Kelompok 7 Ushul Fiqih
Kelompok 7 Ushul Fiqih
Bab IV
Hukum Melakukan Sesuatu yang Belum Diketahui
Hukumnya
A. Sebab-sebab diwajibkannya seseorang mengikuti hukum
• Para ulama telah menetapkan bahwa sesungguhnya wajib atas seseorang itu untuk
mengetahui hukum tentang apa yang akan dikerjakan atau yang akan diucapkannya. Agar
perbuatan dan ucapannya ini tidak melanggar aturan agama hingga terjatuh kepada yang
haram.
• Suatu larangan mengikuti apa-apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya . Terdapat di QS. Al-Israa (17): 36 berikut:
ولٓئِكَ كَا نَ َع ْنهُ َم ْسئُوْ اًل
ٰ ُص َر َوا ْلفُؤَ ا َد ُكلُّ ا
َ َك بِ ٖه ِع ْل ٌم ۗ اِ َّن ال َّس ْم َع َوا ْلب َ َواَل تَ ْقفُ َما لَـي
َ ْس لَـ
Artinya : ““Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya itu
akan diminta pertanggungjawabannya.”
• Al-Qasimi di dalam tafsirnya menegaskan bahwa yang dilarang di dalam ayat (QS. Al-
Israa (17): 36) itu tidak hanya perkataan saja, tetapi perbuatan juga termasuk ke dalam
kategori yang dilarang. Jika ingin amal ibadah yang dilakukan itu diterima, maka
mengetahui hukum-hukum yang berkaitan dengannya adalah syarat yang tidak boleh
ditinggalkan.
• Hal ini dipertegas pula oleh sahabat Nabi, Umar bin Khattab ra. Telah diriwayatkan
bahwa sesungguhnya Umar bin Khattab ra. dahulu (ketika menjadi seorang khalifah)
melarang siapa saja yang belum memahami perkara jual beli dalam tinjauan hukum Islam
untuk berjualan di pasar yang ada di wilayah Islam. Beliau (Umar bin Khattab) berkata,
“Jangan berjualan di pasar kami (pasar-pasar masyarakat Islam) kecuali orang yang telah
memahami urusan agama (Islam).”
• Jika jual beli yang sifatnya hubungan antar manusia saja dilarang bila tanpa ilmu,
apalagi ibadah yang merupakan hubungan antara hamba dengan Allah sang pencipta.
akhirat. Sebaliknya, orang yang enggan mengikuti dan menerapkan hukum syar’i dalam
kehidupan sehari-harinya akan merasakan kemudaratan,kerugian, kekalahan, kegelapan,
dan kekacauan di dunia maupun di akhirat. Tidak ada pilihan lain kecuali mengikuti dan
menerapkan setiap hukum syar’i yang telah ditentukan syariat agama Islam
B. Sebab diwajibkannya seseorang mengikuti hukum syar’i
• Hikmah yang terkandung dalam penerapan hukum syar’i ini kadang tampak,
namun kadang tidak tampak. Hal ini tentu ada maksud dan tujuan yang harusnya tidak
membuat “menurun” ibadah yang dilakukan. Karena, bila semua hikmah dari penerapan
hukum itu ditampakkan, maka bisa jadi amal ibadah seseorang itu hanya tertuju kepada
manfaat duniawi saja dan melupakan tujuan utama dari amal ibadah, yaitu kesuksesan
dunia akhirat dengan rida Allah. Bila manusia terjebak dalam keadaan beramal ibadah
untuk mencari keuntungan duniawi saja, maka dia tidak akan mendapatkan balasan di
akhirat dari amal ibadah yang dilakukannya itu kecuali neraka, walaupun di dunia dia
mendapatkan apa yang diinginkannya.
• Hal ini sebagaimana firman Allah QS. Hud (11): 15-16 berikut:
ْس لَهُ ْم فِ ْي ااْل ٰ ِخ َر ِة اِاَّل النَّا ُر ۖ َو َحبِطَ َما ٓ ٰ ُم ْن كَا نَ يُر ْي ُد ْالح ٰيوةَ ال ُّد ْنيا و ز ْينَتَها نُوفِّ الَ ْيهم اَ ْعما لَهُم ف ْيها وهُم ف ْيها اَل يُ ْب َخسُوْ نَ ● ا
َ ولئِكَ الَّ ِذ ْينَ لَـي َ ِ ْ َ َ ِ ْ َ ِْ ِ َ َ ِ َ َ َ ِ َ
ْصنَعُوْ ا فِ ْيهَا َو ٰب ِط ٌل َّما كَا نُوْ ا يَ ْع َملُو
َ
Artinya:
“Siapapun di antara kita yang menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya
(kenikmatannya), niscaya Kami berikan kepada mereka balasan dari amalan mereka
didunia dengan sempurna, dan mereka di dunia ini tidak akan dirugikan. Itulah orang
orang yang tidak akan memperoleh di akhirat kecuali neraka, dan lenyaplah diakhirat itu
apa yang telah mereka usahakan (dari amal saleh) di dunia dan akan menjadi merugi apa
yang dilakukan.”
• Diantaranya perhiasan atau kenikmatan dunia adalah wanita, anak keturunan,kekayaan
dari emas, perak, kuda perang, binatang ternak, kebun, dan lainnya.
• Jika dunia adalah tujuan dari beramal ibadah, maka hal ini tidak akan keluar dari dua
kemungkinan berikut:
A).Pertama, bila amal ibadah yang dilakukan adalah murni dalam hal ibadah saja seperti
salat, puasa, dan yang lainnya. Maka amalnya ini akan menjadi fasid atau rusak dan tidak
dianggap menurut pandangan syariat agama Islam.
B).Kedua, bila amal ibadah yang dilakukan mengandung nilai ibadah dan yang lainnya
seperti manfaat untuk orang lain, silaturahmi, dan meninggalkan keharaman.
Seperti infak,zakat, silaturahmi atau berkunjung di kediaman saudara sesama muslim,
memberikan salam, dan lainnya, maka amalannya ini dianggap dan bisa menggugurkan
kewajiban, menghapus dosa dan kesalahan, namun dia tidak berhak mendapatkan balasan
pahala di akhirat.
sebab diwajibkannya seorang hamba atau manusia mengikuti dan menerapkan hukum
syar’i adalah untuk mendapatkan kemaslahatan, keuntungan, kesuksesan, kemenangan,
dan kedamaian di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya, orang yang enggan mengikuti
dan menerapkan hukum syar’i dalam kehidupan sehari-harinya akan merasakan
kemudaratan,kerugian, kekalahan, kegelapan, dan kekacauan di dunia maupun di akhirat.
Tidak ada pilihan lain kecuali mengikuti dan menerapkan setiap hukum syar’i yang telah
ditentukan syariat agama Islam
Adab-adab ini penting untuk diketahui dan harus diamalkan agar mendapatkan berkah.