Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera. Definisi ini
memberikan gambaran superfisial dari respon fisik terhadap cedera. Trauma merupakan
penyebab kematian utama pada kelompok umur dibawah 35 tahun. Di Indonesia, trauma
merupakan penyebab kematian nomor empat, tetapi pada kelompok umur 15-25 tahun,
trauma merupakan penyebab kematian utama.
Trauma toraks kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang umumnya
berupa trauma tumpul. Trauma tajam terutama disebabkan oleh tikaman dan tembakan.
Cedera toraks sering disertai dengan cedera perut, kepala dan ekstrimitas sehingga
merupakan cedera majemuk.
Setiap tahun di Amerika Serikat, lebih dari 300.000 pasien dirawat dan 25.000
diantaranya meninggal sebagai akibat langsung dari trauma toraks. Trauma toraks
terhitung 25% dari seluruh kematian karena trauma, dan terutama trauma toraks
merupakan sebuah faktor dari 50% kecelakaan lalu lintas yang berakibat fatal. Trauma
toraks yang paling banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat
adalah trauma tumpul toraks (90%), biasanya sebagai akibat dari kecelakaan sepeda
motor. Insiden trauma tembus seimbang atau lebih sedikit, dan banyak luka tembus pada
dada dapat ditanggulangi dengan tube thoracostomy saja.
Mekanisme Trauma
Trauma tumpul toraks dapat mempengaruhi komponen dinding toraks dan rongga
toraks. Trauma ini dapat mencederai tulang (iga, klavikula, skapula dan sternum), paru
dan pleura, trakeobronkial, esofagus, jantung, pembuluh darah besar toraks, dan
diafragma.
B. Peranan Radiologi Pada Kasus Trauma Toraks
Trauma Ekstraparenkim
1. Trauma Intraparenkim
Kontusio paru dapat menyebabkan edema dan menumpuknya darah di ruang
alveolar serta hilangnya struktur dan fungsi paru-paru yang normal. Cedera
tumpul paru yang berkembang selama 24 jam, menyebabkan gangguan
pertukaran gas dan peningkatan resistensi pembuluh darah paru. Dalam hal ini
dapat terjadi pula, reaksi inflamasi yang signifikan pada paru-paru, dan 50-60%
dari pasien dengan kontusio paru yang signifikan akan berkembang menjadi
Respiratory Distress Syndrome bilateral akut (ARDS).
Protrusi atau herniasi paru dapat terjadi melalui trauma yang disebabkan
melemahnya atau robeknya dari servikal, interkostal, dan fasia diafragma Lobar
atelektasis atau kolaps bisa terjadi akibat obstruksi benda asing, aspirasi, atau
ruptur bronkial. Setiap lobus dapat terlibat, dan tanda-tanda klasik radiografi
toraks telah dijelaskan untuk kolaps lobus atas dan tengah (tanda “juxtaphrenic
peak” atau “Katten”) , lobus atas kiri (tanda luftsichel) , lobus bawah kiri (tanda
“flat waist”, “ivory heart” , dan lobus kanan bawah (tanda segitiga superior).
a. Gambaran Klinis
Kontusio paru jarang didiagnosis pada pemeriksaan fisik. Mekanisme
cedera mungkin mengarahkan pada trauma tumpul dada, dan mungkin
ada tanda-tanda jelas trauma dinding dada seperti memar, patah tulang
rusuk atau flail chest. Hal ini dapat menunjukkan adanya kontusio
paru yang mendasari. Sekitar 50% pasien dengan kontusio paru
mengalami hemoptisis. Kontusio ini dapat terjadi dengan atau tanpa
fraktur iga.
b. Pemeriksaan Radiologis
Pada pemeriksaan radiologi tampak bayangan bercak di paru.
Opasifikasi abnormal parenkim paru pada pasien trauma dapat
sebagai hasil dari atelektasis, aspirasi, edema, pneumonia, trauma
paru-paru (kontusio dan laserasi) dan biasanya etiologinya
multifaktorial. Kontusio paru-paru (lung bruis) dapat berakibat pada
kebocoran darah dan edema cairan ke dalam interstisial dan ruang
alveolar. Laserasi paru-paru merupakan trauma yang lebih berat
yang mengakibatkan gangguan arsitektur paru-paru.
Gambar: Laserasi Paru.
A. Radiografi toraks posisi AP supinasi seorang laki-laki usia 16 tahun yang
mengalami trauma toraks, terlihat bayangan opak pada paru kanan dan
beberapa iga yang patah.
B. Radiografi toraks yang dibuat 4 hari kemudian, terlihat beberapa bayangan
lusen berbentuk bulat dengan bayangan opak pada paru kanan yang
menunjukkan laserasi paru dan perkembangan pneumatocele.
Gambar: Pasien 36 tahun dengan riwayat penyakit paru interstitial dan kolaps
paru lobus kiri atas. Radiografi menunjukkan tenting bagian ipsilateral (tanda
panah).
CT lebih sensitif daripada radiografi untuk menunjukkan kontusio dan
laserasi. Pada keduanya, Radiografi toraks dan CT, kontusio paru-paru
diperlihatkan sebagai areas of airspace opacity, ground-glass opacification,
atau keduanya, yang mana mengarah kepada nonsegmental perifer, dan
geografis dalam distribusi. Kontusio paru-paru terisolasi pada dewasa muda,
pasien yang sehat tidak berhubungan dengan peningkatan angka kematian.
Kontusio terbukti pada temuan atau dalam 6 jam setelah trauma, dan hilang
sendiri, biasanya tanpa sekuele yang permanen, dalam 5 sampai 7 hari.
Radiografi atau CT scan mendiagnosis laserasi paru-paru didasarkan
pada temuan penumpukan udara yang terlokalisasi dalam sebuah daerah ruang
udara opak pada daerah trauma toraks. Keduanya, kontusio dan laserasi,
mengarahkan kepada terjadinya gangguan terhadap struktur-struktur padat ,
seperti kosta dan korpus vertebra.
c. Tatalaksana
Kebanyakan memar tidak memerlukan terapi spesifik. Namun kontusio
yang luas dapat mempengaruhi pertukaran gas dan mengakibatkan
hipoksemia. Sebagai dampak fisiologis, kontusio cenderung
berkembang selama 24-48 jam, diperlukan pemantauan secara ketat
dan oksigen tambahan harus diberikan. Pengelolaan cedera tumpul
dada karena termasuk analgesia yang memadai dan tepat. Intubasi
trakea dan ventilasi mekanis mungkin diperlukan jika ada kesulitan
dalam oksigenasi atau ventilasi.
2. Trauma Ekstraparenkim
a. Trauma Aorta
Sampai dengan 15% dari semua kematian akibat kecelakaan
kendaraan bermotor adalah karena cedera aorta torakalis. Banyak
dari pasien ini meninggal di TKP akibat transeksi aorta lengkap.
Pasien yang bertahan hidup yang diantar ke instalasi gawat darurat
biasanya memiliki cedera dinding aorta yang kecil atau parsial
dengan formasi pseudoaneurysm.
Ruptur traumatik dari aorta sendiri terhitung sebanyak 16% dari
kecelakaan kendaraan bermotor yang berakibat fatal, dan 85-90%
dari pasien dengan ruptur aorta traumatik meninggal sebelum
mendapatkan pertolongan medis. Dalam seri klinisnya, 90% ruptur
aorta traumatik terjadi pada ismus aorta, tepat di sebelah distal
pangkal arteri subklavia kiri. Sebagian kecil trauma aorta (1-3%)
melibatkan aorta desenden, khususnya setingkat diafragma. 4
Mekanisme lain untuk cedera aorta adalah kompresi antara sternum
dan tulang belakang, dan peningkatan mendadak tekanan intra-
lumen aorta pada saat dampak.
a. Gambaran Klinis
Tanda-tanda klinis dari cedera aorta traumatis jarang ditemukan,
dan diagnosis didasarkan pada indeks kecurigaan yang tinggi
berdasarkan mekanisme cedera, dan hasil studi pencitraan.10
b. Pemeriksaan Radiologis
Tanda-tanda Radiografi toraks dari trauma aorta memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang kecil. Tanda-tanda radiografi
yang paling sensitif (tetapi tidak spesifik) adalah pelebaran
mediastinum (> 8 cm)dan kehilangan definisi dari arkus aorta.
Radiografi toraks yang normal memiliki nilai prediksi negatif
tinggi (98%) tetapi nilai prediksi positif yang rendah untuk trauma
aorta.
Gambar: Pasien 14 tahun yang tertabrak sebuah mobil. Pneumotoraks kanan besar dengan
udara jaringan lunak sisi kanan dan pneumomediastinum. Paru jatuh menjauh dari hillus.
Gambar: Trakeal tear. Radiografi toraks posisi supinasi AP pada wanita muda
yang menglami kecelakaan lalu lintas yang menunjukkan overdistensi balon
endotrakeal tube pada sisi dimana terjadi herniasi balon melalui trakeal tear.
b. Tatalaksana
Tatalaksananya berupa torakotomi dan penutupan kerusakan trakea
atau bronkus. Harus diperhatikan pemberian anesthesia yang baik
karena dapat menyebabkan pneumotoraks yang bertambah berat akibat
udara dari alat ventilator yang tidak masuk ke alveolus, atau dari pipa
endotrakea yang keluar dari jalan nafas melalui tempat yang rusak.
Gambar: Cedera tulang belakang. Wanita 29 tahun, dua minggu setelah cedera
sampai punggung. Radiografi toraks memperlihatkan penyempitan celah sendi
(tanda panah) dan opasitas paraspinal luas (tanda bintang).
Fraktur iga atas, klavikula, dan sternum bagian atas biasanya diikuti
cedera pleksus brakial dan vaskular pada 3%-15% pasien. Fraktur iga bisa
mengakibatkan laserasi pada pleura dan paru, yang dapat menyebabkan
hematoma, hemotoraks, ataupun pneumotoraks. Fraktur lima iga atau lebih pada
iga yang terpisah atau lebih dari tiga iga yang berdekatan (satu iga fraktur di dua
tempat atau lebih) bisa menyebabkan gangguan gerakan paradoksal yang akan
menyebabkan gangguan mekanis lalu menyebabkan atelektasis dan infeksi
paru.
Fraktur sternum, terjadi pada 8% trauma toraks, dapat menyebabkan kontusio
jantung dan sering tidak memberikan gejala klinis yang jelas pada awalnya.
Fraktur jenis ini tidak tidak dapat dilihat pada foto toraks PA, foto lateral
lebih jelas biasanya, namun biasanya lebih tampak lagi dengan CT Scan. Fraktur
sternum yang sering terjadi dengan hematoma retrosternal, sekitar 58%-80%
angka kejadian.
Gambar: Fraktur iga. Pria 30 tahun kecelakaan motor. Radiografi toraks menujukan
fraktur sebelah kiri pada segmen posterior setidaknya pada 7 tulang iga (tanda
panah), yang menimbulkan flail chest.
Dislokasi ke posterior dari klavikula bisa menyebabkan cedera pembuluh darah yang
berat, nervus mediastinum atas, trakea, dan esofagus. Fraktur skapula didiagnosis
berdasarkan foto toraks inisial pada setengah pasien. Ketika fraktur skapula tidak
terlihat pada foto toraks inisial, mungkin fraktur terjadi pada bagin retrospektif pada
725 kasus, tidak termasuk dalam pengobatan (19%), kasus foto yang kabur akibat
superimposed structure atau artefak (9%). CT paru, khususnya digunakan secara
kombinasi dengan radiografi konvensional, pada banyak kasus fraktur skapula.
Fraktur skapula biasanya menyebabkan sedikit komplikasi pada pasien.
c. Tatalaksana
Fraktur iga tunggal atau multipel dengan gerak dada yang masih memadai dan
teratur ditangani dengan pemberian analgetik atau anestetik. Nyeri harus dihilangkan
untuk menjamin pernafasan yang baik atau mencegah pneumonia akibat gerak nafas
tidak memadai dan terganggunya batuk karena nyeri. Jika pemberian analgetik tidak
menghilangkan nyeri, harus dilakukan anestesi blok interkostal yang meliputi
segmen kaudal dan kranial iga yang patah. Karena tulang iga pendarahannya baik,
penyembuhan dan penyatuan tulang biasanya berlangsung cepat dan tanpa halangan
atau penyulit.
d. Penyulit
Penyulit patah tulang iga adalah pneumonia, pneumotoraks dan hemotoraks.
Pneumonia disebabkan oleh gangguan gerak nafas dan gangguan batuk. Bila
penderita tidak dapat batuk untuk membersihkan parunya, mudah
terjadi bronkopneumonia. Penanganannya terdiri dari pemberian anestesi sempurna,
antibiotik yang memadai, ekspektoran dan fisioterapi. Pneumotoraks dan
hemotoraks terjadi karena tusukan patahan tulang iga pada pleura parietalis dan atau
pleura viseralis. Luka pleura parietalis dapat mengakibatkan hemotoraks dan atau
pneumotoraks. Iga I atau II jarang patah karena iga ini letaknya agak terlindung.
Apalagi tulang tersebut metupakan tulang pendek, lebar dan kuat. Patahnya kedua
iga ini harus dipandang berbahaya karena pasti penderita mengalami cedera yang
hebat. Oleh karena itu, harus dicari cedera lain yang lebih penting yang mungkin
tidak nyata, seperti cedera jantung atau aorta.
a. Gambaran Klinis
b. Pemeriksaan Radiologis
Tujuh puluh lima hingga 95% pasien dengan ruptur akut diafragma
memiliki gambaran radiografi toraks yang abnormal, namun hanya
17 hingga 40 % yang ditemukan pada radiografi. Hal yang didapat
pada gambaran radiografi ruptur termasuk gambaran diafragma
normal, pneumotoraks, perpindahan tempat dari isi perut, seperti
hati, limpa, kolon ataupun sedikit traktus urinarius ke dalam
toraks, perpindahan tempat dari NGT di dalam gaster, pleura efusi,
basilar opacity yang menyebabkan gambaran yang tidak biasa pada
diafragma, gambaran elevasi dari diafragma, kontur diafragma yang
tidak teratur, fraktur tulang iga dan pergeseran mediastinum pada
kejadian pleura efusi ataupun pnemotoraks.
Gambar: Ruptur Diafragma. Foto toraks AP posisi supine pada kasus kecelakaan kendaraan.
Terlihat massa di hemitoraks bagian bawah kiri yang tak terlihat herniasi. Perpindahan
tempat dari NGT (panah), dan pergeseran mediastinum ke kanan.
c. Tatalaksana
Pada penderita dengan keluhan dan gangguan, diperlukan pembedahan untuk
reposisi visera dan menutup kembali diafragma. Pada keadaan darurat, mungkin
kelainan lain perlu dikerjakan segera, tetapi setelah itu sedapat mungkin rupture
diafragma harus ditutup juga.
1. Gambaran Klinis
Pasien akan merasa nyeri dan sesak nafas, pada pemeriksaan fisik mungkin dada
tampak asimetris, fremitus menurun sampai hilang, perkusi timpani, dan suara
nafas menurun atau hilang. Dapat timbul sianosis, takipnea dan tanda hipoksia
yang lainnya.
2. Pemeriksaan Radiologis
Pneumotoraks terlihat pada Radiografi toraks pada hampir 40% pasien dengan
trauma tumpul dada dan pada sampai dengan 20% dari pasien dengan luka
penetrasi dada. Udara pleura akan naik ke bagian yang paling nondependen toraks
pada apeks pada pasien tegak dan pada aspek kaudal anterior ruang pleura pada
pasien terlentang.
Tanda-tanda radiografi pneumotoraks pada pasien telentang meliputi (a) tanda
sulkus dalam, yang merupakan, lusen sulkus kostofrenikus; (b) peningkatan
relatif dalam lusensi di basal paru-paru yang terkena, dan (c) tanda diafragma
ganda, yang dibentuk oleh permukaan antara bagian ventral dan dorsal dari
pneumotoraks dengan aspek anterior dan posterior hemidiafragma tersebut.
c. Tatalaksana
Terapinya adalah pemasangan penyalir sekat air. Jika terjadi mekanisme katup
pada luka di dinding toraks atau luka di pleura viseralis, timbul pneumotoraks
desak. Tekanan di dalam rongga pleura akan semakin tinggi karena penderita
memaksaan diri inspirasi kuat untuk memperoleh zat asam, tetapi ketika ekspirasi
udara tidak dapat keluar (mekanisme katup). Dengan pungsi darurat rongga
toraks berupa tusukan sederhana dengan jarum di ruang antar iga II, penderita
dapat diselamatkan.
c. Tatalaksana
Torakotomi eksploratif yang segera dilakukan sering dapat menolong jiwa
penderita. Trauma tumpul yang merusak sebagian dinding jantung dapat
mengakibatkan gagal jantung permanen. Pertolongan pertama yang diperlukan
adalah pungsi perikard dan penyaliran isi rongga perikard dan membuat
jendela perikard.
Gambar: Wanita 31 tahun dengan trauma toraks anterior. Radiografi toraks menunjukkan
radiodense opacity (tanda bintang) pada dinding toraks kanan atas.
TRAUMA ABDOMEN
A. Definisi Trauma Abdomen
2. Cedera akselerasi-deselerasi
C. Patofisiologi
a. Peningkatan tekanan inta-abdomen yang mendadak,
memeberikan tekanan untuk merusak organ padat
seperti hepar dan limpa, atau ruptur dari organ berongga
seperti usus
d. Trauma pelvik
e. Gangguan kesadaran
g. Hematuria
c. Rangsang peritoneal
d. Udara bebas
F. Radiologi