Disusun Oleh :
NIM. 19040021
FAKULTAS TEKNOLOGI
KEDIRGANTARAAN
2022
HALAMAN PENGESAHAN PERUSAHAAN
Diajukan Oleh:
BAGUS ABI PARIKESIT
NIM: 19040021
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Kerja Praktik serta
laporan Kerja Praktik di PT. Avia Technics Dirgantara sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan.
Kerja praktik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui penerapan teori yang
diperoleh di bangku kuliah dalam dunia industry dan mendapatkan gambaran
mengenai suasana kerja di kalangan industri. Penulisan laporan Kerja Praktik ini
dibuat dalam rangka pertanggung jawaban penulis atas Kerja Praktik yang telah
dilaksanakn, terhitung sejak tanggal 1 April 2022 sampai dengan 1 juni 2022,
kegiatan tersebut dilaksanakan supaya mahasiswa memiliki pengalaman pada
dunia kerja. Penulis juga menyadari bahwa laporan kerja praktik ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun demi meningkatkan kualitas laporan ini, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan rasa terima kasih sebesarbesarnya kepada :
iii
7. Bapak Adhi Suwarso, sebagai Training Manager dan pembimbing di PT. Avia
Technics Indonesia.
8. Ibu Nurafiani Safitri, sebagai Staf Sumber Daya Manusia PT. Avia Technics
Indonesia.
9. Bapak Vlastimir Ristic, sebagai Bay Manager Station 1 PT. Avia Technics
Indonesia.
10. Bapak Bambang Setiawan, S. T., sebagai Deputy Bay Manager Station 1 di PT.
Avia Technics Indonesia.
11. Bapak Muchlis, Sebagai Team Leader 4 Bay Station 1 di PT. Avia Technics
Indonesia .
12. Bang Ilham Saputra , sebagai Pembimbing Lapangan di Team 4 di PT. Avia
Technics Indonesia.
13. Seluruh engineer, mekanik, dan karyawan PT. Avia Technics Indonesia yang
selalu membantu dan membimbing dalam melaksanakan kegiatan kerja praktik.
14. Teman-teman seperjuangan kerja praktik : Riyanda, Nabiel, Adinda, Abi,
Wahyudin, dan Wawan.
15. Bapak/Ibu para dosen Program Studi Teknik Mesin ITDA.
16. Keluarga, teman-teman, kakak tingkat Program Studi Teknik Mesin dan
semua pihak yang telah membantu dalam melaksanakan kerja praktik dan
penulisan laporan kerja praktik ini yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari, karya tulis ini masih banyak kelemahan dan kekurangannya.
Karena itu penulis terbuka menerima kritik dan saran.
iv
DAFTAR ISI
v
4.2.4. Penyesuaian Body Aileron kabel AA dan AB.................................30
4.2.5. Penyesuaian Kabel Wing Aileron ABSA dan ABSB.......................33
4.2.6. Kembalikan Pesawat Seperti Semula...............................................35
4.2.7. Gambar AMM Figure 501-502........................................................36
BAB V PENUTUP................................................................................................40
5.1. Kesimpulan...............................................................................................40
5.2. Saran.........................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................42
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Pesawat terbang merupakan suatu kemajuan teknologi yang sangat luar biasa
bagi dunia. Sejak manusia mulai menemukan cara untuk dapat terbang maka
kemajuan teknologi dunia semakin pesat pula, hal ini disebabkan dengan adanya
pesawat terbang sehingga koneksi / hubungan antara negara- negara di dunia
semakin mudah. Dalam data statistik transportasi udara tertulis jumlah total
pesawat terbang berdasarkan sertifikat penerbangan (OC 91, AOC 135, PSC 141
dan FASI) menurut jenis pesawatnya adalah sebanyak 314 unit pesawat (BPS,
2019). Namun pesawat terbang merupakan salah satu pilihan transportasi
masyarakat untuk berpindah tempat. Konsep yang digunakan pesawat untuk dapat
terbang adalah dengan adanya sayap dan engine. (Sumber : A Bagaspati · 2020
“latar belakang pesawat terbang”)
Flight Control System pada Pesawat Terbang terbagi menjadi dua kategori.
Kategori pertama ialah Primary Flight Control yang meliputi Ailerons, Elevator
atau Stabilizer, dan Rudder, lalu terdapat Secondary Flight Control meliputi
Wing Flaps, Leading Edge Devices, Spoilers dan Trim Systems.
Pada Aileron System ada dua bilah permukaan yang berada di sisi sayap
kanan dan di sisi sayap kiri. Penempatan aileron berada di trailing edge sayap
pesawat. Fungsi dari aileron adalah untuk gerak pesawat miring kiri dan miring
kanan (Rolling) terhadap sumbu longitudinal axis. Untuk mengontrol gerak
aileron menggunakan control stick. Cara kerja, jika pesawat ingin rolling ke
kanan, maka pilot akan menggerakkan control stick ke kanan dan aileron sebelah
kanan mengangkat ke atas dan yang kiri mengarah ke bawah. Tetapi sudut
ge1rak
ke atas dan ke bawah berbeda, jika ke atas 20°, maka yang ke bawah hanya
setengahnya saja yaitu 10° dan gerak tersebut disebut differential.
Untuk memaksimalkan kinerja pada Aileron, kita harus mengatur atau Aileron
Cables Adjustment pada bagian actuator, tidak sembarangan untuk adjustmentnya
karena akan berdampak pada pesawat, jadi untuk Aileron adjustment pada bagian
actuator kita menggunakan Aircraft Maintenance Manual sesuai dengan prosedur
2
1.2. Tujuan Kerja Praktik
Adapun beberapa tujuan dari kerja praktik, yaitu:
1. Mendapatkan pengalaman kerja sebelum memasuki dunia kerja
2. Menambah kemampuan dalam hal menyelesaikan pekerjaan
3. Mengetahui prinsip kerja spoiler pada pesawat Boring 737-600/700/800NG
4. Mengetahui cara mengatur aileron sesuai dengan prosedur yang
ditentukan
3
g. Menjadi langkah awal dalam salah satu syarat dalam
penyusunan Tugas Akhir, untuk menempuh jenjang Strata
Satu (S1) Teknik Mesin.
1.3.2. Bagi Perguruan Tinggi
a. Dapat menguji sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam
mengaplikasikan teori dengan kenyataan dilapangan.
b. Mempersiapkan mahasiswa supaya mempunyai pengalaman
sebagai modal untuk dunia kerja.
c. Sebagai media komunikasi antara kampus ITDA dengan
pihak PT. Avia Technics Dirgantara untuk membuka peluang
bagi mahasiswa untuk melakukan kegiatan kerja praktik.
1.3.3. Bagi Perusahaan
Jangka waktu pelaksanaan kerja praktik ini telah diuraikan dan diatur oleh
pengelola Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Dirgantara Adisutjipto
Yogyakarta selama dua bulan. Untuk kegiatan kerja praktik kali ini, diharapkan
dapat dilaksanakan pada:
4
1.5. Sistematika Laporan
Untuk memberi gambaran secara garis besar, dalam hal ini dijelaskan isi dari
tiap-tiap bab dari laporan ini. Sistematika penulisan dalam pembuatan laporan ini
adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran yang diperoleh dari
hasil selama melakukan kegiatan On the Job Training.
5
BAB II
TINJAUAN PERUSAHAAN
6
PT Avia Technics Dirgantara menyediakan layanan pemeliharaan Base
maintenance dan Line Maintenance. Layanan antara lain pengecekan secara
menyeluruh terhadap pesawat, penggantian alat pendaratan, penggantian mesin,
pengetesan non-destruktif, perbaikan komposit, perbaikan struktur, inspeksi
struktur, modifikasi kelestrikan pesawat dan rangka utama.
Perusahaan juga menyediakan layanan pasokan, perbaikan dan manajemen
suku cadang dan komponen, termasuk avionik, alat pendaratan, unit tenaga
tambahan, roda, rem dan suku cadang. Perusahaan juga melakukan perbaikan
mesin serta penjualan dan penyewaan mesin.
Dan juga Divisi pelatihan perusahaan memberikan pelatihan teknis,
termasuk pelatihan pemeliharaan basis dan pelatihan tipe pesawat, serta pelatihan
di bidang kedirgantaraan.
Visi :
Misi :
Values :
a. Patnership
b. Ownership
c. Continuous
d. Improvement pasive
e. Attitude respect
7
2.3 Struktur Organisasi Perusahaan
1) Hangar Pesawat
8
PT Avia Technics Dirgantara memiliki hangar seluas 9000m2 yang
merupakan hangar pertamanya di Indonesia. Tempat ini mengkomodasi pesawat
ukuran sedang seperti : Boeing 737-NG dan Airbus A320 Family. FL Technics
memiliki 3 bay station, setiap bay memiliki 1 team avionic dan 3 team airframe.
3) Logistic Room
9
Gambar 2.6 Planning Engineering Room PT. Avia Technics Dirgantara.
Tempat untuk mengatur prosedur dengan cara yang tepat untuk menyelesaikan
proyek tepat waktu, akurat dan sesuai anggaran.
6) Dress Room
10
Gambar 2.8 Dress Room PT. Avia Technics Dirgantara.
Ruang yang digunakan para karyawan dan staff untuk mengganti pakaian dan
menyimpan barang yang dibawanya, atau biasa juga digunakan untuk beristirahat.
8) Tools Store
11
2.5 Alamat Perusahaan
Gambar 2.10 Alamat PT. Avia Technics Dirgantara Tampak Google Maps
12
BAB III
KEGIATAN KERJA
3.1 Maintenance
1. Pada bagian ini berisi tentang batas kelayakan penerbangan yang telah
disetujui oleh type certification authority.
2. Pada waktu mendaftar, batas waktu rekomendasi ditentukan oleh pabrik
untuk perbaikan dan perawatan seluruh komponen maupun bagian-
bagiannya.
3. Pada perawatan, akan lebih baik dilakukan pada pemindahan bagian
pesawat yang diterangkan lebih jelas pada Component Maintenance
Manual ( CMM ).
13
4. Perbaikan dan perawatan mengacu pada waktu Cycle dan lainnya.
Penjumlahan pada masing-masing komponen diabaikan dengan mengacu
pada nilai yang terjumlah/terakumulasi pada pesawat.
1. Transit Check
Merupakan pemeriksaan pesawat yang dilakukan ketika pesawat
sedang singgah/transit pada tempat tertentu dimana saja (out station or in
station) yang dilakukan setiap 50 flight hours. Pemerikasaan ini untuk
memeriksa sistem keamanan,interior kabin dan penampilan pesawat guna
memastikan pesawat tidak mengalami kerusakan struktur, tidak ada
kebocoran pada sistem hidrolik dan sebagainya. Apabila semua sistem
berfungsi secara baik dan benar, kemudian dilanjutkan dengan
memasukkan (input) data pada Aircraft Maintenance Log Book.
2. Daily Check
Dilaksanakan dalam 1x24 jam setelah daily check sebelumnya dan
dilakukan ketika pesawat mempunyai waktu berbeda didarat sekitar 4
jam atau lebih setiap harinya. Kegiatannya antara lain pemeriksaan secara
visual terhadap susunan landing gear, dan brake system, hydraulic
system, dan cabin pressure, flight control, auxiliary power unit (APU),
penambahan oli mesin dan minyak hidrolik, pemeriksaan terhadap
Foreign Object Damage (FOD) pada struktur dan mesin pesawat. Daily
Check hanya berlaku untuk 24 jam berturut-turut pada suatu pesawat, bila
14
pesawat dijadwalkan untuk beroperasi secara terus-menerus dan tidak ada
waktu untuk melaksanakan daily check atau berada didarat kurang dari 1
jam, maka daily check bisa digantikan dengan transit check.
3. Weekly Check
Pemeriksaan ini dilakukan setiap 7 hari kalender, pemeriksaan ini
pada dasarnya adalah daily check yang ditambah dengan operational
check terhadap beberapa sistem dan tugas perawatan kabin.
4. A-Check
Mengikuti jadwal program perawatan yang dipakai oleh operator,
termaksud didalamnya adalah daily check. Yang dilakukan pada
pemeriksaan ini antara lain adalah pemeriksaan pada bagian interior dan
eksterior pesawat udara, dilakukannya NDT (Non Destructive Testing)
pada komponen tertentu dengan menggunakan X-Ray, Borescope dll.
5. B-Check
Merupakan pemeriksaan yang lebih rinci dibandingkan dengan A-
Check. Kebanyakan berupa kegiatan pembersihan, penggantian oli,
minyak hidrolik dll. Jarak waktu/interval biasa dilakukan setiap 6 bulan
sekali, karena dianggap kurang efektif secara ekonomis dan operator
perusahaan penerbangan nasional, maka tugas perawatan ini tidak
dilakukan dan sebagian tugasnya dialihkan kedalam A-Check maupun C-
Check, dan hal bisa dibenarkan oleh pihak manufaktur.
6. C-Check
Pemeriksaan komperehensif dengan pelepasan komponen sistem
utama seperti engine dan landing gear. Pemeriksaan ini terdiri dari
pemeriksaan komponen dan sistem pesawat secara individu guna
mengetahui kondisinya. Inspeksi ini memerlukan perlengkapan test dan
tingkat keahlian yang khusus guna mendeteksi adanya keretakan (crack)
ataupun korosi.
7. D-Check
Pemeriksaan lebih komperehensif pada struktur pesawat untuk
mendeteksi adanya keretakan, kelelahan struktur dan kerusakan-
kerusakan
15
lainnya. Pada pemeriksaan ini struktur utama pesawat seperti
wing,empenage, control surface yang dilepas. Dilakukan overhaul besar-
besaran seperti refurbish kabin beserta susunan interiornya, penggantian
APU dll.
16
(b)Penanggalan (calendar time) merupakan penentuan dasar pemeriksaan
tanggal manufaktur pada pesawat terbang. Toleransi perawatan tidak
dijumlahkan keadaan penngecekan pemeliharaan tambahan.
(c)Jarak perawatan lainnya boleh dicantumkan kedalam waktu
perhitungan penanggalan (calendar time), putaran terbang (flight
cycle/landing), jam terbang (flight hours), dan jika ada pemeriksaan.
(d)Sebagai tambahan, parameter yang lain seperti pada flight cycle
(landings), engine cycle, calendar time, saat pergantian komponen,
rekomendasi dari manufaktur atau vendor mungkin dapat digunakan
untuk menjadi acuan frekuensi jadwal perawatan.
17
f) Lubrication and Servicing (LU) & (SV) : Kegiatan pelumas dan
perbaikan pada suatu item dengan tujuan untuk perawatan agar
kemampuan dalam beroperasi agar handal dan terjaga.
g) Operational Check (OP) : Suatu tugas untuk menentukan apakah
item tersebut masih memenuhi fungsinya. Tidak memerlukan
penjumlahan kuantitatif. Ini adalah suatu tugas untuk menentukan
kerusakan.
h) Restoration (RS) : Suatu pekerjaan pada pesawat yang diperlukan
untuk mengembalikan fungsi standar kedalam bentuk awal untuk
perbaikan selanjutnya.
i) Schedule Intervals : Schedule Intervals mungkin ketentuannya
bisa berubah dilihat dari pengalaman perbaikan atau modifikasi
pada komponen item. Oleh sebab itu persetujuan haruslah
diberikan oleh pihak otoritas yang bertanggung jawab. Perubahan
jadwal mungkin akan mengusulkan ( penambahan/pengurangan
waktu ) kepada pihak manufaktur atau operator.
j) Sampling Program : Adalah pada komponen utama untuk
sampling program haruslah dikembalikan lagi kepada pihak
manufacture untuk melaksanakan pengujian dan evaluasi lebih
lanjut.
k) In-Servicing Failure Report : Adalah pihak operator diperbaikan
yang berpengalaman terhadap kerusakan haruslah memberikan
laporan kepada manufaktur untuk evaluasi dan investigasi lebih
lanjut. Laporannya haruslah berdasarkan seluruh keperluan
informasi mengenai hubungan dan komponen data.
1. Hard Time ( HT )
Merupakan proses perawatan yang menerapkan bahwa setiap
komponen memiliki umur maksimum yang didasarkan pada jam
18
terbang, flight cycle, jarak penerbangan dan juga overhaul. Bila umur
19
tersebut telah sampai pada waktunya maka komponen tersebut akan
dilepas apapun kondisinya, hard time berfungsi untuk mencegah
kegagalan fungsi ( functional failure ).
Filosofinya adalah :
a) Rusak tidak harus diganti pada waktu yang telah ditentukan.
b) Perawatan berkala atau tidak rusak.
c) Tingkatan dari pengecekan adalah „ caution „ berupa peringatan
2. On Condition ( OC )
Merupakan proses perawatan yang dilakukan untuk mencegah
functional failure, metode yang dilakukan adalah komponen secara
periodik d iinspeksikan sehingga memenuhi standart safety dan layak
terbang. Metode yang biasa dilakukan adalah inspeksi secara visual,
pengujian tidak merusak, jika inspeksi pemeriksaan yang dilakukan
menilai cukup pada kondisi dan daya tahan terhadap failure dari part
untuk menjamin suatu keadaan yang terus-menerus layak terbang
hingga jadwal inspeksi berikutnya, maka part tersebut dikategorikan
sebagai on condition Filosofinya adalah :
a) Jika keadaan dari komponen tersebut dibawah performance
standart, maka diambil tindakan yang diperlukan.
b) Komponen tak perlu diganti dan dapat digunakan kembali dari
workshop, selama desire performance tercapai.
3. Condition Monitoring ( CM )
Merupakan proses perawatan dimana data mengenai alat-alat atau
komponen dalam suatu sistem dapat dianalisa guna mendapat indikasi,
apakah perlu tindakan-tindakan tertentu atau tidak. Dalam
Conditioning Monitoring Maintenance ini kegagalan ( failure ) dapat
dibiarkan terjadi tindakan yang hanya ditentukan oleh analisa
berdasarkan informasi mengenai pengalaman operasi. Berikut syarat
komponen yang masuk kategori Conditioning Monitoring : Usia pakai
tidak dapat diprediksi dan penggantiannya tidak dapat menambah usia
pakainya (
20
useful life ) dan kegagalan ( failure ) tersebut tidak akan langsung
membahayakan keselamatan penerbangan. Filosofinya adalah :
a) Harus dipertahankan kondisinya.
b) Tidak ada task atau removal.
c) Tingkatan untuk pengecekan adalah „ advisory „ berupa nasihat
Kutipan (Priyo Baliyono,”Aircraft Maintenance”, 2017)
21
Page block 001 – 099, berisi mengenai deskripsi dari sistem yang
ada di pesawat (description and operation)
Page block 101 – 199, berisi mengenai langkah – langkah untuk
troubleshooting
Page block 201 – 299, untuk prosedur Maintenance Practice
Page block 401 – 499, untuk prosedur pemasangan dan pelepasan
komponen (Removal & Installation)
Page block 501 – 599, untuk prosedur untuk pengaturan
(Adjustment)
Page block 601 – 699, untuk prosedur inspeksi (Inspection) dan
Page block 801 – 899, untuk prosedur perbaikan (Repair)
22
pesawat (doors).SRM adalah dokumen yang non customized,
sehingga hanya ada satu dokumen untuk tipe pesawat yang sama.
5) SWPM(Standar Wiring Practices Manual)
SWPM memberikan informasi mengenai standar praktis
penanganan wiring di pesawat.SWPM akan memberi informasi
mengenai jenis-jenis wiring (kabel) yang terpasang, dan juga
prosedur pemasangan wiring tersebut di pesawat, karena jenis
wiring yang berbeda juga mempunyai prosedur pemasangan yang
berbeda.
Kutipan(Agus Prasetyo, 2011), “Dokumen Perawatan Pesawat
Terbang”
23
BAB IV
TUGAS KHUSUS
Jika seorang pilot ingin melakukan roll atau bank atau berguling kekanan, maka
yang dilakukan oleh pilot adalah : menggerakan stick control atau tuas kemudi ke arah
kanan, sehingga secara mekanik akan terjadi suatu pergerakan di mana aileron sebelah
kanan akan bergerak naik dan aileron kiri bergerak turun. Pada wing kanan dimana
aileron up akan terjadi pengurangan lift (gaya angkat) hal ini dikarenakan aileron yang
naik menyebabkan kecepatan aliran udara di permukaan atas wing berkurang (karena
idealnya aliran udara di atas airfoil lebih cepat daripada di permukaan bawah, sehingga
timbul Lift) sehingga sayap kanan kehilangan lift (gaya angkatnya) yang menyebabkan
wing kanan turun. Sedangkan pada wing sebelah kiri, aileron yang turun menyebabkan
tekanan udara terakumulasi dan mengakibatkan wing kiri naik. Begitu juga sebaliknya
jika pilot menginginkan pesawatnya melakukan roll ke sebelah kiri.
24
4.2 Proses Aileron Cables Adjustment
Alasan kenapa Aileron mesti di adjusment, karena bisa jadi salah satu
faktornya adalaha komplain dari pilot disaat cruising cenderung berbelok ke kiri
tetapi control coloum posisi berada netral . Dan sudah seharusnya Aileron di re-
adjustment/di atur kembali, sesuai prosedur.
A. Umum
(1) Sebelum Anda melakukan penyetelan kabel, izinkan minimal satu
jam pada suhu lingkungan konstan ±5°F (±2.8°C) agar suhu
badan pesawat menjadi stabil.
(a) Nilai tegangan kabel tidak akan benar jika ada perbedaan suhu di
sepanjang kabel .
(2) Direkomendasikan agar pesawat yang dilengkapi dengan kabel yang
mengandung lapisan seng lebih tinggi (Kelas D) dikencangkan
kembali 3 hingga 4 bulan ke dalam layanan. Ini akan membawa
ketegangan kabel kontrol dalam kisaran yang diinginkan. Setelah
kabel dikencangkan kembali, kabel seng tinggi (Grade D) akan terus
mengendur pada kecepatan yang setara dengan kabel Grade B..
(3) Direkomendasikan agar rakitan kabel di setiap sisi loop kabel diganti
pada saat yang sama waktu menggunakan bahan kelas kabel yang
sama untuk meminimalkan relaksasi asimetris
4.2.1. Peralatan/Perlengkapan
CATATAN: Bila lebih dari satu nomor bagian alat terdaftar di bawah nomor
"Referensi" yang sama, alat yang ditampilkan bergantian satu
sama lain dalam seri pesawat yang sama. Nomor bagian alat yang
diganti atau tidak dapat diperoleh didahului dengan "Opt:", yang
merupakan singkatan dari Optional.
25
2. Kabel Tensiometer, Tegangan Tinggi (200 lbs ke atas) COM-1554 737-
800 900ER Bagian #: 102-03120 Supplier: 21844 Bagian #: ACM-
300 Supplier: 13331 Bagian #: ACM-600 Supplier: 13331 Bagian #: T5-
8008-106-00 Supplier: ON8U4 Bagian #: T60-1001-C9-1ASupplier:
ON8U4
A. Tensitron ACX-1
Tensitron ACX-1 Adalah alat Digital Tension Meter untuk Kabel
Pesawat, seri ACX-1 digunakan untuk memeriksa tegangan kabel
pesawat dari diameter 2 hingga 4,5mm, Tegangan hingga 226 Kg.
Instrumen ini sangat akurat, presisi tinggi dan mudah digunakan.
26
Gambar .4.3 Tensitron Cable Diameter Gauge
27
NOTE : Alat ini satu paket dengan Tensitron ACX-1, dan fungsinya
untuk mengukur diameter kabel
3. Turnbuckle Chain
Turnbuckle adalah alat yang digunakan untuk mengatur
ketegangan sling. Sling yang dimaksud adalah Wire Rope Sling, Chain
Sling, Rope Sling, Webbing Sling dan alat lain yang membutuhkan
pengaturan ketegangan.
(Sumber: https://www.aeroforgetooling.com/boeing-licensed-tooling/f70207-109)
28
4.2.2. Mempersiapkan untuk Adjustment
1. Jika pin downlock tidak terpasang pada semua roda pendarat, lakukan
tugas ini: Pemasangan Pin Downlock Landing Gear Pada AMM.
2. Jika Anda mengatur kabel AA dan AB atau kabel ACBA dan ACBB,
buka panel akses ini: Pintu Akses Depan Nomor Nama/Lokasi 112A
4. Lepaskan pelindung.
29
4.2.3. Penyesuaian Kabel Transfer Aileron ACBA dan ACBB
(1) Pastikan roda kendali kapten dan CO pilot dalam posisi netral:
(a) Beri tekanan pada sistem hidraulik A dan B, lakukan tugas ini:
Sistem Hidraulik A atau B, dinonaktifkan
(c) Lepaskan daya dari sistem hidraulik A dan B, lakukan tugas ini:
Sistem Hidraulik A atau B di nonaktifkan.
(2) Pasang Straight Edge, SPL-1671, di ujung atas kedua Control wheel
(3) Pastikan salah satu ujung roda kendali CO pilot tidak lebih dari 0,20 inci
(5,1 mm) dari straight edge.
(5) Jika Anda memasang kabel baru ACBA dan ACBB, lakukan langkah-
langkah berikut untuk menyetel kabel :
(a) Sesuaikan kabel hingga Anda dapat dengan mudah memasang
dan melepas pin rig A/S-1A, dari kit pin rigging, dalam
mekanisme transfer aileron.
30
(c) Lepaskan Streight Edge, SPL-1671, dari Control wheel
(1) Jangan memutar roda kendali lebih dari 100 derajat dari
posisi netral.
(7) Jika kabel ACBA dan ACBB bukan baru, lakukan langkah-langkah
berikut untuk menyetel kabel:
31
(d) Operasikan Control wheel pilot dua sampai tiga kali.
(8) Pastikan Anda dapat dengan mudah memasang dan melepas pin rig A/S-1
dan A/S-1A, dari kit pin rigging, SPL-1585, dalam mekanisme transfer
(Gambar 501). AMM
(a) Untuk menyetel kabel agar pas dengan pin rig, kendurkan satu
kabel dan kencangkan kabel lainnya dengan jumlah yang sama.
(9) Pasang straight edge, SPL-1671, pada control wheel pilot dan CO pilot
(a) Pastikan ujung atas control wheel menyentuh tepi lurus, SPL-
1671.
(b) Pastikan bahwa salah satu ujung control wheel CO pilot tidak
lebih dari 0,20 inci (5,1 mm) dari tepi lurus, SPL-1671
(10) Ukur tegangan kabel. Pastikan tegangan untuk kabel ACBA dan
ACBBtidak melebihi toleransi.
32
(1) Beri tekanan pada sistem hidraulik A dan B, lakukan tugas ini: Sistem
Hidraulik A atau B,
(3) Lepaskan daya dari sistem hidraulik A dan B, lakukan tugas ini: sistem
Hidraulik A atau B dinon-aktifkan,
(4) Pastikan bahwa cam follower roller terpasang ditengah dengan benar
pada cam detent (Gambar 505). AMM
(5) Jika Anda memasang kabel baru AA dan AB, lakukan langkah-langkah
berikut untuk menyetel kabel (Gambar 502): AMM
(a) Setel kabel hingga Anda dapat dengan mudah memasang dan
melepas pin rig A/S-1 dan A/S-1A, dari kit rigging pin, SPL-
1585, dalam mekanisme transfer aileron (Gambar 501).
(8) Pin rig A/S-3 di poros spoiler Pin rig A/S-4 di drum bus aileron Pin rig
A/S-15 di aktuator trim aileron Pin rig A/S-1 dan A/S-1A dalam
mekanisme transfer aileron.
(9) Jika Anda tidak dapat dengan mudah memasang dan melepas pin rig
A/S-3,pin rig A/S-4, pin rig A/S-15, pin rig A/S-1 atau pin rig A/S-1A ,
sesuaikan kabel AA dan AB:
(11) Pasang tepi lurus, SPL-1671, pada control wheel pilot dan CO pilot.
(a) Pastikan ujung atas control wheel menyentuh straight edge, SPL-
1671.
(b) Pastikan bahwa salah satu ujung roda kendali CO pilot tidak lebih
dari 0,20 inci (5,1 mm) dari tepi lurus, SPL-1671.
1) Pastikan pogo dan power control unit disetel dengan benar sebelum Anda
melakukan penyetelan wing cables
(a) Lakukan tugas ini: Penyesuaian Pogo dan Power Control Unit
(PCU),
(2) Pasang pin rig A/S-4, dari kit pin rigging, SPL-1585, di drum bus
aileron.
(3) Jika Anda memasang kabel baru ABSA dan ABSB, lakukan langkah-
langkah sesuai prosedur Di AMM gambar no 502
35
d) Kurangi tegangan pada kabel untuk mendapatkan beban kabel
yang ditentukan untuk kabel ABSA dan ABSB
(5) Jika kabel ABSA dan ABSB bukan baru, lakukan langkah-langkah
berikut untuk menyetel kabel ABSA dan ABSB:
(6) Pasang pin rig A/S-4, dari kit pin rigging, SPL-1585, di drum bus aileron.
kabel chsion puluhan atau lesi rendah.
36
(7) Pastikan aileron dalam posisi rig
CATATAN: Posisi rig aileron diukur 3,0 ±0,1 inci (76,2 ±2,5 mm) di
depan buritan, sudut dalam dari panel bawah tetap, dan 3,0
±0,1 inci (76,2 ±2,5 mm) di depan dari belakang,
sudut luar aileron. Di lokasi ini, jarak antara permukaan
dibawah panel tetap dibawah dan permukaan bawah
aileron harus 0,19 ±0,03 inci (4,83 ±0,76 mm).
(a) Jika aileron tidak pada posisi rig, setel turnbuckle pada setiap
kabel
END OF TASK
37
4.2.7 Gambar AMM Figure 501 dan 502
38
Gambar 4.7 Rig Pin Location C/D/E
39
Gambar 4.8 Aileron Cable adjustment B
40
Gambar 4.9 Aeliron Cable Adjustment A
41
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
42
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan setelah melaksanakan kerja
praktik,seperti:
1. Mempersiapkan diri sebaik mungkin dengan niat dan kemauan.
2. Bersikap ramah, disiplin dan penuh tanggung jawab selama
melaksanakan kegiatan kerja praktek
3. Perbanyak melakukan bimbingan kepada pembimbing yang ada
diperusahaan.
4. Dalam pelaksanaan kegiatan, Selalu mengutamakan keselamatan
kerja
43
DAFTAR PUSTAKA
https://www.anakteknik.co.id/117297178981629454631/articles/sebelum-jadi-
pilot-kenali-primary-flight-control-pada-pesawat
http://berita.smk-mapen.com/post/liteasi-kelas-x-bagian-bagian-pesawat-dan-
fungsinya
44
Turnbuckle Tools
https://aircraft-tool.com/shop/detail.aspx?
id=TB01&AspxAutoDetectCookieSupport=1
45