Anda di halaman 1dari 17

BAB III TEGANGAN, HUKUM HOOKE DAN MOMEN

Pendahuluan
Dalam bab ini, membicarakan kekuatan bahan terhadap beban dari luar.
Material dikatakan kuat apabila tidak terjadi perubahan ukuran, dengan kata lain
bahan tidak mengalami deformasi plastis. Besar kecilnya perubahan bentuk
ditentukan oleh jenis bahan dan besar serta jenis beban.
Momen inersia dapat diartikan sebagai sifat yang menunjukkan kemampuan
setiap bahan untuk menahan perubahan yang disebabkan oleh pengaruh momen dari
luar. Secara matematis dinyatakan bahwa momen inersia benda terhadap suatu titik
atau garis berbanding lurus dengan massa dan kuadrat jaraknya. Momen inersia luas
terhadap suatu titik atau garis, besarnya juga berbanding lurus dengan luas dan
kuadrat jaraknya. Momen inersia disebut juga sebagai momen kelembaman.

3.1. Jenis-Jenis Pembebanan


Ditinjau dari arahnya, beban dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
1. Beban Aksial
Beban atau gaya aksial arahnya berimpit dengan sumbu. Beban aksial dapat
berupa gaya tarik atau berupa gaya tekan (gambar 5.1).
2. Beban Tangensial
Beban atau gaya tangensial arahnya tegak lurus terhadap sumbu (gambar 5.2).
3. Beban Gabungan
Beban atau gaya gabungan terjadi karena gaya yang bekerja gabungan antara
gaya aksial dengan gaya tangensial (gambar 5.3).

Gbr 5.1. Beban aksial Gbr 5.2 Beban tangensial Gbr 5.3. Beban gabungan

35
Apabila dilihat dari perubahan beban atau gaya yang bekerja, maka beban
dapat dibedakan menjadi beban statis, dan dinamis. Beban dinamis dapat dibedakan
lagi menjadi beban berubah tenang, beban kejut, dan berulang (lihat gambar 5.4, 5.5,
dan 5.6).

Gbr 5.4. Beban statis Gbr 5.5. Beban berubah tenang

Gbr 5.6. Beban kejut berulang

3.2. Jenis-jenis Tegangan


Tegangan dapat diartikan sebagai distribusi beban atau gaya untuk setiap
satuan luas. Besar dan diagram distribusinya berbeda-beda tergantung jenis gaya
yang bekerja. Tegangan tarik ditandai dengan σt, tegangan tekan ditandai dengan σp,
tegangan geser ditandai dengan τg tegangan bengkok atau tegangan lentur ditandai
dengan σb, dan tegangan puntir ditandai dengan τp.

3.2.1. Tegangan Tarik


Apabila batang menerima gaya aksial
yang mengakibatkan perubahan bentuk yang
positif maka akan terjadi tegangan tarik.
Besarnya tegangan, ber-banding lurus
dengan gaya dan berbanding terbalik dengan Gbr. 5.7. Tegangan tarik
luas penampangnya.

36
F
t 
A
F : Gaya tarik (N)
A : Luas penampang (mm2)
σt : tegangan tarik N/mm2

3.2.2. Tegangan Tekan


Pada prinsipnya, tegangan tekan sama dengan tegangan tarik. Perbedaannya
hanya pada arahnya. Tegangan tarik arahnya dan perubahan bentuknya positif,
sedangkan tegangan tekan arah dan perubahan bentuknya negatif.
Besarnya tegangan tekan yaitu gaya
dibagi luas.
F
p 
A
F = Gaya tekan (N)
A = Luas penampang (mm2)
σp = Tegangan tekan (Mpa) Gbr. 5.8. Tegangan tekan

3.2.3. Tegangan Ijin


Tegangan ijin dapat diartikan sebagai, tegangan maksimum bahan yang tidak
diperkenankan untuk dilampaui. Besarnya tegangan ijin berbanding lurus dengan
tgangan maksimum bahan dan berbanding terbalik dengn angka keamanan.
Tegangan ijin serupa dengan tanda tegangan yang lain dan diberi tanda strip (-) di

atasnya. Tegangan tarik ijin ditandai dengan  t, tegangan geser ditandai dengan  g.
Tegangan tarik maksimum  maks
Tegangan tarik ijin =  t = = t
Angka keamanan v
Menentukan teg. tarik ijin max dapat ditentukan berdasarkan tegangan puncak
(ultimate stress), tegangan luluh (yield stress), dan dapat berdasarkan tegangn elastis
(elastic stress). Tegangan tarik ijin dapat dilihat pada gambar 5.9.
Menentukan tegangan ijin berdasarkan tegangan puncak (ultimate stress),
angka keamanan (v) dipakai :

37
(1) Beban statis v = 2 s/d 5
(2) Beban dinamis v = 6 s/d 12
Angka-angka v ini tidak mutlak. Yang
harus diperhatikan bahwa tegangan tarik ijin
besarnya lebih kecil atau sama dengan

tegangan elastis (  t <  e).

3.3. Hukum Hooke


Hooke meneliti sifat mekanis Gbr. 5.9. Tegangan tarik ijin

bahan dengan percobaan tarik (tension


test). Dalam percobaan tarik akan
mendapatkan data sifat bahan yang
meliputi. Kekuatan tarik maksimum,
tegangan luluh, perpanjangan dan
modulus elastisitas bahan.

Untuk benda uji baja, grafik Gbr. 5.10. Diagram tegangan regangan

yang dihasilkan hampir sama dengan grafik seperti yang ditunjukkan gambar 5.10.
Batas batas yang penting antara lain :
a. Batas proporsional (proporsional limit)
Sampai batas proporsional, pertambahan panjang sebanding dengan
pertambahan gaya atau pertambahan tegangan sebanding dengan regangan. Grafik
sampai dengan titik proposional berupa garis lurus. Tegangan pada batas
proporsional disebut tegangan
proporsional (σp).
b. Batas elatis (elastic limit).
Batas elastis yaitu suatu batas,
apabila gaya yang bekerja dilepas
maka benda uji akan kembali kepada
ukuran semula. Sebaliknya apabila
Gbr. 5.11. Daerah elastis

38
gaya telah melampaui titik tersebut, apabila gaya dilepaskan, benda uji tidak kembali
ke ukuran semula. Sifat bahan yang masih dapat kembali ke ukuran semula disebut
deformasi elastis. Sifat bahan yang tidk dapat kembali ke ukuran semula disebut
deformasi plastis. Tegangan pada batas elastis disebut tegangan elastis (σe).
c. Titik luluh atau batas lumer (yield point)
Pada titik lumer terjadi peristiwa bahwa benda uji mengalami pertambahan
panjang tanpa pertambahan gaya. Pada titik lumer ada dua macam yaitu titik lumer
atas dan titik lumer bawah. Tegangan yang terjadi disebut dengan teg lumer (σy).
d. Batas maksimum (ultimate limits)
Pada batas ini menunjukkan gaya yang mampu ditahan oleh bahan tersebut.
Tegangan yang terjadi disebut tegangan maksimum (σmaks) atau teg ultimate (σu).
Tegangan maksimum bahan dipakai standar untuk memberi nama bahan. Baja
yang memiliki tegangan tarik maksimum 370 MPa, maka bahan tersebut disebut
dengan baja 37 atau St 37. baja yang memiliki tegangan tarik maksimum 600 MPa,
maka bahan tersegut disebut dengan baja 60 atau St 60.
e. Batas patah (breaking limits)
Pada batas ini benda uji (speciment) mengalami patah, sebenarnya pada batas
maksimum sudah mengalami patah, tetapi karena masih memiliki energi maka
masih mengalami deformasi. Tegangan pada batas ini disebut tegangan patah.
Dalam percoban ini yang dianalisa oleh Hooke pada batas E. Dalam
prakteknya antara batas P dengan batas E sulit dibedakan, karena titik P merupakan
batas akhir linier dan batas E merupakan awal non linier, maka dari itu titik P dan
titik E dianggap berimpit.
Pada bidang segitiga yang diarsir menunjukkan bahwa tegangn sebanding
dengan regangannya (hukum Hooke).
σ/ε = E
tg θ = σ/ε = E
σ = tegangan tarik (MPa)
ε = regangan (tanpa satuan)
E = modulus elastisitas (MPa)

39
Besarnya σ = F/Ao
ε = Δl / lo
F lo
E
Ao l
F lo
Δl =
Ao E
Δl : pertambahan pajang (mm)
Lo : panjang mula-mula (m)
Ao : luas penampang mula-mula (mm2)
E : modulus Elastisitas (MPa)
Prosentase pertambahan panjang (percent elongation)
panjang setelah putus - panjang mula l l
= x100% = 1 0 x100%
panjang l0
Prosentase pengurangan penampang (percent reduction area)
penampang mula - mula penampang putus A  A1
= x100% = 0 x100%
penampang mula A0

3.4. Modulus Elastis


3.4.1. Angka Poisson
Sebuah batang menerima suatu gaya, maka dimensinya mengalami perubahan.
Perubahan ke arah memanjang disebut perubahan linier, perubahan ke arah
melintang disebut perubahan lateral.
Untuk menentukan regangan linier maupun regangan lateral dapat dilakukan
dengan pengukuran regangan
atau “Strain Gauge”.
Regangan ke arah memanjang
disebut regangan linier (linier
strain) disingkat ε, regangan ke
arah melintang disebut regangan
Gbr. 5.12. Perubahan ukuran
lateral (lateral strain) disingkat δ.

40
Regangan linier
Angka Poisson =
Regangan lateral

1/m atau μ =

Untuk baja 0,25 – 0,33
Besi karbon 0,23 – 0,27

3.5. Momen
3.5.1. Momen Tahanan Bengkok
Besarnya momen tahanan bengkok tergantung jarak serat terhadap sumbu netral.
Untuk y = 0 maka Wb = I x/0 (tak terdifinsikan)
y = kulit terluar, maka Wb akan minimum.
Momen tahanan penampang tertentu seperti tabel 5.1.

Tabel 5.1. Momen tahanan bengkok


Penampang Momen Tahanan Bengkok
a. Empat persegi panjang.
b t2
Wb =
6

b. Bujur sangkar
a3
Wb =
6

c. Lingkaran

 d3
Wb =
32

d. Pipa

(do 4  di 4 )
Wb =
do
di

32 do

41
3.5.2. Tegangan Bengkok Ijin
Pada dasarnya besarnya tegangan bengkok maksimum sama dengan besarnya
tegangan tarik atau tekan maksimum. Yang membedakannya hanya distribusi
tegangannya. Pada tegangan bengkok distribusi tegangannya mulai dari O (di pusat)
hingga maksimum (di kulit terluar), sedangkan pada tegangan tarik murni distribusi
tegangannya di mana-mana sama.
Dengan demikian, tegangan bengkok maksimum yang diijinkan besarnya sama
dengan tegangan tarik atau tekan yang diijinkan.
t maks
b  t 
v
 b : teg. bengkok ijin (MPa)
σtmaks : teg. tarik max bahan (MPa)
v : Angka keamanan (a) teg. tarik (b) teg. Tekan (c) teg.bengkok
Gbr.5.13. Distribusi tegangan

3.5.3. Momen Tahanan Puntir


Momen tahanan puntir dirumuskan sebagai momen inersia polar dibagi
dengan jarak kulit terluar. Untuk penumpang lingkaran, jarak kulit terluarnya adalah
r. Momen tahanan puntir dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2. Momen tahanan puntir
Penampang Momen tahanan puntir
a. Lingkaran

 d3
Wp =
16

b. Pipa

 (do4  di 4 )
Wp =
16 do

42
3.6. Momen Inersia
Untuk menentukan momen inersia terhadap sumbu x dan sumbu y sebagai
berikut: Penampang dengan luas elemen sangat kecil (dA), jarak terhadap sumbu xo
adalah yo, jarak terhadap sumbu yo adalah x0, titik G merupakan titik berat
penampang.
Momen inersia luas elemen terhdp sumbu x0:
dIx0 = dA. Yo 22
A
Ix0 = 
0
y 0 .dA

Momen inersia luas elemen terhadp sumbu y0:


dIyo = dA. xo 22
A
Iyo = 
0
x 0 .dA Gbr. 5.14. Momen Inersia elemen

Momen inersia luas elemen terhadap titik G, disebut inersia polar atau inersia kutub.
dIp0 = dA. ro 22
A
 r .dA
2
Ipo = 0
0

2
x y
2 2
Besarnya r 0
= 0 0

A

2
( x0  y ) dA
2
Jadi Ip0 =
0 0

A A
 x0 dA + 
2 2
Ip0 =
0 0
y
0
dA

Momen inersia sentrifugal atau “product of inertia”, berbanding lurus dengan luas
dan jarak terhadap sumbu x serta y. Momen inersia luas elemen terhadap x0 dan yo :
A
Ix0y0 = 0
x 0 .y 0 .dA

3.6.1. Momen Inersia Luas terhadap Perpindahan Sumbu


Apabila sumbu x dan y merupakan sumbu baru, jarak perpindahannya masing-
masing a terhadap sumbu y dan b terhdap sumbu x. Titik G seagai titik berat luas.
Momen inersia luas terhadap sumbu baru dapt ditentukan sebagai berikut :

43
Momen inersia terhdap sumbu y.
dIy = dA (x0 + a)2
A
Iy = 0
( x 0  a ) 2 dA
A
Iy = 0
( x 02  a 2  2ax 0 )dA
A A A
Iy = 0
x 02 dA  a 2  dA  2ax 0  dA
0 0
Gbr. 5.15. Momen inersia
elemen perpindahan sumbu
A
Iy = Iy0 + a2 A + 2 a x0 0
dA

Karena jarak luas terhadap titik berat luas itu sendiri 0 maka x 0 = 0
Iy = Iy0 + a2 A + 0
Iy = Iy0 + a2. A
Iy = Inersia luas terhadp sumbu Y
Iy0 = Inersia luas terhdap sumbu Y0 = atau disebut Iy asli
a = jarak perpindahan terhadap sumbu y
A = luas
Dengan cara yang sama
Ix = Ix0 + b2 A Ix = inesia luas terhadp sumbu x
Ix0 = Ix asli b = jarak perpindahan terhadap sumbu x
A = luas
Begitu juga untuk momen inersia kutub dan inersia sentrifugal.
Ip = Ip0 + (a2 + b2)A
Dan Ixy = Ix0y0 + a b A
Ip = momen inersia kutub (polar)
Ip0 = momen inersia kutub asli
Ixy = momen inersia sentrifugal
Ix0y0 = momen inersia sentrifugal asli

3.6.2. Momen Inersia empat persegi panjang dan bujur sangkar


Empat persegi panjang, lebarnya b mm dan tebalnya t mm. Momen inersia
empat persegio panjang terhadap sumbu x0 dapat ditentukan dengan menganalisis

44
elemen dengan panjang b dan tebal dy0. jarak terhadap sumbu x0 adalah y0. Luas
elemen dA = b dy0 (lihat gambar 5.16)
Momen inersia elemen terhdap sumbu x0 :
dIx0 = dA y 02 = dy0 b y0
dIx0 = b y0 dy0

Batas y0 dari –t/2 sampai dengan t/2.


t/2
t/2 y3
Ix0 =  b y dy 0 = b 0
2
0
t / 2 3 t / 2

 t 3 / 8  ( t 3 / 8)  b t 3
Ix0 = b  = Gbr. 5.16. Momen inersia
 3  12 empat persegi panjang
Dengan cara yang sama :
t b3
Iy0 =
12
Ix0 = Momen inersia terhadap sumbu x0 atau momen inersia terhadap sumbu
x asli (mm4)
Ix0 = Momen inersia terhadap sumbu y0 atau momen inersia terhadap sumbu
y asli (mm4)
b = lebar empat persegi panjang (mm)
t = tebal empat persegi panjang (mm)
Untuk penampang bujur sangkar dengan sisi a mm, momen inersia terhadap sumbu
x0 dan sumbu y0 sama yaitu :
a4
Ix0 = Iy0 =
12
Ix0 = Momen inersia terhadap sumbu x0 atau momen inersia terhadap sumbu
x asli (mm4)
a = sisi bujur sangkar (mm)

3.6.3. Momen Inersia Lingkaran dan Pipa


Besarnya momen inersia lingkaran terhadap sumbu x0 (Ix0) dan terhadap

45
sumbu dan terhadap sumbu y0 (Iy0) sama, sehingga besarnya momen inersia
polarnya Ip0 = 2 Ix0.
Untuk memudahkan penentuan momen inersia lingkaran terhadap sumbu x0,
ditentukan dulu momen inersia polarnya kemudian baru menentukan momen inersia
terhadap sumbu x0.

Untuk menentukan momen inersia kutub, dianalisis serta yang berbentuk


cincin. Tebal serat dx0, jarak terhdap titik pusat adalah x0.
Luas serat = keliling x tebal
dA = 2 π x0 dx0
Momen inersia terhadap pusat :
dIp0 = dA. x 02

dIp0 = 2 π x0 dx0 x 02

dIp0 = 2 π x 30 dx0
Batasnya dari 0 sampai dengan d/2
d Gbr. 5.17. Momen inersia
Ip0 = 
0
2 x 30 dx 0 lingkaran
d/2
x4 2d 4
Ip0 = 2π 0 =
4 0
4 16

 d4
Ip0 =
32
Ip0 = 2 . Ix0
 d4
Iy0 = Ix0 =
64
Ix0 : momen inersia terhadap x0
Iy0 : momen inersia terhadap y0
Ip0 : momen inersia kutub/polar
d : diameter
Untuk penampang yang berbentuk pipa, yang mempunyai diameter luar do dan
diameter dalam di.

46
Gbr. 5.18. Penampang pipa

Momen inersia terhadap sumbu x0 atau y0 adalah :


.(do 4  di 4 )
Iy0 = Ix0 =
64
 (do 4  di 4 )
Ip0 =
32
Ix0 = momen inersia terhadap sumbu x0
Iy0 = momen inersia terhadap y0.
Ip0 = momen inersia kutub / polar
do = diameter luar
di = diameter dalam

3.6.4. Momen Inersia Profil


Profil-profil seperti profil I, U dan L merupakan gabungan dari beberapa
bidang. Untuk menentukan besarnya momen inersia terhdap sumbu x dan sumbu y
dapta dicari dengan prinsip momen inersia perpindahan sumbu. Untuk profil yang
standar dapat ditentukan dengan melihat tabel profil.
Dalam menentukan momen inersia profil, harus ditentuk koordinat titik
beratnya terlebih dahulu. Jika batas penampang/bidang dinyatakan dalam bentuk
fungsi (lihat gambar 5.19), maka :
Absis titik berat x Ordinat titik berat y

x  x.dA y
 y.dA
 dA  dA

47
Gbr. 5.19. Fungsi
Penampang yang brbentuk profil atau bidang gbungan ditunjukkan pada gambar
5.20. a, b, dan c

(a) Profil L (b) Profil I (c) Profil Las


Gbr. 5.20. Profil
Koordinat titik beratnya dapt ditentukan sebagai berikut :
Absis titik beratnya ( x ) :
A1 x1  A 2 x 2  A 3 x 3  ..... A n x n
x
A1  A 2  A 3  ..........A n

xA
x
A
Ordinat titik beratnya ( y ) :
A1 y1  A 2 y 2  A 3 y3  ..... A n y n
y
A1  A 2  A 3  ..........A n

yA
x
A
A1, A2, A3, dan An, masing-masing luas bidang 1, 2, 3, dan ke n.
x1, x2, x3, dan xn, masing-masing absis bidang
1, 2, 3, dan ke n terhadap sumbu y referensi.
y1, y2, y3, dan yn, masing-masing ordinat bidang
1, 2, 3, dan ke n terhadap sumbu x referensi.

48
3.6.5. Momen Inersia Profil Standar
Momen inersia profil-profil standar seperti profil C dan DiN (differdange)
dapat dilihat pada tabel 3.1 dan tabel 3.2.
Tabel 5.3 Profil DiN (sumber daftar baja)

Ukuran Inersia
DiN h B D t r Ix Iy
4
Mm cm
10 100 100 6,5 11 11 478 184
12 120 120 6,5 11 11 860 184
14 140 140 8 12 12 1520 550
15 150 150 8 12 12 1900 676
16 160 160 9 14 14 2630 958
18 180 180 9 14 14 3830 1360
20 200 200 10 16 15 5950 2140
22 220 220 10 16 15 8050 2840
24 240 240 11 18 17 11690 4150
25 250 250 11 18 17 13300 4690
26 260 260 11 18 17 15050 5280
28 280 280 12 20 18 25760 9010
30 300 300 12 20 18 25760 9010
32 320 300 13 22 20 32250 9910
34 340 300 13 22 20 36940 9910
36 360 300 14 24 21 45120 10810
38 380 300 14 24 21 50950 10810
40 400 300 14 26 21 60640 11710

49
Tabel 5.4. Profil C (sumber daftar baja)

Ukuran Inersia
C h B D T=r R1 Ix Iy
Mm cm4
3 30 33 5 7 3,5 6,4 5,3
4 40 35 5 7 3,5 14,1 9,1
5 50 38 5 7 3,5 26,4 9,1
6½ 65 42 5,5 7,5 4,0 57,5 14,1
8 80 45 6 8 4,0 106 19,4
10 100 50 6 8,5 4,5 206 29,3
12 120 55 7 9 4,5 364 43,2
14 140 60 7 10 5,0 605 62,7
16 160 65 7,5 10,5 5,5 925 85,3
18 180 70 8 11 5,5 1350 114
20 200 75 8,5 11,5 6,0 1910 148
22 220 80 9 12,5 6,5 2690 197
24 240 85 9,5 13 6,5 3600 248
26 260 90 10 14 7,0 4820 317
28 280 95 10 15 7,5 6280 399
30 300 100 10 16 8,0 8030 495
32 320 100 14 17,5 8,8 10870 597
35 350 100 14 18 9,0 12840 570
38 380 102 13,5 16 11,2 15730 613

50
3.7. Penutup
Selesaikan soal-soal berikut ini:
1. Beban 10.000 N, diangkat dengan menggunakan kait. Apabila ulir kait
menggunakan M20, diameter kritisnya 17 mm. Tentukan tegangan tarik yang
terjadi pada ulir kait.

1. Dalam percobaan tarik baja karbon medium, benda uji St 50, diameter mula-
mula 10 mm, panjang mula-mula 50 mm. Panjang setelah putus 63 mm. Gaya
yang bekerja terlihat dalam Gambar.
Tentukan : a. Tegangan maksimum dan nama bahan
b. Tegangan luluh (yield stress)
c. Tegangn elastis (elastic stress)
d. Modulus elastisitas

51

Anda mungkin juga menyukai