DEPARTEMEN AERODINAMIKA
BIDANG DINAMIKA TERBANG DAN KENDALI (TC 2200)
PT. DIRGANTARA INDONESIA (IAe)
Disusun Oleh:
RANIA RAHMAWATI WAHYU WIBAWA
14050062
i
HALAMAN PENGESAHAN INDUSTRI
ii
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DEPARTEMEN AERODINAMIKA
BIDANG DINAMIKA TERBANG DAN KENDALI (TC 2200)
PT. DIRGANTARA INDONESIA (IAe)
Disusun Oleh :
RANIA RAHMAWATI WAHYU WIBAWA
14050062
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang selalu
memberkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Kerja
Praktik di PT. Dirgantara Indonesia beserta laporan Kerja Praktik yang berjudul
“VERTICAL TAIL PLANE (VTP) SIZING PESAWAT N-245 BERDASARKAN
PADA PLATFORM VERTICAL TAIL PLANE (VTP) PESAWAT N-250
BUATAN PT DIRGANTARA INDONESIA” ini dengan sebagaimana mestinya.
Laporan ini terdiri dari segala sesuatu yang penulis lakukan saat melakukan
kerja praktik di PT. Dirgantara Indonesia. Adapun maksud dan tujuan penulisan
laporan ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan mata kuliah
Kerja Praktik di Program Studi Teknik Penerbangan, Sekolah Tinggi Teknologi
Adisutjipto.
Dalam Pelaksanaan Kerja Praktik dan penulisan laporan ini, banyak pihak
yang membantu penulis dalam memberikan nasihat, bimbingan, dan ilmu, oleh
karena itu penulis mengungkapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, yang selalu memberikan nikmat serta karunia yang tak ternilai
kepada penulis.
2. Orang tua penulis, yaitu Bapak Syarif Wibowo dan Ibu Ika Wahyu
Handayani serta adik penulis Marsha Dewi Fitria Wibawa dan Fauzan Ridho
Satrio Wibowo. Beserta seluruh keluarga yang telah memberikan doa restu,
semangat, dan kasih sayang yang tak terhingga kepada penulis.
3. Bapak D. Junitu Tikupasang sebagai Manager of Aerodynamic TC2000,
Direktorat Teknologi dan Pengembangan, PT. Dirgantara Indonesia, yang
telah memeberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan Kerja Praktik di
departemen yang beliau pimpin.
4. Bapak Nyoman Sastradi sebagai Pembimbing di bidang Dinamika Terbang
dan Kendali (TC2200), Direktorat Teknologi dan Pengembangan, PT.
Dirgantara Indonesia, yang telah memberikan arahan, bimbingan, serta telah
bersedia menjadi pembimbing lapangan penulis selama kerja praktik.
iv
5. Seluruh direksi beserta staff dan karyawan Departemen Aerodinamika
terutama pada Divisi Dinamika Terbang dan Kendali, yang telah bersedia
memberikan ilmu dan pengetahuannya.
6. Bapak Bangga Dirgantara A. S.T., M.T., selaku Kepala Departemen Teknik
Dirgantara, Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto dan Bapak Kris Hariyanto,
S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis.
7. Ibu Dwi Hartini S.T., M.T., selaku Dosen dan Pembimbing Kerja Praktik
penulis, yang telah memberikan masukan dan arahan kepada penulis.
8. Sahabat penulis Fadillah Ilham Jaty yang tak pernah henti memberikan
dukungan, semangat, dan motivasi kepada penulis selama melakukan Kerja
Praktik dan selalu setia mendengarkan keluh kesah penulis selama ini.
9. Keluarga besar alumni “TKJ B „11 SMK N 2 SALATIGA” beserta keluarga
besar “HMJ Teknik Penerbangan 2015-2016” sebagai keluarga kedua bagi
penulis.
10. Teman-teman yang melaksanakan penelitian di Direktorat Teknologi dan
Pengembangan PT. Dirgantara Indonesia (Hensam Tri Widagdo, Aditya
Nurcholis Putra, Anisa Noviaratri Larasati), ACS PT Dirgantara Indonesia
(M. Imam Baihaqi, Fajar Harry Kurniawan, Suci Nurfajriah, Ahmad
Gunawan S, Okinawa, Ali, Hendri), PT. Nusantara Turbine and Propulsion
(NTP) (Anggi Firdani, Afsah Ulfah, I Made Pandu Wirawan) yang menjadi
tempat berbagi selama masa penelitian.
11. Teman-teman dari ITB Bandung (Yusuf), Universitas Indonesia (Nafis, Aldi,
Eza) dan UNEJ Jember (Exwan, Robi, Edo) yang melaksanakan penelitian di
Divisi Aerodinamika dan ITS Surabaya (Tama, Rozi, Izda) yang
melaksanakan penelitian di Divisi Pusat Rancang Bangun yang menjadi
tempat berbagi dan bertukar pikiran selama masa penelitian.
12. Teman-teman yang melaksanakan Kerja Praktik di Tangerang (Dimas, Ika,
Hilmy, Marhendra, Hanung Rizal, Levi, Puji, Ida Bagus, Mustofa, Galih)
yang selalu memberikan semangat dan hiburan bagi penulis.
13. Teman-teman Teknik Penerbangan B, teman main penulisn (Herry, Rizky,
Ragil) yang sering mengalami suka dan duka dimasa perkuliahan bersama
v
dengan penulis dan memberikan kenangan indah selama masa perkuliahan
penulis.
14. Teman-teman dari Salatiga yang merantau di Bandung (Andi Prasetyo, Sari,
Tri Cahya, Erya Warandita, Wicak) yang memberikan bantuan selama penulis
melaksanakan Kerja Praktik.
15. Teman-teman “Pagardepan 58 PT. ASELI DAGADU DJOKDJA” dan semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuan, masukan serta saran kepada penulis.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
vii
BAB III DESKRIPSI PROSES .......................................................................... 18
3.1 Pelaksanaan Kerja Praktik .................................................................... 18
3.2 Rencana Kerja Praktik .......................................................................... 18
3.3 Tahap –Tahap Pelaksanaan Kerja Praktik ............................................ 19
3.3.1 Studi Literatur ................................................................................ 19
3.3.2 Analisis Data ................................................................................. 20
3.3.3 Validasi Hasil ................................................................................ 20
3.3.4 Pembuatan Laporan ....................................................................... 21
3.4 Kendala ................................................................................................. 21
BAB IV LANDASAN TEORI ............................................................................ 22
4.1 Dinamika Terbang Pesawat Udara ....................................................... 22
4.2 Kestabilan pesawat terbang .................................................................. 25
4.2.1 Sejarah ........................................................................................... 25
4.2.2 Pendahuluan .................................................................................. 26
4.2.3 Kestabilan Statis ............................................................................ 26
4.3 Stabilizer Pesawat Terbang .................................................................. 39
4.3.1 Vertical Stabilizer .......................................................................... 39
BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................... 40
5.1 Kestabilan Direksional Pesawat N-245 ................................................ 40
5.1.1 Pengertian Kestabilan Direksional ................................................ 40
5.1.2 Tujuan Kestabilan Direksional ...................................................... 40
5.1.3 Proses Perhitungan Kestabilan Direksional Pesawat N-245 ......... 41
5.2 Asymmetric Power Condition ............................................................... 50
5.2.1 Pengertian Asymmetric Power Condition...................................... 50
5.2.2 Tujuan Analisis Asymmetric Power Condition ............................. 51
5.2.3 Proses Perhitungan Asymmetric Power Condition ........................ 51
5.3 Crosswind Landing ............................................................................... 64
5.3.1 Tujuan Analisis Crosswind Landing ............................................. 64
5.3.2 Proses Perhitungan Crosswind Landing ........................................ 65
BAB VI PENUTUP ............................................................................................. 68
6.1 Kesimpulan ........................................................................................... 68
6.2 Saran ..................................................................................................... 69
6.2.1 Saran Bagi Perusahaan .................................................................. 70
6.2.2 Saran Bagi Lembaga Pendidikan................................................... 71
viii
6.2.3 Saran Bagi Mahasiswa .................................................................. 71
LAMPIRAN ......................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... xiv
ix
DAFTAR SIMBOL
b Wing Span m
Cl Koefisien rolling moment /deg
ClDA Koefisien rolling moment terhadap defleksi aileron /deg
ClDR Koefisien rolling moment terhadap defleksi rudder /deg
Clβ Koefisien rolling moment terhadap sudut slideslip /deg
L lift (gaya angkat) N
CL Koefisien gaya angkat
CLDRv Koefisien gaya angkat terhadap defleksi rudder /deg
CLαv Koefisien gaya angkat terhadap α vertikal /deg
N Yawing moment Nm
Cn Koefisien yawing moment
CnDA Koefisien yawing moment terhadap defleksi aileron /deg
CnDR Koefisien yawing moment terhadap defleksi rudder /deg
Cnβ Koefisien yawing moment terhadap sudut slideslip /deg
Cnβwb Koefisien yawing moment terhadap sudut slideslip pada
konfigurasi wing body /deg
Y Sideforce N
Cy Koefisien sideforce
CyDA Koefisien sideforce terhadap defleksi aileron /deg
CyDR Koefisien sideforce terhadap defleksi rudder /deg
Cyβ Koefisien sideforce terhadap sudut slideslip /deg
Cyβwb Koefisien sideforce terhadap sudut slideslip pada
konfigurasi wing body /deg
DA Defleksi aileron deg
DR Defleksi rudder deg
g percepatan gravitasi m/s2
MLW Minimum Landing Weight N
OEW Operating Empty Weight N
q Dynamic pressure vertikal N/m2
x
S Wing area m2
Sw Luas permukaan wing m2
Sv Luas permukaan vertical tail m2
Tnet Engine thrust N
V Velocity m/s
Vapp Kecepatan approach m/s
Vr take off rotation speed m/s
Vxwind crosswind velocity m/s
V1 take off decision speed m/s
V2 engine out climb to clear obstacle m/s
VMCA minimum control speed in the air m/s
VMCG minimum control speed in the groud m/s
Vv Vertical tail volume Coefficient
lv Jarak ekor vertikal dari sayap m
W aircraft gross weight N
Yeng Jarak engine terhadap fuselage m
α Sudut serang pesawat deg
β Sudut sideslip deg
βxwind Sudut slideslip saat crosswind deg
ϕ Sudut bank pesawat deg
ρ air density kg/m3
σ Sudut sidewash deg
Sidewash
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
Gambar 5. 17 Grafik Vertical Tail Volume terhadap Sideslip Angle Crosswind .. 67
Gambar 5. 18 Grafik Vertical Tail Volume terhadap Kecepatan Crosswind ........ 67
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
dari Vertical Tail pada pesawat buatan PT. Dirgantara Indonesia yang terdahulu
yaitu N-250. Vertical Tail Plane (VTP) Sizing berfungsi untuk memberikan
keseimbangan dalam kondisi steady flight pada kestabilan lateral/direksional,
untuk memastikan bahwa kondisi tersebut stabil dan dapat diredam dengan baik,
dan untuk menghasilkan gaya aerodinamis untuk manuver pesawat terbang. Untuk
mendapatkan ukuran luasannya digunakan Software Microsoft Excel sebagai
perhitungannya dan untuk mendapatkan parameter-parameter aerodinamika
selama perhitungan menggunakan data wind tunnel test.
1.3 Tujuan
Dalam pelaksanaan kerja praktik ini penulis berharap dapat mencapai
beberapa hal diantaranya:
1. Menganalisis ukuran vertical tail berdasarkan dari beberapa nilai vertical
tail volume coefficient (Vv) pada pesawat N-245 buatan PT. Dirgantara
Indonesia.
2. Menentukan ukuran vertical tail berdasarkan beberapa nilai vertical tail
volume coefficient (Vv) yang sesuai dengan kebutuhan pesawat N-245
dengan beberapa kondisi.
2. Bagi perusahaan
Dengan hasil penulisan laporan kerja praktik yang dilakukan oleh
penulis pada perusahaan terkait, maka perusahaan dapat menggunakan
hasil kerja praktik ini untuk membantu proses perancangan pesawat N-
245.
3. Bagi penulis
Hasil tulisan dapat digunakan sebagai referensi dan acuan dalam
menyusun laporan serta menambah wawasan dan wacana bagi penulis.
Menambah wawasan terutama dalam menentukan ukuran untuk
perancangan vertical tail pesawat terbang.
4. Bagi pembaca
Memberikan wawasan dan referensi terutama pada menentukan ukuran
untuk perancangan vertical tail pesawat terbang.
4
6
7
komponen serta tool pesawat terbang dan non pesawat terbang, serta jasa
pelayanan purna jual.
Seiring dengan itu IPTN merubah nama menjadi PT. DIRGANTARA
INDONESIA (Indonesian Aerospace/ IAe) yang diresmikan Presiden
Abdurrahman Wahid, 24 Agustus 2000 di Bandung. Pada awal hingga
pertengahan tahun 2000-an PT. Dirgantara Indonesia mulai menunjukkan
kebangkitannya kembali, banyak pesanan dari luar negeri seperti Thailand,
Malaysia, Brunei, Korea, Filipina dan lain-lain. Meskipun begitu, karena dinilai
tidak mampu membayar utang berupa kompensasi dan manfaat pensiun dan
jaminan hari tua kepada mantan karyawannya, PT. Dirgantara Indonesia
dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
pada 4 September 2007. Namun pada tanggal 24 Oktober 2007 keputusan pailit
tersebut dibatalkan.
DIREKTUR UTAMA
DIVISI TEKNOLOGI
INFORMASI
DIVISI KOMPONEN
DAN PERAKITAN
DIVISI TC000
PUSAT TEKNOLOGI
2.7 Produksi
Sejak awal berdiri, PT. Dirgantara Indonesia sudah memproduksi lebih dari
300 unit pesawat terbang, helikopter, komponen pesawat dan layanan lainnya
meliputi :
15
3. Helikopter
a. NBO 105 dipergunakan secara luas di Indonesia, lisensi dari MBB
Jerman. Dihentikan sejak juli 2011.
b. NBK 117
c. NBell 412 lisensi dari Bell Helicopter, AS
d. NAS 330 Puma lisensi dari Aerospatiale, Perancis
e. Eurocopter 332 Super Puma Pengembangan dari Puma, lisensi dari
Eurocopter, Perancis
16
Minggu
Jobdesk
1 2 3 4 5 6
Study Literatur
Pengumpulan Data
Analisis / Pengolahan Data
Validasi Data
Pembuatan Laporan
1. BAB III
DESKRIPSI PROSES
18
19
Rencana kerja praktik dibuat oleh penulis atas instruksi pembimbing guna
memudahkan pembelajaran dan mengetahui target yang dapat dicapai dalam
waktu tertentu. Jadwal kegiatan kerja praktik akan penulis lampirkan.
Mulai
Studi Literatur
Analisis Data
Validasi Data
Pembuatan
Laporan
Selesai
Mulai
Perhitungan VMCG
Perhitungan VMCA
Perhitungan Crosswind
Selesai
3.4 Kendala
Adapun kendala-kendala yang dihadapi oleh penulis selama kerja praktik di
PT. Dirgantara Indonesia seperti sulitnya pengumpulan data yang dibutuhkan
untuk menganalisis pesawat N-245, dikarenakan pesawat yang masih baru dalam
tahapan perancangan, perubahan studi kasus yang dilakukan penulis dikarenakan
beberapa faktor berdasarkan arahan dari pembimbing, kesulitan berkonsultasi
akibat kesibukan pembimbing dan banyak hal lainnya. Namun semua dapat
diselesaikan berkat bantuan dari pihak-pihak di PT. Dirgantara Indonsesia.
22
BAB IV
LANDASAN TEORI
1
Muhammad, Hari and Yazdi Ibrahim Jenie. 2014. Diktat Kuliah Dinamika Terbang Program
Studi Aeronautika dan Astronotika Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi
Bandung.
23
Pesawat terbang memiliki tiga sumbu putar, yaitu vertikal, longitudinal dan
lateral. Gerakan pesawat pada sumbu vertikal disebut yaw, pada sumbu lateral
disebut pitch dan pada sumbu longitudinal disebut roll. Lihat gambar 4.2 berikut.
Dari Gambar 4.3, dapat diketahui ada 3 pokok pembahasan gerak pesawat udara
dalam dinamika terbang yang meliputi beberapa hal antara lain:
1. Keseimbangan sikap pesawat udara. Dalam hal ini dibahas kemampuan
pesawat udara dalam menjaga kondisi seimbangnya, yaitu kondisi dimana
seluruh gaya dan momen yang bekerja pada pesawat udara tersebut saling
meniadakan. Dalam kondisi ini, pesawat udara terbang dengan sikap yang
konstan relatif terhadap tata acuan koordinat yang dipilih. Dalam istilah
penerbangan, kondisi seimbang ini disebut kondisi trim.
2. Kestabilan sikap pesawat udara. Dalam hal ini dibahas kemampuan pesawat
udara dalam mengembalikan dirinya ke sikap keseimbangan awalnya, bila
pesawat udara tersebut memperoleh gangguan luar ataupun dalam dari
kondisi seimbang atau trim tersebut. Kestabilan sikap pesawat udara ini dapat
ditimbulkan oleh karena karakteristik dinamik dari pesawat itu sendiri
ataupun karena dipaksakan oleh suatu sistem pegendalian kestabilan.
3. Keterkendalian sikap pesawat udara. Dalam hal ini dibahas kemampuan
pesawat udara dalam mengubah sikap dari satu sikap seimbang ke sikap
25
Dari Gambar 4.4, Zahm menyimpulkan bahwa letak c.g harus berada di
depan aerodynamic force dan pesawat akan membutuhkan apa yang dimaksud
dengan “longitudinal dihedral” untuk mendapatkan titik kestabilan. Untuk masa
sekarang, dapat kita lihat jika letak c.g telah berada didepan a.c, kemudian kita
butuh merefleksikan airfoil pada sudut serang positif untuk membuat pesawat
26
4.2.2 Pendahuluan
Untuk membuat pesawat dapat terbang dan mudah dikontrol maka harus
mempelajari tentang aircraft stability and control. Yang dimaksud kestabilan
adalah mampu kembali ke posisi stabil setelah mengalami gangguan. Gangguan
ini dapat disebabkan oleh gerakan pilot atau berasal dari fenomena di atmosfer.
Gangguan yang terjadi di atmosfer dapat berupa wind gust, wind gradient or
turbulent air. Sebuah pesawat harus dibuat dengan memiliki kestabilan yang
cukup sehingga pilot tidak cepat lelah akibat gangguan.
Ada dua kondisi yang diperlukan agar misi pesawat dapat terpenuhi.
Pesawat harus mampu untuk mencapai penerbangan yang setimbang dan harus
memiliki kapabilitas untuk manuver pada jarak yang jauh di ketinggian dan
kecepatan. Untuk mencapai kondisi setimbang atau kemampuan manuver,
pesawat harus dilengkapi kontrol untuk aerodinamika dan propulsi.
Dimana, v merupakan properti untuk ekor vertikal, sudut serang α pada ekor
vertikal dapat dirumuskan sebagai:
(4.2)
dimana :
σ = sidewash angle β = sideslip angle
Pada gambar 4.7 dapat dilihat bagaimana sudut sideslip dan sudut
sidewash. Sidewash angle disebabkan oleh bentuk aliran udara yang acak yang
berasal dari badan dan sayap pesawat. Momen yang dihasilkan oleh ekor vertikal
dapat didapat dari persamaan berikut :
Qv/Qw adalah rasio dari tekanan dinamis ekor vertikal dan wing. Kontribusi dari
ekor vertikal terhadap kestabilan direksional dapat diturunkan menjadi,
Cn v Vv .v .CL v .(1 ) (4.6)
Sehingga total dari yawing moment dan sideslip pesawat dapat menggunakan
persamaan :
CY a / c CY WB CY VTP (4.7)
dan
Cn a / c Cn WB Cn VTP (4.8)
pada perubahan gaya angkat yang terjadi di ekor vertikal berdasarkan jarak
defleksi rudder terhadap letak c.g.
Untuk defleksi rudder positif, sideforce positif terjadi di ekor vertikal dan
menghasilkan yawing momen negatif.
N l .S Q dCLv
Cn v v. v . r
Qw .S .b S .b Qw d r (4.9)
atau
dCLv
Cn Vv .v . r (4.10)
d r
Sv dCLv S
CY . r v .CLv (4.11)
S d r S
dCLv
Cn Cn r . r Vv .v . r Vv .CLv (4.12)
d r
atau
dCLv (4.13)
Cn r Vv .v .
d r
oleh mesin pesawat. Kondisi ini bisa terjadi oleh akibat kegagalan mesin ataupun
faktor cuaca, dan proses terjadi nya kegagalan bisa terjadi kapan saja, namun pada
pembahasan penulis, ada dua buah contoh assymetric power condition yaitu saat
melakukan take-off dan di udara.
Kondisi satu mesin mati ketika take-off sangat krusial, karena kondisi
pesawat harus tetap lurus dengan landasan sebelum melakukan lepas landas.
Assymetric power ini menyebabkan pesawat terjadi side slip moment sebesar
sudut β, dan kondisi satu mesin mati udara juga menjadi salah satu analisis dalam
mendesain ekor vertikal, kondisi ini menyebabkan terjadinya assymetric power
yang membuat pesawat terbang dengan memiliki sudut sideslip tidak sama dengan
nol, sehingga dibutuhkan defleksi rudder untuk menjaga agar pesawat dapat
terbang dengan lurus.
Suatu pesawat terbang dengan mesin mati satu harus memiliki
kecepatan minimal selama di darat dan udara, ini dikenal dengan VMCG dan
VMCA. VMCG adalah kecepatan minimum pesawat selama fase take-off dengan
keadaan mesin pesawat mati satu dan harus dapat dikontrol menggunakan
aerodinamika kontrol bukan menggunakan roda depan. Defleksi lateral harus
mampu menahan sampai ketinggian 30 ft untuk melakukan pemulihan, seluruh
konfigurasi pesawat selama take-off harus dipertimbangkan (FAR 25.149 (e)).
VMCA adalah kecepatan minimum pesawat di udara saat terjadi engine failure
dapat diatasi saat berat kritis dengan gaya dorong yang dihasilkan maksimal saat
terjadi engine failure (FAR 25.149 (b), (f), (g), dan (h)). Maka ada beberapa
kondisi yang harus diperhatikan:
a) Pesawat harus dipastikan selalu terbang lurus
b) Sudut bank yang diperbolehkan maksimal 5 derajat
c) Manuver pesawat tidak boleh yang terlalu berbahaya.
d) Pesawat harus mampu menghasilkan perubahan sudut serang sebesar 20
derajat
e) Gaya rudder yang dihasilkan tidak boleh melebihi 150 lbs
33
1. Perhitungan VMCG
Directional moment :
C β β C C C e g (4.14)
Untuk :
kemudian :
(4.15)
(4.16)
(4.17)
( )
( ) (4.18)
34
( )
(4.19)
( )
2. Perhitungan VMCA
M O
ρ. x
Directional Moment :
(4.20)
Lateral Moment :
(4.21)
Side Force :
(4.22)
Asumsi :
untuk :
Persamaan Akhir:
( - )
(4.24)
( - )
Dimana:
( )
( )
( )
( ) (4.25)
36
Dari persamaan di atas, Vxwind adalah kecepatan angin yang berasal dari
samping yang diasumsikan sebesar 30 knot, Va/p adalah kecepatan pesawat saat
melakukan approach. Jika pesawat terjadi sideslip maka dibutuhkan defleksi
rudder yang digunakan untuk mengubah pesawat agar tetap lurus terhadap
landasan. Dan dapat dihitung melalui persamaan berikut ini :
Directional Moment :
(4.29)
Lateral Moment :
(4.30)
Side Force :
(4.31)
38
untuk :
kemudian:
{ } (4.32)
Dimana:
( )
(4.33)
Karena hubungan non-linier antara rolling moment coefficient
(Cl) dan defleksi aileron, istilah ClDA.DA dalam persamaan 4.33
diatas didekati oleh ( ) yang akhirnya
memberikan persamaan 4.34 sebagai berikut:
(4.34)
( )
(4.35)
( )
, ( )- (4.36)
( )
Dimana:
( )
39
BAB V
PEMBAHASAN
40
41
Horizontal
Geometry Wing Vertical Tail
Tail
Area (m2) 61.08 17.00 13.50
Aspect Ratio 10.906 5.299 1.5
Taper Ratio 0.40 0.63 0.714
Sweep C/4 deg. 3.86 6.78 25.01
Incidence (deg.) 3 0,00 NA
Dihedral (deg.) 3 0,00 NA
Root T/C (%) 18 12 12
Tip T/C (%) 18 12 12
Root Chord (mm) 3060 2200 3500
Tip Chord (mm) 1224 1382 2500
MAC (mm) 2604 1822 3028
Span (mm) 25810 9492 4500
Tail arm (mm) NA 12326 11020
Tail volume Coefficient NA 1,317 0.094
NACA 653-218 NACA 64- NACA 641-
Airfoil
Mod X-20 A212 INV A012
three views drawing dari pesawat N-245 dapat dilihat pada Gambar 5.1, 5.2, dan
5.3.
Tabel 5.2 Data Hasil Wind Tunnel Test variasi Pesawat Terhadap Sideslip Angle β
Tabel 5.3 Data Hasil Wind Tunnel Test variasi Pesawat Terhadap Sideslip Angle β
(lanjutan)
Sumber : Data Wind Tunnel Test Pesawat N-245 buatan PT. Dirgantara Indonesia
Dari data pada tabel 5.2, dapat dilihat nilai koefisien sideforce, yawing
moment, dan rolling moment pada pesawat N-245 yang divariasikan terhadap
sideslip a gle β pada sudut -30 sampai dengan 30 derajat. Kemudian data tersebut
digambarkan pada grafik antara koefisien sideforce, koefisien yawing moment dan
44
45
koefisien rolling moment terhadap sideslip a gle β Maka didapatkan hasil yang
dapat dilihat pada gambar 5.4, 5.5, 5.6, dan 5.7.
CYWB vs Beta
0,5
0,4
0,3
0,2
Sideslip Angle
0,1
0
-40 -30 -20 -10 -0,1 0 10 20 30 40
-0,2
-0,3
-0,4
-0,5
CyWB
CyWBT vs Beta
0,8
0,6
0,4
Sideslip Angle
0,2
0
-40 -30 -20 -10 -0,2 0 10 20 30 40
-0,4
-0,6
-0,8
CyWBT
CnWB vs Beta
0,04
0,03
0,02
Sideslip Angle
0,01
0
-40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40
-0,01
-0,02
-0,03
CnWB
ClWBT vs Beta
0,5
0,4
0,3
0,2
Sideslip Angle
0,1
0
-40 -30 -20 -10 -0,1 0 10 20 30 40
-0,2
-0,3
-0,4
-0,5
ClWBT
Tabel 5.4 Nilai Gradien dari Koefisien Sideforce, Yawing Moment dan Rolling
pada kondisi Wing-Body dan Wing-Body-Tail
( )
Sumber : Data Wind Tunnel Test Pesawat N-250, PT. Dirgantara Indonesia
50
Clαv vs Beta
0,4
0,3
0,2
Slideslip Angle
0,1
0
-40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40
-0,1
-0,2
-0,3
-0,4
Clαv
Pada Gambar 5.8, dapat dilihat bahwa hubungan antara nilai koefisien
lift yang terjadi pada vertical tail terhadap sudut serang yang mempengaruhi
vertical tail yaitu sideslip a gle β berbanding lurus dengan besar sudut sideslip β.
Pada sudut sideslip β negatif, koefisien lift yang dihasilkan juga bernilai negatif
dan untuk sudut sideslip β positif, koefisien lift yang dihasilkan akan bernilai
positif. Semakin besar sudut sideslip β maka semakin besar pula nilai koefisien lift
yang dihasilkan, hal tersebut juga berlaku sebaliknya, semakin kecil sudut sideslip
β maka akan semakin kecil pula nilai koefisien lift yang dihasilkan. Tetapi nilai
koefisien lift mulai meningkat pada sudut -27 derajat hal ini menandakan bahwa
pada sudut tersebut pesawat mulai kehilangan kestabilan dan mengalami stall.
yaitu saat take-off dan saat di udara, dan memerlukan kondisi kecepatan minimum
pesawat saat di ground dan di udara, yang dikenal dengan VMCG dan VMCA.
GEOMETRI
PARAMETER SIMBOL NILAI SATUAN
Wing Area SW 61.08 m2
Vertical Area SV 13.5 m2
Temperature, ISA TISA 0 ˚C
Altitude H 0 ft
Air Density ρ 1.225 kg/m3
Wing Span b 25.81 m
Lateral engine position YENG -5.6 m
Panjang lengan MAC 0,25 lV0.25 11.02 m
Bank Angle ф 5 deg
Defleksi rudder DR -20 deg
Defleksi rudder saat crosswind DRx wind 15 deg
Operating Empty Weight OEW 12000 kg
Untuk parameter tambahan yang diambil dari data pesawat N-250 dapat
dilihat pada tabel 5.6.
GEOMETRI
PARAMETER SIMBOL NILAI SATUAN
SW 65 m2
Wing Area
SV 14.7 m2
Vertical Area
Koefisien lift vertical saat
CLvDR -0,0452444 /deg
defleksi rudder
Koefisien rolling moment
Clαv -0,05321699 /deg
vertical tail pada sudut α
Dari tabel 5.5 dan 5.6 dapat dilihat bahwa geometri pesawat N-250 dengan
N-245 sangat berbeda, tetapi untuk konfigurasi dan platform vertical tail
keduanya sama. Konfigurasi rudder pesawat N-250 menggunakan jenis double
hinge line sedangkan pesawat N-245 menggunakan jenis single hinge line rudder
maka perlu dilakukan penyesuaian agar konfigurasi vertical tail pesawat N-250
tersebut dapat diaplikasikan ke vertical tail pesawat N-245 dengan ketentuan nilai
CLvDR pesawat N-245 sebesar 65% dari nilai CLvDR pesawat N-250 yaitu sebesar
0,028741497 /deg.
Mulai
Variasi Vv
Hitung CnDR
Hitung VMCG
Grafik VMCG vs β
Selesai
Gambar 5.9 Flow Chart Untuk Menghitung Velocity Minimum Control Speed at
the Ground pada Asymmetric Power Condition
Diketahui :
Vstall = 96 knot dan VMCG ≤ 1,2Vstall = 115,2 knot
ENGINE DATA
4000
3500
3000
THRUST
2500
2000
y = 0,0004x3 - 0,1002x2 - 3,6979x + 3579,5
1500
0 35 70 105 140 175
SPEED (knot)
Gambar 5. 10 Grafik Engine data Pratt and Whitney PW127 pada Pesawat N-245
54
Dari grafik engine data pada gambar 5.10, dapat ditentukan nilai A, B,
C, dan D yang akan digunakan dalam melakukan perhitungan VMCG sebagai
berikut :
A = 0,0004
B = -0,1002
C = -3,6979
D = 3579,5
( )
2
Dari tabel 5.7, dapat dilihat pada masing-masing variasi vertical tail
volume coefficient (Vv), menghasilkan jumlah dan nilai iterasi VMCG yang
berbeda-beda. Meskipun nilai Vi pada masing-masing variasi vertical tail volume
coefficient (Vv) berbeda, tetapi hasil akhir iterasi VMCG akan tetap menuju ke
nilai VMCG yang semestinya, yang membedakan hanya jumlah iterasi yang
dihasilkan saja. Setelah dilakukan iterasi maka didapatkanlah nilai VMCG yang
dapat dilihat pada tabel 5.8.
Vv CnDR VMCG
(Vertical Volume) (1/deg) (knot) (m/s)
0,06 -0,0017245 121,51 62,5046
Dari tabel 5.8 dapat dilihat bahwa semakin besar nilai dari Vv nya,
semakin kecil VMCG yang dibutuhkan oleh pesawat untuk mengatasi One Engine
Inoperative (OEI). Tanda hijau adalah nilai kecepatan minimum (VMCG) pada
vertical tail volume coefficient (Vv) sesuai dengan kestabilan direksional pesawat
N-245 yaitu saat Vv 0,094. Sehingga dari tabel tersebut dapat ditampilkan hasil
berupa grafik seperti gambar 5.11.
57
Mulai
Variasi Vv
Hitung VMCA
Selesai
Diketahui :
CyWB CyWBT CnWB ClWBT CLαv Cyβ CyDR
Menghitung nilai :
( )
( ( ))
3
Atashgah, M. A. Amiri dan Pribadi, Gatot M. 2003. Vertical Tail Plane Sizing For ITTP-TC
Configuration 2A and 2B, PT. Dirgantara Indonesia dan HESA Iran Aircraft Manufacturing Co.
59
( )
( ) * +
[( ) ]
Vv VMCA
CnDR CnB CnB/CyB
(Vertical Volume) (knot)
0,06 -0,00173 0,0013435 -0,04444 124,4
0,07 -0,00201 0,0018757 -0,06204 116,7
0,072 -0,002069 0,0019821 -0,06556 115,1
0,08 -0,0023 0,0024079 -0,07964 109,9
0,094 -0,0027 0,0034722 -0,10428 101,8
0,1 -0,00287 0,0034722 -0,11484 98,6
0,12 -0,00345 0,0045366 -0,15004 89,0
4
Atashgah, M. A. Amiri dan Pribadi, Gatot M. 2003. Vertical Tail Plane Sizing For ITTP-TC
Configuration 2A and 2B, PT. Dirgantara Indonesia dan HESA Iran Aircraft Manufacturing Co.
60
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai vertical
tail volume coefficient (Vv) maka semakin kecil nilai VMCA yang dibutuhkan
pesawat tersebut. Tanda hijau adalah nilai kecepatan minimum (VMCA) pada Vv
sesuai dengan kestabilan direksional pesawat N-245 yaitu saat Vv 0,094.
Sedangkan pada konfigurasi Vv 0,07-0,08 diantaranya terdapat nilai koefisien
yang masih dalam batas aman sesuai dengan kriteria ≤ 1,2 Vstall pesawat N-245
yaitu pada konfigurasi Vv 0,072 yang ditandai dengan tanda warna kuning.
Sehingga dari Tabel 5.9 tersebut dapat ditampilkan menjadi grafik seperti gambar
5.13.
( )
[ ( )]
⁄ ( 5
6
⁄ ( )
TC dengan persamaan .7
⁄ ( )
5
Atashgah, M. A. Amiri dan Pribadi, Gatot M. 2003. Vertical Tail Plane Sizing For ITTP-TC
Configuration 2A and 2B, PT. Dirgantara Indonesia dan HESA Iran Aircraft Manufacturing Co.
6
Atashgah, M. A. Amiri dan Pribadi, Gatot M. 2003. Vertical Tail Plane Sizing For ITTP-TC
Configuration 2A and 2B, PT. Dirgantara Indonesia dan HESA Iran Aircraft Manufacturing Co.
7
Atashgah, M. A. Amiri dan Pribadi, Gatot M. 2003. Vertical Tail Plane Sizing For ITTP-TC
Configuration 2A and 2B, PT. Dirgantara Indonesia dan HESA Iran Aircraft Manufacturing Co.
Tabel 5. 13 Hasil perhitungan VMCA, β dan DA
Vv VMCA Thrust DA
BETA CL α ClWBT.B TC ClENG ClTOTAL
(Vertical Volume) (knot) (kg) (deg)
0,06 124,4 -1,4354 0,960246 3,69 0,027117 2268,998 -0,14525 -0,006 0,021124 -6,76923
0,07 116,7 -1,0593 1,090784 5,017 0,0200122 2354,191 -0,17119 -0,0022 0,017861 -5,64988
0,072 115,2 -0,9766 1,1194957 5,329 0,0184495 2365,915 -0,17658 -0,0159 0,002595 -2,4258
0,08 109,9 -0,6556 1,2309194 6,666 0,012385 2442,139 -0,20041 -0,0114 0,000955 -0,31038
0,094 101,8 -0,070 1,4341744 9,598 0,0013224 2541,416 -0,24299 -0,0289 -0,02756 8,40187
0,1 98,6 0,2075 1,5305074 11,734 -0,003921 2582,414 -0,26349 -0,0296 -0,03352 9,90051
0,12 89,0 1,19888 1,8745992 30,105 -0,022649 2705,762 -0,33815 -0,014 -0,03665 10,0488
62 62
63
Dari data pada tabel 5.10 dapat disimpulkan bahwa semakin besar
nilai vertical tail volume coefficient (Vv) maka semakin tinggi juga nilai sideslip
a gle β, defleksi aileron, sudut angle of attack seperti yang dapat dilihat pada
Gambar 5.13, Gambar 5.14 dan Gambar 5.15.
Vv vs β
0,12
0,1
Vv
0,08
0,06
0,04
-2 -1,5 -1 -0,5 0 0,5 1 1,5
β
Vv vs DA
0,14
0,12
0,1
Vv
0,08
0,06
0,04
-10 -5 0 5 10 15
DA
Vv vs Alpha
0,14
0,12
0,1
Vv
0,08
0,06
0,04
0 5 10 15 20 25 30 35
α
Mulai
Variasi Vv
Hitung βxwind
Hitung DA
Hitung ϕ
Hitung vxwind
Grafik Vv vs βxwind
Grafik Vv vs vxwind
Selesai
( )
8
Atashgah, M. A. Amiri dan Pribadi, Gatot M. 2003. Vertical Tail Plane Sizing For ITTP-TC
Configuration 2A and 2B, PT. Dirgantara Indonesia dan HESA Iran Aircraft Manufacturing Co.
66
( )
( )
Vv Vx wind
CNDR.DR βx wind DA ϕ
(Vertical Volume) (knot)
1 2 3 4 5 6
0,06 -0,025867347 48,3387 -83,7401 86,3425 93,2365
0,07 -0,030178571 28,2757 -72,5861 46,6551 59,1196
0,072 -0,031040816 26,4463 -71,3715 42,35512 55,5807
0,08 -0,034489796 21,5633 -67,8427 32,0659 45,8676
0,094 -0,04052551 17,2853 -64,3763 23,9389 37,0818
0,1 -0,043112245 16,1844 -63,4113 21,9354 34,7856
0,12 -0,051734694 13,8768 14,6669 17,8220 29,9314
Vv vs βx wind
0,14
0,12
0,1
Vv
0,08
0,06
0,04
0,02
0 10 20 30 40 50 60
βx wind
Vv vs Vx wind
0,14
0,12
0,1
Vv
0,08
0,06
0,04
0,02
0 20 40 60 80 100
Vx wind
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari pembahasan mengenai perancangan Vertical Tail Plane (VTP) pesawat
N-245 yang telah penulis lakukan selama kerja praktik ini dapat ditarik
kesimpulan :
1. Dalam menganalisis ukuran vertical tail pesawat diperlukan beberapa
perhitungan yaitu perhitungan oleh beberapa kasus yang diprediksi akan
terjadi sewaktu-waktu oleh pesawat seperti asymmetric power condition
saat di darat dan di udara serta untuk kondisi crosswind landing. Pada
pesawat N-245 buatan PT. Dirgantara Indonesia, untuk nilai vertical tail
volume coefficient (Vv) yang telah ditentukan yaitu 0,094. Berdasarkan
perhitungan nilai tersebut telah memenuhi persyaratan, yaitu dengan
nilai VMCG sebesar 101,52 knot atau 52,22 m/s dan VMCA 101,8 knot
atau 52,4 m/s yang memiliki nilai kurang dari sama dengan 1,2 Vstall
atau setara dengan 115,2 knot atau 59,26 m/s dan konfigurasi vertical
tail volume coefficient (Vv) ini dinilai masih dapat diperkecil hingga
nilai 0,07-0,08.
2. Untuk menentukan ukuran tail yang sesuai maka dalam hal ini penulis
melakukan dua analisis yaitu asymmetric power condition dan crosswind
landing, dan didapat nilai yang penulis rekomendasikan sesuai untuk
pesawat N-245 sebagai berikut :
a) Pada analisis kasus asymmetric power condition saat di ground dan
di udara, nilai vertical tail volume coefficient (Vv) yang sesuai
adalah 0,07-0,08. Namun penulis merekomendasikan untuk
menggunakan vertical tail volume coefficient (Vv) sebesar 0,072
dengan nilai kecepatan minimum VMCG 114,3 knot atau 58,8 m/s
dan nilai VMCA 115,2 knot atau 59,3 m/s dikarenakan pada vertical
tail volume coefficient (Vv) tersebut menghasilkan kecepatan yang
68
69
6.2 Saran
Pada laporan ini hanya dilakukan analisis terhadap kasus asymmetric power
condition dan crosswind landing. Namun pada kasus-kasus ini diasumsikan pada
kondisi yang telah disepakati oleh pembimbing di PT. Dirgantara Indonesia
sehingga profil vertical tail volume coefficient (Vv) yang didapat kurang
komprehensif. Hal ini mengakibatkan profil pesawat yang didapat hanya
70
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR PUSTAKA
Klein, J.C. and Robert S Nelson. BOEING “Stability and Control in Transport
ircraft esig ”.
Roskam, Jan. 2001. Airplane Flight Dynamics and Automatic Flight Controls
Part 1.
Atashgah, M. A. Amiri dan Pribadi, Gatot M. 2003. Vertical Tail Plane Sizing
For ITTP-TC Configuration 2A and 2B kerja sama PT Dirgantara Indonesia dan
HESA Iran Aircraft Manufacturing Co.
Muhammad, Hari and Yazdi Ibrahim Jenie. 2014. Diktat Kuliah Dinamika
Terbang Program Studi Aeronautika dan Astronotika Fakultas Teknik Mesin dan
Dirgantara Institut Teknologi Bandung.
xiv