Anda di halaman 1dari 4

Nama : Meita Ayu Puspitasari

Nim : 181810401009

Klasifikasi Fungi beserta Contohnya

Fungi terdiri dari empat divisi utama, yaitu Chytridiomycota, Zygomycota, Ascomycota
dan Basidiomycota (Deacon, 1997).
1. Divisi Chytridiomycota
Chytridiomycota digolongkan ke dalam fungi primitif. Chytridiomycota sebagian
besar hidupnya di air, namun juga terdistribusi di tanah sebagai saprofit yang hidup di
bahan organik. Chytridiomycota dapat ditemukan pada saluran pencernaan hewan dan
juga dapat ditemukan sebagai parasit pada alga maupun rotifer, serta bersifat parasit pada
beberapa tumbuhan berpembuluh. Contohnya adalah Olpidium brassicae yang
merupakan vektor pembawa virus pada kubis dan tanaman lain (Sastrahidayat, 2012).
a. Karakteristik Chytridiomycota
Bersifat uniseluler, berkoloni dan merupakan fungi yang memiliki filamen
yang digunakan untuk menyerap nutrien secara absorbsi. Chytridiomycota memiliki
zoospora berflagel. Zoospora berflagel tersebut sering dijumpai dalam jumlah
tunggal, namun sebagian spesies dijumpai memiliki flagel lebih dari satu. Dinding sel
chytridiomycota mengandung kitin dan glucan, tanpa selulosa. Hifa Chytridiomycota
bersifat senosistik (terbentuk ketika akan mengadakan reproduksi sporangium)
(Gandjar, 2006).
b. Siklus hidup Chytridiomycota
- Reproduksi aseksual Chytridiomycota menggunakan hifa. Sporangium yang
mengandung protoplasma berinti banyak mengalami pembelahan, sehingga
menghasilkan bagian kecil dengan inti tunggal dan memiliki flagella di ujung
posteriornya (zoospora). Zoospora berflagel kemudian akan keluar dari
sporangium melalui papila atau lubang di dinding sporangium. Zoospora
selanjutnya akan berenang menjadi kista. Kista akan mengalami pertumbuhan
menjadi hifa baru dan akan berkembang menjadi fungi dewasa.
- Reproduksi seksual Chytridiomycota berlangsung melalui kopulasi planogamet
dengan struktur morfologi yang sama (isogamet) ataupun anisogamet yang
kemudian berfusi dan menghasilkan zygot. Zygot kemudian akan tumbuh dan
berkembang menjadi hifa. Proses produksi spora melalui tiga tahap, yaitu
namely, plasmogami, dan karyogami beserta meiosis. Proses plasmogami
ditandai dengan adanya gabungan dua protoplast yang membawa haploid pada
masing-masing protoplast, yang terjadi secara bersamaan dalam satu sel.
c. Contohnya adalah Chytridium sp. yang hidup sebagai saprofit pada bahan-bahan
organik, sehingga proses penguraian lebih cepat berlangsung.

2. Divisi Zygomycota
Zygomycota merupakan fungi yang menghasilkan zygospora. Zygomycota
menghasilkan spora nonmotil (aplanospora) yang menunjukkan adanya evolusi dari
fungi primitif yang sebagian besar hidupnya di air. Zygomycota behabitat di tempat yang
lembab dan kaya akan bahan organik. Zygomycota sebagian besar bersifat saprofit,
namun beberapa spesies bersifat parasit pada tumbuhan, hewan dan manusia.
Zygomycota memiliki hifa yang tidak bersepta (senosit) dan memiliki inti haploid
(Dwidjoseputro, 1978).
a. Karakteristik Zygomycota
Memiliki hifa penyerap nutrien (rhizoid) dan hifa penghubung (stolon). Zygomycota
mampu membentuk spora istirahat yang dilengkapi dengan dinding tebal disebut
zygospora. Dinding sel zygospora tersusun dari zat kitin, sama sepertu fungi lainnya.
Zygospora memiliki miselium yang bercabang banyak dan memiliki haustoria. Spora
zygospora berupa sel-sel berdinding.
b. Siklus hidup Zygomycota
- Reproduksi aseksual Zygomycota yaitu menggunakan spora tak berflagel
(aplanospora). Aplanospora dibentuk dalam sporangium yang terletak di ujung
sporangiofor bercabang. Sporangium yang telah masak akan berwarna hitam dan
kemudian pecah, sehingga spora di dalam sporangium akan tersebar dengan
bantuan angin.
- Reproduksi seksual dengan konjugasi dua gametangium berinti banyak.
Gametangium tersebut terbentuk pada ujung hifa. Hifa sendiri terbagi menjadi
dua, yaitu hifa (+) dan hifa (-). Hifa yang bersesuaian akan bersatu dan melebur,
sehingga protoplas akan berfusi membentuk zygot yang memiliki dinding tebal.
Zygot tersebut kemudian akan mengalami masa istirahat dan menghasilkan spora
yang disebut zygospora. Zygospora akan berkecambah dan sebagian hifanya
membentuk sporangiospore yang akan menghasilkan sporangium. Sporangium
mengandung ribuan spora yang ketika telah masak akan pecah dan disebarkan
oleh bantuan angin.
c. Contohnya adalah Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae yang berperan dalam
proses pembuatan tempe. Budidayanya terjadi selama proses pembuatan tempe itu
berlangsung. Rhizopus sp. membantu dalam proses fermentasi utama pada kedelai
dan juga berperan penting dalam menghasilkan enzim-enzim yang menghidrolisis
komponen kedelai. Koloni Rhizopus sp. berwarna putih dan tumbuh tegak
(Nurrahman, et al., 2012).
3. Divisi Ascomycota
Ascomycota dapat bersifat uniseluler, namun kebanyakan adalah multiseluler.
Ascomycota tersedia dalam sel tunggal (yeast) bentuk filamen dan hifa (Johnston,1961).
Ascomycota menghasilkan spora seksual yang terdapat dalam askokarp (struktur yang
mirip kantung). Ascomycota juga menghasilkan spora aseksual yang memanjang ataupun
berkelompok dan disebut sebagai konidia (Campbell, 2003). Ascomycota berhabitat di
tempat yang lembab dan berair. Bersifat saprofit pada sampah dan bersifat parasit pada
tumbuhan.
a. Karakteristik Ascomycota
Tubuh Ascomycota tersusun atas miselium dengan hifa yang bersepta. Dinding sel
Ascomycota tersusun atas zat kitin dan β-glukan. Spora Ascomycota terletak di
dalam kantung penyimpanan yang disebut konidia. Ciri khusus pada divisi ini yaitu
terletak pada perkembangbiakan seksual dalam pembentukan askospora. Kelompok
dari Ascomycota banyak dimanfaatkan dalam bidang industri dan kedokteran (Raja,
et al., 2011).
b. Siklus hidup Ascomycota
1. Ascomycota uniseluler
Reproduksinya melalui pembelahan sel ataupun dengan tunas. Tunas akan
melepaskan diri dari induknya menjadi suatu sel fungsi baru, namun jika tunas
tidak terlepas, maka akan membentuk rantai hifa semu.
2. Ascomycota multiseluler
Reproduksinya dapat berlangsung dengan dua cara, yaitu fragmentasi hifa atupun
pembentukan spora aseksual konidiospora. Hifa dewasa yang terputus mampu
menjadi hifa baru. Hifa (n) yang telah dewasa akan menghasilkan konidiofor.
Ujung konidiofor akan membentuk spora yang disebut sebagai konidia. Konidia
akan tersebar dengan bantuan angin. Hifa kemudian bercabang membentuk
miselium (n).
c. Contohnya adalah Penicillium chrysogenum sebagai antibiotik. Cara produksi atau
pengembangan P. chrysogenum sebagai antibiotik yaitu harus menggunakan media
yang mengandung sumber karbon dari corn steep liquor dan glukosa serta garam
mineral. Media tersebut selanjutnya di sterilisasi pada tekanan 30 psi 120 ̊C. P.
notatum selanjutnya media di tanami isolat P. chrysogenum. Media yang telah
ditumbuhi isolat difermentasi menggunakan metode fed batch dan di proses biomass
removal dengan metode filtrasi untuk memisahkan kapang serta impurities lain dari
media yang telah mengandung penisilin. Proses selanjutnya yaitu acidification
dengan penambahan non-oxydising acid seperti asam fosfat untuk menjaga pH agar
penisilin tidak rusak. Proses terakhir yaitu ekstraksi melalui proses sentrifugasi,
pengeringan dan penyimpanan (Rachman, et al., 2016).
d. Divisi Basidiomycota
Basidiomycota merupakan fungi yang berbentuk seperti gada. Basidiomycota disebut
sebagai fungi tingkat tinggi karena memiliki evolusi yang lebih maju dari kelompok
lainnya. Basidiomycota kebanyakan memiliki ukuran yang makroskopis (Dwidjoseputro,
1978).
a. Karakterisik Basidiomycota
Basidiomycota memiliki hifa bersepta. Anggota dari Basidiomycota sebagain
membentuk basidiokarp (tubuh buah). Basidiokarp umumnya berbentuk payung,
lingkaran, kancing atau telinga manusia. Bersifat saprofit dengan serasah, namun
juga dapat bersifat parasit pada Exobassidium vexansa. Basidiomycota memiliki
miselium berujung. Reproduksi seksualnya membentuk spora generatuf yang disebut
basidiospora (Sari, et al., 2016).
b. Siklus hidup Basidiomycota
1. Reproduksi aseksual
Reproduksinya diawali dengan pembentukan konidiospora yang menghasilkan
konidia. Konidia akan berkembang menjadi hifa (n) dewasa yang menhasilkan
konidiofor. Spora terbentuk diujung konidiofor dan tersebar oleh bantuan angin.
2. Reproduksi seksual
Reproduksinya diawali dengan pertemuan hifa (-) dengan hifa (+), terjadi
plasmogami sehingga hifa berpasangan. Hifa membentuk miselium sekunder dan
membentuk basidium. Basidium menghasilkan basidiospora dengan hifa
bersekat (Anggriawan, et al., 2014).
c. Contohnya yaitu jamur merang( Volvariella volvacea). Budidaya jamur ini di dalam
kumbung dengan menggunakan media seperti jerami padi atau limbah pertanian lain
yang dikomposkan terlebih dahulu dan dicampur dengan dedak, kapur dan pupuk.
Media di pasteurisasi dahulu, setelah itu media disusun pada alas kayu yang dipetak-
petak dan tersusun secara bertingkat. Satu hari setalah pasteurisasi, benih jamur
ditaburkan secara merata. Suhu ruangan dijaga pada kisaran suhu 32-38 ̊C dengan
kelembaban udara 80%. Panen dilakukan saat jamur mengalami stadia kancing
dengan ukuran tudung 3-5 cm pada hari ke-8 atau ke-12 setelah penaburan benih
(Suradji, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Anggriawan, I., Periadnadi, dan Nurmiati.2014. Inventarisasi Jamur Tingkat Tinggi


(Basidiomycetes) di Gunung Singgalang Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas
Andalas. Vol 3(2) : 147-153.
Anonim, “Chytridiomycota”. http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Chytridiomycota,
2012.
Campbell, dkk. 2003. Biologi jilid 2 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Deacon JW. 1997. Modern Mycology. Ed ke3. UK: Blackwell Science Ltd.
Dwidjoseputro, D. 1978. Pengantar Mikologi, Edisi Kedua. Bandung : ITB Press.
Ganjar, I. 2006. Mikologi : Dasar dan Terapan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia UI.
Johnston, A. 1961. A Preliminary plant disease survey in Netherlands New Guinea. Bull.
Dept. Econ. Affairs, Agric. Series 4:55.
Kimball, John W. 1999. Biologi jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Nurrahman, M. Astuti, Suparno, M.H.N.E. Soesatyo. 2012. PERTUMBUHAN JAMUR,
SIFAT ORGANOLEPTIK DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN TEMPE KEDELAI
HITAM YANG DIPRODUKSI DENGAN BERBAGAI JENIS INOKULUM.
Agritech. Vol 32(1) : 60-65.
Pelczar, Michael J. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI-Press. Hal: 131.
Rachman, S.D., A. Safari, Fazli, D.S. Kamara, A. Sidik, L.Z. Udin, dan S. Ishmayana. 2016.
PRODUKSI PENISILIN OLEH Penicillium chrysogenum L112 DENGAN VARIASI
KECEPATAN AGITASI PADA FERMENTOR 1 L. Kartika-Jurnal Ilmiah Farmasi.
Vol 4(2): 1-6.
Raja, H.A., C.L. Schoch, V.P. Hustad, C.A. Shearer, and A.N. Miller. 2011. Testing the
phylogenetic utility of MCM7 in the Ascomycota. Journal MycoKeys. 1: 63-94.
Sari, P.H.M., K. Nazip, dan E. Dayat.2016.JENIS-JENIS BASIDIOMYCOTA DI
KAWASAN AIR TERJUN CURUG PANDAN KABUPATEN LAHAT SERTA
SUMBANGANNYA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI DI SMA. Jurnal
Pembelajaran Biologi. Vol 3(1):66-74.
Sastrahidayat, I.R. 2012. Fitopatologi. Malang : UB Press.
Suradji, M.S., 2011. Budidaya Jamur Merang. Jakarta: Penebar Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai