang
dimiliki oleh para anak usia dini. Para guru juga harus mengenali ketidakmampuan mereka
dalam mengorganisasikan, mensistematisikan dan mendapatan penyelesaian secara efisien
terutama saat dilibatkan dalam beberapa variable atau hubungan.Sehingga tidak terjadi
kesalahan yang fatal baik bagi anak maupun bagi guru yang mengajarkannya.
Menurut piaget pada usia ini anak berada pada tahap operasional konkrit. Sehingga pada
saat guru mengajarkan matematika dengan pendektan problem solving sebaiknya
memperhatikan kondisi perkembangan tersebut. Hal ini sejalan dengan teori Bruner yang
mengatakan bahwa anak usia dini berada pada tahap enactive, iconic dan sebagian sudah
ketahap simbolik. Yang artinya proses pembelajaran yang dilakukan masih harus dibantu
oleh benda-benda konkrit.
Dengan memperhatikan hal-hal diatas penggunaan pendekatan problem solving dalam
pembelajaran matematika untuk anak usia dini sangatlah beragam, tergantung pada
tahapan/tingkat perkembangan anak. Maksudnya bahwa untuk tahapan tertentu dan atau
materi ajar tertentu, bentuk problem solvingnya berbeda-beda.
Terjadinya interak:si antara siswa dengan siswa dan guru dengan siswa.
Terjadinya dialog matematika dan konsensus antar siswa.
Guru hanya memberikan informasi tentang permasalahan dan siswa melakukan
klari:fikasi, interpretasi, dan berusaha mengkonstruksi proses penyelesaian.
Guru menerima benar/salahnya jawaban siswa dalam cara nonevaluati£
Guru membimbing, melatih, memberikan stimulus dengan cara memberikan
pertanyaan-pertanyaan dan mendiskusikan proses pemecahan masalah dengan siswa.
Guru harus tahu kapan menginterpensi siswa dan kapan tidak, dan biarkan dulu siswa
mencobacoba dulu jawabannya.
Dapat mendorong siswa membuat generalisasi tentang aturan dan konsep
matematika.
Dengan melihat karakteristik tersebut pendekatanproblem solving mempunyai sifat yang
variatif, baik bagi siswa maupun bagi gurunya. Secara umum pendekatan problem solving
memberikan peranan sebagai berikut:
Aspek fundamental dalam perkembangan kognitif anak usia dini, salah satunya adalah
problem solving. Pada dasarnya, problem solving adalah sebuah proses intelektual ketika
anak menemukan suatu masalah lalu timbul pemecahan masalah tersebut berupa keputusan
pemikiran atau perbuatan. Dan apabila suatu masalah tidak menjumpai titik temu seperti yang
diharapkan, maka anak akan berpikir kembali dari awal untuk mendapatkan pemahaman dari
masalah yang sedang dihadapi.
Karakteristik dari problem solving itu sendiri ada banyak, salah satunya adalah memori.
Kemampuan Pemecahan Masalah (KMP) memerlukan adanya memori otak yang aktif.
Dimana hal tersebut memungkinkan anak untuk memecahkan masalah dengan mengingat
peristiwa atau kejadian yang pernah dialami. Selain itu, karakteristik problem solving bisa
juga didapat dari kemampuan berkreasi, perhatian atau konsentrasi, serta kecepatan menelaah
informasi.Keterampilan memecahkan masalah merupakan bekal untuk anak mengatasi
kesulitan atau hal-hal baru yang dihadapinya dalam beraktivitas sehari-hari, di sekolah, atau
kelak di masyarakat. Anak menjadi mandiri dan tidak bergantung pada orangtua untuk
menyelesaikan masalah atau kesulitan yang dihadapi. Anak juga terlatih untuk menjadi
kreatif karena dibiasakan untuk menyelesaikan masalah dengan berbagai cara yang dapat
dipikirkannya.
Untuk itu, sangat penting bagi orang tua maupun pendidik untuk mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah yang dihadapi anak. Karena tidak hanya berguna untuk
menyelesaikan masalah mereka sehari-hari, keterampilan problem solving juga bermanfaat
saat anak harus mengeksplorasi dunianya, atau mengerjakan tugas-tugas di sekolah. Dan
yang paling penting, problem solving dapat mengembangkan kemampuan kognitif anak,
sehingga pastinya akan berpengaruh pada prestasi belajarnya.
Keterampilan anak dalam memecahkan masalah, memiliki tahapan tersendiri sesuai dengan
usianya. Untuk itu perlu kita ketahui bagaimana tahapan problem solving anak, supaya
mampu mengasah kemampuan tersebut sehingga anak akan semakin terarah dan tahu kapan
menggunakannya.
Pada usia TK A (4-5 tahun), anak umumnya sudah dapat berpartisipasi dalam kegiatan-
kegiatan bermain variatif yang membutukan pemecahan masalah dalam memainkannya.
Misalnya seperti menyusun puzzle, lompat tali, menyusun balok, atau bermain petak umpet.
Setiap permainan tentunya memiliki aturannya tersendiri. Sehingga anak akan memikirkan
bagaimana cara agar dia dapat bermain dan menyelesaikannya.Dalam hal ini, satu-satunya
peran orang tua atau pendidik hanyalah sebagai pendamping. Biarkan anak bereksplorasi
dengan pemikirannya, sehingga kemampuan problem solvingnya terasah. Kecuali jika anak
benar-benar merasa kesulitan dan memerlukan bantuan, maka boleh membantu namun
dengan syarat tidak mendominasi. Dalam artian, berikan petunjuk supaya anak dapat
berusaha melakukan sendiri tanpa bantuan orang lain.
Seiring dengan bertambahnya usia anak, kemampuan dalam memahami masalah juga akan
bertambah. Begitu juga ketika sudah memasuki usia 5-6 tahun, rasa ingin tahu anak akan
semakin menjadi-jadi. Hal itu yang menyebabkan anak mulai bermain dengan tujuan rasa
ingin tahu terhadap akibat dari tindakannya. Seperti ketika memukul alat musik yang
menghasilkan bunyi. Anak akan terus memperhatikan sebab-akibat dan mengulanginya
kembali jika hal tersebut dirasa menyenangkan.
Daftar Pustaka
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta