Anda di halaman 1dari 23

KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

SISTEM PERNAFASAN PNEUMOTHORAX

Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Dosen pengampu:

Ns. Lestari Eko Darwati, M. Kep

Ns. Setaningsih,M. Kep

KELOMPOK 5

1. Esa Lalita Candra NIM 118020


2. Fatikah Nurul Janah NIM 118021
3. Henny Mufidatun N NIM 118022
4. Iftikah Hikmah NIM 118023

Program Studi S1 Keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehata Kendal

2020-2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT, pencipta alam semesta, tidak lupa
sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw. karena atas rahmat
dan karunia Allah tugas ini dapat kami selesaikan. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih
kepada dosen pembimbing, dan teman–teman semua yang telah berpartisipasi dalam
pembuatan makalah ini.

Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas Keperawatan Gawat Darurat Program Studi S1
Keperawatan dan untuk memudahkan mahasiswa dalam memahami makalah ini.

Demikianlah makalah ini kami susun. Dengan harapan dapat bermanfaat bagi siapa saja
yang membacanya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu, semua krtik dan saran senantiasa kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini
agar menjadi lebih baik.

19 April 2021.

Kelompok 5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

A. Latar belakang.............................................................................................1
B. Tujuan penulisan ........................................................................................1
Tujuan umum .......................................................................................1
Tujuan khusus ......................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................3

A. Definisi pneumotorak.................................................................................3
B. Klasifikasi pneumotorak.............................................................................3
C. Etologi pneumotorak...................................................................................6
D. Patofisiologi pneumotorak..........................................................................6
E. Perhitungan luas pneumotorak....................................................................9
F. Manifestasi klinispneumotorak.................................................................10
G. komplikasipneumotorak............................................................................10
H. Pemeriksaan penunjang pneumotorak......................................................10
I. Penatalaksanaan pneumotorak..................................................................12

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMOTORAK..................................14

A. Pengkajian.................................................................................................14
B. Diagnosa...................................................................................................15
C. Intervensi...................................................................................................15
D. Evaluasi ....................................................................................................21

BAB IV PENUTUP...................................................................................................22

A. Kesimpulan ..............................................................................................22
B. Saran ........................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................23

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Pneumotorak adalah keadaan terdapat udara atau gas dalam rongga pleura.
Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru eluasa
mengembang terhadap rongga udara pneumotoraks dapat terjadi secara spontan
maupun traumatic. Pneumotoraks spontan dibagi menjadi primer dan sekunder,
pneumotorak traumatic dibagi menjadi iatrogenic dan bukan itrogenik. (Barmawy. H)

Insidens pneumotoraks sedikit diketahui, karena episodenya banyak yang


tidak diketahui. Pria lebih banyak dari pada wanita dengan perbandingan 5:1.
pneumotorak spontan primer (PSP) sering juga dijumpai pada individu sehat, tanpa
riwayat penyakit paru sbelumnya. PSP banyak dijumpai pada pria dengan usia antara
2 dan 4. salah satu penelitian menyebutkan sekitar 81% kasus PSP berusia kurang dari
45 tahun. Seaton dkk melaporkan bahwa pasien tuberculosis aktif mengalami
komplikasi pneumotorak sekitar 2,4% dan jika ada kavitas paru komplikasi
pneumotoraks meningkat lebih dari 90%. (Barmawy. H)

Di Olmsted country, Minnesota, amerika, meiton et al melakukan penelitian


selama 25 tahun pada pasien yang terdiagnosis sebagai pneumotoraks, didapatkan 75
pasien karena trauma, 102 pasien karena iatrogenic da sisanya 141 pasien karena
pneumotoraks spontan. Dari 141 pasien tersebut 77 pasien PSP dan 64 pasien PSS.
Pada pasien pneumotorak spontan didapatkan angka incident sebagai berikut: PSP
terjadi pada 7,4 per 100.000 pertahun untuk peria dan 2,0 per 100.000 tahun untuk
wanita. (Barmawy. H)

Sesuai perkembangan dibidang pulmunologi telah sering dikerjakan


pendekatan baru berupa tindakan torakostomi disertai video (video-assisted
thoracostomi), ternyata memberikan banyak keuntungan pada pasien yang mengalami
pneumotoraks relaps dan lama rawat inap di RS yang lebih sigkat.

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan umum:

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas keperawatan
gawat darurat dan untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa tentang
pneumotorak dan tindakan asuhan keperawatan pada pasien dengan pneumotorak.

2. Tujuan khusus:

a. Untuk mengetahui definisi dari pneumotorak


b. Untuk mengetahui klasifikasi pneumotorak.
c. Untuk mengetahui etiologi pneumotorak.
d. Untuk mengetahui patofisiologi pneumotorak.
e. Untuk mengetahui perhitungan luas pneumotorak
f. Untuk mengetahui manifestasi klinis pneumotorak.
g. Untuk mengetahui komplikasi pneumonia
h. Untuk mengetahuipemeriksaan medis pneumotorak.
i. Untuk mengetahui penatalaksanaan pneumotorak.
j. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pneumotorak
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi

Pneumotoraks adalah terdapatnya udara dalam rongga pleura, sehingga paru-


paru dapat terjadi kolaps.

Pneumotoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleural antara pleura


parietal dan viseral.

Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi


udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit atau cedera.

Pneumotoraks adalah robeknya pembuluh interkosta, laserasi paru-paru, atau


keluarnya udara dari paru yang cedera kedalam ruang pleura. (Brunner & Suddart,
2002).
B. Klasifikasi

Terdapat beberapa jenis pneumotoraks yang dikelompokkan berdasarkan


penyebabnya:

1. Pneumotoraks spontan

Terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumotoraks spontan primer terjadi jika
pada penderita tidak ditemukan penyakit paru-paru. Pneumotoraks ini diduga
disebabkan oleh pecahnya kantung kecil berisi udara di dalam paru-paru yang
disebut bleb atau bulla. Penyakit ini paling sering menyerang pria berpostur
tinggi-kurus, usia 20-40 tahun. Faktor predisposisinya adalah merokok sigaret dan
riwayat keluarga dengan penyakit yang sama. Pneumotoraks spontan sekunder
merupakan komplikasi dari penyakit paru-paru (misalnya penyakit paru obstruktif
menahun, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis, batuk rejan). .(Elizabeth,
Patofisiologi EGC, 2009)

2. Pneumotoraks traumatik

Terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya bisa bersifat menembus
(luka tusuk, peluru) atau tumpul (benturan pada kecelakaan kendaraan bermotor).
Pneumotoraks juga bisa merupakan komplikasi dari tindakan medis tertentu
(misalnya torakosentesis)..(Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009)

3. Pneumotoraks karena tekanan

Terjadi jika paru-paru mendapatkan tekanan berlebihan sehingga paru-


parumengalami kolaps.Tekanan yang berlebihan juga bisa menghalangi
pemompaan darah oleh jantung secara efektif sehingga terjadi syok. (Elizabeth,
Patofisiologi EGC, 2009).
Pneumotoraks juga dapat diklarifikasikan sesuai dengan urutan peristiwa yang
merupakan kelanjutan adanya robekan pleura:

1. Pneumotoraks terbuka.

Pneumotoraks dimana ada hubungan terbuka antara rongga pleura dan


bronchus yang merupakan dunia luar. Dalam keadaan ini tekanan intra pleura
sama dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intra pleura disekitar nol (0)
sesuai dengan gerakan pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan
pada waktu ekspirasi positif (+ 2 ekspirasi dan – 2 inspirasi).

2. Pneumotoraks tertutup.

Rongga pleura tertutup tidak ada hubungan dengan dunia luar. Udara yang
dulunya ada di rongga pleura kemungkinan positif oleh karena diresorbsi dan
tidak adanya hubungan lagi dengan dunia luar, maka tekanan udara di rongga
pleura menjadi negatif. Tetapi paru belum mau berkembang penuh. Sehingga
masih ada rongga pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah negatif (- 4
ekspirasi dan – 12 inspirasi).

3. Pneumotoraks ventil.

Merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung adanya


fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus terus ke
percabangannya dan menuju ke arah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi
udara masuk ke rongga pleura dimana pada permulaan masih negatif. Pada waktu
ekspirasi udara didalam rongga pleura yang masuk itu tidak mau keluar melalui
lubang yang terbuka tadi bahkan udara ekspirasi yang mestinya dihembuskan
keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura, apabila ada obstruksi di bronchus
bagian proksimal dari fistel tersebut. Sehingga tekanan pleura makin lama makin
meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk rongga
pleura pada waktu ekspirasi oleh karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih
tinggi dari rongga pleura, lebih-lebih kalau penderita batuk-batuk, tekanan udara
di bronchus lebih kuat lagi dari ekspirasi biasa.

Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks


dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil
paru (< 50% volume paru).
2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (>
50% volume paru).

C. Etiologi

Pneumotorak terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara
melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronchus.
Pelebaran alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli kemudian membentuk suatu bula
yang disebut granulomatous fibrosisi. Granulomatous fibrosisi adalah salah satu
penyebab tersering terjadinya pneumotoraks., karena bula tersebut berhubungan
dengan adanya obstruksi empiema.

D. Patofisiologi

Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negatif daripada tekanan intrabronkhial,


sehingga paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks dan udara dari luar yang
tekanannya nol (0) akan masuk ke bronchus hingga sampai ke alveoli. Saat ekspirasi,
dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi
dari tekanan di alveolus maupun di bronchus, sehingga udara ditekan keluar malalui
bronchus. Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan napas.
Tekanan intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersin dan
mengejan, karena pada keadaan ini epiglitis tertutup. Apabila di bagian perifer dari
bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah, bronchus atau alveolus itu akan pecah
dan robek.
Pada waktu ekspirasi, udara yang masuk ke dalam rongga pleura tidak mau keluar
melalui lubang yang terbuka sebelumnya, bahkan udara ekspirasi yang mestinya
dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura. Apabila ada obstruksi di
bronchus bagian proximal dari fistel tersebut akan membuat tekanan pleura semakin
lama semakin meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk
ke rongga pleura saat ekspirasi terjadi karena udara ekspirasi mempunyai tekanan
lebih tinggi dari rongga pleura, terlebih jika klien batuk, tekanan udara di bronchus
akan lebih kuat dari ekspirasi biasa.

Secara singkat proses terjadinya pneumotoraks adalah sebagai berikut:

1. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara masuk
kearah jaringan peribronkhovaskular. Apabila alveoli itu melebar, tekanan dalam
alveoli akan meningkat.
2. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial adalah faktor
presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan

3. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan jaringan


fibrosis di peribronkhovaskular ke arah hilus, masuk mediastinum, dan
menyebabkan pneumotoraks.
Patway
Trauma dada

Robekan pleura

Terbukanyadinding dada

Aliranudarakerongga pleura meningkat

Tekanan di rongga pleura lebihtinggidaripada di atmosfer

Terjadikollapsparu

Kompensasiuntukmemenuhioksigenkeseluruhtubuhberkurang

Jantungbekerjalebihcepat

Takikardi

Napasmenjadipendekdancepat
E. Menghitung luas pneumotorak

Penghitungan luas pneumotoraks ini berguna terutama dalam penentuan jenis


kolaps, apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada beberapa cara yang bisa dipakai
dalam menentukan luasnya kolaps paru, antara lain :

1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana
masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus.
Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter kubus
rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio diameter kubus adalah :
83 512
______ ________
= = ± 50 %
3
10 1000

2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah
dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah dengan
jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan
dikalikan sepuluh.
% luas pneumotoraks

A + B + C (cm)
__________________
= x 10
3

3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas
hemitoraks.

(L) hemitorak – (L) kolaps paru

(AxB) - (axb)
_______________
x 100 %
AxB
F. Manifestasi klinis

Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah:

1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan
mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-
pendek, dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi
yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya
pada jenis pneumotoraks spontan primer.
Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks
tersebut:
a) Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat
b) Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih
berat
c) Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain
serta ada tidaknya jalan napas.

d) Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi bila
penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil
disebabkan pengisian yang kurang.

G. Komplikasi

1. Pneumothoraks tension dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps, akibatnya


pengisisan jantung menururn sehingga tekanan darah menurun.

2. Pio-pneumothoraks, hidro pneumothoraks/ hemo-pneumothoraks: henti jantung


paru dan kematian sangat sering terjadi.

3. pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispenia berat, yang


menyebabkan kematian.(Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009)

H. Pemeriksaan penunjang

Berikut beberapa pemeriksaan yang dapat menunjang diagnose pneumotoraks,


diantaranya:

1. Foto rontgen

Gambaran radiologis yang tampak pada fotoröntgen kasus pneumotoraks


antara lain:
a) Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps
tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus
paru.
b) Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massaradio opaque yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali.
Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang
dikeluhkan.
c) Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada
pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar
telahterjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yangtinggi.
d) Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai
berikut
 Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi
jantung, mulai dari basis sampai keapeks. Hal ini terjadi apabila
pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang
dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
 Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah
kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum
lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu
daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang
mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak
cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan
sampai ke daerah dada depan dan belakang
 Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura,maka akan tampak
permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma.

Foto
Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah
merupakan bagian paru yang kolaps
2. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun
pada kebanyakan pasien sering tidakdiperlukan. Pada pasien dengan gagal napas
yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
3. CT-scan thorax

CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa


dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner
dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.

I. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pneumothoraks tergantung dari jenis pneumothoraks antara lain


dengan melakukan :

1. Tindakan medis

Tindakan observasi, yaitu dengan mengukur tekanan intra pleura menghisap


udara dan mengembangkan paru. Tindakan ini terutama ditunjukan pada
pneumothoraks tertutup atau terbuka,sedangkan untuk pneumothoraks ventil
tindakan utama yang harus dilakukan dekompresi tehadap tekanan intra pleura
yang tinggi tersebut yaitu dengan membuat hubungan udara ke luar..(Elizabeth,
Patofisiologi EGC, 2009)

2. Tindakan dekompresi

Membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara:

a. Menusukan jarum melalui dinding dada terus masuk ke rongga pleura dengan
demikian tekanan udara yang positif dirongga pleura akan berubah menjadi
negatif kerena udara yang positif dorongga pleura akan berubah menjadi
negatif karena udara yang keluar melalui jarum tersebut.

b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil.

 Dapat memakai infus set


Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura,
kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan
dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan
tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di
dalam botol
 Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan
kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks
sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap
ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set.
Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah
klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari
ujung infuse set yang berada di dalam botol

 Pipa WSD ( Water Sealed Drainage )

Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura


dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit.
Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat
dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau
pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di
garis mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke
rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks
yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks
yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik
lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2
cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah
keluar melalui perbedaan tekanan tersebut (3), (4).

Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap


positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif
sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang.
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah
negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih
dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila
tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum
bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan
ekspirasi maksimal

3. Tindakan bedah
Dengan pembukaan dinding thoraks melalui operasi, dan dicari lubang yang
menyebabkan pneumothoraks dan dijahit.Pada pembedahan, apabila dijumpai
adanya penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak dapat mengembang, maka
dilakukan pengelupasan atau dekortisasi.Dilakukan reseksi bila ada bagian paru
yang mengalami robekan atau ada fistel dari paru yang rusak, sehingga paru
tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali.Pilihan terakhir
dilakukan pleurodesis dan perlekatan antara kedua pleura ditempat fistel.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMOTORAK


A. Pengkajian

1. Identitas

Meliputi: Nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asusransi, golongan darah, nomor
register, tanggal masuk rumahsakit, dan diagnosa medis.

2. Riwayat kesehatan

a. Riwayat penyakit saat ini

Keluhan sesak napas sering kali dating mendadak dan semakin lama
semakin berat.Nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan,
dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan. Melakukan pengkajian apakah
da riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti peluru yang menembus
dada dan paru, ledakan yang menyebabkan tekanan dalam paru meningkat,
kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul didada atau
tusukan benda tajam langsung menembus pleura.

b. Riwayat penyakit dahulu

Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB


paru dimana sering terjadi pada pneumothoraks spontan.

c. Riwayat penyakit keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita


penyakit-penyakit yang mungkin menyebabkan pneumothoraks seperti kanker
paru, asma, TB paru, dan lain-lain.

3. Pemeriksaan fisik

a. Sistem Pernapasan :

Sesak napas. Nyeri, batuk-batuk. Terdapat retraksi klavikula/dada.


Pengambangan paru tidak simetris. Fremitus menurun dibandingkan dengan
sisi yang lain. Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani
, hematotraks (redup). Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang. Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat. Gerakan dada tidak sama waktu
bernapas. Takhipnea, pergeseran mediastinum. Adanya ronchi atau rales, suara
nafas yang menurun.

b. Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk. Takhikardia,
lemah. Pucat, Hb turun / normal. Hipotensi.

c. Sistem Persyarafan :

Tidak ada kelainan.

d. Sistem Perkemihan:

Tidak ada kelainan.

e. Sistem Pencernaan :

Tidak ada kelainan.

f. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.

Kemampuan sendi terbatas. Ada luka bekas tusukan benda tajam.


Terdapat kelemahan. Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi
sub kutan.

g. Sistem Endokrine :

Terjadi peningkatan metabolisme. Kelemahan.

h. Sistem Sosial / Interaksi.

Tidak ada hambatan.

i. Spiritual :

Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

B. Diagnosa keperawatan
1. DX 1: Gangguan pola napas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi
udara), gangguan muskuloskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi
2. DX 2: Ganggun rasa nyeri dada b/d faktor biologis (trauma jaringan) dan faktor
fisik pemasangan selang dada
3. DX 3: Resiko truma / penghentisn napas b/d penyakit / proses cedera, sistem
drainase dada, kurang pendidikan, keamanan, pencegahan
4. DX 4: Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan b/d kurang
terpajan pada informasi.
C. Perencanaan keperawatan
No.Dx Tujuan Rencana Rasionl
1. Tujuan: Setelah Mandiri
diberikan tindakan — Pemahaman penyebab
keperawatan — Mengidentifikasi kollaps paru perlu untuk
diharapkan pola etiologi atau faktor pemasangan selang
pernapsan efektif / pencetus, Co kollaps dada yang tepat dan
normal . spontan, trauma, memilih tindakan
keganasan, infeksi, terapeutik lain.
Kriteria hasil: komplikasi ventilasi
 GDA dalam mekanik
batas normal — Distress pernapasan dan
 Bebas sianosis — Evaluasi fungsi perubahan pada tanda
 Bebas dari tanda pernapasan, catat vital dapat terjadi
dan gejala kecepatan atau sebagai akibat stress
hipoksia pernapasan sewrak, fisiologis dan nyeri atau
 Tidak ada dispnea, keluhan dapat menunjukkan
penggunaan otot Lapar Udara terjadinya syok
aksesoris terjadinya sianosis, sehubungan dengan
pernapasan perubahan tanda vital. hipoksia/perdarahan

— Bunyi napas dapat


— Auskultasi bunyi menurun/tak ada pada
napas lobus, segmen
paru/seluruh area paru
(Unilateral)

— Pengembangan dada
— Catat pengembangan sama dengan ekspansi
dada dan posisi trakea paru, deviasi trakea dari
area sisi yang sakit pada
tegangan pneumotorak

— Suara dan tatil premitus


— Kaji Fremitus (vebrasi) menurun pada
jaringan yang terisi
cairan atau konsolidasi

— Sokongan terhadap dada


— Kaji pasien terhadap dan otot abdominal
nyeri tekan bila batuk membuat batuk lebih
napas dalam efektif atau mengurangi
trauma

— Meningkatkan inspirasi
— pertahankan posisi maksimal,
nyaman, biasanya meningkatkan ekspansi
dengan peninggian paru dan ventilasi pada
kepala tempat tidur. sisi yang tidak sakit
Baik ke sisi yang sakit
untuk kontrol pasien
untuk sebanyak
mungkin
— Membantu pasien
— pertahankan prilaku mengalami efek
tenang, bantu pasien fisiolagis hipoxia yang
untuk kontrol diri dapat dimanifestasikan
dengan menggunakan sebagai ansietas atau
pernapasan lebih takut
lambat atau dalam

bila selang di pasang : — Gelembung udara


D. Evaluasi

Setelah mendapat implementasi keperawatan, maka pasien dengan


pneumotorakdiharapkan sebagai berikut:
1. pola pernapsan efektif / normal .
2. nyeri dapat hilang atau terkontrol.
3. trauma/penghentian jalan napas tidak terjadi
4. klien mengetahui mengenai kondisi aturan pengobatan.
BAB IV

PENUTUP
A. Keimpulan

Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh


udara, sehingga menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang menimbulkan
gangguan dalam pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Oleh
karena itu, pada pasien sering mengeluhkan adanya sesak napas dan nyeri dada.
Berdasarkan penyebabnya, pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan
maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan
sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non
iatrogenik. Dan menurut fistel yang terbentuk, maka pneumotoraks dapat bersifat
terbuka, tertutup dan ventil (tension).
Dalam menentukan diagnosa pneumotoraks seringkali didasarkan pada hasil
foto röntgen berupa gambaran translusen tanpa adanya corakan bronkovaskuler pada
lapang paru yang terkena, disertai adanya garis putih yang merupakan batas paru
(colaps line). Dari hasil röntgen juga dapat diketahui seberapa berat proses yang
terjadi melalui luas area paru yang terkena pendesakan serta kondisi jantung dan
trakea.

Pada prinsipnya, penanganan pneumotoraks berupa observasi dan pemberian


O2 yang dilanjutkan dengan dekompresi. Untuk pneumotoraks yang berat dapat
dilakukan tindakan pembedahan. Sedangkan untuk proses medikasi disesuaikan
dengan penyakit yang mendasarinya. Tahap rehabilitasi juga perlu diperhatikan agar
pneumotoraks tidak terjadi lagi.

B. Saran

1. Bagi petugas kesehata atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan pelayanan
kesehatan terutama pada pneumotorakuntuk pencapaian kualitas keperawatan
secara optimal dan sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan secara
berkesinambungan.

2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan
karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna
maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai, oleh sebab itu perlu adanya
penjelasan pada klien dan keluarga mengenai manfaat serta pentingnya kesehatan.

3. Bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami dan menerapkan


asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan pneumonia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :
EGC; 1997. p. 598.
2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.
Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006. p. 1063.
3. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Airlangga University Press; 2009. p. 162-179
4. Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan.
Jakarta : EGC
5. Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Jakarta : Penerbit
buku kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai