Anda di halaman 1dari 131

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN

UAV MODEL JET ELECTRIC DELTA WING FDA-01

SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat
Sarjana Strata I

Disusun oleh:
FRANSISKUS IMAGO WAKEI
07050115

JURUSAN TEKNIK PENERBANGAN


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI ADISUTJIPTO
YOGYAKARTA
2013
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN
UAV MODEL JET ELECTRIC DELTA WING FDA-01

SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat
Sarjana Strata I

Disusun oleh:
FRANSISKUS IMAGO WAKEI
07050115

JURUSAN TEKNIK PENERBANGAN


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI ADISUTJIPTO
YOGYAKARTA
2013

i
LEMBAR PENGESAIIAN SKRIPSI

PERANCAIIGANI DAI\I PEMBUATAI\I


UAV JET ELECTRIC DELTA WING TDA.OI

Yang disusun oleh:

FRANSISKTIS IMAGO WAKEI


07050115

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Sloipsi pada tanggal 23 agustus 2013
dan dinyatakan telah Memenuhi syarat guna memperoleh Gelar Sarjaua Teknik.

Dosen Pembimbing
Pembimbing I
k. Djarot Wat{u S, M.T (

Pembimbing II
Bangga Dirgantara A, S.T.,M.T

Susunan Tim Penguji

Ketua Penguji
Moh.Ardi Cahyono,S.T.,M.T

Penguji I
Karseno KS,INZ,S.E.,M.M

Penguji II
Basir,S.T.,M.Eng., M. Sc.

A.n. Ketua

Watfu S, M.T
Motto

“Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini selagi

masih ada usaha dan ucapan syukur, Jalani saja


dengan apa adanya dan tidak perlu ada apanya

karena smua akan menjadi indah pada waktunya.”

iv
HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk :

 Allah Tri Tunggal Maha Kudus (Bapak, Putera dan Roh


Kudus) serta Bunda Maria; Bunda Tuhan kami Yesus Kristus

 Bapak, Ibu, serta adik-adikku tercinta Natalia, Andreas


dan Michael serta keluarga besarku tercinta atas
pemberian dorongan dan semangat baik dalam segi
moril maupun material.

 Kampus STT-Adisutjipto Yogyakarta.

 Teman-teman TPC-07 STT-Adisutjipto Yogyakart

 Teman-teman kost PLC dan juga Soa-Soa Family.

 Teman-teman semuanya yang mengenal saya.

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah Tri Tunggal Maha Kudus,
karena atas Rahmat dan karunia-Nya penulias dapat menyelesaikan tugas tkhir
dengan judul “PERANCANGAN DAN PEMBUATAN UAV MODEL JET
ELECTRIC DELTA WING FDA-01”, dalam rangka memenuhi syarat utuk
memperoleh gelar sarjana strata satu (S-1), pada Jurusan Teknik Penerbangan,
Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto (STTA) Yogyakarta.
Penyusunan skripsi ini juga tidak lepas dari Doa, bantuan, bimbingan,
arahan serta dorongan dari berbagai pihak yang selalu diberikan kepada penulis .
Oleh karena itu, dengan segala puji, hormat juga syukur dan dengan kerendahan
hati serta keterbatasan penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi- tingginya kepada :

1. Allah Tri Tunggal Maha Kudus (Bapak, Putera dan Roh Kudus) serta
Bunda Maria; Bunda Tuhan kami Yesus Kristus, atas kemurahan hati-Nya
yang selalu menjaga, melindungi, menyertai serta mendoakan penulis
dalam menyesesaikan skripsi ini hingga saat ini.
2. Bapak Marsma TNI (Purn) Ir. Sutjianto, MT, selaku Ketua Sekolah
Tinggi Teknologi Adisutjipto Yogyakarta
3. Bapak Ir. Djarot Wahju Santoso, MT. selaku Ketua Jurusan Teknik
Penerbangan merangkap Dosen pembimbing pertama yang telah banyak
membantu penulis dengan sabar dalam membimbing dan memberikan
motivasi juga masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Bangga Dirgantara A, ST.,MT selaku dosen pembimbing kedua
yang telah membimbing dan mengarahkan penulis aselama penyusunan
skripsi ini.
5. Bapak Anton selaku pendamping di lapangan yang selalu membimbing
penulis dengan sabar hingga saat ini.

vi
vii

6. Bapak Natalis Wakei Selaku Ayah Kandung dari penulis skripsi ini yang
selalu memberikan dukungan baik secara moril maupun materil serta
tidak pernah lelah selama membimbing, menjaga dan merawat penulis
hingga saat ini.
7. Ibu Coleta Petege Selaku Ibu Kandung dari penulis skripsi ini yang selalu
memberikan dukungan baik secara moril maupun materil serta tidak
pernah lelah selama membimbing, menjaga dan merawat penulis hingga
saat ini.
8. Natalia Nakowina Wakei , Andreas Petrus Wakei dan Albert Michael
Wakei selaku adik kandung dari penulis skripsi ini yang selalu
mendoakan penulis skripsi ini sampai saat ini .
9. Saudaraku Dolvianus Mau yang selalu mambantu penulis selama penulis
menyusun skripsi ini.
10. Si kecil Witty Novida Nainggolan yang selalu mendoakan, mendukung,
serta memberikan semangat dan motivasi kepada penulis selama
penyusunan skripsi ini.
11. Keluarga besarku tercinta yang berada di pelosok Mapia (Wakei, Petege,
Tigi, Tagi, Iyai, Magai, Mote, Kedeikoto, Butu, Kotouki, Kegiye, Pugiye,
Pakage, Boga, Tekege, Boma, Tebay, Makai, Gobai, Edowai, Dogomo,
Kuayo dan Degei serta yang lainnya) yang telah memberikan dukungan
kepada penulis secara moril, materil serta Doa selama ini.
12. Teman-teman angkatan 2007 yang selalu kompak dan setia dalam
memberikan dukungan selama menyelesaikan skripsi ini.
13. Kepada keluarga besar komunitas SOA-SOA ( Ria Listi Talenta selaku
manager, Christo Pitho selaku captain team Soa-Soa FC, Adrianus
Adandy, Candra Fernandez, Agustinus Langowuyo, Romario Cels, Dedek
Katoz, Reinaldo Rahawarin, Marius Bere Metal, Wilfred Bahy, Lius
Saputra, Joe Cores, Ones Yan Sweni, Albertus Ryan dan Kalvino
Nitalessy) yang selalu membantu penusil dalam segalah hal.
14. Semua anak-anak PLC dan Blok-O yang selalu membantu Penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
viii

15. Semua teman- teman yang berada di Yogyakarta dan penulis tak dapat
menyebutkan satu per satu; Thanks all buat kebersamaannya.

Penulis menyadari dengan sadar bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh
dari sempurna karena keterbatasan pada penulis, dan oleh sebab itu penulis sangat
mengharapkan saran serta kritik yang akan sangat membangun dan memperbaiki
skripsi ini lebih baik lagi.
Akhir kata, harapan besar dari penulis bilamana skripsi ini dapat menjadi
sesuatu yang sangat berguna dan bermanfaat bagi setiap pembaca serta juga
menambah ilmu pengetahuan setiap orang tentang sebagian kecil dari
pengetahuan teknik penerbangan.

Yogyakarta, Agustus 2013

Penulis
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN

UAV MODEL JET ELECTRIC DELTA WING FDA-01

Fransiskus Imago Wakei


07050115

ABSTRAK

Unmanned Aerial Vehicle (UAV) merupakan pesawat terbang tanpa awak yang
dibuat berasarkan pengembangan dari pesawat terbang model dengan sistem radio control
yang akan disesuaikan dengan misi pesawat terbang tersebut, dalam penelitian ini, akan
dilakukan perancangan UAV dengan tujuan untuk mengembangkan bakat dan minat
mahasiswa dibidang perancangan dan pembuatan pesawat terbang dengan mengaplikasikan
ilmu pengetahuan yang diperoleh selama duduk di bangku perkuliahan di Sekolah Tinggi
Teknologi Adisutjipto (STTA). Tahapan perancangan pesawat ada 3 yaitu conseptual design,
preliminary design,dan detail design.
Tahap pembuatan UAV model jet electric delta wing FDA-01 ini yaitu dimulai dari
penentuan maximum take-off weight pesawat, berat sistem yang digunakan selama
penerbangan, geometri sizing, penggambaran model 3 dimensi pesawat terbang dengan
software CATIA V5R18, proses pembuatan pesawat terbang, dan melakukan pengujian
terbang kemudian dilanjutkan analisis perhitungan dengan menggunakan metode integral
yaitu dengan persamaan Breguet yang telah disesuaikan untuk penggunaannya pada pesawat
terbang electric-powered.
Dari hasil analisis perhitungan yang dilakukan maka dapat diketahui jarak jealajah
(range) dan lama waktu terbang (endurance) dari UAV model jet electric delta wing FDA-01
adalah 5187,368 meter dan 260,3696 detik.

Kata Kunci : UAV jet electric FDA-01 ,Conceptual Design, Breguet dan Delta Wing.

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PENGESAHAAN ii

LEMBAR PERNYATAAN iii

MOTTO iv

LEMBAR PERSEMBAHAN v

KATA PENGANTAR vi

ABSTRAK ix

DAFTAR ISI x

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR TABEL xvi

DAFTAR SIMBOL xvii

DAFTAR LAMPIRAN xix

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Batasan Masalah 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.6 Sistematika Penulisan 4

x
xi

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6

2.1 Langkah – Langkah Perancangan Pesawat Terbang 6

2.2 Profil dan Bagian Pesawat Terbang Model 9

2.3 Perkiraan Spesifikasi Awal Pesawat Terbang dan Geometry Sizing 13

2.4 Control Surface Sizing 17

2.5 Sistem Sumbu Utama dan Gerak Pada Pesawat Terbang 19

2.6 Stabilitas dan Pengendalian 20

2.7 Gaya – Gaya yang Bekerja Pada Pesawat Terbang Model 23

2.8 Teori Umum Jarak (Range) dan Lama Waktu Terbang (Endurance) 25

2.9 Penjabaran Teori Breguet Untuk Aplikasi Pada Pesawat Electric -


Power 32

BAB III METODE PENELITIAN 36

3.1 Metode Penelitian 36

3.2 Langkah Pelaksanaan Penelitian 36

3.3 Perancangan UAV Model Jet Electric Delta Wing FDA-01 38

3.4 Weight Sizing 39

3.5 Penentuan Berat Kosong Pesawat Terbang 40

3.6 Penentuan Berat Bahan Pembuatan Pesawat Terbang 45

3.7 Geometry Sizing 46

3.8 Control Surface Sizing 52

3.9 Perangkat Sistem UAV Model Jet Electric Delta Wing FDA-01 55
xii

BAB IV PROSES PERANCANGAN DAN ANALISA 59

4.1 Pembuatan Fuselage 59

4.2 Pembuatan Cockpit 71

4.3 Pembuatan Bagian Nose Pesawat Terbang 73

4.4 Pembuatan Canard 76

4.5 Pembuatan Elevon 77

4.6 Pembuatan Vertical Stabilizer 80

4.7 Pemasangan Monokote 81

4.8 Pemasangan Engine dan Radio Receiver 82

4.9 UAV Model Jet Electric Delta Wing FDA-01 85

4.10 Data dan Asumsi Analisis Prestasi Terbang 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 93

5.1 Kesimpulan 93

5.2 Saran 94

DAFTAR PSTAKA 95

LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses Design Pesawat Terbang 6

Gambar 2.2 Pengelompokan Pesawat Model 9

Gambar 2.3 Pesawat Model RC dan Bagian-Bagiannya 10

Gambar 2.4 Rancangan Misi Penerbangan 14

Gambar 2.5 Perbandingan Aileron Span Dan Aileron Chord 17

Gambar 2.6 Sistem Sumbu Utama dan Gerak Pada Pesawat 20

Gambar 2.7 Stabil dan Pengendalian Pada Pesawat 21

Gambar 2.8 Gaya-Gaya Tambahan Pada Pesawat 22

Gambar 2.9 Gaya Yang Bekerja Pada Pesawat 24

Gambar 3.1 Diagram Langkah Pelaksanaan Penelitian 37

Gambar 3.2 Mission Profile Pesawat FDA-01 42

Gambar 3.3 Contoh Kayu Balsa 45

Gambar 3.4 Sketsa Wing Delta 49

Gambar 3.5 Perbandingan Aileron Span Dan Aileron Chord 53

Gambar 3.6 Electric Engine. 55

Gambar 3.7 ESC (Electronic Speed Control) 55

Gambar 3.8 Radio Receiver 56

Gambar 3.9 Radio Transmitter. 56

Gambar 3.10 Battery Lipo 57

Gambar 3.11 Servo 57

Gambar 3.12 Terminal Listrik 58

Gambar 3.13 Propeller 58

Gambar 4.1 Ukuran Rangak tengah Pesawat 59

xiii
xiv

Gambar 4.2 Ukuran Panjang Rib 60

Gambar 4.3 Menentukan Titik Thickness. 61

Gambar 4.4 Rib 1, Panjang 43,3 Cm Dan Titik Thickness 13,8 Cm Dari Ujung Atas (Ujung
Leading Edge). 62

Gambar 4.5 Ukuran Lebar Dan Jarak Antar Spar 63

Gambar 4.6 Leading Edge Dan Trailing Edge. 64

Gambar 4.7 Cover (Penyampulan) Sayap 65

Gambar 4.8 Cover Rangka Tengah Bagian Atas 65

Gambar 4.9 Cover Bawah Rangka Tengah. 66

Gambar 4.10 Membuat Bentukan Engine Pada Bagian Bawah Pesawat.. 67

Gambar 4.11 Cover Engine 67

Gambar 4.12 Pemasangan Former Dan Rangka Untuk Bentukan Engine Bagian Atas Pesawat 68

Gambar 4.13 Former Untuk Pembentuk Engine Bagian Atas Pesawat. 69

Gambar 4.14 Tempat Batteray, ESC Dan Radio Receiver Pada Bentukan Engine Bagian Atas
Pesawat. 70

Gambar 4.15 Tutup Tempat Battery. 70

Gambar 4.16 Tutup Tempat ESC Dan Radio Receiver. 71

Gambar 4.17 Hasil Akhir Pembuatan Tempat Battery, ESC Dan Radio Receiver 71

Gambar 4.18 Desain Ujung Depan Cockpit.. 72

Gambar 4.19 Ujung Depan Dan Alas Bawah Cockpit. 72

Gambar 4.20 Desain Canopy 73

Gambar 4.21 Hasil Akhir Pembuatan Cockpit. 73

Gambar 4.22 Pembuatan Dasar Nose Section.. 74

Gambar 4.23 Dudukan Cockpit Pada Nose Section 74

Gambar 4.24 Desain Bagian Bawah Nose Section.. 75


xv

Gambar 4.25 Tempat Meletakan Servo Dan Cover Sisi Pinggir Nose Section. 76

Gambar 4.26 Pergerakan Servo Pada Canard 76

Gambar 4.27 Ukuran Dan Model Canard.. 77

Gambar 4.28 Canard Pada Nose Section.. 77

Gambar 4.29 Contoh Ukuran Dan Model Pada Elevon Kanan. 78

Gambar 4.30 Pemasangan Elevon Kanan Pada Trailing Edge... 79

Gambar 4.31 Tempat Pemasangan Servo Elevon Pada Fuselage.. 79

Gambar 4.32 Bentuk Dan Ukuran Vertical Stabilizer 80

Gambar 4.33 Vertical Stabilizer.. 80

Gambar 4.34 Bagian Yang Harus Diberi Cover Tambahan 81

Gambar 4.35 Bagian Yang Dipotong Sebagai Tempat Engine.. 82

Gambar 4.36 Engine Mounting Pada Belakang Pesawat. 83

Gambar 4.37 Hubungan Engine, Esc, Radio Receiver Dan Battery.. 84

Gambar 4.38 Hasil Akhir Pemasangan Engine, ESC, Radio Receiver dan Battery 84

Gambar 4.39 Pesawat Terbang Hasil Pembuatan 85


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jenis dan Fungsi Masing-Masing Chanel Pada Receiver 40

Tabel 3.2 Perhitungan Berat System 41

Tabel 3.3 Jenis Dan Karakteristik Kayu Balsa 45

Tabel 3.4 Panjang Fuselage vs W 47

Tabel 3.5 Main Wing Geometry Sizing 51

Tabel 4.1 Data Geometri Sizing 86

xvi
DAFTAR SIMBOL

Simbol Definisi Satuan

Panjang fuselage cm

Wo Berat UAV Kg

L Panjang tail moment arm length cm

Luas vertical tail cm2

Luas horizontal tail cm2

Vertical tail volume coefficient cm

Horizontal tail volume coefficient cm

Wing Span cm

Luas wing cm2

Chord wing cm

Tail moment arm length (vertical) cm

Tail moment arm length (horizintal) cm

baileron span aileron cm

bwing span wing cm

aaileron chord aileron cm

awing chord wing cm

brudder span rudder cm

xvii
xviii

b vertical tail span vertical stabilizer cm

arudder chord rudder cm

avertical tail chord vertical stabilizer cm

b horizontal tail span horizontal stabilizer cm

aelevator chord elevator cm

ahorizontal tail chord horizontal stabilizer cm2

chord wing cm
Ar Aspect ratio
S Wing area cm
Q Muatan battery pada waktu awal flight amp-hours

Q Muatan battery amp-hours

Qı Muatan battery pada akhir flight amp-hours

E* Beda potensial battery volt

I Arus Listrik amp


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I

Pada bagian ini dimuat mengenai alat dan bahan pembuatan UAV Model Jet
Electric Delta Wing FDA-01.

Lampiran II

Pada bagian ini dimuat mengenai penentuan janis airfoil serta dengan
menggunakan software DesignFOIL dan perhitungan coeficien lift dan coeficien
drag .

Lampiran III

Pada bagian ini dimuat mengenai cuplikan data-data dari buku refrensi Dr. Jan
Roskam dan Daniae P. Reymer, tentang aircraft design.

xix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri kedirgantaraan di dunia saling berlomba untuk menghasilkan karya-


kaarya terbaiknya di berbagai bidang kehidupan dan salah satunya adalah di
bidanng teknologi kedirgantaraan untuk meciptakan suatu terobosan baru pada
pesawat terbang berawak namun lebih dari pada itu juga mampu menciptakan
pesawat terbang tanpa awak atau yang sangat populer dengan sebutan Unmanned
Aerial System (UAS).
Di dalam dunia kedirgantaraan ini terdapat beraneka ragam aktivitas yang
tergabung di dalamnya baik itu lapangan pekerjaan maupun hanya sekedar hobi
dalam dunia olahraga dirgantara. Adapun salah satu cabang olahraga dirgantara
ini adalah aeromodelling. Aeromodelling adalah suatu kegiatan merancang,
membuat dan menerbangkan pesawat terbang model. Dalam dunia aeromodelling
tentunya tidak lepas dari ilmu pesawat terbang yang sebenarnya yaitu terdiri dari
teori aerodinamika, sistem struktur pesawat terbang, sistem kendali dan prestasi
terbang pesawat terbang itu sendiri, sehingga dapat kita simpulkan bahwa dunia
aeromodelling sangat berhubungan erat dengan jurusan Teknik Penerbangan

Secara umum, yang dimaksud dengan pesawat terbang model adalah hasil
karya manusia yang dapat bereaksi dengan udara dalam pengertian pesawat
terbang dapat terbang di udara dan ada juga yang tidak dapat terbang di udara
melainkan untuk penelitian atau sekedar hiasan. Pesawat terbang dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu pesawat terbang yang lebih ringan dari udara
(lighter than air) dan pesawat terbang yang lebih berat dari udara (heavier than
air). (Ref : Aero Modellers’Hand Book. 1980)

Dilihat dari aerodinamika pesawat terbang model dengan sistem kendali


radio kontrol dengan pesawat terbang yang sebenarnya memiliki syarat yang sama
yaitu harus memiliki thrust dan lift. Hal yang membedakan antara lain adalah
pesawat terbang yang sesungguhnya dapat dinaiki manusia sedangkan pesawat

1
2

terbang model dengan sistem kendali radio kontrol tidak. Disamping itu pesawat
terbang yang sesungguhnya adalah konstruksinya terbuat dari baja dan
allumunium tetapi pada pesawat terbang model dibuat dengan konstruksi yang
berasal dari kayu balsa, plastic dan fiber atau karbon.

Untuk pembuatan pesawat terbang model dengan sistem radio kontrol harus
memenuhi beberapa kriteria yaitu, diantaranya adalah stabilitas terbang, memiliki
gaya aerodinamika yang sempurna dan performa yang baik dari pesawat terbang
yang dirancang tersebut.
Agar pesawat terbang dapat terbang dengan sempurna maka akan dilakukan
terlebih dahulu perancangan secara konsep dari pesawat terbang beserta aspek-
aspek pendukung lainnya seperti penentuan ukuran kekuatan engine, pemasangan
servo, pemasangan ESC dan beberapa perangkat pendukung lainnya yang akan
dibahas satu-persatu dalam perancangan dan pembuatan UAV Model Jet Electric
Delta Wing FDA-01.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana langkah-langkah perancangan awal UAV Model Jet Electric

Delta Wing FDA-01?

2. Bagaimana langkah-langkah dalam proses pembuatan UAV Model Jet

Electric Delta Wing FDA-01?

3. Bagaimana prestasi terbang UAV Model Jet Electric Delta Wing FDA-

01 yang meliputi range dan endurance pada saat uji terbang?


3

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari pada penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui proses perancangan awal dari pada UAV model jet

electric delta wing FDA-01 secara manual.

2. Untuk mengetahui proses pembuatan UAV model jet electric delta wing

FDA-01 dari mulai awal perancangan hingga uji terbang.

3. Untuk mengetahui prestasi terbang range and endurance dari UAV

model jet electric delta wing FDA-01 pada saat uji terbang .

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam skripsi ini difokuskan pada perancangan dan

pembuatan UAV Model Jet Electric Delta Wing FDA-01 serta prestasi terbang

dengan menggunakan sistem radio kontrol.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai perancangan,

pembuatan serta uji terbang dalam memproduksi sebuah pesawat

terbang.

2. Dapat memperdalam ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan

pada jurusan Teknik Penerbangan serta dapat mengaplikasikannya

secara langsung di lapangan dan mampu menjelaskannya bagaimana

cara memproduksi sebuah pesawat terbang.


4

1.6 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan mengenai latar belakang, tujuan dan rumusan

masalah serta batasan masalah untuk membatasi topik

permasalahan yang akan dibahas.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Bab ini berisikan mengenai teori-teori dasar perancangan

pesawat terbang, bagian-bagian pesawat model RC, pergerakan

pesawat, pengendalian, stabilitas pesawat, serta gaya- gaya yang

bekerja pada pesawat.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan mengenai langkah - langkah yang akan

dilakukan oleh penulis dalam memecahkan permasalahan yang

dihadapi dan menguraikan tahapan - tahapan yang dilakukan dari

awal penelitian, penulisan sampai pengambilan keputusan serta

proses pembuatan pesawat.

BAB IV : PROSES PERANCANGAN DAN ANALISA

Bab ini berisikan tentang data - data yang dikumpulkan pada saat

penelitian berlangsung serta pengolahannya. Seluruh data yang

diambil tersebut selanjutnya diolah sesuai dengan sistem yang ada


5

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini mengenai kesimpulan dan saran-saran yang diperoleh

dari hasil perancangan.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Langkah-Langkah Perancangan Pesawat terbang terbang terbang Terbang


Secara garis besar, tahapan proses perancangan pesawat terbang model dengan sistem
kendali radio kontrol sama dengan perancangan pesawat terbang pada umumnya yang
meliputi persyaratan dan keperluan yang dibutuhkan, desain konsep, desain awal pesawat
terbang, desain detail dan pembuatan pesawat terbang (Raymer, 1992) seperti terlihat pada
Gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1 Proses design pesawat terbang

(Sumber:.Reymer, 1992 )

Keterangan dari gambar di atas adalah :

1. Perancangan analisis konseptual (concept requirement analysis).


2. Perancangan awal (Preliminary design).
3. Perancangan detail (detail design).

6
7

1. Perancangan Konseptual (Conceptual Design).


Proses perancangan konseptual sebuah pesawat terbang berawal dari penentuan
spesifikasi dan persyaratan – persyaratan yang harus memenuhi standar kebutuhan sesuai
dengan spesifikasi pesawat terbang yang diinginkan. Untuk itu perlu suatu desain atau
rancangan yang akan mengarah pada suatu bentuk yang akan dibuat. Langkah pertama yang
harus dilakukan untuk mencapai sasaran atau tujuan yang diinginkan adalah langkah
perancangan konseptual. Disini akan menjelaskan sedikit banyak tentang penentuan
gambaran atau desainan dasar, ukuran, berat maupun prestasi (performance). Hasil dari fase
perancangan konseptual tersebut dibuat dalam bentuk tulisan. Pada fase ini bentuk atau
gambar yang belum tetap. Fase konseptual desain bisa saja berubah pada tahap atau fase
perancangan awal (preliminary design).

Fase perancangan konseptual adalah merupakan konsep dasar penentuan konfigurasi


sayap seperti, (sweep back, sweep forward, atau straight) penempatan sayap terhadap badan
pesawat terbang (fuselage), penentuan vertical stabilizer dan horizontal stabilizer. Pada
proses pedesainan konseptual pembahasan yang utama tentang aerodynamic, propulsion dan
prestasi terbang (flight performance).

Dalam fase perancangan konseptual, ada beberapa persyaratan yang penting untuk
dijalankan, yaitu :

a. Membuat daftar keinginan pesawat terbang apa yang akan dibuat. Ini adalah spesifikasi
awal.
b. Menentukan ukuran control surfaces dan gaya angkat.
c. Memilih dan mendesain airfoil yang dibutuhkan. Banyak yang harus dirancang seperti
variabel geometri sayap.
d. Membuat tampilan tiga gambar pesawat terbang terbang terbang terbang.
e. Membuat tata letak profil di dalam pesawat terbang yang menunjukkan lokasi dari
semua komponen utama.
f. Akhir dari spesifikasi pesawat terbang.

(Sumber : Mavris, D. 2000).


8

2. Perancangan Awal (Preliminary Design)

Dalam fase perancangan awal, kemungkinan akan terjadi perubahan-perubahan kecil


dari konfigurasi layout pesawat terbang, dan selain itu juga akan terjadi perubahan-
perubahan yang mingkin lebig besar lagi, bila pada proses perancangan konseptual terdapat
kesalahan-kesalahan yang serius maka analisis difokus pada komponen-komponen berikut
ini:

a. Konfigurasi pesawat terbang.


b. Rancangan analisis aerodinamik.
c. Rancangan analisis propulsi.
d. Rancangan analisis struktur.
e. Weight and balance dan stabilitas pesawat terbang, dan mengatur ulang komponen
untuk memenuhi persyaratan.
f. Analisis detail flight control.

Dalam tahap ini juga akan dibuat prototype untuk digunakan sebagai bahan pengujian
pada terowongan angin (wind tunnel), penghitungan tekanan dinamis CFD (computational
fluid dynamic), dan kalkulasi aliran - aliran udara yang melewati permukaan pesawat terbang
yang akan dibuat. Di dalam terowongan angin (wind tunnel), akan dilakukan pengujian
aerodinamika dan kestabilan pesawat terbang tersebut.

Akhir dari fase preliminary design adalah sebagai penentu keputusan akan dibuat atau
tidaknya pesawat terbang tersebut. (Sumber : Mavris D, 2000).

3. Perancangan Detail (Detail Design)

Dalam fase perancangan detail akan digambarkan secara detail bagian–bagian seperti
nuts , bolts, rib, spar, skin dan penentuan ukuran, jumlah dan lokasi pengunci (rivets, welded
dan joint), juga pembuatan desain tools dan jigs. Sedangkan aerodynamic, propulsion,
structure, performance dan flight control telah di analisis pada fase preliminary design. Dan
pada tahap ini pesawat terbang sudah siap diproduksi. (Sumber : Mavris D, 2000).
9

2.2 Profil dan Bagian Pesawat terbang terbang terbang Terbang Model

1. Pengelompokan Pesawat terbang terbang terbang Terbang Model


Dalam dunia aeromodelling, pesawat terbang model dikelompokan menjadi beberapa
bagian karena perkembangannya. Di bawah ini merupakan gambar yang menjelaskan
pengelompokan pesawat terbang model :

Gambar 2.2 Pengelompokan Pesawat Terbang Model.

(Sumber : Aeromodelling Handbook 2001).

2. Bagian Bagian Pesawat terbang terbang terbang Terbang Model.


Setiap pesawat terbang model yang dibuat diharapkan dapat terbang dengan stabil dan
sesuai dengan yang diharapkan. Agar pesawat terbang dapat terbang dengan stabil maka
setiap bagian pesawat terbang harus berfungsi dengan baik, misalnya pada sistem landing
skid atau roda pendarat harus berfungsi dengan baik, artinya landing skid tersebut dapat
menopang beban pesawat terbang dengan kuat ketika pada saat didarat. Contoh lain yaitu
10

propeller atau baling-baling pesawat terbang harus dapat menghasilkan lift dan thrust dengan
baik artinya dalam perancangan pesawat terbang model kita harus menyeimbangkan
kemampuan engine dengan bentuk pesawat terbang, gaya hambat yang dihasilkan oleh profil
pesawat terbang, engine dapat dipilih sesuai dengan ukuran dan bentuk pesawat terbang yang
akan dibuat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat bagian-bagian dari pesawat terbang model
tersebut adalah seperti pada Gambar 2.3 berikut ini.

Gambar 2.3 Pesawat terbang terbang terbang Model RC dan Bagian-Bagiannya

(Sumber :Aeromodelling Handbook, 2001).

Berikut ini merupakan penjelasan mengenai bagian-bagian dari pesawat terbang


model yang menjelaskan gambar sebelumnya, diantaranya :

3. Wing
Wing atau yang dikenal dengan sayap pesawat terbang merupakan penghasil gaya angkat
ada empat buah gaya yang bekerja pada pesawat terbang, gaya-gaya tersebut sebagian
dihasilkan dari wing diantaranya lift (gaya angkat), drag (gaya hambat), weight (berat) dan
thrust (gaya dorong) yang dihasilkan oleh propulsi engine.
Untuk keterangan lebih jelas, akan dijelaskan pada teori dasar aerodinamika. Pada bagian
wing juga dipasang bidang kendali yang disebut dengan flap dan aileron. Pemasangan
komponen lain juga dapat dilakukan menurut fungsi dan jenis pesawat terbang yang
dimodelkan, contohnya pemasangan landing gear, engine bahkan ada juga yang memasang
fuel tank pada bagian wing.
11

4. Fuselage
Fuselage adalah body pesawat terbang merupakan komponen utama penopang wing,
engine, landing gear, stabilizer dan komponen lainnya. Fuselage disesuaikan dengan jenis
payload yang akan dibawa, sehingga kekuatan strukturnya harus mampu membawa beban
yang dibawanya.

5. Aileron
Aileron berfungsi untuk membuat gerakan memutar atau sering disebut juga sebagai
kemudi guling. Aileron ini terletak pada kedua sayap pesawat terbang, pergerakannya tidak
sama antara kanan dan kiri atau gerakan aileron selalu berlawanan bila yang kanan bergerak
naik maka yang kiri bergerak turun begitu juga sebaliknya. Gerakan pesawat terbang yang
disebabkan oleh aileron disebut gerakan rolling.

6. Horizontal Stabilizer
Horizontal stabilizer berfungsi untuk menjaga pesawat terbang stabil terhadap arah
angin pada arah atau sumbu horizontal.

7. Elevator
Elevator berfungsi untuk menaikan dan menurunkan hidung pesawat terbang. Elevator
bergerak naik maka tail pesawat terbang akan terhempas turun dan nose pesawat terbang
akan terangkat naik begitu juga sebaliknya jika elevator bergerak turun maka tail pesawat
terbang akan terangkat naik dan nose pesawat terbang akan terdorog turun. Gerakan yang
disebabkan oleh elevator disebut gerakan pitch-up dan pitch-down. Secara konstruksi
elevator terpasang pada horizontal stabilizer.

8. Vertical Stabilizer
Vertical stabilizer berfungsi untuk menjaga pesawat terbang stabil terhadap arah angin
pada arah atau sumbu vertical.

9. Rudder
Rudder berfungsi untuk membelokan pesawat terbang kekanan dan kekiri. Gerakan
yang disebabkan oleh gerakan rudder disebut gerakan yawing. Rudder memiliki gerakan ke
kanan dan kekiri pada porosnya, saat rudder digerakan ke kanan maka pesawat terbang akan
berbelok ke kanan begitu juga sebaliknya.
12

10. Cockpit
Cockpit tempat pilot mengendalikan dan mengontrol pesawat terbang pernyataan
tersebut untuk pesawat terbang sebenarnya, sedangkan untuk pesawat terbang model cockpit
digunakan untuk memasang battery, reciver dan motor servo debagai sistem penggerak dari
bidang kemudi.

11. Propeller
Propeller merupakan bagian dari pesawat terbang yang menghasilkan gaya dorong atau
thrust. Agar menghasilkan gaya dorong, propeller harus diputar. Sebenarnya propeller
merupakan sayap pesawat terbang yang diputar sebab jika propeller dipotong melintang
maka akan terlihat penampang seperti penampang wing atau yang disebut dengan airfoil.

12. Nose
Nose jika dilihat dari bentuknya merupakan hidung persawat terbang yang mengerucut
bertujuan untuk mengurangi gaya hambat pesawat terbang yang disebabkan oleh penampang
nose pesawat terbang saat terbang di udara.

13. Flap
Flap berfungsi untuk menambah gaya angkat saat pesawat terbang dalam kecepatan
rendah atau yang biasa disebut sebagai HLD (High Lift Devices)

14. Landing Gear


Landing gear berfungsi untuk menopang berat pesawat terbang saat di darat dan
berfungsi sebagai roda pendaratan. Menurut letaknya ada dua macam landing gear yaitu nose
landing gear dan tail wheel landing gear.

15. Engine
Engine ini berfungsi sebagai penggerak dari propeller pesawat terbang. Agar
menghasilkan gaya dorong pada pesawat terbang, shaft engine ini harus bergerak memutar
dan putaran ini yang digunakan propeller untuk menghasilkan gaya dorong.
13

2.3 Perkiraan Spesifikasi Awal Pesawat terbang terbang terbang Terbang dan
Geometry Sizing.
Spesifikasi awal pesawat terbang pada umumnya dan pesawat terbang model dengan
sistem radio kontrol dirancang dan dibuat berdasarkan pertimbangan dengan memperhatikan
aspek-aspek berikut ini:

 Operating Cost Rendah

 Perawatan Pesawat terbang yang mudah dan optimum

 Payload yang optimum

 Take off dan Landing field yang cukup pendek

 Jangkauan pesawat terbang yang optimum

 Mudah dioperasikan pada saat ground handling, take off, cruise dan landing.

 Faktor keamanan yang cukup tinggi.

 Cukup compportable

Dalam perancangan pesawat terbang dengan sistem radio kontrol digunakan buku
panduan yang berjudul : Aircraft Design karya Daniel P. Raymer (1) dan Airplane Design
Dr, Jan Roskam. Part (1).

Contohnya untuk merancang sebuah pesawat terbang, di bawah ini ada beberapa
langkah dalam menentukan ukuran atau geometri dari pesawat terbang diantaranya :

1. Sizing Mission
Sizing mission adalah langkah untuk apa pesawat terbang itu dibuat serta misi apa saja
yang akan dilakukan oleh sebuah pesawat terbang yang akan dirancang. Kebanyakan pesawat
terbang pada umumnya dirancang dengan tujuan untuk mengantar penumpang dari satu
tempat ke tempat lain, ada juga yang didesain untuk keperluan tempur dan untuk olah raga.
Dalam perancangan ini, pesawat terbang dirancang untuk melakukan observasi atau pantauan
udara.
14

Gambar 2.4 Rancangan Misi Penerbangan

(Sumber: Raymer ,1992)

Keterangan :

a. Engine Start Wariup and Taxi


b. Take-off
c. Climb and Accelerate
d. Cruise
e. Decent
f. Landing, taxi and Shut Down

Pada posisi observation, keadaan engine adalah cutoff sehingga pesawat terbang tidak
memperoleh thrust yang dihasilkan engine maka dari itu pesawat terbang melakukan gliding
untuk mempertahankan ketinggiannya. Sedangkan pada posisi decending, engine tetap hidup
namun ada pengurangan tenaga atau yang disebut dengan reduced power.

2. Geometry Sizing
Geometry sizing digunakan untuk menentukan ukuran atau dimensi pada masing-
masing komponen pesawat terbang, ukuran yang ditentukan adalah panjang fuselage, tail arm
length, main wing size dan tail wing size.

a. Panjang Fuselage
Langkah pertama sebelum menentukan panjang fuselage yaitu dengan menentukan
design takeoff weight terlebih dahulu. Penentuan design takeoff weight diketahui berdasarkan
banyaknya muatan di tambah dengan berat kosong pesawat terbang.
15

Menurut Raymer untuk menentukan panjang fuselage dapat dilihat pada data yang
tertulis pada tabel perbandingan antara panjang fuselage dengan design takeoff weight atau
dapat ditulis dengan persamaan. (Sumber: Raymer 1992)

= × (2.1)

Keterangan :

l = Panjang Fuselage

Wo = Berat pesawat terbang terbang terbang Terbang

A = 3,68 “Untuk pesawat terbang terbang terbang jenis homebuilt”

C = 0,23 “Untuk pesawat terbang terbang terbang jenis homebuilt ”

A dan C adalah coefficient yang diambil berdasarkan jenis pesawat terbang yang akan
dirancang. Pada intinya A dan C berbeda-beda tergantung dari jenis pesawat terbang itu
sendiri.

b. Tail Arm Length


Menurut Raymer, tail arm length adalah jarak antara 25% chord main wing sampai
25% chordd tail wing untuk pesawat terbang yang di design dengan kecepatan sub-sonic,
namun untuk kecepatan super sonic panjang tail arm adalah 40% chord main wing sampai
40% chord tail wing atau jarak tersebut adalah jarak antara kedua aerodynamic centre (main
wing dan tail wing). Untuk pesawat terbang dengan jenis homebuilt dalam buku Aircraft
Design karya Daniel P. Raymer halaman 112 menyatakan bahwa tail moment arm length
adalah sebesar 60% dari panjang fuselage. sehingga dapat ditulis dengan Persamaan (2.9)
berikut ini. (Raymer, 1992)

L = 0,6 l (2.2)

Keterangan :

l = Panjang fuselage

L = Panjang tail moment arm length


16

c. Main Wing Size


Penentuan main wing size ditentukan berdasarkan wing loading yang telah diketahui
terlebih dahulu. Menurut Raymer, wing loading adalah berat dari pesawat terbang dibagi
dengan total luas area wing. Untuk pesawat terbang model RC, airfoil wing yang digunakan
adalah NACA 2412 dengan max chamber 2% chord, posisi max chamber 40% chord dan
max ticknes 12% chord. Pada perancangan pesawat terbang model dengan sistem radio
kontrol yang diperlukan adalah lamanya waktu glide pesawat terbang sehingga luas wing
dimaksimalkan namun masih memperhatikan power yang dihasilkan oleh engine dan design
takeoff weight.

d. Tail Wing Size


Tail wing size adalah langkah untuk menentukan luas area vertical dan horizontal tail
atau yang lebih dikenal dengan vertical dan horizontal stabilizer. Luas area ini dipengaruhi
oleh panjang dari tail moment arm length yang telah ditentukan terlebih dahulu dan
coefficient dari vertical dan horizontal stabilizer yang tertulis pada buku (Raymer1992).

Sehingga dapat ditulis dengan persamaan :

= (2.3)

= (2.4)

Dimana :

= Luas vertical tail

= Luas horizontal tail

= Vertical tail volume coefficient

= Horizontal tail volume coefficient

= wing Span

= Luas wing

= Chord wing

= Tail moment arm length (vertical)


17

= Tail moment arm length (horizintal)

Setelah luas area diketahui dan panjang chord dari masing-masing stabilizer telah
ditentukan maka panjang span dapat diketahui.

2.4 Control Surface Sizing


Control surface adalah bidang kendali yang digunakan untuk membuat gerakan pada
pesawat terbang. Secara umum ada 2 macam control surface, yang pertama adalah primary
control surface yang terdiri dari aileron, rudder dan elevator.
Sedangkan yang kedua adalah secondary control surface, terdiri dari flap, spoiler, air
brake dan trim. Untuk mengetahui berapa besar flight control surface ada beberapa ketentuan
yang tertuis dalam buku Raymer, 1992 diantaranya :

1. Aileron
Aileron berfungsi sebagai bidang kendali yang dapat membuat gerakan rolling. Aileron
terletak pada wing dengan panjang span 50%-100% span wing yang tergantung kepada
karakteristik gerakan rolling yang diinginkan.
Dari panjang span yang telah ditentukan maka dapat di cari panjang chord aileron pada
grafik perbandingan antara (aileron span/wing span) dengan (aileron chord/wing chord). Di
bawah ini adalah grafik perbandingan antara (aileron span/wing span) dengan (aileron
chord/wing chord).

Gambar 2.5 Perbandingan Aileron Span Dan Aileron Chord

(Sumber: Daniel P.Raymer 1992 )


18

Sebagai contoh, jika panjang span yang di ambil 50% span, dari grafik diatas dapat
diketahui chord aileron sebesar 18% chord. Sehingga perhitungan tersebut dapat ditulis
dengan persamaan Reff : Aircraft Design “Daniel P. Raymer” (1):

baileron = 0,5 bwing (2.5)

aaileron = 0,18 awing (2.6)

Keterangan :

baileron = span aileron

bwing = span wing

aaileron = chord aileron

awing = chord wing

2. Rudder dan Elevator


Rudder berfungsi untuk membuat gerakan yawing. Sedangkan elevator berfungsi untuk
membuat gerakan pitching pada pesawat terbang. Untuk menentukan dimensi dari panjang
span dan chord adalah dengan menentukan karakteristik dari gerakan yawing dan pitching
yang diinginkan. Panjang span untuk rudder dan elevator adalah 90% atau lebih dari panjang
span vertical stabilizer atau horizontal stabilizer.
Sedangkan panjang chord adalah 25%-50% dari panjang chord vertical stabilizer untuk
rudder atau horizontal stabilizer untuk elevator. Sehingga dapat ditulis dengan persamaan
Reff : Aircraft Design “Daniel P. Raymer” (1):

brudder = N b vertical tail (2.7)


arudder = M avertical tail (2.8)
belevator = O b horizontal tail (2.9)
aelevator = P ahorizontal tail (2.10)
19

Keterangan :

brudder = span rudder

N = 90% atau lebih

b vertical tail = span vertical stabilizer

arudder = chord rudder

M = 25% sampai 50%

avertical tail = chord vertical stabilizer

belevator = span elevator

O = 90% atau lebih

b horizontal tail = span horizontal stabilizer

aelevator = chord elevator

P = 25% sampai 50%

ahorizontal tail = chord horizontal stabilizer

2.5 Sistem Sumbu Utama dan Gerak Pada Pesawat terbang terbang terbang Terbang
Pesawat terbang mempunyai tiga sumbu utama perputaran/ rotasi yang disebut: Sumbu
longitudinal, sumbu Vertical dan sumbu lateral. Gambar dibawah menunjukkan susunan
sumbu tersebuat antara lain :
20

Gambar 2.6 Sistem Sumbu Utama dan Gerak Pada Pesawat Terbang.
(Sumber: Google sumbuh utama pada pesawat terbang, 2013)

 Sumbu longitudinal adalah sumbu yang melalui titik berat C.G. memanjang fuselage.
 Sumbu vertikal adalah garis imajiner yang tertarik melalui C.G. tegak lurus pada sumbu
longitudinal.
 Sumbu lateral adalah garis imajiner yang ditarik melalui C.G. ke arah bentangan sayap.
Perlu diperhatikan bahwa ketiga sumbu utama pesawat terbang melalui C.G. ini salah
satu alasan mengapa C.G. harus terletak dalam batas tertentu.

2.6 Stabilitas dan Pengendalian


pesawat terbang dilengkapi dengan bidang-bidang tertentu yang terdiri dari bagian-
bagian yang fik dan yang dapat digerak-gerakkan, yang dapt digunakan untuk stabilitas dan
pengendalian pesawat terbang selama penerbangannya seperti terlihat di gambar dibawah ini:
21

Gambar 2.7 Stabil dan Pengendalian Pada Pesawat Terbang.

(Sumber: Google stabilitas pada pesawat terbang, 2013)

Setiap bidang dirancang dengan fungsi tertentu dalam terbang pesawat terbang. Bagian
bidang fix adalah sayap, vertikal stabilezer (fin), horisontal stabilizer, bagian-bagian yang
bergerak disebut control surface yaitu flaps,aileron,rudder,elevator
Aileron ,elevator dan rudder digunakan untuk menyetir pesawat terbang terbang dalam
sebuah misi penerbangan unruk bergerak ke arah sesuai yang dikehendaki oleh pilot. Flap
biasanya hanya digunakan pada saat mendarat dan kadang-kadang juga pada saat tinggal
landas.

1. Stabilitas
Stabilitas dalam pesawat terbang didefinisikan sebagai kemampuan pesawat terbang,
yang terganggu dari kondisinya “equilibrium” atau “steady flight” menghasilkan gaya atau
momen yang dapat mempertahankan posisinya dalam “steady flight”.
Stabilitas dalam terbang disebut stabilitas dinamis (dynamic stability). Bila pesawat
terbang kembali lagi kepada straight dan level flight setelah buffered akibat dari adanya angin
pusar tanpa dikendalikan oleh penerbang, pesawat terbang dikatakan adanya angin pusar
tanpa dikendalikan oleh penerbangan, pesawat terbang dikatakan mempunyai stabilitas
dinamik positif.
22

Sesuai dengan pergerakan pesawat terbang terhadap sistem sumbunya, maka stabilitas
pesawat terbang terbang terbang terbang terdiri dari:

 Stabilitas longitudinal ( horizontal stability) ialah stabilitas pesawat terbang terhadap


sumbu lateral (Y), jika pesawat terbang terbang terbang terbang sedang dive atau climb
kemudian kendali dilepas pesawat terbang akan kembali ke level fligt secara otomatis.
 Stabilitas Lateral (lateral stability), ialah pesawat terbang terhadap sumbu longitudinal
(X). Pesawat terbang akan kembali keposisi level secara otomatis apabila mengalami
gangguan dari angin pusar atau pengaruh dari gerakan aileron.
 Stabilias arah ( directional stability), ialah stabilitas pesawat terbang terhadap sumbu
vertikal (Z). Pesawat terbang akan kembali ke posisi lurus secara otomatis setelah
diberi aksi kekiri atau kekanan.
Agar pesawat terbang mempunyai kemampuan stabilitas seperti yang dijelaskan
tersebut di atas, pesawat terbang dilengkapi dengan bidang-bidang kendali, yaitu sayap
serta horizontal stabilizer dan fin pada tail section. Sayap memberikan kemampuan
dalam stabilitas serta fin memberikan kemampuan dalam stabilitas searah.

2. Pengendalian
Selama penerbangan di udara pesawat terbang bergerak terhadap ketiga sumbunya,
yang dapt diatur oleh tiga bidang kemudi utamanya. Aileron mengendalikan roll, yakni gerak
rotasi terhadap sumbu longitudinal; elevator mengendalikan pitch, yaitu gerak rotasi terhadap
sumbu lateral serta radder mengendalikan yaw, yaitu gerak rotasi terhadap sumbu vertikal,
detail dari pengendalian pesawat terbang dapat dijelaskan sebagai berikut :

Gambar 2.8 Gaya-Gaya Tambahan Pada Pesawat terbang


(Sumber : Aeromodelling Handbook, 2001).
23

a. Rolling
Aileron adalah bidang yang dapat digerakkandan terletak di ujung sayap suatu pesawat
terbang. gerakan eileron diatur sedemikian rupa sehingga bila yang satu bergerak ke atas
menekan salah satu sayap kebawah mengangkat sayap lain ke atas.gerakan ini diatur oleh
control stick atau control weel yang berada di coockpit, dengan menggerakkanatau
memutarkan kekiri/kekanan. Dalam terbang belok yang normal, gerakan aeleron
dikoordinasikan dengan gerak dari rader dan elevator untuk membelok ke horizontal dengan
“bank” tanpa terjadi “slip” atau “skid”.

b. Pitching
Elevator adalah bidang yang dapat digerakkan dan terletak dibagian belakang dari
horizontal stabilizer. Gerakannya di atur oleh control stick atau weel. Yang berada di cockpit
dengan menggerakkanya ke depan atau ke belakang. Bila control stick atau wheel ditarik
kebelakang, elevator akan bergerak ke atas. Gaya aerodinamis di horizontal tail menjadi
berkurang dan menyebabkan control moment bertambah kecil dan akibatnya bagian depan
pesawat terbang akan naik (pitch up). Demikian pula bila gerakannya sebaliknya.

c. Yawing.
Rudder adalah bidang yang dapat digerakkan dan terletak pada bagian belakang dari fin
(fertical stabililazer). Gerakan rudder diatur oleh rudder control pedal yang digerakkan oleh
kaki. Apabila pedal kanan ditekan rudder swing kekanan dan hal ini akan menyebabkan
kenaikan tekanan dinamis pada sisi kanan. Kenaikan tekanan ini akan mengakibatkan ekor
pesawat terbang swing kekiri dan bagian depan pesawat terbang akan belok ke kanan,
demikian pula bila di injak atau tekan sebaliknya.

2.7 Gaya – Gaya Yang Bekerja Pada Pesawat terbang terbang terbang Terbang
Model
Pada umumnya gaya – gaya yang bekerja pada pesawat terbang model sama dengan
yang bekerja pada pesawat terbang sebenarnya. Secara teori gaya – gaya tersebut adalah gaya
dari sistem propulsi (Thrust), Gaya Berat (Grafitasi), Gaya Aerodinamika (Lift dan Drag),
dan keempat gaya ini saling berpasangan dan bekerja saling berlawanan.
24

Gambar 2.9 Gaya Yang Bekerja Pada Pesawat terbang terbang terbang Terbang

(Sumber : Aeromodelling Handbook, 2001).

Definisi dari keempat gaya tersebut adalah sebagai berikut:


1. Gaya yang terjadi karna adanya sistem propulsi (thrust) merupakan gaya dorong
yang bekerja untuk menghasilkan gerak maju dari pesawat terbang.
2. Gaya Berat (gravitasi) adalah gaya yang terjadi akibat massa dari pesawat terbang
itu sendiri yang dipengaruhi oleh adanya gaya grafitasi bumi. Gaya Berat bekerja
berlawanan dengan gaya angkat (lift), dan untuk menghasilkan gaya angkat maka
sebuah pesawat terbang terbang terbang memerlukan lift yang lebih besar dari
pada gaya berat.
3. Gaya Aerodinamika dibagi menjadi 2 (dua) gaya yaitu :
a. Gaya angkat (lift) dihasilkan oleh adanya perbedaan tekanan pada upper wing
dan lower wing. Perbedaan ini dihasilkan akibat aliran uadara yang bekerja
pada permukaan atas wing (upper wing) lebih cepat dibanding dengan yang
bekerja pada permukaan bawah wing (lower wing). Dan berdasarkan tori
hukum Bernoulli yang menyatakan bahwa pada kecepatan tinggi terdapat
tekanan yang kecil dan sebaliknya pada kecepatan yang rendah, sehingga
terciptalah gaya angkat (lift).
b. Gaya hambat (drag) adalah gaya hambat pada pesawat terbang yang terjadi
atau dihasilkan dari bentuk fisik pesawat terbang itu sendiri. Arah drag
25

berlawanan dengan thrust. Besar drag lebih kecil dibandingkan dengan nilai
thrust, sehingga menghasilkan gaya dorong pesawat terbang.

2.8 Teori Umum Dan Definisi Jarak Jelajah (Range) dan Lama Waktu Terbang
(Endurance)
Dari definisinya jarak jelajah (range) adalah total jarak (dihitung dari ground) yang
dilalui oleh sebuah pesawat terbang dengan satu kali muatan penuh bahan bakar. Disebut juga
jangkauan terbang karena pesawat terbang melakukan penerbangan secara non-stop tanpa
mengisi kembali bahan bakarnya.
Sedangkan lama waktu terbang (endurance) merupakan keseluruhan waktu total yang
diperlukan oleh sebuah pesawat terbang terbang terbang terbang untuk tetap berada di udara
atau pada kondisi terbang dengan hanya melakukan sekali pengisian bahan bakar. Dilihat dari
definisinya, endurance sangat terkait dengan parameter waktu.
Selain daripada itu, bahan bakar (sumber energy pesawat terbang model UAV jet
electric delta wing adalah battery) merupakan salah satu faktor krusial yang mempengaruhi
jarak jelajah (range) dan lama waktu terbang (endurance). Pada umumnya untuk pesawat
terbang terbang terbang terbang berbahan bakar fuel, Specific Fuel Consumption (SFC)
didefinisikan sebagai massa bahan bakar yang di konsumsi per satuan power per satuan
waktu.

= (2.11)
( )( )
Dimana:
W = Berat bahan kabar
P = Power
t = Waktu

Namun sebagai pesawat terbang model yang dirancang dengan menggunakan battery
sebagai sumber energi, maka konsumsi bahan bakar per satuan power dan per satuan waktu
dinyatakan sebagai mA per hour.
26

a. Metode Umum Integrasi Jarak Jelajah (Range)


Dicermati dari definisinya, jarak jelajah (range) R sangat dipengaruhi oleh massa
pesawat terbang terbang terbang terbang dan tentunya kapasitas bahan bakar pesawat
terbang terbang terbang terbang itu sendiri.
Berikut ini merupakan asumsi dari pada massa pesawat terbang pada umunya, yaitu :

= Besar massa pesawat terbang termasuk semua yang di dalamnya; bahan


bakar penuh (full fuel load), maximum payload, struktur pesawat
terbang terbang terbang terbang dan lain-lain.
= Massa fuel; besar nilai pada pesawat terbang yang menggunakan
bahan bakar liquid, pada umumnya akan mengalami penurunan sejalan
dengan penggunaan fuel.
= Massa sebuah pesawat terbang dikurangi massa fuel.

Selama sebuah pesawat terbang mengudara, maka massa pesawat terbang terbang
(W) adalah

= + (2.12)

Sejak sebuah pesawat terbang melakukan aktifitas penerbangan maka akan


berkurang, demikian juga akan berkurang. Tentu saja dengan perubahan waktu sebagai
faktor lainnya

= = (2.13)

dimana kedua nilai baik / dan adalah bilangan negatif kareana penggunaan fuel
selama penerbagan sehingga membuat nilai dan berkurang.

Jarak jelajah (range) memiliki hubungan yang tak terpisahkan dengan performa dari
mesin jika diltinjau dari fuel consumption. Dan untuk pesawat terbang dengan kombinasi
propeller-driven / reciprocating engine, specific fuel consumption didefinisikan sebagai
berikut
27

≡− (2.14)

dimana :
c = specific fuel consumption untuk pesawat terbang terbang terbang
propeller-driven

dimana P adalah daya, dan tanda negatif diberikan karena itu sendiri bernilai negatif.
Sedangkan persoalan untuk sebuah pesawat terbang jet-propeller, dijabarkan menjadi

≡− (2.15)

dimana T adalah thrust available dan adalah specific fuel consumption untuk pesawat
terbang Jet-propeller.

Mempertimbangkan pesawat terbang terbang terbang dalam keadaan steady flight,


dan s yang menunjukan horizontal distance, serta diasumsikan kondisi stationary
atmosphere (no wind), maka kecepatan pesawat terbang ( ) adalah:

= (2.16)

atau

= (2.17)

sehingga harga dari dapat diketahui melalui definisi persamaan berikut

/
=− (2.18)

atau
28

=− (2.19)

maka diketahui melalui persamaan


=− (2.20)

dan oleh karena d = dW maka persamaan (2.20) menjadi

∞ ∞
=− =− (2.21)

pada steady, level flight L = W dan T = D, sehingga harga / didalam persamaan


menjadi:


=− (2.21)

Sehingga jarak jelajah (range) pada pesawat terbang dihasilkan dengan mengintegrasi
Persamaan (2.21) dari s = 0, dimana fuel tank terisi penuh, oleh karena itu = , s = R,
namun jika fuel tank tidak terisi maka = .


=∫ = −∫ (2.23)

atau


= (2.24)

dimana adalah massa keseluruhan pesawat terbang (dengan fuel tank penuh) dan
adalah massa pesawat terbang dalam kondisi fuel tank yang kosong. Persamaan (2.24) adalah
persamaan umum yang biasa digunakan untuk perhitungan range; namun kembali lagi
29

berdasarkan dengan ketentuan bahwa kondisi steady, level flight tanpa head winds atau tail
winds.

Tidak diragukan lagi bahwa range dipengaruhi oleh lift-to-drag ratio, specific fuel
consumption, kecepatan (velocity), serta jumlah fuel yang dipakai (untuk membedakan antara
dan ). Tetapi perlu dipahami pada permulaan analisis performa maka diasumsikan
bahwa dilakukan penerbangan dalam kondisi konstan yaitu pada parameter , , dan / ,
sehingga persamaannya adalah sebagai berikut

= (2.25)

atau

= ln
(2.26)

Persamaan (2.26) lebih dikenal sebagai Breguet range equation. Melalui dasar
persamaan Breguet inilah, akan dibuat penyesuaian untuk dapat diaplikasikan pada UAV Jet
Electric Delta Wing FDA-01 yang adalah pesawat terbang bertenaga listrik (electric-powered
aircraft).

b. Metode Umum Integrasi Lama Waktu Terbang (Endurance)


Dari definisinya, lama waktu terbang (endurance) adalah jumlah waktu yang
diperlukan sebuah pesawat terbang agar mampu bertahan di udara selama mungkin dengan
hanya melakukan sekali pengisian bahan bakar.
Untuk setiap flight condition pada perhitungan dan analisis lama waktu terbang
(endurance), akan berbeda dengan yang digunakan pada maximum range. Demikian juga
berbeda jika ditinjau dari parameter endurance untuk pesawat terbang dengan propeller-
driven dan jet-propelled.
Dengan menggunakan setiap asumsi, pada umumnya didalam kondisi konstan suatu
penerbangan (steady, level flight) seperti yang telah dibahas sebelumnya maka
30

1
=− =− (2.27)

integrasi Persamaan (2.27) dari t = 0, dimana = , sampai t = E, serta = ,


diperoleh Persamaan berikut ini.

1 1
=− = (2.28)

Persamaan (2.28) merupakan persamaan yang umum dipakai untuk melakukan


penghitung endurance pada sebuah pesawat terbang yang tentunya berbahan bakar fuel.
Seperti yang dilakukan pada perhitungan jarak jelajah (range), permulaan analisis
performa lama waktu terbang (endurance), diasumsikan sebuah pesawat terbang dalam
kondisi tetap atau konstan pada parameter dan L/D, sehingga diperoleh persamaan

1
= (2.29)

atau

1 W0
= ln (2.30)
W1

1. Endurance Untuk Propeller-Driven Airplanes


Pada analisis penghitungan endurance untuk propeller-driven airplanes, persamaan
yang digunakan adalah sebagai berikut

W0
= (2.31)
W1

dimana:
=
31

c =
ℎ untuk pesawat terbang terbang terbang −

disubstitusikan Persamaan (2.16) sehingga persamaan menjadi

W0
= (2.32)
W1 2

atau disederhanakan menjadi

W0 ⁄
= (2.33)
W1 2


Dengan asusmsi nilai konstan dari , c, , dan , maka diperoleh persamaan


⁄ ⁄ (2.34)
= 2 −

Analisis serta perhitungan dengan Persamaan (2.34), diasumsikan memenuhi syarat


sebagai berikut :


1. Tebang dengan maximum .
2. Memiliki kemungkinan nilai proprller efficiency yang tinggi.
3. Memiliki kemungkinan nilai specific fuel consumption yang rendah.
4. Perbedaan nilai antara dan yang besar (fuel tank pesawat terbang
terbang terbang terbang dalam keadaan penuh ).
5. Terbang pada sea level, dimana nilai berada pada nilai tertinggi.
32

2. Endurance Untuk Jet-Propelled Airplanes


Sebagaimana yang telah dijabarkan pada Persamaan (2.30), begitu juga yang di
aplikasikan pada analisis dan perhitungan endurance untuk jet-propelled airplanes. Bila
dituliskan kembali, persamaannya adalah

1 W0
= ln
W1 (2.35)

dimana:
= Specific charge consumption untuk pesawat terbang jet-proprller
dengan kondisi terbang sebagai berikut :
1. Terbang dengan / maksimum.
2. Memiliki kemungkinan nilai specific fuel consumption yang rendah.
3. Tingginya nilai rasio antara dan .

2.9 Penjabaran Teori Breguet Untuk Aplikasi Pada Pesawat Terbang Electric-
Powered

a. Jarak jelajah (Range)


Dicermati dari penjabaran persamaannya, Breguet Range Equation pada umunya
digunakan untuk perhitungan pada pesawat terbang dengan bahan bakar fuel liquid (fossil
fuel-powered aircraft). Oleh karena objek yang digunakan pada penelitian tugas akhir ini
merupakan pesawat terbang terbang terbang terbang dengan sumber tenaga dari energi listrik,
maka penentuan persamaan baru perlu untuk didefinisikan.
Oleh sebab itu diperlukan solusi serta asumsi yang digunakan sebagai bahan dasar
untuk memodifikasi persamaan Breguet. Di bawah ini merupakan parameter yang digunakan
untuk memperoleh persamaan yang dapat digunakan pada pesawat terbang yang bertenaga
elektrik, yaitu :

ₒ = Muatan battery pada awal flight

ı = Muatam battery pada akhir flight


= Beda potensial battery
33

= Arus listrik
= Specific charge consumption untuk pesawat terbang proprller-driven
= Specific charge consumption untuk pesawat terbang jet-proprller
= Propeller Eficiency

Oleh karena jarak jelajah (range) biasanya ditentukan dengan specific fuel
consumption, maka perlu ditentukan batasan untuk specific fuel consumption tersebut atau
dalam persoalan dalam penelitian tugas akhir ini adalah charge consumption.

Sehingga ditentukan persamaan

= (2.36)

specific charge consumption untuk pesawat terbang terbang terbang jet-


propeller ( c ) adalah

−( ⁄ ) − − −1
= = = ∗
= ∗
(2.37)

Dari Persamaan (2.37) diatas dapat dengan jelas dilihat bahwa specific charge

consumption adalah sama dengan invers dari beda potensial ( ). Kemudian harga lain yang
perlu untuk dicermati adalah harga thrust specific charge consumption yang didefinisikan
melalui persamaan berikut

−( ⁄ )
= (2.38)


= = (2.39)

34

Keceapatan ( ) dipengaruhi oleh parameter dari perubahan jarak dan perubahan


waktu, maka melalui Persamaan (2.17) dapat diperoleh

= (2.40)

dan


= (2.41)

Dan dari substitusi kedua persamaan diatas dihasilkan Persamaan yang adalah


= (2.42)

Kemudian integrasi Persamaan (2.42) dan secara bersamaan pula mensubstitusi drag
sama dengan thrust sebagai syarat dari kondisi terbang steady level flight, sehingga akan
diperoleh persamaan jarak jelajah (range) yaitu


= = ( − ) (2.43)

dan kemudian disubstitusi, sehingga diperoleh

= ( − ) (2.44)

Persamaan (2.44) adalah hasil akhir modifikasi dari Breguet Equation, dan
merupakan persamaan yang akan dipakai dalam perhitungan jarak jelajah pada jenis electric-
powered aircraft yang adalah objek dalam penelitian pada tugas akhir.
35

b. Lama waktu terbang (Endurance)


Lama waktu terbang (endurance) yang dimiliki sebuah pesawat terbang
menggambarkan kemampuan pesawat terbang tersebut dalam berjelajah untuk waktu tertentu,
dengan demikian kemampuan tersebut berguna untuk melaksanakan tugas-tugas sesuai
kapasitas peranan pesawat terbang terbang terbang terbang tersebut. Persamaan untuk analisis
perhitungan lama waktu terbang (endurance) pada pesawat terbang dengan mesin elektrik
diperoleh juga melalui Breguet equation.

Melalui (Anderson,1993), menyatakan persamaan endurance sebagai berikut

1
= − = (2.45)


= = ⁄
(2.46)
2 2

maka


( − )
= ⁄
(2.47)
2

Dengan demikian diperoleh Persamaan (2.47) yang akan dipakai dalam analisis
perhitungan lama waktu terbang (endurance) pada UAV Jet Flectric Delta Wing FDA-01
yang adalah objek dari penelitian skripsi.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian


Metode Penelitian dalam penyusunan skripsi ini dilakukan dengan beberapa
metode unntuk mengumpulkan data-data yang akan dibutuhkan dalam
penyusunan skripsi ini yaitu, sebagai berikut :

1. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan dengan membaca dan mempelajari berbagai


refrensi terkait seperti buku-buku, jurnal, makalah dan lain sebagainya yang
relefan dengan skripsi ini.

2. Analisis Data

Dalam mengumpulkan, menganalisis dan mengolah data digunakan metode

kalkulasi dan permodelan dalam melakukan perhitungan untuk uji terbang pada

penelitian ini.

3. Observasi

Pengumpulan data yang berasal dari konsultasi dengan dosen pembimbing


maupun kepada dosen lainnya serta teknisi atau atliet aeromodeling yang
berkompeten di bidangnya.

3.2. Langkah Pelaksanaan Penelitian


Pelaksanaan penelitian dengan menggunakan metode analisis deskriptif dari
data yang dikumpulkan, meliputi beberapa tahap. Dari alur bagan berikut
digambarkan langkah - langkah pelaksanaan penelitian skripsi ini, yaitu :

36
37

MULAI Pengumpulan data

Perancangan Konseptual

Perancangan Awal

Perancangan Detail
Dan
Pembuatan UAV
FDA-01

Pengaturan sistem kendali

Tidak
Sistem
kendali
sesuai

Ya

Tidak Uji
terbang
Berhasil

SELESAI

Gambar 3.1 Diagram Alir Langkah


Pelaksanaan Penelitian
38

3.3. Perancangan UAV Model


Perancangan UAV model electric delta wng FDA-01 terdiri dari beberapa
tahapan yaitu dari pumbuatan awal stuktur pesawat terbang dengan software
catia, pemasangan sistem yang bekerja di pesawat terbang untuk kemudian diuji
kemampuan terbangnya.

1. Metode perancangan
Dalam proses perancangan sebuah pesawat terbang tidak ada aturan yang
pasti. Artinya setiap orang atau biro perancangan pesawat terbang dapat
menentukan cara-cara dan tahapan-tahapan sesuai keinginannya. Oleh karena itu,
banyak sekali metode-metode yang digunakan untuk merancang sebuah pesawat
terbang. Namun, dalam proses perancangan tersebut biasanya mengacu pada
regulasi-regulasi yang harus dipenuhi agar nantinya pesawat terbang bisa
mendapatkan sertifikasi kelayakan terbang.
Sesuai dengan batasan masalah, metode yang akan digunakan pada
preliminary design UAV Model Jet Electric Delta Wing FDA-01 ini mengadopsi
metode perancangan yang dibuat oleh Dr. Jan Roskam dari The University of
Kansas. Dr. Jan Roskam membagi delapan bagian dalam tahapan perancangan
pesawat hingga preliminary design. Tapi dalam perancangan ini hanya sampai
bagian ketiga, karena terbatasnya waktu.

2. Gambaran Umum Perancangan UAV


Setiap langkah yang dikerjakan masing-masing memiliki penjelasan
sebagai berikut, Preliminary Sizing merupakan ukuran untuk menentukan
bagaimana jenis dan bentuk pesawat terbang yang akan digambar dalam design
concept. sizing berisikan mengenai design take-off weight (DTOW), berat kosong
pesawat terbang dan penentuan ukuran pesawat terbang (geometri sizing).
Design concept merupakan dasar yang digambarkan dalam proses design
analysis dimana design concept berisikan tentang concept sketch dan initial layout
yang di dalamnya terdapat structures, aerodinamic, dan weight and balance yang
kemudian dianalisis pada bagian design analysis.
39

Jika dalam design analysis terdapat sedikit kekurangan atau kesalahan maka
akan dikembalikan ke design concept dan preliminary sizing untuk merubah dan
menambah atau mengurangi sedikit struktur atau bentuk dari pesawat namun jika
kesalahan terlalu besar maka dirubah semua bentuk dan ukuran pesawat terbang.
Pada konsep awal UAV Model Jet Electric Delta Wing FDA-01 ini didesain
dengan konfigurasi delta wing tujuannya untuk mendapatkan kestabilan tinggi
pada pesawat terbang. Digunakannya konfigurasi delta wing karna diketahui
pesawat terbang dengan konfigurasi delta wing mempunyai kestabilan lebih tinggi
daripada konfigurasi bentuk dan model wing lainnya. Selain itu juga sesuai
dengan misi design UAV Model Jet Electric Delta Wing FDA-01 ini adalah untuk
mengembangkan bakat dan minat di dunia kedirgantaraan yang nantinya akan di
aplikasikan pada olah raga kedirantaraan yaitu aeromodeling.

3.4. Weight Sizing


Sizing merupakan langkah pertama dalam merancang sebuah pesawat
terbang baik pesawat sebenarnya maupun pesawat terbang model. Sizing berisikan
tentang penentuan berat kosong pesawat terbang, berat maximum yang diijinkan
untuk pesawat terbang pada saat take-off (MTOW) dan data-data mengenai beban
yang akan dibawa oleh pesawat terbang serta beberapa sistem yang akan
digunakan. Sebelum menentukan maximum takeoff weight harus diketahui
kemampuan atau performace dari pada engine yang akan digunakan.
Semua sistem tidak akan bekerja tanpa adanya receiver radio control.
Receiver dihubungkan dan mendapat daya dari regulator sehingga receiver dapat
bekerja sebagaimana mestinya. Fungsi utama receiver adalah untuk menerima
perintah yang dikirimkan oleh radio transmitter untuk kemudian diolah menjadi
pulsa-pulsa listrik sebagai pengatur gerakan servo dan besar kecilnya arus yang
dikeluarkan oleh regulator.
40

Tabel 3.1 Jenis dan fungsi masing-masing chanel pada receiver.


Jenis Frequency Weight Chanel Fungsi

Ch 1 Throttle
Turnigy 2.4 Ch 2 Elevon
Ghz 9X8C 2.4 GHZ 15 gr Ch 3 Chanedr
v2 8 CH Ch 4 Opsional
Full Range Ch 5 Opsional
Receiver Ch 6 Opsional

Receiver yang digunakan pada pesawat terbang yang dibuat ini adalah,
memiliki 6 chanel dengan frequency 2.4 Ghz. Dari ke-6 chanel yang tersedia
hanya 3 chanel saja yang dihubungkan ke servo untuk menggerakkan flight
control. 3 chanel tersebut adalah chanel 1,2 dan 3. Chanel 3 untuk menggerakkan
throttle, chanel 2 untuk menggerakkan elevon dan chanel 1 menggerakkan
canard.

3.5 Penentuan Berat Kosong Pesawat Terbang


Design take-off weight ditentukan berdasarkan power yang dihasilkan pada
engine electric . Untuk design takeoff weight dengan propeller 5 x 5 dan engine
electric turnigy typhoon 2-4V dan sekitar 20-28A adalah sekitar 1,4 kg.

Berikut ini merupakan persamaan untuk menentukan design takeoff weight :

W = W +W +W (3.1)
W = 0+W +0
W = W = 1,4 Kg
41

Dimana:
W = 1,4 Kg
W = 0
W = W +W +W +W +W (3.2)

Tabel 3.2 Perhitungan berat sistem

System Nominal Weight (Kg) Total


(Kg)

Electric Engine Turnigy 1 0,070 0,070


Typhoon 2-4V dan 20-28A
Battery Lipo 1 0,180 0,180
Receiver Turnigy Nano-
tech 2200 mAh 2,4 Full 1 0,019 0,019
Range
Standard Servo Tower Pro 3 0,041 0,123
MG 995 3 0,090 0,270
Push pull (Push road)
Total (kg) 0,662

Sehingga W adalah sebagai berikut:

W = W +W +W +W +W
= 0,070 + 0,019 + 0,123 + 0,270 + 0,180
= 0,662 Kg
42

Maka W untuk UAV Model Jet Electric Delta Wing FDA-01 adalah
sebagai berikut:

W = W + W (3.3)
= 0,662 + 1, 4
= 2,062 Kg

Dalam perhitungan bahan bakar yang digunakan pada suatu penerbangan


dapat dihitung berdasarkan fas-fase dalam misi sebuah penerbangan tersebut;
yaitu dari mulai engine start sampai dengan engine shut down. Dan berikut
adalah langkah- langkah dalam menetukan fuel-fraction di setiap fase dalam
sebuah misi penerbangan.

Gambar 3.2 Mission profile UAV Model Jet Electric Delta Wing FDA-01.

Berdasarkan Tabel 2.1 Raymer, 1992, fuel-fraction pada beberapa mission


phase adalah sebagai berikut ;

Phase 1 : Engine start and warm-up

= 0,998

= ,
= ℎ .
43

Phase 2 : Taxi
= 0,998

= ,
= ℎ .

Phase 3: Take-off
= 0,998

= ,
= ℎ .

Phase 4 : Climb and accelerate

= 0,995

= ,
= ℎ .

Phase 5 : Cruise
= ,
= ℎ .

Maka dari buku referensi karangan Daniel P. Raymer untuk pesawat terbang
Homebuild dapat diketahui data-data sebagai berikut, yaitu:
η = 0,7
C = 0,7
/ = 8
= = 15
R = = 300

V = = = 20 /

44

Maka, rasio dapat diketahui dari persamaan berikut ini:


R = 375 ( ) ( ) ( ) (3.4)
,
300 = 375 ( ) (8) ( )
,

= = 0,08571428571

,
= = 1,089495

= 0,918

Phase 6 : Descent

= 0,995

W = ,
W = ℎ .

Phase 7 : Landing, Taxi and Shut-down

= 0,995

W = ,
W = ℎ .

Maka untuk mission fuel-fraction secara keseluruhan adalah seperti berikut


ini :

= {( ) ( ) )( ) ( )( ) ( )} (3.6)

= (0,995)(0,995)(0,918)(0,995)(0,998)(0,998)(0,998)
= 0,899

Sehingga untuk nilai W , W dan W adalah sebagai berikut:


45

W = 1,4
W = 0,662
W = 0,180

3.6 Penentuan Berat Bahan Pembuatan Pesawat Terbang


Bahan yang digunakan untuk membuat UAV Model Jet Electric Delta Wing
FDA-01 ini adalah kayu balsa dan bahan pendukung lainya untuk menambah
kekuatan struktur pada pesawat terbang tersebut yaitu berupa Batang karbon yang
digunakan pada wing spar . Adapun jenis dan karakteristik kayu balsa tersebut
yaitu :

Tabel 3.3. Jenis dan karakteristik kayu balsa

Properties Berat jenis

Light Dibawah 0,08 g/cm3

Medium 0,08 g/cm3 sampai 0,14 g/cm3

Heavy Lebih dari 0,14 g/cm3

Gambar 3.3 Contoh kayu balsa

(Sumber: AMA Glider).


46

Yang harus diperhatikan dalam pemilihan bahan adalah berat bahan


sehingga jenis balsa yang akan digunakan adalah balsa light dan medium saja.

3.7 Geometry Sizing


Langkah pertama dan utama dalam merancang sebuah UAV maupun
pesawat terbang berawak adalah menentukan gross take-off weight dan kemudian
langkah selanjutnya adalah mementukan ukuran fuselage, wing, tail wing dan
control surface. Dan berikut ini adalah penentuan geometry sizing pada UAV
Model Jet Electric Delta Wing FDA-01.

1. Fuselage
Fuslage merupakan salah satu bagian penting pesawat terbang, yang adalah
badan pesawat terbang dan dirancang berdasarkan design take-off weight.
Menurut Raymer untuk menentukan panjang fuselage dapat dilihat pada data yang
tertulis pada tabel perbandingan antara panjang fuselage dengan design take-off
weight atau dapat ditulis dengan persamaan :

= (3.7)
47

Tabel 3.4 Panjang Fuselage vs W


Length =
Sailplane - unpowered 0.86 0.48
Sailplane - powered 0.71 0.48
Homebuilt – metal/wood 3.68 0.23
Homebuilt - composite 3.50 0.23
General aviation – single engine 4.37 0.23
General aviation – twin engine 0.86 0.42
Agricultural aircraft 4.04 0.23
Twin turboprop 0.37 0.51
Flying boat 1.05 0.40
Jet trainer 0.79 0.41
Jet fighter 0.93 0.39
Military cargo/bomber 0.23 0.50
Jet transport 0.67 0.43

(Sumber: Raymer,1992)

Pada Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa:


= 3,68
= 0,23

Dengan W sebesar 1,4 kg dimasukkan kedalam Persamaan (3.7) di atas


maka diperoleh panjang l sebesar :

.
= 3,68 (1,4 2,20462)
= 4,76893821 30,48
= 145
48

Luas penampang fuselage ditentukan berdasarkan lebar dari muatan dan


lebar dari engine yang dipakai dimana luas penampang fuselage berbentuk persegi
panjang. engine turnigy typhoon 2-4V dengan propeller 5 x 5 sehingga untuk
mengurangi drag yang berlebihan maka diatur sedemikian rupa sehingga dapat
menghasilkan thrust yang kamsimal karena engine pada pesawat terbang ini
terletak di bagian belakang fuselage dengam panjang x lebarnya adalah 50 cm x
10 cm.

2. Main Wing
Dalam perancang pesawat terbang sebenarnya maupun pesawat terbang
model untuk menentukan besarnya ukuran dari wing ditentukan berdasarkan hasil
bagi antara takeoff weight dengan takeoff wing loading dalam kondisi stall
pesawat terbang tersebut maka berikut ini adalah data main wing geometry zising.

= 0,5 (3.8)

Diketahui :
= 0 = 1,4 = 3,086471671
3
= 0,00238 /
= 5,0234 ft/s
= 1,538
= 2,33
= 0,2

Dimana:
W = Berat awal pesawat
S = Luas Sayap
= Kerapatan udara
= Kecepatan Stall
= Koefisien lif Airfoil maksimum
49

AR = Aspek Rasio
TR = Taper Rasio

Gambar 3.4 sketsa Wing Delta

Sehingga dihitung luas sayap :



= . (3.9)

= 35

= 30 35
= 1050
50

Maka untuk total sayap sisi kiri dan sisi kanan adalah :

= 2 1050
= 2100

Dari luas sayap yang telah diketahui dapat digunakan untuk mencari
wingspan dan chord dari wing tersebut dengan persamaan :

a. Wing Span ( b )
=√ . (3.10)

= 2,3 2100
= 69,49820142

b. Wing chord ( )
= (3.11)


= ,

= 30,21660931

dimana :
= Wing span
= Chord wing
= Wing Span
51

Tabel 3.5 Main wing geometry sizing


Parameter Ukuran
Chord Root 50
Chord Tip 10
Aspect Ratio (AR) 2,3
Wing Area (S) 2100
Taper Ratio (TR) 0,2
Wing span (b) 69,49820142
Chord wing (a) 30,22
Berat Pesawat Terbang (W ) 1.4 Kg = 3,086471671

3. Tail Wing
Tail momment arm length merupakan jarak antara 25% chord main wing dengan
25% Chord stabilizer dimana 25% tersebut adalah center of gravity untuk pesawat
terbang dengan kecepatan sub sonic. Untuk pesawat terbang dengan jenis homebuilt
metal / wood dalam buku Aircraft design karya Danie P. Raymer halaman 12 menyatakan
bahwa tail arm moment lenght adalah sebesar 60% dari panjang fuselage.

= 60% (3.12)
= 60% 145
= 0,6 145
= 87

4. Elevon
Elevon adalah bidang kemudi pesawat yang menggabungkan fungsi lift
(digunakan untuk kontrol pitch) dan aileron (digunakan untuk kontrol roll). Hal
ini sering ditemukan pada pesawat terbang yang bersayap delta. Elevon bukan
merupakan bagian dari sayap utama, tetapi merupakan permukaan ekor yang
terpisah, adalah stabilator.
52

Elevon dipasang di setiap sisi pesawat di trailing edge dari sayap. Ketika
bergerak ke arah yang sama (atas atau bawah) akan menyebabkan kekuatan
Pitching (nose ke atas atau ke bawah) yang akan diterapkan pada badan pesawat
terbang.

Ketika pindah diferensial, (satu, satu ke bawah) akan menyebabkan


kekuatan rolling untuk diterapkan. Kekuatan ini dapat diterapkan secara
bersamaan dengan posisi yang tepat dari elevon misalnya elevon satu sayap
benar-benar turun dan elevon sayap lain sebagian turun.

5. Chanard
Chanard adalah konfigurasi kerangka pesawat terbang dari pesawat terbang
bersayap tetap di mana permukaan canard depan lebih kecil dari sayap belakang
utama, berbeda dengan sebuah pesawat terbang konvensional dimana horizontal
stabilizer kecil berada di belakang sayap utama.

3.8 Control Surface Sizing


Control surface yang dimaksud adalah primary control surface yaitu
aileron, rudder, dan elevator. Pada buku Aircraft Design karya Daniel P.Raymer
halaman 114 menyatakan bahwa masing-masing dari control surface tergantung
dari karakteristik manuver yang diperlukan.

1. Aileron
Model pesawat UAV Model Jet Electric Delta Wing FDA-01 adalah jenis
trainer fighter, Pesawat terbang ini memerlukan gerakan rolling yang terlalu
sensitif, maka span aileron yang dipilih adalah 50% dari span wing. Sedangkan
untuk chord aileron bisa dilihat dari grafik perbandingan aileron span dan aileron
chord berikut ini.
53

Gambar 3.5. Perbandingan Aileron Span Dan Aileron Chord.

= 0,5
= 0,5 (49,142 )
= 24,571
= 0,18
= 0,18 (21,367 )
= 3,846

2. Rudder
Rudder adalah control surface yang menyebabkan terjadinya gerakan
yawing pada pesawat terbang. Span rudder adalah 90% atau lebih dari span fin
atau span vertical stabilizer dengan panjang chord 35% - 50% chord fin atau span
vertical stabilizer. Untuk memaksimalkan respon gerakan yaw yang dihasilkan
maka dipilih 50% chrod vertical stabilizer atau fin.

= 0,9

= 0,9 ( 16,01 )
= 14,409
= 0,5 /

= 0,5 ( 16 )
54

= 8
= 0,5 ( 4,01 )

= 2,005

3. Elevator
Seperti halnya rudder, elevator juga mempunyai span 90% atau lebih
dengan panjang chord 25%- 50% horizontal tail. Pesawat terbang ini
membutuhkan respon gerak pitch yang smooth sehingga dipilih panjang chord
30% dan 100% panjang span dari horizontal tail.

= 1

= 1( 27 )
= 27
= 0,3 /

= 0,30 ( 7 )
= 2,1
= 0,30 ( 5 )

= 1,5
55

3.9 Perangkat Sistem UAV Model Jet Electric Delta Wing FDA-01
Perangkap sistem pesawat terbang adalah alat-alat yang mendukung proses
pesawat terbang untuk terbang. Alat-alat tersebut adalah.

1. Electric Engine

Gambar 3.6 Electric engine

Electric engine adalah tenaga pendorong pada pesawat terbang. Engine


yang digunakan adalah merk Turnigy Typhoon mempunyai voltage 2-4S dan Max
current 20-28A dengan thrust sekitar 1,4 kg.

2. ESC (Electronic Speed Control)

Gambar 3.7 ESC (Electronic Speed Control)

ESC adalah bagian elektronik yang mengatur kecepatan perputaran baling-


baling (motor) pesawat, sehingga energi baterai dapat digunakan seefisien
mungkin, dan memperlama waktu penerbangan. Untuk ini perlu diperhatikan
56

tegangan yang diperbolehkan dan juga arusnya. ESC yang diperlukan yang
disesuaikan dengan jenis engine adalah ESC dengan kuat arus 40A.

3. Radio Receiver

Gambar 3.8 Radio receiver

Tergantung dari frekuensinya, receiver ini yang akan memberikan komando


kepada semua servo dan speed control, sesuai dengan perintah dari transmitter.
Pada pesawat terbang yang akan dibuat menggunakan receiver 6 channel.

4. Radio Transmitter

Gambar 3.9 Radio Transmitter


57

Radio Tranmitter merupakan pemancar atau transmitter pengendali yang


dipegang pilot di darat. Fungsinya begitu vital karena pesawat terbang bisa
dikendalikan melalui alat ini. Tentunya pesawat juga harus dilengkapi dengan alat
penerima atau receiver agar pesawat terbang dapat diperintahkan. Sama dengan
receiver, transmitter yang digunakan memiliki 6 channel.

5. Battery Lipo

Gambar 3.10 Battery Lipo

Battery Lithium Polimer atau biasa disebut dengan LiPo merupakan salah
satu jenis baterai yang sering digunakan dalam dunia denan sistem radio kontrol.
Utamanya untuk tipe pesawat terbang dengan sistem kendali radio kontrol dan
helikopter. Battery yang digunakan adalah Turnigy nano-tech 2200 mAh dengan
voltage 3Cell / 11.1V.

6. Servo

Gambar 3.11 Servo


58

Servo adalah mekanik yang mengemudikan pesawat terbang (control


surface) baik ruder, elevator, elevon atau canard. Servo yang digunakan adalah
merk Tower Pro.

7. Terminal listrik

Gambar 3.12 Terminal listrik

Terminal digunakan untuk menyambungkan aliran listrik antara ESC dan


Engine.

8. Propeller

Gambar 3.13 Propeller

Propeller adalah alat yang menghasilkan gaya thrust pada pesawat terbang.
Propeller yang digunakan adalah ukuran 5x5, yaitu diameter propeller ukurannya
5 inch dan ukuran pitch 5 inch.
BAB IV

PROSES PERANCANGAN DAN ANALISA

Dalam bab ini akan dijelaskan langkah-langkah dalam pembuatan pesawat


terbang delta wing combat yang menggunakan canard. Penjelasannya dilakukan
secara bertahap. Bentuk dari model yang susah dijelaskan dengan hanya
mendeskripsikan berupa tulisan juga dibuat disertai dengan gambar.
Pembuatan pesawat terbang ini menggunakan alat-alat yang telah disebutkan
pada bab sebelumnya, tiap penyambungan/pemasangan bagian pesawat terbang yang
terbuat dari kayu balsa berarti merekatkan bagian tersebut dengan menggunakan Lem
G ke bagian yang juga terbuat dari kayu balsa lainnya.

4.1 Pembuatan Fuselage


1. Pertama yang dilakukan adalah dengan membuat rangka tengah dengan
bentuk persegi panjang menggunakan kayu balsa yang tebalnya 5 mm,
panjangnya 50 cm dan lebarnya 10 cm.

Gambar 4.1 Rangka tengah pesawat

59
60

2. Setelah itu membuat ukuran panjang rib yang akan dipasang sebagai
pembentuk sayap pada pesawat terbang . Caranya adalah dengan menggambar
tiap-tiap rib dengan jarak antar rib 5 cm, di samping kanan dan kiri rangka
tengah. Lebar dari setengah sayap adalah 30 cm, sehingga didapat 6 rib di kiri
dan di kanan sayap. Rib paling luar (rib 6) panjangya 10 cm. Antara ujung
atas rib 6 dan tepi ujung atas rangka tengah dibuat garis lurus. Sehingga
memotong rib-rib lainnya dan di dapatlah panjang dari rib 1 hingga rib 5.

Gambar 4.2 Ukuran panjang rib

Keterangan :
Panjang rib adalah sebagai berikut:
a. Rib 1 : 43,3 cm
b. Rib 2 : 36,7 cm
c. Rib 3 : 30 cm
d. Rib 4 : 23,3 cm
e. Rib 5 : 16,7 cm
f. Rib 6 : 10 cm
61

3. Untuk menentukan thickness maka dibuat garis antara dua titik yaitu titik di
sepertiga garis pinggir rangka tengah dan di titik sepertiga di rib 6.
a. Titik 1 : Sepertiga garis pinggir rangka tengah adalah seperti berikut
ini 1/3 x 50 cm = 16,6 cm maka, dibulatkan menjadi 16 cm.
b. Titik 2 : Sepertiga Rib 6 addalah seperti berikut ini 1/3 x 10 cm = 3,3
cm maka, dibulatkan menjadi 3 cm.

Gambar 4.3 Menentukan titik thickness


Keterangan :
Jarak titik thickness dari ujung atas rib adalah sebagai berikut:
a. Rib 1 : 13,8 cm
b. Rib 2 : 11,7 cm
c. Rib 3 : 9,5 cm
d. Rib 4 : 7,3 cm
e. Rib 5 : 5,2 cm
4. Setelah mengetahui nilai thickness dari masing-masing rib lalu dibuatlah
gambar rib dipermukaan kayu balsa untuk memulai membuat rib nya.
Pembuatan rib menggunakan kayu balsa yang tebalnya 3mm. ujung atas rib
62

lebarnya 2 cm dan ujung bawah rib lebarnya 0,5 cm. Bentuk dan ukuran rib
yang dibuat dapat dilihat pada contoh gambar 4.4 berikut ini.

Gambar 4.4 Rib 1, panjang 43,3 cm dan titik thickness 13,8 cm

Tiap-tiap rib dibuat dua buah yaitu untuk rib sebelah kanan sayap dan rib
sebelah kiri sayap.

5. Setelah rib selesai dibuat lalu untuk memperkuat struktur pada sayap pesawat
terbang maka dibuatlah spar. Pembuatan spar menggunakan batang dari
karbon.Pembuatan spar mula-mula dengan menggambarnya pada gambar
sayap yang telah ada ribnya.Tiap spar digambar dengan menyisakan jarak 2
cm dari ujung spar ke leading edge dan 2 cm dari ujung spar ke ribnya.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.5 berikut.
63

Gambar 4.5 Ukuran lebar dan jarak antar spar

Dari gambar 4.5 di atas didapatlah hasil jarak antar spar dan masing-masing
lebarnya yaitu sebagai berikut.
Jarak antar spar :
a. trailing edge - spar 4 : 5cm
b. spar 4 - spar 3 : 13 cm
c. spar 3 - spar 2 : 12 cm
d. spar 2 - spar 1 : 14 cm.

Lebar masing-masing spar :


a. Spar 1 : 14 cm
b. Spar 2 : 34 cm
c. Spar 3 : 54 cm
d. Spar 4 : 70 cm

Setelah digambar lalu dipasang sesuai dengan yang digambar. Tiap batang
karbon di kiri dan kanan sayap mempunyai besar diameter yang sama. Dimulai
dengan spar 4 yang memiliki diameter paling besar lalu pada spar-spar
berikutnya digunakan batang karbon yang diameternya lebih kecil.
64

6. Berikutnya pembuatan leading edge dan trailing edge. Leading edge dan
trailing edge dibuat dengan menggunakan kayu balsa yang tebalnya 6 mm.
panjang leading edge dan trailing edge adalah 1 cm dan lebarnya antara
rangka tengah dengan rib adalah 6 cm.
Langkah pertama adalah menempel ujung atas tiap rib ke kayu balsa yang
digunakan sebagai leading edge. Lalu ujung bawah rib ditempelkan pada
trailing edge yang sudah diberikan lubang persegi kedalaman 1 cm.

Gambar 4.6 Leading edge dan trailing edge

Setelah tertempel lalu ujung leading edge di amplas sehingga permukaannya


tirus.
7. Cover (penyampulan) pada sayap dilakukan pertama kali dengan membuat
garis antara 2 titik. Titik pertama yaitu titik sembarang yang kira-kira cukup
untuk menyelimuti sebagian dari sayap pesawat terbang. Dalam hal ini
diambil titik 20 cm dari ujung atas pinggir rangka tengah. Titik kedua yaitu
ujung bawah dari rib 6.Garis tersebut adalah batas penyampulan sayap dari
batas leading edge.Penyampulan dilakukan pada bagian atas dan bawah
sayap. Penyampulan menggunakan kayu balsa dengan tebal 2 mm.
65

Cover pada sayap

Gambar 4.7 Cover (penyampulan) sayap

Perlu diperhatikan bahwa pada saat pemasangan cover, kayu balsa tersebut
harus ditekan mengenai rib sehingga mengikuti permukaan rib supaya
terbentuk alur model airfoil pada sayap.

8. Selanjutnya menyampul rangka tengah bagian atas dengan menggunakan


kayu balsa 2 mm.

Cover pada rangka


tengah bagian atas

Gambar 4.8 Cover rangka tengah bagian atas

9. Untuk tempat dudukan nose dan cockpit pesawat terbang maka pada rangka
tengah bagian bawah ditempel dengan kayu balsa yang tebalnya 3 mm dan
66

panjangnya 80 cm dari ujung bawah rangka tengah. Lebarnya sama dengan


rangka tengah.

bagian bawah

cover bagian bawah


rangka tengah

Gambar 4.9 Cover bawah rangka tengah.

10. Selanjutnya untuk membuat bentukan engine pada bagian bawah sayap maka
pertama kali dilakukan adalah menyelimuti bagian yang belum dicover antara
rib 1 dan tepi rangka tengah yang dapat dilihat pada gambar di bawah
menggunakan kayu balsa tebal 2 mm. Lalu untuk pembentuk engine nya
digunakan tiga kayu balsa tebal 5 mm yaitu dua pada rangka kanan dan kiri
engine yang dipasang di atas rib 1. Dan satunya lagi dipasang di tengah cover
bagian bawah rangka tengah.
67

Rangka engine bagian kanan

Rangka engine bagian tengah

bagian yang di cover,


antara rib 1 dan tepi
rangka tengah.
Rangka engine bagian kiri

Gambar 4.10 Bentukan engine pada bagian bawah pesawat.

11. Setelah rangka engine dipasang lalu dicover sesuai dengan bentuk rangka.

Inlet Engine

Cover Engine

Exhaust Engine

Gambar 4.11 Cover engine

12. Pada rangka tengah bagian atas dibuat model setengah lingkaran. Untuk
membuat model seperti itu maka diperlukan former setengah lingkaran
sebagai pembentuknya pada saat dicover. Pada bagian atas juga digunakan
68

sebagai tempat diletakkannya batteray, ESC (Electronic Speed Control) dan


radio receiver.

Pada cover rangka tengah bagian atas, dipasang kayu balsa tebal 5mm sebagai
rangka tengah pada pemasangan formernya, tingginya 4,5 cm. Former yang
digunakan ada empat buah.

Bagian Atas
Rangka tengah

Former 1

Former 2

Former 3

Former 4

Gambar 4.12 Former dan Rangka

Sisi kanan dan kiri antara model setengah lingkaran dipasang kayu balsa 4
mm dengan tinggi 1 cm sebagai pinggiran dan tempat untuk mengcover.
69

Former 2
Former 1

Former 4

Former 3

Gambar 4.13 Former untuk pembentuk engine bagian atas pesawat.

Garis tengahnya yaitu garis antara tinggi former 1 yaitu 4,5 cm dan tinggi
former 4 yaitu 2 cm. Selanjutnya tinggi former 2 dan former 3 menyesuaikan.
Sebagai tempat untuk mengcover juga dipasangi kayu balsa tinggi dan lebar
0,5 cm sepanjang former 1 dan former 4 yang dilem pada bagian tengah atas
tiap-tiap former.

Karena dijadikan sebagai tempat battery, jarak antara former 1 dan former 2
disesuaikan dengan panjang batteray, panjang batteray adalah 10,5 cm
sehingga dibuat tempat yang agak lapang dan diambil jarak yaitu 15 cm.
antara former 2 dan former 3 dijadikan sebagai tempat ESC dan radio receiver
dan diambil jarak 9,5 cm.
70

Tempat ESC

Tempat Batteray
Tempat Radio Receiver

Gambar 4.14 Tempat batteray, ESC dan radio receiver

Tempat dudukan batteray yaitu antara former 1 dan former 2 dibuat sisi
kanan dan kiri dari kayu balsa 5 mm sehingga berbentuk kotak di dalamnya.

Semua bagian dicover dengan kayu balsa 2 mm kecuali bagian atasan tempat
batteray dan antara former 2 dan former 3.

13. Sebagai tutupan atasnya pada tempat batteray, ESC dan radio receiver dibuat
dari kayu balsa juga, modelnya dapat dilihat sebagai berikut.

Gambar 4.15 Tutup tempat battery.

Model membulat pada tutup atas dibuat dengan cara mengamplas bagian
pinggir kayu sehingga terlihat membulat.
71

Kuping tutup diatur letak pemasangannya agar terkena atau bergesekan pada
sisi kanan dan kiri antara former 1 dan former 2, tujuannya adalah agar pada
saat tutup dipasang menjadi sempit sehingga tutup tidak mudah terlepas.
Penutup antara former 2 dan former 3 dibuat dari susunan kayu balsa 4 mm
yang dibuat melingkar. Bentuknya menyesuaikan mengikuti bentuk setengah
lingkaran pada gambar sebelumnya.

Gambar 4.16 Tutup tempat ESC dan radio receiver.

Gambar 4.17 Hasil akhir pembuatan tempat battery, ESC dan radio receiver.

4.2 Pembuatan Cockpit


1. Pertama yang dilakukan adalah membuat ujung depan cockpit dengan cara
membuat dua buah former dari kayu balsa 3 mm, former satu tinggi 3 cm
panjang 6 cm, former dua tinggi 6cm panjang 12,5 cm. lalu keduanya
72

dihubungkan dengan kayu balsa dengan tinggi dan panjang 0,5 cm sepanjang
kedua jarak former tersebut yaitu 7 cm.
Former 2

Former 1

Kayu balsa
sepanjang 7cm

Gambar 4.18 Desain ujung depan cockpit.

Setelah selesai lalu dicover menggunakan kayu balsa 2 mm mengikuti bentuk


former dan kayu penghubung antara dua former tersebut.

2. Buat bentuk kotak menggunakan kayu balsa 3 mm dengan tinggi 4 cm lebar


12,5 cm dan panjang 13,5 cm. lalu lem pada former dua.

Kotak dari kayu balsa

Gambar 4.19 Ujung depan dan alas bawah cockpit.

3. Untuk membuat canopy maka dibuat dua buah former dari bahan paralon
dengan lebar 0,5 cm dan tinggi 4,5 cm. melingkar pada posisi yang dapat
dilihat pada gambar.
73

Former

Former

Gambar 4.20 Desain Canopy

4. Setelah former telah jadi, lalu dicover untuk membuat canopynya dengan
plastik mika film. Hasil akhirnya dapat dilihat pada gambar.

Gambar 4.21 cockpit

4.3 Pembuatan Bagian Nose Pesawat


1. Selanjutnya akan dibuat bentuk di nose section. Pertama membuat rangka
tengah di nose section dengan menggunakan kayu balsa hard 5 mm yang
sepanjang 20,5 cm. lalu untuk ujung nosenya dibuat dua buah former dari
kayu balsa medium 6 mm lalu bagian tengah atasnya dihubungkan dengan
kayu balsa ukuran tinggi dan lebar 0,5 cm sepanjang jarak antara former 1 dan
former 2 yaitu 9,5 cm. Sebagai tambahan dudukan cockpit maka dibuatkan
dudukan persegi diantara nose section dan fuselage yang tingginya 1,5 cm
74

selebar daerah tersebut yaitu 12,5 cm. Bentuk model pembuatan dan
ukurannya sebagai berikut.

Tambahan untuk dudukan


canopy

Rangka tengah 20.5 cm

Former 1, tinggi 6 cm
panjang 8 cm

Tinggi 8.5 cm

Former 2, tinggi 2 cm
panjang 2 cm

Lebar 30cm

Gambar 4.22 Nose section.

Pada daerah nose section juga diletakkan servo untuk pergerakan canard. Agar
posisi peletakan cockpit tidak mengganggu pergerakan pushrod pada canard maka
dibuat dua buah dudukan dari kayu balsa hard 5 mm sepanjang sama dengan rangka
tengah pada nose. Posisinya dapat disesuaikan dengan cockpit seperti yang terlihat
pada gambar.

Dudukan tempat cockpit

Gambar 4.23 Dudukan cockpit pada nose section.


75

2. Selanjutnya membuat bentuk pada bagian bawah nose section. Di bagian


bawah nose dibuatkan 3 buah former dari kayu balsa 6 mm, dua di ujung
depan dan belakang, satu di tengah. Sama seperti sebelumnya pada bagian
tengah atas digunakan kayu balsa yang tinggi dan lebarnya 0,5 cm sepanjang
bagian bawah nose tersebut.

Former 2, tinggi
4 cm panjang
8cm

Former 3,
Former 1, tinggi 6,5
tinggi 2cm
cm
panjang 2cm
panjang 12,5 cm

Bagian atas tengah sebagai


tempat mengcover

Gambar 4.24 Desain bagian bawah nose section

3. Sisi pinggir daerah cockpit dicover dengan menggunakan kayu balsa 2 mm.
Servo untuk canard diletakkan di nose section yang posisi peletakannya
disesuaikan dengan panjang kabel dari servo ke radio transmitter dan
pemasangan pushrod ke pergerakan canard. Sebagai penghubung dengan
pushrod maka dibuatlah batang karbon untuk menggerakkan canard seperti
pada gambar 4.25 berikut.
76

Cover
Batang karbon

Servo

Gambar 4.25 Tempat servo dan cover

4. Pemasangan servo di nose disesuaikan posisinya sehingga apabila digerakkan


oleh radio control ujung depan canard akan menghadap keatas. Tujuan dari
pergerakan canard ini adalah untuk menambah maneuver ability pada pesawat
terbang.

Posisi Netral

Pushrod
Servo Canard

Posisi Canard Aktif

Pushrod
Servo
Canard

Gambar 4.26 Pergerakan servo pada canard

4.4 Pembuatan Canard


1. Berikutnya akan dibahas pembuatan canard. Pembuatan canard
menggunakan kayu balsa 5 mm, dipotong sesuai dengan bentuk dan ukuran
77

gambar dibawah. Setelah jadi lalu canard diamplas dan dipasangkan pada
pushroad penghubung dengan servo di bagian nose.
1.5 cm 70’

12 cm

110’

4.5 cm

Gambar 4.27 Ukuran dan model canard.

Gambar 4.28 Canard pada nose section.


4.5 Pembuatan Elevon
1. Pembuatan elevon menggunakan kayu balsa 5 mm. Kayu balsa dipotong
dengan model dan ukuran yang dapat dilihat pada contoh elevon bagian
sebelah kanan berikut.
78

Elevon Kanan

26,5 cm
40’
70’
6 cm
8 cm

Gambar 4.29 Ukuran dan model pada elevon kanan.

Setelah dipotong dan didapat bagian elevon kanan dan kiri lalu permukaan
elevon dan ujung tepi belakang elevon diamplas.

2. Setelah elevon kanan dan kiri jadi lalu langkah selanjutnya adalah memasang
elevon ke trailing edge dengan menggunakan pita jepang. Pada trailing edge
kanan dan kiri masing-masing dibuatkan lubang dengan menusukkan cutter
pada tengah-tengah trailing edgepada bagian yang dihubungkan dengan
elevon. Lebarnya lubang sama dengan lebarnya pita jepang. Begitu juga
dengan elevon kanan dan kiri. Lubang-lubang trailing edge dan elevon saling
berhadapan, sama jaraknya dan jumlahnya yakni 4 di kanan dan 4 di kiri.
79

Gambar 4.30 Pemasangan elevon kanan pada trailing edge.

3. Servo untuk elevon diletakkan pada tengah fuselage, posisinya diatur agar
tidak terlalu jauh pada radio transmitter dan elevon. Kabel pada servo kanan
dan kiri dihubungkan dengan membuat lubang di bawahnya lalu menembus
hingga ke bagian tempat radio transmitter. Setelah servo dipasang lalu
permukaan atas sayap antara rib 1 dan rangka tengah dicover dengan
menggunakan kayu balsa 2 mm, menyisakan sedikit lubang untuk servo
elevon. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.31 berikut ini.

Gambar 4.31 Tempat pemasangan servo elevon pada fuselage.


80

4.6 Pembuatan Vertical Stabilizer


1. Pada vertical stabilizer tidak dipasangkan rudder, sehingga pada pesawat
terbang tidak ada pergerakan belok secara yaw (direksional).Vertical stabilizer
dibuat dari kayu balsa 4 mm. Dipasangkan pada bagian tengah belakang
pesawat sebelum engine. Ukuran dan bentuknya dapat dilihat pada gambar
berikut.

4,5 cm

13 cm

16 cm

16 cm

Gambar 4.32 Bentuk dan ukuran vertical stabilizer

Gambar 4.33 Vertical Stabilizer.


81

Setelah dibuat lalu dipasang dengan cara dilem. Untuk lebih memperkuat
pemasangannya maka pada bagian bawah vertikal stabilizer diapit
menggunakan potongan kayu balsa sepanjang vertical stabilizer tersebut lalu
dilem kembali.

4.7 Pemasangan Monokote


1. Selanjutnya adalah proses pemasangan monokote. Bagian yang dimonokote
adalah semua daerah di sayap kecuali bagian tengah pesawat terbang. Akan
tetapi sebelum dimulai, pada bagian bawah sayap diberikan “kuping” yaitu
tambahan cover sedikit dipinggir sayap dalam pada bagian yang belum di
cover menggunakan kayu balsa 2 mm. tujuannya adalah untuk mempermudah
pemasangan monokote pada bagian bawah sayap.

Cover tambahan untuk mempermudah


pemasangan monocoat bagian bawah pesawat

Gambar 4.34 Cover Monokote

Pada saat melapisi sayap dengan monokote perlu diperhatikan bahwa panas dari
setrika haruslah pas karena jika terlalu panas monokote akan mengkerut,
sedangkan jika setrika panasnya tidak mencukupi maka monokote tidak akan
menempel pada permukaan kayu balsa. Untuk menguji panas nya sudah sesuai
atau tidak dapat dilakukan pengetesan pada sobekan kecil monokote lalu di
setrika pada permukaan potongan kayu balsa yang tidak terpakai.
82

4.8 Pemasangan Engine, ESC dan Radio Receiver


1. Pertama adalah membuat tempat pada bagian belakang pesawat terbang.
Bagian tengah belakang pesawat terbang dipotong sebagian dan disesuaikan
dengan ukuran enginenya. Bagian yang di potong dapat dilihat pada gambar
4.35 berikut ini.

Bagian yang dipotong

Gambar 4.35 Dudukan Engine

2. Setelah bagian tersebut dipotong lalu dibuat dudukan untuk engine. Engine
dipasang dengan menggunakan PCB (printed Circuit Block) sebagai engine
mounting. PCB dipotong selebar tempat akan diletakkannya, yaitu selebar
rangka tengah dan tinggi yang sama dengan rangka tengah sehingga persis
terpasang di bagian tengah belakang pada rangka tengah. Bagian tengah PCB
dibuatkan lubang untuk shaft propeller, lalu juga di tandai lubang baut engine
pada PCB untuk kemudian dilubangi dan dipasang baut. Untuk tempat
dibautnya engine mounting maka dibuatkan tambalan kayu di sisi kanan-dan
kiri pemasangannya. Setelah jadi lalu dibaut dan engine dipasangi propeller.
Agar kuat bagian tengah propeller dililit dengan karet gelang.
83

Gambar 4.36 Engine mounting pada belakang UAV.

Kabel-kabel pada engine dimasukkan ke dalam lubang yang dibuat di


permukaan di dekat vertical stabilizer lalu menembus ke tempat ESC. Di
tempat ESC, kabel-kabel pada engine di sambung dengan kabel-kabel ESC
menggunakan terminal, kabel postif engine dengan kabel positif ESC, kabel
negatif engine dengan kabel negatif ESC dan kabel pulsa engine dengan kabel
pulsa ESC.
Setelah kabel pada engine dengan ESC telah menyambung lalu kabel positif
dan negatif ESC untuk batteray di masukkan ke lubang yang menembus ke
tempat batteray. Sambungan dengan batteray sesuai dengan kabelnya masing-
masing.
ESC juga tersambung dengan radio receiver, ESC diatur pada slot tiga di radio
receiver.

Pada radio receiver slot-slot yang dipakai adalah slot satu untuk elevon kiri
(dilihat dari belakang), slot dua untuk elevon kanan, slot tiga untuk ESC dan
slot enam untuk canard.
84

Engine
Pulsa

+ -

E
S Radio Receiver
C

- +
Battery
Gambar 4.37 Hubungan engine, esc, radio receiver dan battery.

Gambar 4.38 Posisi engine, ESC, radio receiver dan battery.


85

4.9 UAV Model Jet Electric Delta Wing FDA-01


Setelah semua bagian dan proses selesai dilaksanakan maka dihasilkan UAV
Model Jet Electric Delta Wing FDA-01 pada gambar 4.39 berikut ini.

Gambar 4.39 pesawat terbang hasil pembuatan.

Konfigurasi dari UAV Model Jet Electric Delta Wing FDA-01adalah


sebagai berikut:
- Propulsi = Turnigy Typhoon Electric
- Main wing type = Delta wing
- Tail wing type = Flat

1. Dimensi Spesifikasi Teknik Pesawat Terbang


- Panjang pesawat = 150 cm
- Tinggi pesawat = 24 cm
- Lebar pesawat = 20 cm
86

2. Data Geometri Pesawat Terbang

Tabel 4.1 Data Geometri Sizing


Data Hasil Data Hasil
Perameter Perancangan Pengukuran

Wing Span 69,49 cm 70 cm

Chord 30,22 cm 30,50 cm

Luas Sayap 2100 cm 2100 cm

Panjang 146 cm 150 cm


Fuselage
Luas Elevator 221,74 cm -

Luas Rudder 111,75 cm 111,5 cm

Luas Aileron 89,07 cm -

Luas Elevon 156 cm 156 cm

Luas Canard 32, 625 cm 32,5 cm

Data diatas merupakan gambaran umum dimensi UAV Model Jet Electric
Delta Wing FDA-01. Tahap akhir pembuatan pesawat terbang mungkin saja
mengalami sedikit beberapa ukuran yang tidak sesuai dengan perancangan
dikarenakan semua proses pembuatan dibuat secara manual menggunakan tangan.
87

4.10 Data dan Asumsi Analisis Prestasi Terbang


Perhitungan nilai dari Aircraft performance sangat perlu untuk dilakukan
untuk menentukan kemampuan dari suatu pesawat terbang. Pada umumnya
perhitungan tersebut digolongkan menjadi dua bagian, namun pada pembahasan
skripsi ini yang dilakukan adalah perhitungan dengan batasan pada kondisi steady
unaccelerated flight typically occurring at cruise, yaitu keadaan tetap sebuah pesawat
terbang pada terbang jelajah.
Hal ini dikarenakan oleh kondisi pesawat terbang yang sering berada pada
steady un-accelerated flight pada waktu melakukan terbang jelajah. Salah satu yang
perlu untuk diperhatikan adalah masalah jarak jelajah (range) dan lama waktu terbang
(endurance) serta tentunya setiap dari parameter yang mempengaruhinya.
Analisis perhitungan jara jelajah (range) dan lama waktu terbang (endurance)
dilakuan dengan mempehatikan beberapa asumsi secara optimal seperti berikut,
yaitu:
1. Kondisi terbang pada steady state level flight, sehingga gaya angkat sama
dengan gaya berat (L = W) dan gaya hambat sama dengan gaya dorong
yaitu (D = T).
2. Diketahui adalah muata battery pada awal terbang, dan harga dari
diperoleh dari data karakteristik battery.
3. Dari data karakteristik battery tersebut, juga dapat diperoleh laju arus yang
disuplai battery salama penerbangan.
4. Nilai akan sama dengan Qı yang adalah muatan battery pada akhir
flight.

Kemudian untuk melakukan analisis perhitungan dari jarak jelajah (range) dan
lama waktu terbang (endurance) diperlukan data berupa harga pasti dari pada kondisi
terbang jelajah dan steady state level flight.
88

Berikut ini merupakan asumsi dan nilai dari data yang dibutuhkan :
1. V = 20 m/second
2. S = 2100 cm2 = 0,21 m

3. ρ pada ketinggian 300 meter = 1.1901 kg/m³


4. W = 1,444 kg
5. E ∗ = 10 volt
6. = 2200 mAh
7. Qı = 20 % dari = 440 mAh
8. η = 80 %

Dimana:
V = Kecepatan Pesawat Terbang
W = Berat Awal Pesawat Terbang
S = Luas Sayap
= Massa Jenis Udara
η = Proprller Eficiency

= Muatan battery pada waktu awal flight dalam Amp-Hours


Qı = Muatan battery pada akhir flight dalam Amp-Hours
E∗ = Beda potensial battery dalam Volt
i = Arus dalam ampere
c = Specific charge consumption (propeller-driven air plane)
C = Specific charge consumption (jet-propeller air plane)
∞ = Dynamic pressure
= Coeficien Lift
C = Coeficien Drag
R = Range
E = Endurance
89

Analisis perhitungan terlebih dahulu harus dilakukan dengan menganlisa


harga- haraga dari beberapa data pendukung. Adapun data tersebut yang harus
diketahui untuk analisis perhitungan jarak jelajah (range) dan lama waktu terbang
(endurance) adalah sebagai berikut, yaitu :

a) Harga dari specific charge consumption adalah

= ∗ = = −0,1

b) Koefisien Gaya Angkat ( )


Oleh karena kondisi terbang UAV pada steady state, level flight maka
harga gaya angkat sama dengan gaya berat (L = W).
Sehinnga harga dari koefisien dapat diketahui melalui analisis
perhitungan berikut:

L = W = ρV SC

L = 1,444 = 1.1901 (16,667) 0,32 C


,
C =
. ( ) ,

C = 0.029

Jadi diketahui bahwa harga dari nilai koefesien gaya angkat adalah sama
dengan 0.029.

c) Gaya Hambat (D)


Sebelum melakukan analisis perhitungan gaya hambat, perlu diketahui
harga dari tekanan dinamik (dynamic pressure) ∞ melalui persamaan
berikut
90

q ∞ = ρV∞
1
q∞ = x 1,1901 x (20)
2
q ∞ = 238,02 N/m

Sehingga untuk mendapatkan harga gaya hambat maka digunakan


persamaan berikut dalam analisis perhitungannya adalah

C =

0,0543 = , ,

D = 2,714 N

Dengan demikian dapat diketahui harga gaya hambat UAV Model Jet
Electric Delta Wing FDA-01 ketika berada pada kondisi steady state
level flght dengan ketinggian maksimum 300 meter adalah 2,714 N.

1. Jarak Jelajah (Range)


Analisis perhitungan jarak jelajah (range) dilakukan dengan menggunakan
persamaan dari hasil modifikasi untuk menyesuaikan dengan penggunaannya pada
UAV Model Jet Electric Delta Wing FDA-01 yang jelas merupakan aircraft electric-
powered.
Dasar persamaannya adalah “Breguet equation”, sehingga bisa diketahui
harga jarak jelajah (range) adalah:
91

∗ η
R = (Q − Q )

10 x 0,8
R = x (0,532) x (2200 − 440) = 5187,368 meter
1,444

Sehingga dapat dilihat melalui hasil analisis perhitungan di atas bahwa harga
dari jarak jelajah (range) adalah sama dengan 5187,368 meter.

Dari hasil analisis perhitungan jarak jelajah (range) diatas merupakan


perhitungan yang dilakukan berdasarkan kondisi terbang steady state level flight.

2. Lama Waktu Terbang (Endurance)

Analisis perhitungan lama waktu terbang (endurance) dilakukan juga dengan


mengapilkasikan “Breguet equation” yang telah dicermati serta disesuaikan untuk
dapat digunakan pada UAV Model Jet Electric Delta Wing FDA-01 seperti halnya
yang dilakukan pada analisis perhitungan jarak jelajah (range).

Sehingga dengan demikian dapat diketahui bahwa harga dari lama waktu
terbang (endurance) adalah


∗ ∞ ( − )
= ⁄
2

1,1901 x 0,21 0,029 / (2200 − 440)


= 10 x 0,8 = 260,3696
2 0,0543 1,444 ⁄
92

Jadi melalui analisis perhitungan diatas dapat diketahui bahwa harga dari lama
waktu terbang (endurance) adalah 260,3696 detik.
Hasil analisis perhitungan diatas menunjukan bahwa UAV Model Jet Electric
Delta Wing FDA-01 mampu melakukan penerbangan yang cukup lama untuk
pesawat terbang sekelasnya.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan perancangan, pembuatan dan uji terbang UAV Model Jet
Electric Delta Wing FDA-01 dengan sistem radio control serta menghitung
prestasi terbang Range and Endurance , maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Dalam proses rancang bangun sebuah project pesawat terbang, langkah
pertama yang harus dilakukan adalah sizing; karena sizing merupakan
penentuan berat kosong pesawat terbang, berat maximum yang diijinkan
take-off (MTOW) dan data-data mengenai beban yang akan dibawa oleh
pesawat terbang serta beberapa sistem yang akan digunakan pada pesawat
terbang tersebut.

2. Proses pembuatan UAV Model Jet Electric Delta Wing FDA-01 ini
melalui 6 fase pengerjaan yaitu :
 Fase pengerjaan Wing
 Fase pengerjaan Fuselage
 Fase pengerjaan Chanard dan canoppy
 Fase pengerjaan Elevon
 Fase perakitan control system
 Fase pemasangan engine.

3. Dari hasil pengujian yang dilakukan, dapat diketahui bahwa jarak jelajah
(range) dan lama waktu terbang (endurance) dari UAV Model Jet Electric
Delta Wing FDA-01 adalah sebagai berikut:
a. Range (R) = 5187,368 meter
b. Endurance (E) = 260,3696

93
94

5.2 Saran

1. Dalam perancangan dan pembuatan suatu pesawat terbang model dengan


sistem kendali radio kontrol , yang harus diperhatikan adalah penggunaan
alat dan bahan yang akan digunakan karena akan berdampak pada biaya
pengeluaran.
2. Memperhatikan satuan yang dipakai dalam perhitungan, karena akan
sangat berpengaruh pada rumus yang digunakan, baik itu Satuan
Internasional (SI) atau British.
3. Dalam pengujian terbang suatu pesawat terbang, hendaknya diterbangkan
oleh seorang pilot yang berpengalaman untuk menerbangkan UAV Model
Jet Electric agar tidak terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan atau
kerusakan pada pesawat terbang tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

., 2001. Aeromodelling Handbook.

Raymer, Daniel P.1992.Aircraft Design : A Conceptual Approach

Roskam, J., 1985, Airplane Design, Part I: Preliminary Sizing of Airplane,


Aviation and Engineering Corporation, Kansas, USA.

Michael C. Y. Niu, 1997, Airframe Stress Analysis and Sizing, Hongkong


conmilitpress LTD, Hongkong.

www.googe.com

http://www.crayonpedia.org/mw/Gerak_Lurus_Berubah_Beraturan_%28GLB
B%29_10. Tanggal 18 Juli 2013

http://id.wikibooks.org/wiki/Rumus-Rumus_Fisika_Lengkap/Gerak. Tanggal
15 Juli 2013

95
Lampiran 1

Bahan-Bahan Pembuatan Pesawat


Terdapat beberapa bahan yang dapat digunakan dalam membuat sebuah pesawat model,
akan tetapi salah satu tujuan dari pembuatan pesawat ini adalah untuk menghitung prestasi
terbang sebuah pesawat delta wing yang berbahan kayu balsa maka bahan utama dari pesawat
ini adalah potongan-potongan kayu balsa yang terdiri dari berbagai macam ketebalan dan
terdiri juga dari jenis kayu yang lunak (soft) dan jenis kayu yang keras (hard).

Bahan-bahan dalam proses pembuatan pesawat ini bisa didapatkan dari toko-toko
seperti toko hobi (hobby shop) yang menyediakan perlengkapan bagi penggemar
aeromodelling atau toko-toko tertentu yang menyediakannya.
Bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan pesawat model jet electric delta
wing FDA-01 adalah sebagai berikut.

1. Kayu balsa

Gambar 3.5 Kayu balsa

Kayu balsa (Acroma Bicalor) mempunyai berat jenis 0,29 kg, lentur, dan tidak
gampang lapuk, yang menjadikannya cocok sebagai bahan pesawat model.
Sebetulnya banyak jenis kayu yang dapat pula dipakai sebagai bahan pesawat model, seperti
kayu agatis, sengon dan randu. Namun, kayu balsa tetap menjadi pilihan terbaik hingga
sekarang, lantaran ringan dan lentur. Karena sifatnya itu, kayu balsa pun bisa digunakan
untuk keperluan lain, misalnya, dibuat pelampung kapal, rakit, perahu atau kerajinan tangan.
2. Batang Karbon

Gambar 3.6 Batang karbon

Batang karbon terbuat dari bahan karbon. Batang karbon ini nantinya digunakan
sebagai spar pada struktur sayap dan juga untuk membuat pushrod pada servo-servo di
pesawat.

3. Monokote film

Gambar 3.7 Monokote film


Monokote film digunakan sebagai pelapis pada sayap pesawat. Monokote film dapat
melekat pada bahan kayu dengan cara menempelkannya pada permukaan kayu lalu di sapu
dengan menggunakan besi permukaan rata yang panas atau untuk lebih mudahnya digunakan
alat setrika.
4. PCB (Printed Circuit Block)

Gambar 3.8 PCB (Printed Circuit Block).

PCB digunakan sebagai engine mounting, yaitu dudukan pada saat pemasangan engine
di pesawat.

5. Paralon

Gambar 3.9 Paralon

Paralon digunakan untuk membuat former pada cockpit dan untuk membuat servo horn.
6. Mika film

Gambar 3.10 Mika film

Mika film digunakan sebagai canopy pada cockpit.

Alat-Alat Pembuatan Pesawat


Dalam proses pembuatan pesawat ini juga menggunakan beberapa alat yang
mempermudah dalam pengerjaan pembuatan pesawat. Alat-alat tersebut mudah untuk
didapati. Alat-alat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penggaris besi

Gambar 3.11 Penggaris besi

Penggaris adalah alat pengukur dan alat bantu gambar untuk menggambar garis lurus.
Penggaris tersebut berupa dalam besaran cm dan inch. Penggaris ini sering digunakan pada
saat pembuatan karena digunakan dalam awal merancang pesawat pada kertas, sering
digunakan untuk melakukan pengukuran dan perhitungan bagian-bagian pesawat dan untuk
membuat ukuran bagian sayap pada kayu balsa.
2. Pena

Gambar 3.12 Pena

Pena digunakan untuk membuat rancangan awal pesawat di kertas. Selain itu untuk
menandai kayu balsa untuk dibuatkan garis, lubang atau bagian yang akan dipotong.

3. Pisau Cutter

Gambar 3.13 Pisau cutter

Pisau cutter digunakan untuk memotong, terutama bagian-bagian pesawat yang telah
ditandai atau digambar pada kayu balsa. Pisau cutter juga digunakan membuat lubang untuk
pemasangan pita jepang.
4. Gergaji kecil

Gambar 3.14 Gergaji kecil

Gergaji digunakan untuk memotong, terutama memotong bahan-bahan yang keras,


seperti kayu balsa hard, paralon dan batang carbon.

5. Amplas

Gambar 3.15 Amplas

Amplas (kadang juga disebut kertas pasir) adalah kertas yang digunakan untuk
membuat permukaan kayu balsa menjadi lebih halus, rata dan juga untuk membuat bagian-
bagian pesawat menjadi bentuk tirus seperti leading edge, vertical stabilizer dll. Caranya
adalah dengan menggosokkan permukaan amplas pada permukaan kayu balsa yang akan
dihaluskan, diratakan atau dibuat tirus.
6. Lem G / Lem CA

Gambar 3.16 Lem G

Lem G berfungsi sebagai perekat kayu balsa. Lem ini merupakan perekat kuat dan
cepat kering, merekatkan bagian-bagian pesawat yang telah selesai dipotong dengan bagian
pesawat yang lain.

7. Bor tangan manual

Gambar 3.17 Bor tangan manual.

Bor tangan manual berfungsi untuk membuat lubang baut pada kayu balsa.
8. Pita Jepang

Gambar 3.18 Pita Jepang

Pita jepang ini berfungsi untuk menyambungkan elevon dengan trailing edge tanpa
mengganggu pergerakan elevon tersebut. Pita jepang tersebut dipotong dan direkatkan pada
masing-masing ujung elevon dan trailing edge yang bertemu. Model pergerakannya seperti
engsel pintu.

9. Kawat baja

Gambar 3.19 Kawat baja.

Kawat baja digunakan pada saat membuat pushrod. Kawat ini dipotong dan
dimasukkan ke dalam batang karbon dengan panjang yang disesuaikan dengan kebutuhan.
10. Busur

Gambar 3.20 Busur

Busur digunakan untuk membuat bentuk lingkaran former di kayu balsa. Selain itu juga
untuk mengukur sudut pada saat pembuatan bagian-bagian pesawat.

11. Obeng plus/minus

Gambar 3.21 Obeng

Obeng digunakan untuk membuat lubang jalur kabel, seperti kabel servo ke radio
receiver. Selain itu juga untuk menguatkan baut pada servo.
12. Tank jepit

Gambar 3.22 Tank jepit

Tank jepit digunakan untuk beberapa hal seperti membengkokkan ujung kawat pushrod
yang dimasukkan ke servo atau servo horn, menjepit servo horn untuk dibengkokkan.

13. Setrika

Gambar 3.23 Setrika

Digunakan untuk menggosok atau menyapu monokote film pada permukaan kayu balsa
sehingga monokote tersebut merekat pada permukaan kayu balsa.
Lampiran 2
Design Airfoil Naca 2412

Gambar design foil Drag polar 2 D

Gambar design foil Naca 2412


Gambar Push To Run Analysis

Gambar Nilai CD0 n K


Tabel Data Nilai Cl,Cd

NAME = NACA 2412-63, #Pts=71, Re=3000000

ReyN = 3000000

AOA Cl Cd Cm
-5 -0,349 0,0077 -0,055
-4 -0,224 0,0074 -0,055
-3 -0,098 0,0070 -0,055
-2 0,027 0,0069 -0,055
-1 0,153 0,0069 -0,055
0 0,278 0,0069 -0,056
1 0,403 0,0071 -0,056
2 0,529 0,0072 -0,056
3 0,654 0,0076 -0,056
4 0,779 0,0078 -0,056
5 0,903 0,0085 -0,056
6 1.027 0,0092 -0,057
7 1.145 0,0102 -0,057
8 1.243 0,0111 -0,057
9 1.325 0,0122 -0,057
10 1.393 0,0134 -0,058
11 1.447 0,0155 -0,058
12 1.487 0,0179 -0,059
13 1.516 0,0238 -0,061
14 1.533 0,0316 -0,065
15 1.538 0,0409 -0,069
16 1.530 0,0543 -0,074

CL
0,278 0,529 0,779 1.027 1.243 1.538

CD
0.0069 0.0072 0.0078 0.0092 0.0111 0.0543
Lampiran 3

Dr. JAN ROSKAM

Anda mungkin juga menyukai