Oleh :
SISKA RAHAYU
(NIM : 18043)
Oleh:
SISKA RAHAYU
(NIM : 18043)
Surakarta,........................
Pembuat pernyataan
SISKA RAHAYU
Mengetahui :
Pembimbing I Pembimbing II
LEMBAR PERSETUJUAN
Di Susun Oleh:
SISKA RAHAYU
NIM. 18043
Pada :
Hari :
Tanggal :
Mengetahui :
Pembimbing 1 Pembimbing 2
SISKA RAHAYU
NIM. 18043
Telah di ujikan dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Akademi Keperawatan Insan Husada Surakarta
Ditetapkan di :
Tanggal :
DEWAN PENGUJI
Mengetahui,
Direktur
Akper Insan Husada Surakarta Ka. Prodi D III Keperawatan
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat,
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan
judul “PENGARUH PERAN KELUARGA TERHADAP PENURUNAN EMOSI PADA
PASIEN RISIKO PERILAKU KEKERASAN”
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat banyak
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
2. Siti Nur Solikah, S.Kep.Ns., M.Kes selaku ketua program D III Keperawatan untuk
dapat menyusun Karya Tulis Ilmiah di Akademi Keperawatan Insan Husada
Surakarta.
4. Sri Lestari, S.Kep. Ns., M.Kes selaku pembimbing II yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam
bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Siti Nur Solikah, S.Kep.Ns., M.Kes selaku dosen penguji yang telah banyak
mengarahkan dan memberi dorongan sampai studi kasus ini.
7. Kedua orang tuaku yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk
menyelesaikan.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
1) Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Pengaruh Peran Keluarga Terhadap Penurunan Emosi Pada Pasien
Risiko Perilaku Kekerasan di RSJD Arif Zainudin Surakrta”
2) Tujuan Study Kasus
a) Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh terapi aktivitas kelompok agar tingkat
social pasien meningkat.
b) Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui kemampuan keluarga sebelum berperan
terhadap penurunan emosi pada pasien risiko perilaku
kekerasan..
2) Untuk mengetahui kemampuan keluarga sesudah berperan
terhadap penurunan emosi pada pasien risiko perilaku
kekerasan.
3) Untuk mengetahui pengaruh peran keluarga terhadap
penurunan emosi pada pasien resiko perilaku kekerasan.
C. Manfaat
2. Bagi profesi
Hasil penulisan di harapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan
menjadi sumber acuan dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada
pasien.
3) Bagi penelitian
Menjadikan pengalaman berharga dalam memperluas wawasan
pengetahuan serta mengaplikasikan ilmu yang telah di dapat sebelumnya.
A. Tujuan Teori
Keterangan :
a) Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain
dan memberikan ketenangan.
b) Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternatif
c) Pasih
Individu tidak dapat mengungkpkan perasaannya
d) Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut
tetapi masih terkontrol
e) Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol
3. Etiologi
1). Faktor Predisposisi
Menurut Riyadi dan Purwanto (2012) faktor-faktor yang mendukung
terjadinya perilaku kekerasan adalah
a. Faktor biologis
a). Intinctual drive theory (teori dorongan naluri)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan di sebabkan
oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
b). Psycomatic theory (teori psikomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis
terhadap stimulus eksternal, internal maupun lingkungan.
Dalam hal ini sistem limbik berperan sebagai pusat untuk
mengekspresikan maupun menghambat rasa marah.
b. Faktar psikologis
a). Frustasion aggresion theory (teori agresif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil
akumulasi frustasi yang terjadi apabila keinginan individu untuk
mencapai sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan tersebut dapat
mendorong individu berperilaku agresif karena perasaan frustasi
akan berkurang melalui perilaku kekerasan.
b). Behavioral theory (teori perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat di capai apabila
tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung reinforcement
yang di terima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah. Semua
aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku
kekerasan.
c).Exisential theory (teori eksistensi)
Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan yaitu kebutuhan
dasar manusia apabila kebutuhan tersebut tidak dapat di penuhi
melalui perilaku konstruktif maka individu akan memenuhi
kebutuhannya melalui perilaku destruktif.
2) Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap
individu bersifat buruk. Stressor tersebut dapat di sebabkkan dari luar
maupun dlam. Contoh stressor yang berasal dari luar antara lain
serangan fisik, kehilangan, kematian, krisi dan lain-lain. Sedangkan
dari dalam adalah putus hubungan dengan seseorang yang berarti,
kehilangan rasa cinta, ketakutan terhadap penyakit fisik, hilang
kontrol, menurunnya percaya diridan lain-lain. Selain itu lingkungan
yang terlalu ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan,
tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan.
4. Manifestasi Klinik
a. Emosi : jengkel, marah (dendam), rasa terganggu, merasa takut, tidak
aman dancemas
b. Fisik : muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit
fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.
c. Intelektual : mendominasi, bawel, berdebar, meremehkan.
d. Spiritual : keraguan, kebijakan / keberanian diri, tidak bermoral,
kreativitas terhambat.
e. Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
5. Penatalaksanaan
1. Medis
Menurut Yosep (2015) obat-obatan yang biasa diberikan pada pasien
dengan marah atau prilaku kekerasan adalah :
a. Antianxiety dan sedative hipnotics
Obat-obatan ini dapat mengendalikan gelsah yang akut.
Benzodiazepine seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan
dalam kedaruratan psikiatri untuk menenangkan perlawanan klien.
Obat ini tidak untuk dikonsumsi lama karena dapat menyebabkan
kebingunan dan ketergantungan, juga bisa memperburuk simpton
depresi.
b. Buspirone obat antianxiety : efektif dalam mengendalikan prilaku
kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi.
c. Antidepressant : penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan
prilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood.
Amitriptyline dan Trazodone, menghilangkan agresif yang
berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organik.
d. Lithium efektif untuk agresif karena panik.
e. Antipsychotic : digunakan untuk perawatan prilaku kekerasan.
2. Keperawatan
Menurut Yosep ( 2015 ) perawat dapat mengimplementasikan berbagai
cara untuk mencegah dan mengelola prilaku agresif melalui rentang
intervensi keperawatan.
Gambar rentan intervensi keperwatan
4.Psikofarmakologi
Prilaku Kekerasan
8. Diagnosa keperawatan
Perilaku kekerasan
9. Fokus Intervensi
Menurut Keliat (2015) intervensi pada diagnosa klien dengan perilaku
kekerasan.
Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1) Beri salam / panggil nama
2) Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan
3) Jelaskan maksud hubungan interaksi
4) Jelaskan tentang kontrak yang akan di buat
5) Berirasa aman dan sikap empati
6) Lakukan kontak singkat tetapi sering
b. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang bisa di lakukan
Tindakan :
1) Ajukan pengungkapan perilaku kekerasan yang bisa di lakukan
(verbal, pada orang lain dan pada diri sendiri)
2) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan
yang bisa di lakukan.
3) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang di lakukan
masalahnya selesai.
c. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
Tindakan :
1) Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang di lakukan
2) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang di gunakan
3) Tanyakan kepada klien “apakah ingin mempelajari cara baru
yang sehat”
d. Klien dapat mendemostrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku
kekerasan
1) Diskusikan kegiatan fisik yang bisa di lakukan klien
2) Beri pujian atas kegiatan fisik yang bisa di lakukan klien.
3) Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah di lakukan untuk
mencegah perilaku kekerasan yaitu tarik nafas dalam dan pukul
kasur atau bantal.
4) Diskusikan dengan cara melakukan tarik napas dalam
5) Minta klien untuk mengikuti contoh yang di berikan sebanyak 5
(lima) kali
6) Beri pujian positif atas kemampuan klien mendemonstrasikan
cara menarik napas dalam.
7) Tanyakan perasaan klien setelah selesai
8) Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah di pelajari
saat marah atau jengkel
e. Klien dapat mendemonstrasikan cara verbal untuk mencegah perilaku
kekerasan
Tindakan :
1) Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien
2) Beri contoh bicara yang baik (meminta dengan baik, menolak
dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik)
3) Minta klien mengulang sendiri
4) Beri pujian atas keberhasilan pasien
5) Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara bicara
yang dapat di latih di ruangan misalnya, meminta obat baju dan
lain-lain, menolak ajakan merokok, tidur tidak pada waktunya,,
menceritakan kekesalan pada perawat.
6) Validasi kemampuan pasien klien dalam menatalaksna latihan
7) Beri pujian atas keberhasilan klien.
f. Klien dapat mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah
perilaku kekerasan.
1) Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah
dilakukan
2) Bantu klien menilai kegiatanibadah yang dapat di lakukan di
ruang rawat
3) Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan di lakukan
4) Minta klien mendemonstrikan kegiatan ibadah yang dipilih
5) Beripujian atas keberhasilan klien
6) Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanaan kegiatan
ibadah
7) Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan
mengisi jadwal kegiatan harian.
g. Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk
mencegah perilaku kekerasan.
Tindakan :
1) Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat secara
teratur
2) Diskusikan tentang proses minum obat
3) Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan mengisi
jadwal kegiatan harian
h. Klien dapat mengikuti TAK : stimulasi presepsi pencegahan perilaku
kekerasan
Tindakan :
1) Anjurkan klien untuk ikut TAK : stimulasi persepsi pencegahan
perilaku kekerasan
2) Diskusikan dengan klien tentang jadwal TAK
3) Klien mengevaluasi pelaksanaan TAK dengan mengisi jadwal
kegiatan harian
i. Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan cara
pencegahan perilaku kekerasan.
Tindakan :
1) Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien sesuatu
dengan yang telah di lakukan keluarga terhadap klien selama
ini
2) Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam merawat klien
3) Jelaskan cara-cara merawat klien
4) Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien
5) Bantu keluarga mengungkapkan perasaan setelah melakukan
demonstrasi
6) Anjurkan keluarga mempraktekkannya pada klien selama di
rumah sakit dan melanjutkanny setelah pulang kerumah.
a. Definisi
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung
karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka
hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam
perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan,
meningkatkan perkeembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari tiap
anggota keluarga (Fredman 2011, Duval & Logan, 1986 dalaam Gusti 2013).
Perawatan terintergrasi keluarga adalah perawatan yang melibatkan
keluarga dalam merawat anggota yang sakit. Keperawatan Kesehatan keluarga
merupakan perawatan kesehatan yang di tunjukkan kepada keluarga yang sehat
pada perawatan tingkat individu, fokus pelayanan adalah dengan melibatkan
individu sang keluarga (Ballon & Magiya dalam Rusmun 2011)
Asuhan keperawatan jiwa pada klien risiko perilaku kekerasan terintegrasi
dengan keluarga adalah seluruh rangkaian proses keperawatan yang di berikan
kepada klien dan keluarga secara bersama-sama yang dengan proses
keperawatan yang di mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dalam usaha
memperbaiki ataupun meningkatkan, mencegah, mempertahankan, dan
memulihkan masalah kesehatan pada klien risiko perilaku kekerasan.
b. Tipe-tipe keluarga
Menurut Gusti (2013) tipe keluarga di bagi menjadi 2 tipe yaitu tradisional
dan non tradisional dimana tipe tradisional ialah : 1) Keluarga inti, keluarga
yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang di peroleh dari keturunannya
atau adopsi atau keduanya. 2) Keluarga besar (extended family) adalah keluarga
inti di tambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah
(kakek, nenek, paman, bibi, saudara sepupu, dll). 3). Keluarga bentukan kembali
(Dyandic family) adalah keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah
cerai atau kehilangan pasangannya. 4). Orang tua tunggal (singgle parent
family) adalah keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak
akibat perceraian atau di tinggal pasangannya. 5). The single adult living alone
adalah orang dewasa yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah. 6) The
unmarried teenage mother, adalah ibu dengan anak tanpa perkawinan. 7)
Keluarga usila(Nidlle age/Anging couple), adalah suami sebagai pencari uang,
istri di rumah atau kedua-duanya bekerja atau tinggal di rumah, anak-anaknya
sudah meninggalkan rumah karena sekolah/ perkawinan/ meniti karir.
Sedangkan tipe non tradisional adalah 1) commune family, adalah lebih satu
keluarga tanpa penelitian darah hidup serumah. 2) Orang tu (ayah dan ibu ) yang
tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup bersama dalam satu rumah tangga.
3) Homoseksual adalah dua individu yang sejenis hidup bersama dalam satu
rumah tangga.
c. Ciri-ciri keluarga
Menurut Robert Iver dan Charles Harton yang di kutip dari (Setiadi, 2012)
ciri-ciri keluarga adalah sebagai berikut : keluarga merupakan hubungan
perkawinan, keluarga bentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan
hubungan perkawinan yang sengaja di bentuk atau di pelihara, keluargga
mempunyai suatu sistem tata nama(Nomen Clatur) termasuk perhitungan garis
keturunan, keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang di bentuk oleh anggota-
anggotanya berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan
membesarkan anak, dan keluarga merupakan tempat tinggal bersama, rumah
atau rumah tangga.
d. Tugas Keluarga
Menurut Mubarak, dkk (2014) dapat melaksanakan perawatan atau
pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga, yaitu
sebagai berikut :
1) Mengenal masalah kesehatan
Keluarga perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan
yang di alami oleh anggota keluarganya. Perubahan sekecil apa pun yang
di alami anggota keluarga, secara tidak langsung akan menjadi perhatian
kluarga, secara tidak langsung akan menjadi perhatian keluarga atau
perlu mencatat kapan terjadinya,perubahan apa yang terjadi, dan
seberapa besar perubahanya.
Keluarga di harapkan mampu mengenal perubahan-perubahan yang di
alami oleh anggota keluarga, karena keluarga merupakan inti utama
untuk menemukan tanda dan gejala klien gangguan jiwa risiko perilaku
kekerasan, sehingga klien pada gangguan jiwa cepat mendapatkan
tindakan dan tidak memperburuk keadaanya.
2) Membuat keputusan tindakan kesehtan yang tepat.
Tugas ini merupakan upaya utama keluarga untuk mencapai
pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan
perimbangan di antara anggota keluarga yang mempunyai kemampuan
memutuskan sebuah tindakan. Tindakan kesehatan yang di lakukan oleh
keluarga di harapkan tepat agar masalah kesehatan yang sedang terjadi
dapat di kurangi atau teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan
dalam mengambil keputusan, maka keluarga dapat meminta bantuan
kepada orang lain di lingkungan tempat tinggalnya.
Setelah keluarga mampu mengenal masalah maka di harapkan keluarga
mampu mengambil keputusan yang tepat untuk klien, dengan
memperiksakan klien gangguan jiwa risiko perilaku kekerasan ke
pelayanan keseehatan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit Jiwa terdekat,
agar klien cepat mendapatkan penanganan.
3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
Sering kali keluarga mengmbil tindakan yang tepat, tetapi jika keluarga
masih merasa mengalami keterbatasan, maka anggota keluarga yang
mengalami gangguan kesehatan mampu memperoleh tindakan lanjut
atau perawatan agar masalah yang lebih baik parah terjadi. Perawatan
dapat di lakukan di institusi pelayanan kesehatan atau rumah apabila
keluarga telah memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk
pertolongan pertama.
Setelah klien menjalani pengobatan dan melakukan perawatan di
pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa risiko perilaku
kekerasan dapat bisa kembali pilih dan kembali berfungsi di masyarakat,
namun upaya-upaya tersebut tidak akan bertahan lama tanpa adanya
dukungan keluarga, sehingga keluarga di harapkan mampu memberikan
perawatan pada anggota keluarga yang mengalami risiko perilaku
kekerasan.
4) Mempertahankan suasana rumah yang sehat
Rumah merupakan tempat berteduh, berlindung dan bersosialisasi bagi
anggota keluarga. Sehingga anggota keluarga akan memiliki waktu yang
lebih banyak berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal anggota
keluarga akan memiliki waktu yang lebih banyak berhubungan dengan
lingkungan tempat tinggal. Oleh karena itu, kondisi rumah harus dapat
menjunjung derajat kesehtan bagi anggota keluarga.
Keluarga di harapkan mampu menciptakan suasana sehat seperti
suasanayang tenang dan menyenangkan serta menghindarkan
kliendengan barang-barang yang mebahayakan pada saat klien kambuh
seperti tali temali, benda tajam dan benda pecah belaah yang dapat
melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar.
5) Menggunakan fasilitas kesehatanyang ada di masyarakat
Apabila mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan
kesehatan keluarga atau anggota keluarga harus mampu memanfaatkan
fasilitass kesehatan yang ada di sekitar, sehingga klien segera
mendapatkan penanganan agar tidak memperburuk kondisi klien
gangguan jiwa risiko perilaku kekerasan.
a. Pengkajian
Menurut Roman dan Walid (2013) pengkajian adalah tahap awal dan dasar
dalam proses keperawatan. Pengpkajian merupakan tahap yang paling
menentukan bagi tahap berikutnya. Kegiatan dalam pengkajian adalah
pengumpulan data. Sumber data terbagi menjadi esedua sumber yaitu sumber
data primer yang berasal dari klien dan sumber data sekunder yang di peroleh
selain klien dan tenaga kesehatan data pengkajian kesehatan jiwa dapat di
kelompokkan menjadi faktor predisposisi faktor presifitas,penilaian terhadap
setresor,sumber kopin,dan kemampuan kopin yang dimiliki klien.
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar utama dari proses keprawatan.data
data tersebut dikelompokkan menjdi faktor predisposisi,presipitas,penilaian
terhadap setresor sumber kopin,dan kemampuan kopin yang dimiliki klien.
Data-data yang di peroleh selama pengkajian juga dapat di kelompokkan
menjadi data subjektif dan data objektif (Deden dan Rusdi 2013).
Menurut Keliat (2014), data yang perlu di kaji pada pasien dengan perilaku
kekerasan yaitu pada data subjektif klien mengancam, mengumpat dengan kata-
kata kotor, mengatakan dendam dan jengkel. Klien juga menyalahkan dan
menuntut. Pada data objektif klien menunjukkan tanda-tanda mata melotot dan
pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan
tegang, postur tubuh kaku dan suara keras. (Handayani et al., 2017).
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan ialah identifikasi atau penilaian terhadap pola respons
klien baik actual maupun potensial dan merupakan dasar pemilihan intervensi
dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan oleh perawat yang bertanggung
jawab. (Muhith, 2015., Stuart 2016).
Data-data yang mendukung analisa data menurut (keliat, 2014) :
1) Data Subjektif : klien mengatakan jengkel dengan orang lain, mengun
gkapkan rasa permusuhan yang mengancam, klien merasa tidak nyaman,
klien merasa tidak berdaya,, ingin berkelahi, dendam.
2) Data Objektif : tangan di kepal, tubuh kaku, ketegangan otot seperti
rahang rahang terkatup, nada suara tinggi, waspada, pandangan tajam,
reflek cepat, aktivitas motor meningkat, mondar-mandir, merusak secara
langsung benda-benda yang berada dalam lingkungan, menolak, muka
merah, nafas pendek.
c. Rencana Keperawatan
Menurut keliat (2014), Rencana keperawatan pada diagnosa pasien dengan
risiko perilaku kekerasan seperti pada tabel di bawah ini :
1) Strategi Pelaksanaan Asuhan Keperawatan
No DX Perencanaan
Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi
1. 2. 3. 4. 5.
1. Perilaku Pasien mampu : Setelah SP1
kekerasa pertemuan pasien
n mampu :
Setelah SP 2
pertemuan pasien
mampu:
1. Menyebutkan 1. Evaluasi SP 1
kegiatan yang 2. Latihan cara
sudah di fisik 2 : pukul
lakukan kasur / bantal
2. Memperagaka 3. Masukkan
n cara fisik dalam jadwal
untuk harian
mengontrol
perilaku
kekerasan
No DX Perencanaan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
1. 2. 3. 4. 5.
Setelah SP3
Pertemuan pasien 1. Evaluasi SP1 dan
mampu : SP2
1. Menyebutkan 2. Latihan secara
kegiatan yang sosial / verbal
sudah di 3. Menolak dengan
lakukan baik
2. Memperagakan 4. Meminta dengan
secara fisik baik
untuk 5. Mengungkapkan
mengontrol dengan baik
perilaku 6. Masukkan
kekerasan dalamkegiatan
pasien
Setelah pertemuan SP4
pasien mampu: 1. Evaluasi SP 1,2
1. Menyebutkan dan 3
kegiatan yang 2. Latih secara
sudah di spiritual berdoa
lakukan 3. Masukkan dalam
2. Memperagakan jadwal kegiatan
secara spiritual pasien
Setelah pertemuan SP5
pasien mampu: 1. Evaluasi sp 1,2,3
1. Menyebutkan dan 4
kegiatan yang 2. Latihan patuh
sudah di obat
lakukan 3. Minum obat
2. Memperagakan secaraa teratur
cara patuh dengan prinsip
minum obat 5B
4. Susun jadwal
minum obat
dengan teratur
5. Masukkan dalam
jadwal kegiatan
pasien
2) Strategi Pelaksanaan Keluarga Klien Perilaku Kekerasan
No DX Perencanaan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
1 2 3 4 5
Keluarga Setelah pertemuan SP 1
mampu : keluarga mampu: 1. Identifikasi
Merawat 1. Menjelaskan maslah yang di
passien di penyebab, tanda rasakan keluarga
rumah / gejala, akibat dalam merawat
serta mampu pasien
memperagakan 2. Jelaskan tentang
cara merawat RPK dari
penyebab,akibat
dan cara merawat
3. Latihan 2 cara
merawat
4. RTL keluarga /
jadwal untuk
merawat pasien
Setelah peertemuan SP2
keluarga mampu : 1. Evaluasi SP1
1. Menyebutkan 2. Latihan
kegiatan yang (simulasi) 2 cara
sugdah di lain untuk
lakukan dan merawat pasien
mampu merawat 3. Latihan
serta dapat langsung ke
membuat RTL pasien
4. RTL keluarga
untuk merawat
pasien
Setelah pertemuan SP3
kelurga mampu: 1. Evaluasi SP 1
1. Menyebutkan dan 2
kegiatan yang 2. Latihan
sudah di langsung ke
lakukan dan pasien
mampu merawat 3. RTL
serta dapat keluarga/jadwal
membuat RTL keluarga untuk
merawat pasien
Setelah pertemuan SP 4
keluarga mampu: 1. Evaluasi SP 1,2
1. Melaksanakan dan 3
follow up dan 2. Latih langsung
rujuk serta ke paisen
mampu 3. RTL keluarga
menyebutkan follow up dan
kegiatan yang rujukan.
sudah di
lakukan
Fase Aktifitas
1. Fase Insiasi Klarifikasikan sumber rujukan untuk
kunjungan rumah,
Klarifikasi tujuan kunjungan ke
rumah
Desain kunjungan ke rumah
2. Fase Pra Kunjungan Lakukan kontak dengan keluarga,
Satukan Persepsi tentang kunjungan
dengan keluarga
Apa keinginan keluarga dari
kunjungan rumah
3. Fase di dalam rumah Memperkenalkan diri, identitas diri
dan profesional.
Interaksi sosial
Terapkan hubungan P & K
Implementasikan proses
keperawatan
4. Fase terminasi Telaah (evaluasi) kunjungan dengan
keluarga
Rencanakan untuk kunjungan
berikutnya
5. Fase paska kunjungan Catat hasil kunjungan
Rencanakan kunjungn brikutnya
d. Pelaksanaan
Menurut kaliat 2014 implementasi keperawatan di sesuaikan dengan
rencana tindakan keperwatan dengan memperhatikan dengan mengutamakan
masalah utama yang aktual dan mengancam integrsi klien beserta lingkungnnya.
Sebelum melaksanakan tidakan keperawtan yng di rencanakan, perawat perlu
menfalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih di butuhkan dan sesuai
dengan kondisi klienpada saat ini. Hub ungan sling percaya antara perawat
dengan klin merupakian dasar utama dalam pelaksanakan tindakan keperawatan.
Dermawan (2013) menjelaskan bahwa tindakian keperawatan dengan
pendekatan strategi pelaksanaan (SP) perilaku kkerasan terdiri dari SP 1
(pasien) : membina hubu8ngan saling percaya, membantu klien mengenal
penyebab perilaku kekerasan, membantu klien dalam mengenal tanda dan gejala
dari perilaku kekerasan . SP 2 (pasien) : membantu klien mengontrol perilaku
kekerasan dengan memukul bantal atau kasur. SP 3 (pasien) : membantu klien
mengontrol perilaku kekerasan secara verbal seperti menolak dengan baik atau
meminta dengan baik. SP 4 (pasien) : membantu klien mengontrol perilaku
kekerasan secara spiritual dengan cara sholat atau berdoa. SP 5 (pasien) :
membantu klien dalam meminum obat secara teratur.
Tindakan keperawatan pada keluarga dengan perilaku kekerasan secara
ukmum adalah sebagai berikut : 1. SP1 : Memberikan pendidikan kesehatan
kepada keluarga tentang cara mearwat pasien perilaku kekerasan di rumah. 2.
SP2 : Memilih keluarga melakukan cara-cara mengendalikan kemarahan. 3. SP3
: Membantu perencanaan pulang bersama keluarga.
e. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respons
keluarga terhadap tindakan keperawatan yang telah di laksanakan. Evaluasi
proses atau promatif dilakukan setiap selsai melakukan tindakan. Evaluasi dapat
dilakukan dengan menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya. (keliat, 2014)
S : Respon Subjektif keluarga terhadap intervensi keperawatan yang telah di
laksnakan
O : Respon Objektif Keluarga terhadap tindakan keperawatan yang telah di
laksankan
A : analisis ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
maslah masih tetap atau mencul maslah baru atau dan data yang kontradiktif
dengan masalah yang adakel
P : perencanaan atau tidak lanjut berdasar hasil analisa respon keluarga.