Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak-anak adalah generasi penerus bangsa yang harus sangat di perhatikan dalam
kualitas bangsa dimasa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini. Anak yang
sehat merupakan idaman yang semua orang tua inginkan, namun tidak semua anak berada
dalam kondisi yang sehat. Gangguan kesehatan yang dapat terjadi pada masa anak-anak
dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak, khususnya jika terdapat gangguan
pada saluran pencernaan yang sangat berperan penting dalam membutuhkan nutrisi yang
diperlukan untuk menjaga tumbuh kembang anak. Salah satunya gangguan pada saluran
pencernaan yang terjadi pada anak adalah diare (Suraatmaja, 2015).
WHO (2016) diare merupakan buang air besar dengan konsistensi dalam bentuk cair
atau mencret sebanyak 3 kali dan bisa lebih dalam satu hari. Terdapat dua kriteria penting
yang harus ada dalam penyakit diare yaitu buang air besar dalam bentuk cair dan sering,
jadi misalnya anak / balita buang air besar sehari tiga kali tapi tidak cair, maka tidak bisa
disebut daire, tetapi sebaliknya jika anak/balita buang air besar sehari tiga kali cair, maka
bisa disebut diare.
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO, 2018) penyakit diare
merupakan penyakit tertinggi kedua penyebab kematian pada anak di bawah lima tahun di
seluruh dunia setelah penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Angka kejadian
pada kasus diare di dunia setiap tahunnya mencapai angka 1,7 juta kasus baru. Setiap
tahun diare bisa menyebabkan 760.000 ribu kematian pada balita di dunia ( Elvalini
Warnelis Sinaga, dkk, 2018).
Di Indonesia diare merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan di
seluruh dunia, Kejadian Luar Biasa (KLB) pada kasus Diare terjadi pada tahun 2018
tercatat sebanyak 21 kali yang tersebar di 12 provinsi dan 17 kabupaten/kota dengan
jumlah penderita 1725 orang dewasa , anak-anak, maupun balita dan kematian sebanyak
34 orang (CFR 1,97%) (Kemenkes RI, 2018). Provinsi Jawa Timur menjadi daerah yang
mempunyai kasus diare tertinggi ke 2 sebanyak 151.878 dengan presentasi 7,6%, dan
sedangkan daerah Surabaya berada pada kasus tertinggi sejumlah 78.463 kasus hampir
50% dari total kasus diare daerah di Jawa Timur (Kemenkes RI, 2019). Data yang
diperoleh dari Kemenkes RI (2019) dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) untuk tahun
2018, pada kelompok umur balita 1-4 tahun (12,8%) dan jenis kelamin perempuan
terdapat 8,3 persen merupakan kelompok yang paling banyak penderitanya. Keadaan
sosial ekonomi juga menjadi faktor yang beresiko terhadap kejadian diare. Semakin baik
keadaan sosial ekonomi keluarga, semakin berkurangnya terkena diare (Oliveira et al,
2017, Sumampouw et al, 2019). Angka kasus diare yang menyerang balita di daerah Jawa
Timur mengalami kenaikan persen dari 6,6% di tahun 2013 menjadi 10,7% di tahun 2018,
menduduki peringkat ke 2 setelah di daerah Jawa Barat ( Juniastuti, dkk, 2019).
Di Jawa Barat terdapat kasus diare untuk semua golongan umur yaitu sebanyak
228.713 kasus (44,9 % dan seluruh kasus), tahun 2017 sebanyak 163.239 kasus (proporsi
40.83 %) dan tahun 2018 sebanyak 96.866 kasus (proporsi 43,27 %). Dari hasil survei
tahun 2018 terdapat angka terjadi terkena diare pada balita sebesar 25,5 %, sedangkan
angka kematian diare balita sebanyak 1,2 per 1.000 balita.
berdasarkan data yang sudah ada diatas terdapat di daerah Kabupaten Bekasi kasus
terkena diare masih sangat tinggi yaitu 34.464 kasus, dimana diare pada balita sebanyak
29,51 % dari seluruh kasus diare yang sudah ada, padahal fasiltas atau sarana kesehatan
lingkungan sudah cukup memadai terutama cakupan air bersih 64,19 %, cakupan
jamban / wc keluarga 87,43 % dan rumah sehat 83,97 % ( Ditjen P2P, Kemenkes RI,
2018).
Diare dapat menular melalui makanan dan minuman yang sebelumnya sudah terkena
oleh agen patogen yang menginfeksi usus yang disebabkan oleh virus, bakteri, dan parasit
merupakan salah satu dari penyebab utama di masyarakat (WHO, 2016). Faktor-faktor
lain yang menyebabkan diare adalah metabolisme laktosa oleh usus, dan keracunan
makanan (WHO, 2016). Diare pada balita di sebabkan oleh banyak faktor resiko.
diantaranta faktor resiko yang berperan dalam menimbulkan diare yaitu karena kurangnya
pengetahuan orang tua, kebersihan yang kurang serta pola pemberian makan, dan sosial
ekonomi (Ngastiyah, 2012). Berdasarkan kemenkes (2011) faktor resiko lain juga
mempengaruhi seperti perilaku yang dapat mempengaruhi kejadian diare pada balita,
yaitu dalam pemberian ASI secara ekslusif, menggunakan air bersih, kebiasaan mencuci
tangan, dan penggunaan jamban yang baik. berdasarkan kemenkes (2011) dari semua
faktor yang mempengaruhi kejadian diare yaitu faktor pengetahuan ibu, kebersihan dalam
mencuci tangan dan kesehatan lingkungan seperti penyediaan air bersih dan kondisi
jamban, serta pemberian ASI menjadi faktor yang sangat penting bagi keluarga dalam
menurunkan angka terkena diare pada balita.
Salah satu upaya pemerintah dalam menangani penyakit diare, terutama diare pada
balita/anak-anak sudah dilakukan melalui peningkatan kondisi lingkungan baik terutama
melalui program desa tertinggal maupun program lainnya, sampai saat ini belum
mencapai tujuan yang diharapkan, karena kejadian penyakit diare masih belum menurun.
Apabila jika diare pada balita atau anak-anak tidak ditangani secara maksimal bukan
hanya tanggung jawab pemerintah saja tetapi masyarakat juga dapat ikut serta
menanggulangi dan mencegah terjadinya diare pada balita dan anak-anak, karena apabila
hal itu tidak dilaksanakan secara maksimal dapat menimbulkan kerugian baik itu dalam
kehilangan biaya untuk pengobatan yang cukup besar ataupun dapat pula menimbulkan
kematian pada balita yang terkena diare (Ulfiyah, 2018).
Berdasarkan data yang di peroleh dari Register di Puskesmas Mekarmukti Cikarang
di dapatkan data pada tahun 2020 pada Bulan September – November sebanyak 102
pasien atau 79 % yang terkena diare pada balita. Maka peneliti tertarik untuk meneliti
tentang “Gambaran kejadian diare pada balita di Puskesmas Mekarmukti Kecamatan
Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, Tahun 2020”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan data yang di peroleh dari Register di Puskesmas Mekarmukti Cikarang
di dapatkan data pada tahun 2020 pada Bulan September – November sebanyak 102
pasien yang terkena diare pada balita di Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang
Utara, Kabupaten Bekasi, Tahun 2020.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis dapat
merumuskan masalah yaitu bagaimana gambaran kejadian diare pada balita di Puskesmas
Mekarmukti Cikarang, Kabupaten Bekasi, tahun 2020.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran kejadian diare pada balita di Puskesmas
Mekarmukti Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, tahun 2020.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi sosial ekonomi terhadap kejadian diare di
Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi tahun
2020.
b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi umur balita terhadap kejadian diare di
Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi tahun
2020.
c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pendidikan ibu terhadap kejadian diare di
Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi tahun
2020.
d. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pekerjaan ibu terhadap kejadian diare di
Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi tahun
2020.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan tentang
gambaran kejadian diare pada balita di Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang
Utara, Kabupaten Bekasi tahun 2020.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Institusi Kesehatan Lainnya
Dapat dijadikan bahan rekomendasi terkait gambaran kejadian diare pada
balita di Indonesia, serta dijadikan referensi dalam penelitian dan analisis lanjut
Riset Kesehatan Dasar terkait diare pada balita di Indonesia.
b. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi puskesmas
Mekarmukti untuk dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan
bidan/perawat untuk menyukseskan program penanganan diare pada balita.
c. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai referensi penelitian-penelitian selanjutnya mengenai kejadian diare
pada balita.
d. Bagi Mahasiswa
Dapat dijadikan sebagai pengalaman yang berharga dan meningkatkan
kemampuan dalam menganalisa permasalahan dengan mempergunakan ilmu
pengetahuan yang telah diterima selama menempuh pendidikan Program Studi
Diploma Tiga Kebidanan di Institut Medika Drg. Suherman.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI DIARE PADA BALITA


Diare atau mencret di definisikan sebagai buang air besar dengan intensitas
feses tidak berbentuk (unformed stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali
dalam 24 jam. diare berlangsung kurang dari 2 minggu, disebut sebagai diare akut.
Dan sedangkan diare berlangsung 2 minggu atau lebih, disebut diare kronik, feses
tanpa lendir. (Amin, 2015). Mikroorganisme yang menyebabkan diare pada balita
seperti bakteri, virus dan protozoadapat menyebabkan diare. Eschericia coli
enterotoksigenic, Shigella sp, Campylobacterjejuni, dan Cryptosporidium sp
(Utami, dkk. 2016)
Diare merupakan Buang Air Besar (BAB) dalam bentuk encer dapat berupa air
saja seperti mencret biasanya dalam waktu 3 kali dalam sehari. Diare atau penyakit
diare (Diarrhead Disease) berasal dari bahasa yunani yaitu Diarroi yang artinya
mengalir terus, adalah keadaan abnormal dari pengeluaran tinja yang frekuen (Ariani,
2016).
Diare merupakan suatu kondisi ditandai dengan hilangnya suatu cairan elektrolit
secara berlebih melalui feses. Diare adalah keadaan dimana BAB terjadi tidak normal
seperti biasanya dengan ferkuensi lebih dari 3 kali dalam sehari dengan bentuk feses
lunak. Diare berlangsung terdiri dari diare akut yang merupakan suatu diare dengan
waktu berlangsungnya berkisar kurang lebih dari 14 hari, sedangkan diare kronik
merupakan suatu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari ( DH Putri 2017 ).
Diare merupakan perubahan konsistensi tinja yang terjadi secara tiba-tiba akibat
kandungan air di dalam tinja melebihi batas normal (10ml/kg/hari) dengan peningkatan
frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan berlangsung kurang lebih dari 14 hari
(Tanto dan Liwang, 2014).
Diare merupakan buang air besar dengan bentuk lembek atau cair, bahkan dapat
berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam
waktu satu hari (Depkes RI 2011). Diare merupakan keadaan buang air besar pada
balita lebih dari 3 kali sehari dengan disertai perubahan bentuk tinja menjadi cair tanpa
lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu (Juffrie dan Soenarto,
2012).
pengertian diare pada balita dapat di simpulkan bahwa diare merupakan buang air
besar pada bayi atau anak dengan frekuensi lebih dari empat kali perhari yang disertai
dengan perubahan bentuk tinja menjadi cair baik disertai lendir maupun tanpa disertai
lendir dan darah. Untuk bayi baru lahir yang minum ASI dikatakan diare apabila
frekuensi BAB nya lebih dari empat kali sehari. Hal ini terjadi karena adanya
intoleransi laktosa akibat belum sempurnanya sistem saluran cerna bayi.

B. TANDA DAN GEJALA DIARE PADA BALITA


Tanda dan gejala awal diare pada balita atau anak ditandai dengan anak menjadi
cengeng, gelisah, suhu meningkat, nafsu makan menurun, tinja cair lendir dan
keluarnya darah, anus lecet, dehidrasi, berat badan menurun, turgor kulit menurun,
mata dan ubun-ubun cekung, mulut dan kulit menjadi kering (Octa dkk, 2014).
Menurut (Sodikin, 2011) Tanda dan gejala awal diare ditandai dengan anak
menjadi cengeng, lemas, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu makan menurun,
kemudian timbul diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelumatau sesudah diare. Apabila
penderita telah banyak mengalamikehilangan air dan elektrolit, maka terjadilah gejala
dehidrasi.
Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit,maka gejala dehidrasi
makin tampak. Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun
membesar menjadi cekung, selaput lendir bibir. ( Benedikta Desideria, 2015).
Gejala diare dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Gejala umum yang terdiri dari berak cair atau lembek dan sering (gejala khas diare),
Muntah biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut, anak menjadi cengeng,
gelisah, dan demam dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare, gejala
dehidrasi yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis, bahkan gelisah,
nafsu makan berkurang atau tidak ada, berat badan turun, dan karena seringnya
defekasi, anus dan sekitanya lecet karena tinja makin lama menjadi makin asam
akibat banyaknya asam laktat yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat
diabsorpsi oleh usus.
b. Gejala khusus yaitu vibrio cholera (diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan
berbau amis) dan disenteriform dimana tinja berlendir dan berdarah.
Diare adalah buang air besar dengan frekuensi lebih sering dan bentuk feses
lebih encer dari biasanya. Saat diare, tubuh akan kehilangan banyak cairan
(dehidrasi) dan elektrolit. Pada saat yang bersamaan, usus juga tidak dapat menyerap
elektrolit dan cairan yang diberikan kepadanya.
Jenis dehidrasi balita diare dibandingkan dengan orang dewasa, bayi dan anak
yang mengalami diare cenderung lebih cepat mengalami dehidrasi. Ini karena tubuh
mereka didominasi oleh air, sehingga penanganan diare akan difokuskan untuk
mencegah terjadinya dehidrasi. Oleh sebab itu, ibu perlu mencari tahu tanda dan
gejala dehidrasi pada balita diare, tanpa dehidrasi pada keadaan ini, balita tampak
seperti biasa. Frekuensi buang air kecil juga tidak berkurang, sehingga ibu dapat
melanjutkan ASI serta memberikan makanan dan susu formula yang biasa
dikonsumsinya. Untuk menangani diare, ibu bisa memberikannya cairan oralit 5-10
mililiter setiap kali diare terjadi adapun untuk tingakatan dehidrasi ( Halodoc, 2018)
sebagai berikut :
a). Dehidrasi Ringan Sedang
Pada keadaan ini, balita tampak kehausan dan frekuensi buang air kecil menjadi
berkurang. Matanya juga terlihat cekung, bibir kering, dan kekenyalan kulit
menurun. Selain tetap memberikan oralit, ibu juga perlu membawanya ke rumah
sakit untuk mendapatkan penanganan medis seperti pemberian cairan infus.
b.) Dehidrasi Berat
Dehidrasi berat ditandai dengan gejala dehidrasi ringan sedang dan ditambah
dengan kondisi balita yang tampak sangat lemas, tidak sadar penuh, napas cepat
dan dalam, denyut nadi cepat, dan kekenyalan kulit sangat menurun. Pada kondisi
ini, ia perlu segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan cairan infus
secepatnya.

C. PENYEBAB DIARE PADA BALITA


Penyebab penyakit diare adalah virus, bakteri dan parasit hingga alergi. Virus,
bakteri, dan parasit tersebut masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau ASI yang
terkontaminasi oleh bakteri. biasanya hewan pembawa bakteri adalah lalat. Makanan
yang telah dilalati sebaiknya dibuang untuk mencegah terjadinya diare pada balita atau
anak.Penyakit diare itu juga dapat disebabkan oleh kuman yang menempel pada tangan
yang kotor dan masuk ke dalam tubuh ketika anak dan balita sedang makan.
Menurut ( Sw Ningsih, 2019 ) Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor
yaitu :
a. Infeksi : Infeksi dari bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Gol. Vibrio, Bacillus
cereus, Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas),
virus (rotavirus, Norwalk/ Norwalk like agent, Adenovirus, Protozoa, Entamoeba
histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli), dan parasit (cacing perut, Ascaris,
Trichiuris, Strongyloides, jamur, Candida).
b. Malabsorpsi : Kandungan nutrient makanan yang berupa karbohidrat, lemak
maupun protein dapat menimbulkan intoleransi, malabsorpsi maupun alergi
sehingga terjadi diare pada anak maupun bayi.
c. Makanan yaitu makanan basi, belum waktunya diberikan, keracunan berupa
makanan beracun.
d. Alergi dan Imunodefisiensi : alergi susu, alergi makanan, Pada anak imunosupresi
berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak patogen dan mungkin juga
berlangsung lama.
e. Penyebab lain (psikis) : Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat
menyebabkan diare kronis.

D. KLASIFIKASI DIARE PADA BALITA


klasifikasi diare menurut (Octa,dkk 2014) ada dua yaitu berdasarkan lamanya dan
berdasarkan mekanisme patofisiologik.
a. Berdasarkan lama diare
1) Diare akut berlangsung kurang dari 14 hari
2) Diare kronik berlangsung lebih dari 14 hari dengan kehilangan berat badan atau
berat badan tidak bertambah selama masa diare.
b. Berdasarkan mekanisme patofisiologik
1) Diare sekresi disebabkan karena meningkatnya sekresi air dan elekrtolit dari usus.
Ciri khas pada diare ini adalah volume tinja yang banyak.
2) Diare osmotic merupakan diare yang disebabkan karena meningkatnya tekanan
osmotik intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia.
Menurut (Istiqoomah, 2019) klasifikasi berdasarkan penyebab diare dibagi
menjadi dua yaitu diare spesifik dan diare non spesifik.
1) Diare spesifik adalah diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus dan parasit.
2) Diare non-spesifik adalah diare yang disebabkan oleh makanan.

E. PATOFISIOLOGI DIARE PADA BALITA


Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan
yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, rongga
usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu, menimbulkan gangguan sekresi
akibat toksin didinding usus, sehingga sekresi air dan elekterolit meningkat kemudian
menjadi diare.Gangguan motiliasi usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan
hipoperistaltik. Akibat dari diare kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hypokalemia), gangguan
gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi. Gangguan
gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah) dan
gangguan sirkulasi darah ( Istiqoomah,2019).

F. PENGOBATAN DIARE PADA BALITA


Dasar pengobatan diare adalah sebagai berikut :
a. Pemberian cairan: jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberianya.
1) Cairan per oral. Pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan
per oral berupa cairan yang berisikan NaCL dan NaHCO3, KCL dan glukosa.
Untuk diare akut dan kolera pada anak di atas umur 6 bulan kadar natrium 90
mEq/L.
2) Pemberian cairan pasien malnutrisi energi protein (MEP) tipe
marasmik.Kwashiorkor dengan diare dehidrasi berat, misalnya dengan berat badan
3-10 kg, umur 1bln-2 tahun, jumlah cairan 200 ml/kg/24jam. Kecepatan tetesan 4
jam pertama idem pada pasien MEP.Jenis cairan DG aa. 20 jam berikutnya: 150
ml/kg BB/20 jam atau 7 ml/kg BB/jam atau 1 ¾ tetes/kg/BB/menit ( 1 ml= 15
menit) atau 2 ½ tetes /kg BB/menit (1 ml=20 tetes).
b. cara pemberian makanan untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun
dengan berat badan kurang dari 7 kg jenis makanan:
1) Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandug laktosa rendah dan asam lemak
tidak jenuh)
2) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim), bila anak tidak
mau minum susu karena di rumah tidak biasa.
3) Susu kusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan missalnya susu
yang tidsk mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak
jenuh. (Ngastiyah, 2014)
c. Terapi farmakologik
1) Antibiotik
2) Obat antipiretik
Menurut Suraatmaja (2010), obat antipiretik seperti preparat salisilat
(asetosol, aspirin) dalam dosis rendah (25 mg/ tahun/ kali) selain berguna untuk
menurunkan panas akibat dehidrai atau panas karena infeksi, juga mengurangi
sekresi cairan yang keluar bersama tinja.
3) Pemberian Zinc
Pemberianzinc selama diare terbuki mampu mengurangi lama dan tingkat
keparah diare, mengurangi frekuensi buang air besar (BAB), mengurangi volume
tinja, serta menurunkan kekambuhan diare pada tiga bulan berikutnya (Lintas
diare, 2011).

G. PENCEGAHAN DIARE PADA BALITA


Untuk mencegah penyebaran diare dapat dilakukan dengan cara:
a. Mencuci tangan dengan menggunakan sabun sampai bersih pada lima waktu
penting:
1) Sebelum makan.
2) Sesudah buang air besar (BAB).
3) Sebelum menyentuh balita anda.
4) Setalah membersihkan balita anda setelah buang air besar.
5) Sebelum proses menyediakan atau menghidangkan makan untuk siapapun.
b. Mengkonsumsi air yang bersih dan sehat atau air yang sudah melalui proses
pengolahan.
c. Pengolahan sampah yang baik dengan cara pengalokasiannya ditempatkan ditempat
yang sudah sesuai.
d. Membuang proses MCK (Mandi Cuci Kakus) pada tempatnya, sebaiknya anda
meggunakan WC/jamban yang bertangki septik atau memiliki sepiteng
(Ihramsulthan.com, 2010).
Kemenkes RI (2011) menjelaskan tujuan pencegahan adalah untuk
tercapainya penurunan angka kesakitan diare pada balita dengan meningkatkan
sarana sanitasi.Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang
dapat dilakukan adalah :
1. Perilaku Sehat
a. Pemberian ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan
tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara
optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur
6 bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini. ASI bersifat
steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan lain yang
disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang dapat terkontaminasi dalam botol
yang kotor.
b. Makanan Pendamping ASI pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi
secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa
tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayisebab perilaku pemberian
makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya
diare atau pun penyakit lain yang menyebabkan kematian. Perilaku pemberian
makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa dan
bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
c. Menggunakan Air Bersih yang Cukup Sebagian besar kuman infeksius penyebab
diare ditularkan melalui Fecal-oral. Kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk
kedalam mulut melalui makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja,
misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadahnya atau tempat makan-minum
yang dicuci dengan air tercemar. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air
yang benar-benar bersih mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding
dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.
d. Mencuci tangan kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang
penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan
dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudahmembuang tinja anak,
sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum
makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare.
e. Menggunakan Jamban pengalaman di beberapa Negara membuktikan bahwa upaya
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko
terhadap penyakit diare.
f. Membuang tinja bayi yang benar tinja bayi berbahaya oleh karena itu tinja bayi
harus dibuang secara benar karena dapat menularkan penyakit pada anak-anak dan
orang tuanya.
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh keluarga, yaitu:
1) Kumpulkan segera tinja bayi dan membuangnya ke jamban
2) Bantu anak-anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah
dijangkau olehnya.
3) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja anak seperti di
dalam lubang atau dikebun kemudian ditimbun.
4) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan
sabun.
g. Pemberian imunisasi campak pemberian imunisasi campak pada bayi sangat
penting untuk mencegah agar bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit
campak sering disertai, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat
mencegah diare.
2. Penyehatan Lingkungan
a. Penyediaan air bersih beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara
lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata dll, maka
penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan dalam
memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan.
b. Pengelolaan sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya
vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa, dan sebagainya. Selain itu
sampah dapat mencemari tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan
estetika seperti bau yang tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat.
Oleh karena itu, pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan
penyakit tersebut.

H. FAKTOR RESIKO DIARE PADA BALITA

1. Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok
masyarakat yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendidikan serta
pendapatan. Dalam pembahasannya sosial dan ekonomi sering menjadi objek
pembahasan yang berbeda.Sosial ekonomi masyarakat yang rendah dapat
mempengaruhi tingkat partisipasi aktif dalam melaksanakan upaya pelayanan
kesehatan masyarakat, misalnya meningkatkan fasilitas kesehatan,
meningkatkan status gizi masyarakat. Salah satu contohnya kemiskinan
merupakan tingkat kekurangan materi dibandingkan dengan standar kehidupan
yang umum pada sejumlah orang yang berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan. Kemiskinan bukan hanya kekurangan dalam ukuran ekonomi,
namun juga dalam ukuran kejiwaan dan budaya. Kemiskinan bertanggung
jawab atas penyakit yang ditemukan pada anak. Hal ini dikarenakan
kemiskinan mengurangi kapasitas orang tua dalam mendukung perawatan anak
yang memadai, cenderung memiliki hygiene yang kurang, miskin diet, dan
miskin pendidikan. Sehingga anak yang miskin meningkatkan angka kematian
dan kesakitan yang lebih tinggi pada hampir semua penyakit. Penelitian
Cahyono tahun 2012, juga menyebutkan bahwa status ekonomi keluarga
kurang beresiko 2,02 kali mengalami kejadin diare dari pada yang berstatus
ekonomi keluarga cukup (Meliana, 2012).
Adapun untuk besaran UMK Kabupaten Bekasi menurut dewan
Pengupahan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Edy Rochyadi sebagai Kepala
Dinas Tenaga Kerja, Kabupaten Bekasi, menyepakati besaran Upah Mininum
Kabupaten (UMK) setempat tahun 2020 sebesar Rp. 4.498.961. Sesuai dengan
tata tertib Dewan Pengupahan Kabupaten Bekasi pasal 31 ayat 2, penetepan
besaran UMK di lakukan berdasarkan pengambilan suara terbanyak apabila
musyawarah mufakat tidak di sepakti anggota dewan pengupahan dengan
mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 mengenai
pengupahan yakni sebesar Rp. 4.498.961. Jika masyarakat memiliki
pendapatan perbulan sesuai UMK tujuannya untuk memastikan memperoleh
pengahsilan yang layak dan dapat memenuhi kebutuhan ekonominya, jika
kurang dari UMK dan mendapatkan pengahsilan rendah, maka dari itu
semaksimal mungkin berusaha agar masyarakat memiliki penghasilan sesuai
UMK tujuannya agar masyarakat sejahtera ( Rochyadi, 2020).
a). Jika penghasilan perbulan kurang dari Rp. 4.498.961 di
katakan pendapatan rendah.
b). Jika penghasilan perbulan mencapai Rp. 4.498.961
memiliki pendapatan cukup tinggi sesuai dengan UMK.
2. Umur Balita
Diare terjadi pada kelompok umur balita 7-24 bulan pada saat diberikan
makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan
kadar anti body ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang
mungkin terkontaminasi bakteri tinja. Semakin muda umur balita semakin besar
kemungkinan terkena diare, karena semakin muda umur balita keadaan integritas
mukosa usus masih belum baik sehingga daya tahan tubuh masih belum
sempurna (Jufrti dan Soenarto,2012).
Kejadian diare terbanyak pada balita usia 7-24 bulan. Hal ini terjadi karena:
a) Bayi usia < 7 -24 bulan ini mendapat MP-ASI dimana beresiko tinggi ikut
sertanya kuman pada makanan tambahan (terutama jika sterilisasinya kurang)
sehingga beresiko tinggi terkena diare
b) Balita umur > 24 bulan mempunyai resiko rendah terkena diare. Produksi
ASI mulai berkurang yang berarti antibody yang masuk bersama dengan ASI
juga ikut berkurang. Setelah usia 24 bulan tubuh anak mulai membentuk
sendiri antibody dalam jumlah cukup, sehingga serangan virus berkurang.

3. Pendidikan Ibu

a. Pengertian Pendidikan

Pendidikan secara etiologis berasal dari bahasa yunani yaitu


paedugogie yang berarti membimbing anak. Secara luas pendidikan adalah
usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian di dalam maupun di luar
sekolah yang berlangsung seumur hidup (Ahmadi dan Widyastuti, 2016).

Pengertian pendidikan menurut dapat dilihat dari beberapa sudut


pandang, anatara lain:

1) Pengertian pendidikan dalam arti luas.

Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung


dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.

2) Pengertian pendidikan dalam arti sempit.

Pendidikan adalah sekolah. Pendidikan adalah pengajaran yang


diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Pendidikan
adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak dan remaja
yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan
kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka.

3) Pengertian alternatif tentang pendidikan.

Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh pemerintah,


melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan, yang berlangsung di
sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta
didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara
tepat di masa yang akan datang. Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman
belajar terprogram dalam bentuk pendidikan formal, non formal, dan informal
di sekolah, dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup yang bertujuan
optimalisasi. Pengaruh orang tua terhadap anaknya juga besar pula. Di mata
anak, orang tua adalah seorang yang tertinggi gengsinya dan terpandai
diantara orang-orang yang dikenalnya. Cara orang tua melakukan pekerjaan
sehari-hari berpengaruh terhadap pekerjaan anak. Orang tua merupakan
penolong utama, lebih-lebih bagi anak yang agak besar, baik laki-laki maupun
perempuan, bila dia mau mendekati dan memahami anak. Dari penjelasan di
atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan orang tua adalah tingkat pendidikan
formal terakhir yang sudah di tempuh oleh orang tua dan memiliki bukti
kelulusan pada pendidikan tersebut. Dalam penelitian ini pendidikan orang tua
yang dimaksudkan adalah pendidikan terakhir yang ditempuh oleh ayah dan
ibu.

b. Jalur Pendidikan

Jalur pendidikan adalah sarana untuk peserta didik dalam


mengembangkan potensi diri di suatu proses pendidikan yang sesuai dengan
tujuan pendidikan. Jalur pendidikan terdiri atas:

1) Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi. Pendidikan formal juga berarti pendidikan yang ditempuh
seseorang dari lembaga pendidikan yang telah disahkan oleh Undang-Undang
atau peraturan yang berlaku mulai dari pendidikan dasar (SD dan SMP),
pendidikan menengah (SMA/SMK), sampai dengan pendidikan tinggi
(Diploma/Strata)
2) Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik dan menekankan pada penguasaan
pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian profesional. Pendidikan nonformal biasa terjadi didalam maupun
diluar lembaga pendidikan dan melayani orang semua usia. Pendidikan
nonformal diselenggarakan dnegan sengaja, tertib, dan berencana, diluar
kegiatan persekolahan dan pada umumnya tidak dibagi atas jenjang.
Pendidikan nonformal meliputi kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini,
pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan
keaksaraan, pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja, pendidikan
kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangka
kemampuan peserta didik.Hasil dari pendidikan nonformal dapat dihargai
setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses
penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
3) Pendidikan Informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan
yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil dari pendidikan
informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta
didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

c. Fungsi Pendidikan Ibu

Menurut Ahmadi (2016) orang tua menjadi pendidik utama dan pertama
bagi balita atau anak-anaknya, orang tua mengasuh dan merawat balita dengan
penuh tanggung jawab. Orang tua yang mempunyai latar belakang pendidikan
yang berbeda antara ibu dan ayah, maka masing-masing akan mempunyai
pengaruh yang berbeda pula dalam cara merawat balita. Pendidikan
mempengaruhi kepribadian orang tua, baik dalam sikap, berfikir, maupun
bertindak. Selain itu, kegiatan pendidikan didalam keluarga sangat tergantung
kepada kecenderungan yang kuat dari orang tua terhadap dunia pendidikan.
Dalam hal ini tingkat dan kualitas pendidikan orang tua sangat penting dan
menentukan. Orang tua yang berpendidikan tinggi cenderung sikap pendidikan
yang menekankan pada kedisiplinan dan kebutuhan terhadap prestasi.
Sebaliknya orang tua yang berpendidikan rendah pada umumnya tidak peduli
pada kebutuhan atau fasilitas kebutuhan balita ataua anak, bahkan kurang
begitu memperhatikan terhadap kebutuhan balita atau anak. Pendidikan akan
banyak memberikan perbedaan terhadap sikap individu, perbuatan, tingkah
laku, dan cara berfikir individu. Berkaitan dengan hal ini, orang tua memiliki
tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan memiliki sikap positif terhadap
peranan pola asuh tumbuh kembang balita atau anak. Oleh karena itu,
pendidikan orang tua menentukan keberhasilan balita atau anak dalam peroses
pertumbuhan perkembangan balita atau anak. Dengan kata lain, tinggi
rendahnya pendidikan orang tua akan sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan anak.

Faktor pendidikan berkaitan dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku


ibu terhadap masalah kesehatan balita termasuk terjadinya diare. Misalnya
kebiasaan ibu yang tidak mencuci tangan sebelum mmenyiapkan makanan,
setelah buang air besar, atau membuang kotoran, dan sebagainya. Salah satu
penyebab yang dapat berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang adalah
pendidikan. Pendidikan akan mempengaruhi proses berfikir atau belajar
sehingga akan lebih mudah untuk menerima informasi. Apabila informasi
kesehatan yang diterima semakin banyak maka akan semakin banyak pula
pengetahuan yang didapat. Namun tidak selamanya pendidikan rendah
membuat pengetahuan pun rendah. Pendidikan non formal juga dapat
memberikan pengetahuan, sehingga pengetahuan itu tidak hanya didapatkan
dari pendidikan formal saja, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
semakin banyak pula pengetahuan yang di miliki. Sebaliknya semakin
pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang
terhadap nilai-nilai yang bari di perkenalkan. Dalam penelitian ini yang
dimaksud dengan pendidikan adalah tingkat pendidikan terendah seperti SD,
SMP, SMA tingkat pendidikan tertinggi seperti diploma dan sarjana.

4. Pekerjaan Ibu
Pekerjaan adalah kebutuhan untuk mencari nafkah yang harus
dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan
keluarganya. Kesehatan balita dipengaruhi oleh pola pengasuhan dan
perawatan balita pada ibu yang bekarja maupun ibu yang tidak bekerja hal ini
berkaitan dengan pola pemberian ASI.

a) Ibu yang tidak bekerja dapat memberikan bayi dengan kecukupan ASI
yang maksimal sehingga memiliki angka kejadian diare lebih kecil
b) Ibu yang bekerja biasanya melakukan penyapihan ASI lebih dini sehingga
menyebabkan hubungan anak dan ibu berkurang keertannya karena proses
bounding attachment terganggu, insiden penyakit infeksi terutama diare
meningkat yang mengakibatkan malnutrisi pada balita, dan mengalami
reaksi alergi yang menyebabkan diare,muntah, ruam, dan gatal-gatal karena
reaksi dari sistem imun.
Status ibu bekerja tentu saja memiliki dampak terhadap pertumbuhan
dan perkembangan balita ibu yang ikut bekerja mempunyai banyak pilihan,
ada ibu yang memilih bekerja di rumah dan ada ibu yang memilih bekerja
di luar rumah. Jika ibu memilih bekerja di luar rumah maka ibu harus bisa
mengatur waktu untuk keluarga karena pada dasarnya seorang ibu
mempunyai tugas utama yaitu mengatur urusan rumah tangga termasuk
mengawasi, mengatur dan membimbing anak-anak. Karakteristik pekerjaan
seseorang dapat mencerminkan pendapatan, status sosial, pendidikan, status
sosial ekonomi, risiko cedera atau masalah kesehatan dalam suatu
kelompok populasi. Pekerjaan juga merupakan suatu determinan risiko dan
determinan terpapar yang khusus dalam bidang pekerjaan tertentu serta
merupakan prediktor status kesehatan dan kondisi tempat suatu populasi
bekerja. Aktivitas ibu dalam bekerja mempengaruhi pola perawatan balita
dan berhubungan dengan kesehatan balita termasuk terjadinya diare, status
pekerjaan ibu yang bekerja dan ibu tidak bekerja, tempat ibu bekerja dan
waktu bekerja ibu di luar rumah mempengaruhi resiko kejadian diare pada
balita (Ahmadi dan Widyastuti, 2016).
5. Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan merupakan cabang dari ilmu kesehatan
masyarakat yang mencakup semua aspek alam dan lingkungan yang
mempengaruhi kesehatan manusia. Kesehatan lingkungan berfokus pada
kealami dan penciptaan lingkungan yang memberikan keuntungan pada
manusia. Kesehatan lingkungan merupakan suatu disiplin ilmu dan seni untuk
memperoleh keseimbangan antara lingkungan dengan manusia dan juga
merupakan ilmu dan seni mengelola lingkungan agar bisa menciptakan kondisi
lingkungan yang bersih, sehat, nyaman dan aman serta terhindar dari berbagai
macam penyakit. Sedangkan ilmu kesehatan lingkungan merupakan ilmu yang
mempelajari hubungan suatu kelompok penduduk dengan berbagai macam
perubahan yang terjadi dilingkungan mereka tinggal yang berpotensi
mengganggu kesehatan masyarakat umum. Kesehatan lingkungan rnerupakan
faktor yang dominan dalam mempengaruhi penyakit diare di masyarakat.
Keadaan kesehatan lingkungan yang berkaitan erat dengan diare adalah
pengadaan air bersih dan penggunaan jamban keluarga. Penggunaan jamban
yang benar dapat mengurangi resiko diare lebih baik. faktor lingkungan yang
mengganggu kesehatan. Kejadian diare umumnya terjadi pada daerah yang
memiliki sanitasi lingkungan yang buruk (Meliana,2012).
Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup.
1) Sumber air bersih
Air bersih memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia,
karena air diperlukan untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan sehari-hari.
Kebutuhan air bagi manusia sangat kompleks yaitu untuk minum, mandi,
masak, mencuci, dan lain sebagainya. Air bersih digunakan harus memenuhi
syarat baik dari segi sarana pengolahan, pemeliharan dan pengawasan kualitas
sumbernya.
2) Lantai rumah
Syarat dari rumah sehat adalah memiliki lantai yang tidak berdebu pada
musim kemarau an tidak basah di musim hujan. Lantai yang baik adalah lantai
dalam keadaan kering dan tidak lembab. Bahan lantai harus kedap air dan mudah
dibersihkan paling tidak diplester dan akan lebih baik jika dilapisi ubin atau
keramik yang mudah dibersihkan.
3) Tempat pembuangan sampah
Sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai baik berasal
dari RT/hasil proses produksi. Jenis sampah dibagi atas sampah organic dan
anorganik. Sampah organic adalah sampah yang umumnya dapat membusuk,
misalnya makanan, daun, buah-buahan. Sedangkan sampah anorganik adalah
sampah yang tidak dapat membusuk misalnya logam, besi, dan plastik gelas.
Sampah dapat menjadi sumber penyakit. Karena itu perlu dikelola sehingga
tidak mengotori lingkungan, tidak menjadi sarang vaektor, maupun sarang
penyakit. Sampah harus ditempatkan pada tempat yang memenuhi syarat. Syarat
tempat sampah yang dianjurkan yaitu: kuat, tidak mudah bocor, tertutup, mudah
dibuka, mudah dikosongkan, dibersihkan, ukuran tempat sampah harus
sedemikian rupa sehingga mudah untuk diangkat oleh satu orang. Keluarga yang
mempunyai tempat sampah khusus akan membuang sampah tersebut sehingga
dapat mencegah diare, sedangkan yang tidak mempunyai beresiko 2 kali lipat
terkena diare.

4) Saluran pembuangan air limbah.


Limbah merupakan sisa air yang dibuang dan berasal dari rumah tangga,
industry dan pada umumnya mengandung bahan atau zat yang membahayakan.
Limbah yang tidak diolah akan mengganggu kesehatan dan lingkungan hidup.
Limbah merupakan media penyebaran penyakit terutama diare, kolera, typus,
tempat berkembang biakan mikroorganisme pathogen, vector, menimbulkan
bau, merusak estetika dan mencemari air permukaan serta mengurangi
produktifitas manusia karena bekerja menjadi tidak nyaman. Dalam upaya
mendukung terwujudnya kualitas lingkungan yang sehat diperlukan sistem
pengolahan limbah yang sesuai dengan standar dan memenuhi syarat kesehatan.
Oleh sebab itu diperlukan saluran pembuangan air limbah (SPAL). SPAL
merupakan sarana yang digunakan untuk membuang air buangan kamar mandi,
tempat cucian dapur, dan lain lain bukan dari jamban dan peratusan. SPAL
tersebut harus memenuhi syarat kesehatan antara lain jarak minimal 10 meter
dari sumber air bersih dan air tanah permukaan, tidak menimbulkan genangan
yang mengakibatkan tempat sarang vector, tidak terbuka dan tidak terkena udara
luar sehingga tidak menimbulkan bau dan mengganggu lingkungan.
6. Pemberian Makanan
Menurut Fatkhiyah 2016,pemberian makanan anatara lain meliputi :
a) Masa peralihan ini yang berlangsung antara 7 bulan sampai 24 bulan merupakan
masa rawan pertumbuhan anak karena bila tidak diberi makanan yang tepat, baik
kualitas maupun kuantitasnya, dapat terjadi malnutrisi. Makanan tambahan adalah
makanan yang bergizi sebagai tambahan selain makan utama bagi balita untuk
memenuhi kebutuhan gizi. Pemberian Makanan tambahan bagi balita dapat berupa
makanan yang dibuat dengan bahan pangan lokal yang tersedia dan mudah
diperoleh oleh masyarakat dengan harga yang terjangkau atau makanan hasil olahan
pabrikan. Secara umum pemberian makanan tambahan bertujuan untuk
memperbaiki keadaan gizi pada anak golongan rawan gizi yang menderita kurang
gizi, dan diberikan kepada anak balita dengan kriteria tiga kali berturut-turut tidak
naik timbangannya serta yang berat badannya pada KMS terletak di bawah garis
merah. Pemberian makanan tambahan memiliki tujuan untuk menambah energi dan
zat gizi esensial, serta tujuan pemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan pada
bayi dan balita gizi buruk, antara lain untuk memberikan makanan tinggi energi,
tinggi protein, dan cukup vitamin mineral secara bertahap, guna mencapai status gizi
optimal.
b.) Pemberian ASI Eksklusif dapat memberikan perlindungan terhadap diare.
Dengan memberikan ASI Eksklusif selama 6 bulan penuh maka mempunyai
daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare dari pada pemberian ASI yang
disertai susu formula. Bayi yang tidak diberikan ASI Eksklusif akan beresiko
lebih besar terkena diare daripada yang diberikan ASI Eksklusif. Bahwa ada
hubungan yang signifikan antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian
diare pada balita. Balita yang tidak diberikan ASI Eksklusif beresiko 5,495
kali terkena diare darpada yang diberikan ASI Eksklusif. bayi yang
mendapatkan makanan pendamping ASI sebelum berusia enam bulan akan
mempunyai resiko 17 kali lebih besar mengalami diare dan 3 kali lebih besar
kemungkinan terkena infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dibandingkan bayi
yang hanya mendapat ASI eksklusif dan mendapatkan MP ASI dengan tepat waktu
Setelah usia 6 bulan, kebutuhan nutrisi bayi baik makronutrien maupun
mikronutrien tidak dapat terpenuhi hanya oleh ASI. Selain itu, keterampilan makan
(oromotor skills) terus berkembang dan bayi mulai memperlihatkan minat akan
makanan lain selain susu (ASI atau susu formula). Oleh karena itu, memulai
pemberian MP ASI pada saat yang tepat akan sangat bermanfaat bagi pemenuhan
kebutuhan nutrisi dan tumbuh kembang bayi. Periode ini dikenal pula sebagai masa
penyapihan (weaning) yang merupakan suatu proses dimulainya pemberian
makanan khusus selain ASI secara bertahap jenis, jumlah, frekuensi maupun tekstur
dan konsistensinya sampai seluruh kebutuhan nutrisi anak dipenuhi oleh makanan.
Penggunaan botol susu penggunaan botol susu memudahkan pencemaran
oleh kuman karena sulit dibersihkan. Penggunaan botol susu formula
biasanya menyebabkan resiko tinggi terkena diare, mengakibatkan gizi
buruk.
c) Kebiasaan mencuci tangan kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan
perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci
tangan. Mencuci tangan dengan sabun terutama sebelum makan dan setelah
makan, sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak
mempunyai dampak dengan kejadian diare.
a) Kebiasaan menyuapi balita merupakan salah satu contoh perilaku yang
berpengaruh dengan kejadian diare pada balita.Tindakan menyuapi balita
yang benar oleh orang tua/ pengasuh dapat terjadi jika orang tua memiliki
pengetahuan tentang bagaimana cara menyuapi balita yang benar seperti
tidak menggunakan tangan namun menggunakan sendok yang telah di cuci
bersih selanjutnya, orang tua akan memilih untuk bersikap sesuai dengan
pengetahuan, sehingga tindakan menyuapi balita dengan benar bisa di
terapkan.
b) Kebiasaan membuang tinja membuang tinja harus dilakukan dengan bersih
dan benar.Banyak anggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya, padahal
sesungguhnya mengandung virus/bakteri dalam jumlah besar. Tinja dapat
menularkan penyakit pada anak-anak maupun orangtuanya.
c) Menggunakan air minum yang tercemar air mungkin sudah tercemar dari
sumbernya atau saat disimpan dirumah. Pencemaran terjadi Karena tempat
penyimpanan tidak tertutup atau tangan yang tercemar menyentuh air saat
mengambil air. Menggunakan air bersih dan terlindung dari kontaminasi
mengurangi resiko diare. Tidak menggunakan sumber air bersih atau
menggunakan air minum yang tercemar beresiko 2,208 kali terkena diare.

I. KERANGKA TEORI
Kerangka Teori adalah suatu model yang menerangkan bagaimana
hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah
diketahui dalam suatu masalah tertentu (Erlina, 2011).
Adapun faktor-faktor resiko untuk mengetahui gambaran kejadian
diare terbagi atas enam kelompok yaitu sosial ekonomi, umur balita,
pendidikan ibu, pekerjaan ibu, kesehatan lingkungan dan pemberian
makanan.
Bagan 2.1 Kerangka Teori

Faktor Resiko Diare pada


Balita :

1. Sosial Ekonomi Diare pada


2. Umur Balita Balita
3. Pendidikan Ibu
4. Pekerjaan Ibu
5. Kesehatan Lingkungan
6. Pemberian Makanan

Sumber :(Meliana 2012, Jufrti dan Soenarto 2012, Ahmadi dan Widyastuti 2016, &
Fatkhiyah 2016).
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPRASIONAL

A. Kerangka Konsep Penelitian


Menurut notoatmodjo (2012) kerangka konsep adalah hubungan antara konsep yang
ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan. Berdasarkan uraian
teori yang disajikan pada tinjauan pustaka maka untuk mengetahui adanya gambaran
kejadian diare pada Balita, peneliti menggunakan kerangka konsep yang terdiri dari
sosial ekonomi, kesehatan lingkungan, umur balita, dan pemberian makanan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan kerangka konsep berikut ini :

Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independent Variabel Dependent

1. Sosial Ekonomi
2. Umur Balita Diare pada Balita

3. Pendidikan Ibu
B. Definisi Operasional
Menurut Notoatmodjo (2012), definisi operasional merupakan uraian tentang
batasan variabel yang dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang
bersangkutan. Definisi operasional ini diperlukan agar pengukuran variabel atau
pengumpulan data (variabel) itu konsisten antara sumber data (responden) yang satu
dengan responden yang lain disamping variabel harus didefinisi operasionalkan juga
perlu dijelaskan cara atau metode pengukuran, hasil ukur, atau kategorinya, serta
skala pengukuran yang digunakan.

Tabel 3.1 : Definisi Operasional Variabel Dependent dan Independent

NO Variabel Definisi Cara Alat Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur Ukur Ukur
1. Diare pada diare adalah Rekam Mencatat Status penyakit Ordinal
Balita buang air medik dari buku diare pada balita :
besar pada Rekam 1. Diare
bayi atau anak Medik 2. Tidak Diare
dengan
frekuensi
lebih dari
empat kali
perhari yang
disertai
dengan
perubahan
konsistensi
tinja menjadi
cair.
2. Sosial Sosial Rekam Mencatat Status sosial Nomina
Ekonomi ekonomi medik dari buku ekonomi: l
adalah Rekam 1.pendapatan <
kedudukan Medik Rp. 4.498.961.-
atau posisi (UMK)
seseorang 2. Pendapatan
dalam >Rp.4.498.961.-
kelompok ( UMK)
masyarakat
yang
ditentukan
oleh jenis
aktivitas
ekonomi,
pendidikan
serta
pendapatan.
3. Umur Balita Umur yaitu Rekam Mencatat Usia dalam Ordinal
diare terjadi medik dari buku bulan :
pada Rekam 1. Beresiko, jika
kelompok Medik umur balita <
umur 7-24 dari 7 -24 bulan
bulan pada 2. Tidak Beresiko,
saat diberikan jika umur balita >
makanan 24 bulan
pendamping
ASI.
4. Pendidikan Faktor Rekam Mencatat Status pendidikan: Ordinal
Ibu pendidikan medik dari buku 1. Pendidikan
berkaitan Rekam rendah <
dengan Medik SMA
pengetahuan, 1. Pendidikan
sikap, dan tinggi > SMA
perilaku ibu
terhadap
masalah
kesehatan
balita
termasuk
terjadinya
diare.
5. Pekerjaan Kesehatan Rekam Mencatat Status pekerjaan : Ordinal
Ibu balita medik dari buku 1. Bekerja
dipengaruhi Rekam 2. Tidak bekerja
oleh pola Medik
pengasuhan
dan perawatan
balita pada ibu
yang bekarja
maupun ibu
yang tidak
bekerja.
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah deskritif yaitu
suatu penelitian yang digunakan dengan tujuan untuk melihat gambaran fenomena
yang terjadi di dalam masyarakat secara obyektif (Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini
dilakukan untuk melihat Gambaran Faktor resiko terjadinya penyakit diare pada balita
di Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi tahun 2020.

B. Populasi dan sampel

1. Populasi
Menurut (Notoatmodjo, 2018) mengartikan populasi sebagai kumpulan
individu dengan kualitas dan ciri yang telah ditetapkan. Kualitas dan ciri ditentukan
oleh variabelnya. Batas populasi bukanlah tempat dan waktu penelitian, tetapi
karakterisik elemen atau individu populasi. Tidak semua subjek dalam tempat dan
waktu penelitian diteliti, tetapi subjek yang mempunyai karakteristik tertentu yang
sama. Popolasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita diare
pada balita di Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten
Bekasi pada bulan September – November sebanyak 102 balita tahun 2020.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo,2010). Dalam penelitian ini
yang menjadi sampel adalah sebagian balita yang terkena diare di Puskesmas
Mekarmukti saat di lakukan penelitian yaitu sebanyak 119 balita.
Rumus Slovin adalah suatu sistematis yang digunakan untuk menghitung
jumlah dari sebuah populasi objek tertentu yang belum diketahui ilmuan matematis
yang bernama slovin, pada tahun 1960. Rumus Slovin ini bisa digunakan untuk
sebuah penelitian pada suatu objek tertentu dalam jumlah populasi yang besar,
sehingga digunakanlah untuk meneliti pada sebuah sampel dari populasi objek
yang besar tersebut.
Rumus :
n= N
1+N (e2)
Keterangan :
n : Jumlah Sampel
N :Jumlah Populasi
e: Tingkat keselahan sampel ( sampling eror), biasanya 5 %

n= 102
1+ 102 ( 0,05)2
n= 102
1+ 0,255
n = 102
1,255
n = 81 sampel

3. Teknik Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik


Random Sampling yaitu setiap anggota atau unit dari populasi yang ada
berkesempatan untuk di seleksi sebagai sampel pada balita sebanyak 81 pasien
balita di Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi
tahun 2020.
4. Batasan Populasi dan sampel
a. Batasan Populasi

Suatu populasi pada sekolompok balita umur 7 bulan sampai 5 tahun yang
mengalami penyakit diare dan berobat di Puskesmas Mekarmukti Kecamatan
Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi tahun 2020.

b. Karakteristik Sampel
Kriteria sampel dalam penelitian ini meliputi kriteria inklusi dan eksklusi,
yaitu :
1) Kriteria Inklusi
a) Balita umur 7 bulan sampai 5 tahun.
b) Balita yang mengalami penyakit diare
c) Balita yang berobat di Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang
Utara, Kabupaten Bekasi tahun 2020.
2) Kriteria Eksklusi
a) Balita yang bukan umur 7 bulan sampai 5 tahun
b) Balita yang tidak berobat di Puskesmas Mekarmukti Kecamatan
Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi tahun 2020.

C. Lokasi dan Waktu penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini di laksanakan di Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang
Utara, Kabupaten Bekasi tahun 2020.

2. Waktu Penelitian

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data
Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh
lewat pihak lain,tidak langsung diperoleh dari subjek penelitiaannya. data yang
didapat dengan melihat register dan rekam medik untuk variabel diare pada balita
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini berupa data sekunder seluruh data yang
bersumber dari kartu status pasien atau rekam medik
3. Cara Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah suatu usaha untuk memperoleh data dengan
metode yang ditentukan oleh peneliti. Metode pengumpulan data dalam penelitian
ini dilakukan dengan cara melihat status pasien untuk kejadian diare pada balita.

E. Instrument Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk pengumpulan data.
Instrument dalam penelitian ini di dapatkan dari sumber yang telah ada yaitu kartu
status pasien atau rekam medik berupa data sekunder.
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti
secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).
Sumber data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung atau
melalui sumber lain yang sudah tersedia sebelum penulis melakukan penelitian
(Indrianto dan Supomo, 2013).

F. Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan salah satu bagian rangkaian kegiatan penelitian
pengumpulan data (Kartika, 2017) data yang telah terkumpul di olah sebagai berikut :
1. Editing data
Editing data adalah pemeriksaan (edit) data untuk menyesuaikan terhadap apa
yang seharusnya, tahap ini dilakukan untuk menilai kelengkapan menyesuaikan
dengan jabatan responden.

2. Coding data
Coding data adalah mengklasifikasikan dan pemberian kode pada data yang
dimasukkan untuk memudahkan pengolahan data yaitu dengan cara memberikan
kode pada kartu status pasien atau rekam medik.

3. Skoring

Langkah ini untuk menilai dan hasil dari kartu status pasien, sehingga
memudahkan dalam proses Entry data.

4. Entry data

Entry data adalah merupakan proses pemindahn data medis komputer agar
diperoleh masukan yang siap diolah mengunakan SPSS

( Statistical Product and Service Solution ).

5. Tabulating

Dalam tabulasi data peneliti membuat kolom-kolom sesuai dengan kebutuhan,


kemudian menghitung jawaban untuk setiap kategori sesuai pernyataan. Langkah
ini bertujuan untuk mengelompokan data sesuai dengan tujun penelitian kemudian
dimasukkan kedalam tabel yang sudah disiapkan.

G. Analisa Data
1. Analisis Univariat

Analisis univariat yaitu dengan menampilkan tabel-tabel distribusi frekuensi


untuk melihat gambaran distribusi frekuensi responden menurut variabel yang di
teliti,baik variabel dependen maupun variabel independen.

Dengan Rumus Presentasi :

P= X 100%

n
Keterangan: P : Presentasi
f : Jumlah Frekuensi
n : Jumlah Sampel

Anda mungkin juga menyukai