PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak-anak adalah generasi penerus bangsa yang harus sangat di perhatikan dalam
kualitas bangsa dimasa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini. Anak yang
sehat merupakan idaman yang semua orang tua inginkan, namun tidak semua anak berada
dalam kondisi yang sehat. Gangguan kesehatan yang dapat terjadi pada masa anak-anak
dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak, khususnya jika terdapat gangguan
pada saluran pencernaan yang sangat berperan penting dalam membutuhkan nutrisi yang
diperlukan untuk menjaga tumbuh kembang anak. Salah satunya gangguan pada saluran
pencernaan yang terjadi pada anak adalah diare (Suraatmaja, 2015).
WHO (2016) diare merupakan buang air besar dengan konsistensi dalam bentuk cair
atau mencret sebanyak 3 kali dan bisa lebih dalam satu hari. Terdapat dua kriteria penting
yang harus ada dalam penyakit diare yaitu buang air besar dalam bentuk cair dan sering,
jadi misalnya anak / balita buang air besar sehari tiga kali tapi tidak cair, maka tidak bisa
disebut daire, tetapi sebaliknya jika anak/balita buang air besar sehari tiga kali cair, maka
bisa disebut diare.
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO, 2018) penyakit diare
merupakan penyakit tertinggi kedua penyebab kematian pada anak di bawah lima tahun di
seluruh dunia setelah penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Angka kejadian
pada kasus diare di dunia setiap tahunnya mencapai angka 1,7 juta kasus baru. Setiap
tahun diare bisa menyebabkan 760.000 ribu kematian pada balita di dunia ( Elvalini
Warnelis Sinaga, dkk, 2018).
Di Indonesia diare merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan di
seluruh dunia, Kejadian Luar Biasa (KLB) pada kasus Diare terjadi pada tahun 2018
tercatat sebanyak 21 kali yang tersebar di 12 provinsi dan 17 kabupaten/kota dengan
jumlah penderita 1725 orang dewasa , anak-anak, maupun balita dan kematian sebanyak
34 orang (CFR 1,97%) (Kemenkes RI, 2018). Provinsi Jawa Timur menjadi daerah yang
mempunyai kasus diare tertinggi ke 2 sebanyak 151.878 dengan presentasi 7,6%, dan
sedangkan daerah Surabaya berada pada kasus tertinggi sejumlah 78.463 kasus hampir
50% dari total kasus diare daerah di Jawa Timur (Kemenkes RI, 2019). Data yang
diperoleh dari Kemenkes RI (2019) dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) untuk tahun
2018, pada kelompok umur balita 1-4 tahun (12,8%) dan jenis kelamin perempuan
terdapat 8,3 persen merupakan kelompok yang paling banyak penderitanya. Keadaan
sosial ekonomi juga menjadi faktor yang beresiko terhadap kejadian diare. Semakin baik
keadaan sosial ekonomi keluarga, semakin berkurangnya terkena diare (Oliveira et al,
2017, Sumampouw et al, 2019). Angka kasus diare yang menyerang balita di daerah Jawa
Timur mengalami kenaikan persen dari 6,6% di tahun 2013 menjadi 10,7% di tahun 2018,
menduduki peringkat ke 2 setelah di daerah Jawa Barat ( Juniastuti, dkk, 2019).
Di Jawa Barat terdapat kasus diare untuk semua golongan umur yaitu sebanyak
228.713 kasus (44,9 % dan seluruh kasus), tahun 2017 sebanyak 163.239 kasus (proporsi
40.83 %) dan tahun 2018 sebanyak 96.866 kasus (proporsi 43,27 %). Dari hasil survei
tahun 2018 terdapat angka terjadi terkena diare pada balita sebesar 25,5 %, sedangkan
angka kematian diare balita sebanyak 1,2 per 1.000 balita.
berdasarkan data yang sudah ada diatas terdapat di daerah Kabupaten Bekasi kasus
terkena diare masih sangat tinggi yaitu 34.464 kasus, dimana diare pada balita sebanyak
29,51 % dari seluruh kasus diare yang sudah ada, padahal fasiltas atau sarana kesehatan
lingkungan sudah cukup memadai terutama cakupan air bersih 64,19 %, cakupan
jamban / wc keluarga 87,43 % dan rumah sehat 83,97 % ( Ditjen P2P, Kemenkes RI,
2018).
Diare dapat menular melalui makanan dan minuman yang sebelumnya sudah terkena
oleh agen patogen yang menginfeksi usus yang disebabkan oleh virus, bakteri, dan parasit
merupakan salah satu dari penyebab utama di masyarakat (WHO, 2016). Faktor-faktor
lain yang menyebabkan diare adalah metabolisme laktosa oleh usus, dan keracunan
makanan (WHO, 2016). Diare pada balita di sebabkan oleh banyak faktor resiko.
diantaranta faktor resiko yang berperan dalam menimbulkan diare yaitu karena kurangnya
pengetahuan orang tua, kebersihan yang kurang serta pola pemberian makan, dan sosial
ekonomi (Ngastiyah, 2012). Berdasarkan kemenkes (2011) faktor resiko lain juga
mempengaruhi seperti perilaku yang dapat mempengaruhi kejadian diare pada balita,
yaitu dalam pemberian ASI secara ekslusif, menggunakan air bersih, kebiasaan mencuci
tangan, dan penggunaan jamban yang baik. berdasarkan kemenkes (2011) dari semua
faktor yang mempengaruhi kejadian diare yaitu faktor pengetahuan ibu, kebersihan dalam
mencuci tangan dan kesehatan lingkungan seperti penyediaan air bersih dan kondisi
jamban, serta pemberian ASI menjadi faktor yang sangat penting bagi keluarga dalam
menurunkan angka terkena diare pada balita.
Salah satu upaya pemerintah dalam menangani penyakit diare, terutama diare pada
balita/anak-anak sudah dilakukan melalui peningkatan kondisi lingkungan baik terutama
melalui program desa tertinggal maupun program lainnya, sampai saat ini belum
mencapai tujuan yang diharapkan, karena kejadian penyakit diare masih belum menurun.
Apabila jika diare pada balita atau anak-anak tidak ditangani secara maksimal bukan
hanya tanggung jawab pemerintah saja tetapi masyarakat juga dapat ikut serta
menanggulangi dan mencegah terjadinya diare pada balita dan anak-anak, karena apabila
hal itu tidak dilaksanakan secara maksimal dapat menimbulkan kerugian baik itu dalam
kehilangan biaya untuk pengobatan yang cukup besar ataupun dapat pula menimbulkan
kematian pada balita yang terkena diare (Ulfiyah, 2018).
Berdasarkan data yang di peroleh dari Register di Puskesmas Mekarmukti Cikarang
di dapatkan data pada tahun 2020 pada Bulan September – November sebanyak 102
pasien atau 79 % yang terkena diare pada balita. Maka peneliti tertarik untuk meneliti
tentang “Gambaran kejadian diare pada balita di Puskesmas Mekarmukti Kecamatan
Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, Tahun 2020”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan data yang di peroleh dari Register di Puskesmas Mekarmukti Cikarang
di dapatkan data pada tahun 2020 pada Bulan September – November sebanyak 102
pasien yang terkena diare pada balita di Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang
Utara, Kabupaten Bekasi, Tahun 2020.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis dapat
merumuskan masalah yaitu bagaimana gambaran kejadian diare pada balita di Puskesmas
Mekarmukti Cikarang, Kabupaten Bekasi, tahun 2020.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran kejadian diare pada balita di Puskesmas
Mekarmukti Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, tahun 2020.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi sosial ekonomi terhadap kejadian diare di
Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi tahun
2020.
b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi umur balita terhadap kejadian diare di
Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi tahun
2020.
c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pendidikan ibu terhadap kejadian diare di
Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi tahun
2020.
d. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pekerjaan ibu terhadap kejadian diare di
Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi tahun
2020.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan tentang
gambaran kejadian diare pada balita di Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang
Utara, Kabupaten Bekasi tahun 2020.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Institusi Kesehatan Lainnya
Dapat dijadikan bahan rekomendasi terkait gambaran kejadian diare pada
balita di Indonesia, serta dijadikan referensi dalam penelitian dan analisis lanjut
Riset Kesehatan Dasar terkait diare pada balita di Indonesia.
b. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi puskesmas
Mekarmukti untuk dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan
bidan/perawat untuk menyukseskan program penanganan diare pada balita.
c. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai referensi penelitian-penelitian selanjutnya mengenai kejadian diare
pada balita.
d. Bagi Mahasiswa
Dapat dijadikan sebagai pengalaman yang berharga dan meningkatkan
kemampuan dalam menganalisa permasalahan dengan mempergunakan ilmu
pengetahuan yang telah diterima selama menempuh pendidikan Program Studi
Diploma Tiga Kebidanan di Institut Medika Drg. Suherman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok
masyarakat yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendidikan serta
pendapatan. Dalam pembahasannya sosial dan ekonomi sering menjadi objek
pembahasan yang berbeda.Sosial ekonomi masyarakat yang rendah dapat
mempengaruhi tingkat partisipasi aktif dalam melaksanakan upaya pelayanan
kesehatan masyarakat, misalnya meningkatkan fasilitas kesehatan,
meningkatkan status gizi masyarakat. Salah satu contohnya kemiskinan
merupakan tingkat kekurangan materi dibandingkan dengan standar kehidupan
yang umum pada sejumlah orang yang berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan. Kemiskinan bukan hanya kekurangan dalam ukuran ekonomi,
namun juga dalam ukuran kejiwaan dan budaya. Kemiskinan bertanggung
jawab atas penyakit yang ditemukan pada anak. Hal ini dikarenakan
kemiskinan mengurangi kapasitas orang tua dalam mendukung perawatan anak
yang memadai, cenderung memiliki hygiene yang kurang, miskin diet, dan
miskin pendidikan. Sehingga anak yang miskin meningkatkan angka kematian
dan kesakitan yang lebih tinggi pada hampir semua penyakit. Penelitian
Cahyono tahun 2012, juga menyebutkan bahwa status ekonomi keluarga
kurang beresiko 2,02 kali mengalami kejadin diare dari pada yang berstatus
ekonomi keluarga cukup (Meliana, 2012).
Adapun untuk besaran UMK Kabupaten Bekasi menurut dewan
Pengupahan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Edy Rochyadi sebagai Kepala
Dinas Tenaga Kerja, Kabupaten Bekasi, menyepakati besaran Upah Mininum
Kabupaten (UMK) setempat tahun 2020 sebesar Rp. 4.498.961. Sesuai dengan
tata tertib Dewan Pengupahan Kabupaten Bekasi pasal 31 ayat 2, penetepan
besaran UMK di lakukan berdasarkan pengambilan suara terbanyak apabila
musyawarah mufakat tidak di sepakti anggota dewan pengupahan dengan
mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 mengenai
pengupahan yakni sebesar Rp. 4.498.961. Jika masyarakat memiliki
pendapatan perbulan sesuai UMK tujuannya untuk memastikan memperoleh
pengahsilan yang layak dan dapat memenuhi kebutuhan ekonominya, jika
kurang dari UMK dan mendapatkan pengahsilan rendah, maka dari itu
semaksimal mungkin berusaha agar masyarakat memiliki penghasilan sesuai
UMK tujuannya agar masyarakat sejahtera ( Rochyadi, 2020).
a). Jika penghasilan perbulan kurang dari Rp. 4.498.961 di
katakan pendapatan rendah.
b). Jika penghasilan perbulan mencapai Rp. 4.498.961
memiliki pendapatan cukup tinggi sesuai dengan UMK.
2. Umur Balita
Diare terjadi pada kelompok umur balita 7-24 bulan pada saat diberikan
makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan
kadar anti body ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang
mungkin terkontaminasi bakteri tinja. Semakin muda umur balita semakin besar
kemungkinan terkena diare, karena semakin muda umur balita keadaan integritas
mukosa usus masih belum baik sehingga daya tahan tubuh masih belum
sempurna (Jufrti dan Soenarto,2012).
Kejadian diare terbanyak pada balita usia 7-24 bulan. Hal ini terjadi karena:
a) Bayi usia < 7 -24 bulan ini mendapat MP-ASI dimana beresiko tinggi ikut
sertanya kuman pada makanan tambahan (terutama jika sterilisasinya kurang)
sehingga beresiko tinggi terkena diare
b) Balita umur > 24 bulan mempunyai resiko rendah terkena diare. Produksi
ASI mulai berkurang yang berarti antibody yang masuk bersama dengan ASI
juga ikut berkurang. Setelah usia 24 bulan tubuh anak mulai membentuk
sendiri antibody dalam jumlah cukup, sehingga serangan virus berkurang.
3. Pendidikan Ibu
a. Pengertian Pendidikan
b. Jalur Pendidikan
1) Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi. Pendidikan formal juga berarti pendidikan yang ditempuh
seseorang dari lembaga pendidikan yang telah disahkan oleh Undang-Undang
atau peraturan yang berlaku mulai dari pendidikan dasar (SD dan SMP),
pendidikan menengah (SMA/SMK), sampai dengan pendidikan tinggi
(Diploma/Strata)
2) Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik dan menekankan pada penguasaan
pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian profesional. Pendidikan nonformal biasa terjadi didalam maupun
diluar lembaga pendidikan dan melayani orang semua usia. Pendidikan
nonformal diselenggarakan dnegan sengaja, tertib, dan berencana, diluar
kegiatan persekolahan dan pada umumnya tidak dibagi atas jenjang.
Pendidikan nonformal meliputi kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini,
pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan
keaksaraan, pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja, pendidikan
kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangka
kemampuan peserta didik.Hasil dari pendidikan nonformal dapat dihargai
setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses
penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
3) Pendidikan Informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan
yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil dari pendidikan
informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta
didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Menurut Ahmadi (2016) orang tua menjadi pendidik utama dan pertama
bagi balita atau anak-anaknya, orang tua mengasuh dan merawat balita dengan
penuh tanggung jawab. Orang tua yang mempunyai latar belakang pendidikan
yang berbeda antara ibu dan ayah, maka masing-masing akan mempunyai
pengaruh yang berbeda pula dalam cara merawat balita. Pendidikan
mempengaruhi kepribadian orang tua, baik dalam sikap, berfikir, maupun
bertindak. Selain itu, kegiatan pendidikan didalam keluarga sangat tergantung
kepada kecenderungan yang kuat dari orang tua terhadap dunia pendidikan.
Dalam hal ini tingkat dan kualitas pendidikan orang tua sangat penting dan
menentukan. Orang tua yang berpendidikan tinggi cenderung sikap pendidikan
yang menekankan pada kedisiplinan dan kebutuhan terhadap prestasi.
Sebaliknya orang tua yang berpendidikan rendah pada umumnya tidak peduli
pada kebutuhan atau fasilitas kebutuhan balita ataua anak, bahkan kurang
begitu memperhatikan terhadap kebutuhan balita atau anak. Pendidikan akan
banyak memberikan perbedaan terhadap sikap individu, perbuatan, tingkah
laku, dan cara berfikir individu. Berkaitan dengan hal ini, orang tua memiliki
tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan memiliki sikap positif terhadap
peranan pola asuh tumbuh kembang balita atau anak. Oleh karena itu,
pendidikan orang tua menentukan keberhasilan balita atau anak dalam peroses
pertumbuhan perkembangan balita atau anak. Dengan kata lain, tinggi
rendahnya pendidikan orang tua akan sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan anak.
4. Pekerjaan Ibu
Pekerjaan adalah kebutuhan untuk mencari nafkah yang harus
dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan
keluarganya. Kesehatan balita dipengaruhi oleh pola pengasuhan dan
perawatan balita pada ibu yang bekarja maupun ibu yang tidak bekerja hal ini
berkaitan dengan pola pemberian ASI.
a) Ibu yang tidak bekerja dapat memberikan bayi dengan kecukupan ASI
yang maksimal sehingga memiliki angka kejadian diare lebih kecil
b) Ibu yang bekerja biasanya melakukan penyapihan ASI lebih dini sehingga
menyebabkan hubungan anak dan ibu berkurang keertannya karena proses
bounding attachment terganggu, insiden penyakit infeksi terutama diare
meningkat yang mengakibatkan malnutrisi pada balita, dan mengalami
reaksi alergi yang menyebabkan diare,muntah, ruam, dan gatal-gatal karena
reaksi dari sistem imun.
Status ibu bekerja tentu saja memiliki dampak terhadap pertumbuhan
dan perkembangan balita ibu yang ikut bekerja mempunyai banyak pilihan,
ada ibu yang memilih bekerja di rumah dan ada ibu yang memilih bekerja
di luar rumah. Jika ibu memilih bekerja di luar rumah maka ibu harus bisa
mengatur waktu untuk keluarga karena pada dasarnya seorang ibu
mempunyai tugas utama yaitu mengatur urusan rumah tangga termasuk
mengawasi, mengatur dan membimbing anak-anak. Karakteristik pekerjaan
seseorang dapat mencerminkan pendapatan, status sosial, pendidikan, status
sosial ekonomi, risiko cedera atau masalah kesehatan dalam suatu
kelompok populasi. Pekerjaan juga merupakan suatu determinan risiko dan
determinan terpapar yang khusus dalam bidang pekerjaan tertentu serta
merupakan prediktor status kesehatan dan kondisi tempat suatu populasi
bekerja. Aktivitas ibu dalam bekerja mempengaruhi pola perawatan balita
dan berhubungan dengan kesehatan balita termasuk terjadinya diare, status
pekerjaan ibu yang bekerja dan ibu tidak bekerja, tempat ibu bekerja dan
waktu bekerja ibu di luar rumah mempengaruhi resiko kejadian diare pada
balita (Ahmadi dan Widyastuti, 2016).
5. Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan merupakan cabang dari ilmu kesehatan
masyarakat yang mencakup semua aspek alam dan lingkungan yang
mempengaruhi kesehatan manusia. Kesehatan lingkungan berfokus pada
kealami dan penciptaan lingkungan yang memberikan keuntungan pada
manusia. Kesehatan lingkungan merupakan suatu disiplin ilmu dan seni untuk
memperoleh keseimbangan antara lingkungan dengan manusia dan juga
merupakan ilmu dan seni mengelola lingkungan agar bisa menciptakan kondisi
lingkungan yang bersih, sehat, nyaman dan aman serta terhindar dari berbagai
macam penyakit. Sedangkan ilmu kesehatan lingkungan merupakan ilmu yang
mempelajari hubungan suatu kelompok penduduk dengan berbagai macam
perubahan yang terjadi dilingkungan mereka tinggal yang berpotensi
mengganggu kesehatan masyarakat umum. Kesehatan lingkungan rnerupakan
faktor yang dominan dalam mempengaruhi penyakit diare di masyarakat.
Keadaan kesehatan lingkungan yang berkaitan erat dengan diare adalah
pengadaan air bersih dan penggunaan jamban keluarga. Penggunaan jamban
yang benar dapat mengurangi resiko diare lebih baik. faktor lingkungan yang
mengganggu kesehatan. Kejadian diare umumnya terjadi pada daerah yang
memiliki sanitasi lingkungan yang buruk (Meliana,2012).
Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup.
1) Sumber air bersih
Air bersih memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia,
karena air diperlukan untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan sehari-hari.
Kebutuhan air bagi manusia sangat kompleks yaitu untuk minum, mandi,
masak, mencuci, dan lain sebagainya. Air bersih digunakan harus memenuhi
syarat baik dari segi sarana pengolahan, pemeliharan dan pengawasan kualitas
sumbernya.
2) Lantai rumah
Syarat dari rumah sehat adalah memiliki lantai yang tidak berdebu pada
musim kemarau an tidak basah di musim hujan. Lantai yang baik adalah lantai
dalam keadaan kering dan tidak lembab. Bahan lantai harus kedap air dan mudah
dibersihkan paling tidak diplester dan akan lebih baik jika dilapisi ubin atau
keramik yang mudah dibersihkan.
3) Tempat pembuangan sampah
Sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai baik berasal
dari RT/hasil proses produksi. Jenis sampah dibagi atas sampah organic dan
anorganik. Sampah organic adalah sampah yang umumnya dapat membusuk,
misalnya makanan, daun, buah-buahan. Sedangkan sampah anorganik adalah
sampah yang tidak dapat membusuk misalnya logam, besi, dan plastik gelas.
Sampah dapat menjadi sumber penyakit. Karena itu perlu dikelola sehingga
tidak mengotori lingkungan, tidak menjadi sarang vaektor, maupun sarang
penyakit. Sampah harus ditempatkan pada tempat yang memenuhi syarat. Syarat
tempat sampah yang dianjurkan yaitu: kuat, tidak mudah bocor, tertutup, mudah
dibuka, mudah dikosongkan, dibersihkan, ukuran tempat sampah harus
sedemikian rupa sehingga mudah untuk diangkat oleh satu orang. Keluarga yang
mempunyai tempat sampah khusus akan membuang sampah tersebut sehingga
dapat mencegah diare, sedangkan yang tidak mempunyai beresiko 2 kali lipat
terkena diare.
I. KERANGKA TEORI
Kerangka Teori adalah suatu model yang menerangkan bagaimana
hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah
diketahui dalam suatu masalah tertentu (Erlina, 2011).
Adapun faktor-faktor resiko untuk mengetahui gambaran kejadian
diare terbagi atas enam kelompok yaitu sosial ekonomi, umur balita,
pendidikan ibu, pekerjaan ibu, kesehatan lingkungan dan pemberian
makanan.
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber :(Meliana 2012, Jufrti dan Soenarto 2012, Ahmadi dan Widyastuti 2016, &
Fatkhiyah 2016).
BAB III
Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
1. Sosial Ekonomi
2. Umur Balita Diare pada Balita
3. Pendidikan Ibu
B. Definisi Operasional
Menurut Notoatmodjo (2012), definisi operasional merupakan uraian tentang
batasan variabel yang dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang
bersangkutan. Definisi operasional ini diperlukan agar pengukuran variabel atau
pengumpulan data (variabel) itu konsisten antara sumber data (responden) yang satu
dengan responden yang lain disamping variabel harus didefinisi operasionalkan juga
perlu dijelaskan cara atau metode pengukuran, hasil ukur, atau kategorinya, serta
skala pengukuran yang digunakan.
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah deskritif yaitu
suatu penelitian yang digunakan dengan tujuan untuk melihat gambaran fenomena
yang terjadi di dalam masyarakat secara obyektif (Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini
dilakukan untuk melihat Gambaran Faktor resiko terjadinya penyakit diare pada balita
di Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi tahun 2020.
1. Populasi
Menurut (Notoatmodjo, 2018) mengartikan populasi sebagai kumpulan
individu dengan kualitas dan ciri yang telah ditetapkan. Kualitas dan ciri ditentukan
oleh variabelnya. Batas populasi bukanlah tempat dan waktu penelitian, tetapi
karakterisik elemen atau individu populasi. Tidak semua subjek dalam tempat dan
waktu penelitian diteliti, tetapi subjek yang mempunyai karakteristik tertentu yang
sama. Popolasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita diare
pada balita di Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten
Bekasi pada bulan September – November sebanyak 102 balita tahun 2020.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo,2010). Dalam penelitian ini
yang menjadi sampel adalah sebagian balita yang terkena diare di Puskesmas
Mekarmukti saat di lakukan penelitian yaitu sebanyak 119 balita.
Rumus Slovin adalah suatu sistematis yang digunakan untuk menghitung
jumlah dari sebuah populasi objek tertentu yang belum diketahui ilmuan matematis
yang bernama slovin, pada tahun 1960. Rumus Slovin ini bisa digunakan untuk
sebuah penelitian pada suatu objek tertentu dalam jumlah populasi yang besar,
sehingga digunakanlah untuk meneliti pada sebuah sampel dari populasi objek
yang besar tersebut.
Rumus :
n= N
1+N (e2)
Keterangan :
n : Jumlah Sampel
N :Jumlah Populasi
e: Tingkat keselahan sampel ( sampling eror), biasanya 5 %
n= 102
1+ 102 ( 0,05)2
n= 102
1+ 0,255
n = 102
1,255
n = 81 sampel
3. Teknik Sampel
Suatu populasi pada sekolompok balita umur 7 bulan sampai 5 tahun yang
mengalami penyakit diare dan berobat di Puskesmas Mekarmukti Kecamatan
Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi tahun 2020.
b. Karakteristik Sampel
Kriteria sampel dalam penelitian ini meliputi kriteria inklusi dan eksklusi,
yaitu :
1) Kriteria Inklusi
a) Balita umur 7 bulan sampai 5 tahun.
b) Balita yang mengalami penyakit diare
c) Balita yang berobat di Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang
Utara, Kabupaten Bekasi tahun 2020.
2) Kriteria Eksklusi
a) Balita yang bukan umur 7 bulan sampai 5 tahun
b) Balita yang tidak berobat di Puskesmas Mekarmukti Kecamatan
Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi tahun 2020.
2. Waktu Penelitian
1. Jenis Data
Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh
lewat pihak lain,tidak langsung diperoleh dari subjek penelitiaannya. data yang
didapat dengan melihat register dan rekam medik untuk variabel diare pada balita
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini berupa data sekunder seluruh data yang
bersumber dari kartu status pasien atau rekam medik
3. Cara Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah suatu usaha untuk memperoleh data dengan
metode yang ditentukan oleh peneliti. Metode pengumpulan data dalam penelitian
ini dilakukan dengan cara melihat status pasien untuk kejadian diare pada balita.
E. Instrument Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk pengumpulan data.
Instrument dalam penelitian ini di dapatkan dari sumber yang telah ada yaitu kartu
status pasien atau rekam medik berupa data sekunder.
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti
secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).
Sumber data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung atau
melalui sumber lain yang sudah tersedia sebelum penulis melakukan penelitian
(Indrianto dan Supomo, 2013).
F. Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan salah satu bagian rangkaian kegiatan penelitian
pengumpulan data (Kartika, 2017) data yang telah terkumpul di olah sebagai berikut :
1. Editing data
Editing data adalah pemeriksaan (edit) data untuk menyesuaikan terhadap apa
yang seharusnya, tahap ini dilakukan untuk menilai kelengkapan menyesuaikan
dengan jabatan responden.
2. Coding data
Coding data adalah mengklasifikasikan dan pemberian kode pada data yang
dimasukkan untuk memudahkan pengolahan data yaitu dengan cara memberikan
kode pada kartu status pasien atau rekam medik.
3. Skoring
Langkah ini untuk menilai dan hasil dari kartu status pasien, sehingga
memudahkan dalam proses Entry data.
4. Entry data
Entry data adalah merupakan proses pemindahn data medis komputer agar
diperoleh masukan yang siap diolah mengunakan SPSS
5. Tabulating
G. Analisa Data
1. Analisis Univariat
P= X 100%
n
Keterangan: P : Presentasi
f : Jumlah Frekuensi
n : Jumlah Sampel