Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan
anugerahnya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktik yang
berjudul:
“Studi Improvement Elevator Horn pada Horizontal Tail Plane (HTP)
Pesawat N219 di PT. Dirgantara Indonesia”
Laporan kerja praktik ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh
untuk menyelesaikan Program Sarjana di Program Studi Teknik Mesin, Jurusan
Teknologi Industri dan Proses, Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Balikpapan.
Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor Institut Teknologi Kalimantan, Prof. Ir. Budi Santosa, M.S., Ph.D yang
telah memberi izin penulis untuk melakukan kerja praktik.
2. Ibu Illa Rizianiza, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing pada kegiatan kerja
praktik.
3. Bapak Faisal Manta, S.T., M.T. selaku Koordinator Kerja Praktik Program
Studi Teknik Mesin Jurusan Teknologi Industri dan Proses ITK.
4. Bapak Andi Idhil Ismail, Ph.D. selaku Koordinator Program Studi Teknik
Mesin Jurusan Teknologi Industri dan Proses ITK ITK.
5. Orang tua dan keluarga penulis yang selalu mendukung dan memberikan
nasehat serta pengarahan dalam menjalani kehidupan.
6. Bapak Ir. Arief Wijaya selaku Manajer Divisi Integrasi Rancang Bangun (DC-
1000) PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Bandung.
7. Ibu Nunuk Nurdyastuti selaku Supervisor Division of Design Centre PT.
Dirgantara Indonesia (Persero).
8. Bapak Dwi Yugiantoro selaku pembimbing lapangan yang telah menjadi
pembimbing di PT. Dirgantara Indonesia (Persero) selama penulis melakukan
kerja praktik.
9. Para karyawan di unit DC 1000 PT. Dirgantara Indonesia, Pak Sahmudin, Pak
Dadang, dan pak Basir yang telah membantu dan membimbing penulis selama
melaksanakan kerja praktik.
i
10. Bapak Yitno, Ibu Ratna, Mas Himpu dan Mas Aziz yang telah membantu
penulis mengumpulkan data-data laporan yang dibutuhkan.
11. Achmad Ryan Perdana, selaku rekan kerja praktik penulis.
12. Pihak-pihak lain yang banyak membantu selama keberlangsungan kerja praktik
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kerja praktik ini masih jauh dari
sempurna, karena itu penulis mengharapkan segala kritik dan saran yang
membangun. Semoga kerja praktik ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Atas
perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
3.1.1 Divisi Pusat Pengembangan Teknologi ....................................................... 21
BAB IV ................................................................................................................. 23
iv
DAFTAR GAMBAR
v
Gambar 4.19 Grafik Hinge Moment Elevator Terhadap Sudut Elevasi ............. 43
Gambar 4.20 Prinsip Kerja Horn pada elevator (tampak samping) ................... 45
vi
DAFTAR TABEL
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1. Menciptakan hubungan antara dunia industri dan perguruan tinggi, dimana
Institut Teknologi Kalimantan adalah sebuah Institut Teknologi yang
masih baru, serta mempertimbangkan faktor output perguruan tinggi yang
merupakan sumber daya manusia dalam dunia industri.
2. Sebagai perwujudan peran serta dunia industri dalam memberikan
kontribusinya pada sistem pendidikan nasional.
3. Membuka wawasan mahasiswa agar dapat mengetahui dan memahami
aplikasi ilmunya di dunia industri.
4. Sebagai sarana pembelajaran sosialisasi dalam lingkungan dunia kerja.
5. Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui sistem kerja di dunia
industri sekaligus mampu mengadakan pendekatan masalah yang ada.
2
1. Mahasiswa mempunyai keterampilan dalam berkomunikasi dan bekerja sama
didunia kerja.
2. Mahasiswa terampil menyusun laporan kegiatan yang kaya muatan namun
ringkas, komunikatif, dan sistematis sesuai dengan konten pelaksanaan
kegiatan.
3. Mahasiswa terampil mengkomunikasikan dan mempresentasikan hasil
pelaksanaan kegiatan secara lisan kepada pembimbing internal maupun
eksternal.
4. Mahasiswa terampil dalam beradaptasi untuk langsung terjun langsung di
dunia kerja
5. Mahasiswa mengetahui dan memahami kegiatan pada bidang aerodinamika
di PT. Dirgantara Indonesia.
3
BAB II
GAMBARAN UMUM PT. DIRGANTARA
INDONESIA
4
peralatan dan material sederhana. Tercatat dalam sejarah, pesawat pertama
diterbangkan di lapangan udara Masopati dengan nama RI-X WEL-1 tahun 1948
hasil rancangan Wiweko Soepomo dan disusul oleh Nurtanio Pringgoadisuryo pada
tahun 1954 dengan nama NU-200. Tidak hanya itu, badan yang diprakarsai oleh
Nurtanio bernama Depot Penyelidikan, Percobaan, dan Pembuatan Pesawat
Terbang (DPPP) dan didirikan pada Agustus 1961 telah mampu membuat pesawat
terbang eksperimental seperti Belalang (pesawat latih), Si Kunang (pesawat olah
raga), Kolintang, dan Gelatik.
Pada tahun 1962, nama DPPP diubah menjadi Lembaga Persiapan Industri
Penerbangan (LAPIP). Lembaga yang diresmikan pada tanggal 16 Desember ini
mempunyai tugas untuk mengurangi ketergantungan luar negeri. Cara yang
dilakukan adalah memproduksi pesawat terbang dan penyediaan suku cadang serta
menyiapkan sumber daya manusia yang dibutuhkan. Sebagai langkah
pengembangannya, untuk menyerap teknologi yang lebih maju dan meningkatkan
kemampuan dalam mengolah industri yang lebih terarah, pada tahun 1961
ditandatangani naskah kerja sama guna mengembangkan pabrik pesawat terbang di
Indonesia. Kerja sama ini dilakukan antara LAPIP dan CEKOP dari Polandia. Kerja
sama yang dimaksud mencakup pembangunan-pembangunan pesawat terbang di
bawah lisensi pesawat terbang PZL-Ilga, yang lebih dikenal dengan nama Gelatik.
Pada tahun 1966, diubah lagi menjadi Lembaga Industri Penerbangan
Nurtanio (LIPNUR) sebagai penghormatan atas jasa-jasa Nurtanio yang
menginggal saat uji terbang. Selanjutnya, pada tanggal 5 April 1976, keluar PP No.
12 yang menyatakan bahwa LIPNUR disatukan dengan Divisi Advance
Technology dan Teknologi Penerbangan Pertamina dalam satu wadah berbentuk
perseroan terbatas, yang diberi nama PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio (PT
IPTN), dengan pimpinannya Prof., Dr., Ing. B. J. Habibie, yang diresmikan pada
tanggal 23 Agustus 1976.
Di bawah kepemimpinan B. J. Habibie yang menerapkan Progressive
Manufacturing Plan (PMP), para karyawan IPTN secara meyakinkan telah berhasil
pada fase alih teknologi. Pada fase inilah beberapa helikopter dan pesawat bersayap
tetap telah diproduksi dan dipasarkan. Pesawat-pesawat tersebut antara lain adalah
NBO-105, NC 212, NAS-330 Puma, dan NAS-332 Super Puma. Berkat
5
kerjasamanya dengan CASA Spanyol, PT. IPTN berhasil merancang dan
memproduksi CN235 yang diumumkan kepada dunia pada Paris Air Show ke-34
oleh B. J. Habibie. Banyak kerjasama yang dijalin oleh PT. IPTN dengan
perusahaan-perusahaan kedirgantaraan, seperti Boeing Corporation, Bell
Helicopter Textron Inc., MBB Jerman, Aerospatiale Perancis, General Electric, dan
lain-lain.
Fase pendahuluan perkembangan industri penerbangan nasional kemudian
memasuki tonggak pertama ketika aset LIPNUR (TNI AU) dengan ATTP
(Pertamina) dilebur menjadi satu. Industri ini menjadi salah satu kekuatan
dirgantara nasional, sebab di situlah sejarah industri penerbangan modern
selanjutnya dibangun untuk menghadapi tantangan zaman yang dipacu
percepatannya.
Pada periode ini juga segala aspek baik infrastruktur, fasilitas, sumber daya
manusia, hukum, dan peraturan, beserta semua yang berkaitan dan mendukung
keberadaan industri pesawat terbang diatur secara menyeluruh. Tanggal 11 Oktober
1985, PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio diubah menjadi PT. Industri Pesawat
Terbang Nusantara (PT. IPTN) setelah melakukan pembangunan berbagai fasilitas
serta sarana dan prasarana yang diperlukan. Industri ini kemudian mengembangkan
teknologi canggih dan konsep transformasi teknologi yang memberikan hasil
optimal sebagai upaya untuk menguasai teknologi penerbangan dalam waktu yang
relatif singkat, yaitu 20 tahun.
Berpegang pada transformasi teknologi “begin at the end and end at the
beginning”, PT. IPTN telah mentransfer teknologi penerbangan yang rumit dan
terbaru. PT. IPTN secara khusus telah menguasai desain pesawat terbang, rekayasa
pengembangan, secara manufaktur pesawat komuter kecil dan sedang. PT. IPTN
bekerja sama dengan pihak pabrikan melaksanakan pembuatan berbagai jenis
pesawat terbang, seperti C212 Aviocar, CN235, NBO105, NBK117, BN109,
SA330 Puma, NAS332 Super Puma, dan NBELL412. Hal ini kemudian berlanjut
dengan keberhasilan membuat pesawat N250 dan N2130.
Perjalanan sejarah PT. IPTN kemudian memasuki masa-masa sulit, ketika
krisis moneter yang menimpa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 ternyata
meluas ke arah krisis multidimensi yang meliputi bidang-bidang ekonomi, sosial,
6
budaya, hukum, pertahanan, dan keamanan. Dampaknya pada kehidupan
masyarakat sangat besar, tidak terkecuali bagi kelangsungan PT. IPTN. Dampak
krisis tersebut memaksa pemerintah menyurutkan dukungan secara politis dan
mengurangi suntikan dana yang sebelumnya merupakan sendi tempat PT. IPTN
bergantung. Hal ini yang tidak diantisipasi oleh PT. IPTN. Diperparah lagi dengan
kondisi internal PT. IPTN yang secara finansial dan manajerial kurang mandiri.
Di tengah memburuknya kondisi PT. IPTN, presiden Republik Indonesia
saat itu, K. H. Abdurrahman Wahid pada tanggal 24 Agustus 2000 meresmikan
perubahan nama menjadi PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI) yang merupakan
perusahaan berbadan hukum dan berdiri sendiri serta berstatus sebagai perusahaan
perseroan. Perusahaan ini merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
berada di lingkungan Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS). Ruang geraknya
di bidang teknologi kedirgantaraan.
Sebagai salah satu perusahaan di bawah pengawasan BPIS, PT. Dirgantara
Indonesia mengembangkan misi strategis. Parameter strategisnya tidak hanya
terletak pada aspek ekonomi saja tetapi juga pada transfer teknologi tinggi. Hal ini
dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan pada negara-negara maju sebagai
produsen teknologi tinggi. Pada akhirnya hal ini bertujuan untuk memajukan negara
dan meningkatkan kesejahteraan bangsa.
Perubahan nama menjadi PT. Dirgantara Indonesia tersebut dimaksudkan
untuk memberi nafas dan paradigma baru bagi perusahaan. Meski persoalan yang
timbul pun semakin rumit dan kompleks, hal ini disebabkan volume bisnis jauh
lebih kecil dari sumber daya yang tersedia. Upaya penyelamatan PT. Dirgantara
Indonesia akhirnya dilakukan atas beberapa fakta bahwa PT. Dirgantara Indonesia
adalah aset nasional, industri strategis yang mendukung kepentingan nasional, dan
memiliki kemampuan kedirgantaraan.
Strategi penyelamatan yang dilakukan diawali dengan tahap Rescue (sampai
Desember 2003), Recovery (Januari sampai Desember 2004), dan kemudian
dilanjutkan dengan tahap pertumbuhan bisnis. Penyelamatan perusahaan dan
penanganan karyawan di antaranya dilakukan dengan:
7
1. Program pengrumahan sementara yang berlaku bagi seluruh karyawan
selama 6 bulan untuk stop-bleeding, peningkatan produktivitas, dan
pemulihan kepercayaan pelanggan.
2. RUPS luar biasa berupa pinjaman modal kerja senilai US $ 39 juta untuk
PAF/TUDM/MPA-AU/Bae, restrukturisasi keuangan PMS dan RDI/SLA,
pencabutan SKEP sistem pengupahan 15/10/02 kembali ke sistem
sebelumnya, seleksi ulang seluruh karyawan, rasionalisasi 6000 karyawan,
jual aset non produktif, serta pengubahan susunan BOD dan BOC.
3. Program seleksi ulang karyawan oleh konsultan SDM independen “Perso
Data”.
4. Program Re-staffing (pemanggilan karyawan yang lulus seleksi ulang).
5. Program Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dilakukan dengan sosialisasi
secara cascade dan melalui media massa.
6. Program Re-deployment/Career Change Program berupa konversi
kompetensi, penyaluran ke BUMN lain, penyaluran ke perusahaan swasta
lain, penyaluran ke luar negeri, Training Entrepreneurship dan Family
Counseling.
7. Konsep PT. Dirgantara Indonesia baru, Re-focus lini usaha (terbagi menjadi
empat, yaitu Aircraft, Aerostructure, Maintenance, dan Engineering
Services), organisasi baru, restrukturisasi sumber daya, bisnis proses baru,
dan budaya perusahaan baru.
Saat ini, PT. Dirgantara Indonesia masih tetap terus berproduksi untuk berusaha
memenuhi kontrak kerja yang telah disepakatinya meski dengan berbagai kendala
dan kekurangan yang ada. Bagaimanapun, langkah-langkah yang telah diambil
diharapkan cukup memadai dan memperbaiki kinerja, efisiensi, dan efektivitas
perusahaan sehingga bukan hal yang mustahil jika PT. Dirgantara Indonesia
nantinya bangkit kembali sebagaimana yang diharapkan seluruh bangsa dan negara
ini.
8
“To be the world class aerospace company based on high technology and cost
competitiveness in the global market”
Misi PT. Dirgantara Indonesia :
1. As the center of competence in aerospace industry for both commercial and
military mission, as well as for non aerospace application.
2. As a major player in the global industries. which has strategic alliance with
other world class Aerospace Industries,
3. Cost competitive business. Delivering cost competitive products and services
Gambar 2.2 Logo PT. Dirgantara Indonesia (PT. Dirgantara Indonesia, 2017)
Arti logo pada gambar di atas adalah:
1. Sayap kecil menunjukkan bahwa perusahaan ini dahulu bernama PT. Industri
Pesawat Terbang Nurtanio.
2. Sayap sedang menunjukkan bahwa perusahaan ini dahulu bernama PT.
Industri Pesawat Terbang Nusantara.
3. Sayap besar menunjukkan bahwa sekarang perusahaan ini bernama PT.
Dirgantara Indonesia.
4. Bulatan di antara ketiga sayap tersebut menunjukkan bola dunia, yang berarti
bahwa PT. Dirgantara Indonesia berusaha menguasai industri pesawat
terbang di dunia.
5. Warna biru menunjukkan langit.
9
Memproduksi beragam pesawat untuk memenuhi berbagai misi sipil,
militer, dan juga misi khusus, antara lain:
1. NC212
Pesawat berkapasitas 19-24 penumpang dengan beragam versi, dapat lepas
landas dan mendarat dalam jarak pendek, serta mampu beroperasi pada
landasan rumput, tanah, dan lain-lain (unpave run away).
Gambar 2.3 (a) Pesawat NC 212 200; (b) Pesawat NC 212 400
2. CN235
Pesawat angkut komuter serba guna dengan kapasitas 35-40 penumpang,
dapat digunakan dalam berbagai misi, dapat lepas landas dan mendarat dalam
jarak pendek, serta mampu beroperasi pada landasan rumput, tanah, es, dan lain-
lain (unpave run away).
10
Gambar 2.5 Helikopter NBO-105
4. SUPER PUMA NAS332
Helikopter modern yang mampu membawa 17 penumpang, dilengkapi
dengan aplikasi multi misi yang aman dan nyaman.
11
6. N219
Pesawat ini merupakan pesawat terbaru yang akan menjadi moda transportasi
paling cocok untuk menghubungkan daerah terpencil, mengembangkan ekonomi
masyarakat, dan menjaga keamanan. Pesawat ini berkapasitas 19 penumpang.
12
yang meliputi penyediaan suku cadang, pembaharuan dan modifikasi struktur
pesawat, serta pembaharuan interior maintenance dan overhaul.
2.5.4. Engineering Sevices
Dilengkapi dengan peralatan perancangan dan analisis yang canggih,
fasilitas uji berteknologi tinggi, serta tenaga ahli yang berlisensi dan berpengalaman
dengan standar internasional. Satuan usaha engineering services siap memenuhi
kebutuhan produk dan jasa pada bidang engineering.
2.5.5. Defence
Bisnis utama satuan usaha defence terdiri dari produk-produk militer,
perawatan, perbaikan, pengujian, dan kalibrasi, baik secara mekanik maupun
elektrik dengan tingkat akurasi yang tinggi, integrasi alat-alat penyerang, produksi
beragam sistem senjata, antara lain FFAR 2,75” rocket, SUT Torpedo, dan lainlain.
Berikut ini adalah daftar kerja sama PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI)
dengan dunia penerbangan internasional.
1. PT. DI – CASA (Spanyol) Lisensi NO212 Aviocar dan kerja sama desain
CN235 (1979).
2. PT. DI – DASA (Jerman) Lisensi Helikopter NBO105 (1976).
3. PT. DI – Bell Textron (Amerika) Lisensi Helikopter NBELL412 (1982).
4. PT. DI – Aerospatiale (Perancis) Lisensi Helikopter NAS331 Puma dan
NAS332 Super Puma.
5. PT. DI – Boeing (Amerika Serikat) Qualified Boeing Bidder dan sub
kontrak Boeing 737 dan 767 (1987).
6. PT. DI – FIAS (Perancis) pembuatan fasilitas diklat.
7. PT. DI – General Dynamic komponen F-16 (1987).
8. PT. DI – FZ (Belgia) Rocket FFAR.
9. PT. DI – BAe (Inggris) komponen Rafier (1987).
10. PT. DI – AEG Telefunken SUT (Surface Underwater Target Torpedo).
11. PT. DI – General Electric (Amerika) Overhole engine CT-7.
12. PT. DI – GARET (Amerika) perawatan Engine TPE-331.
13. PT. DI – Turbomeca.
14. PT. DI – Alison (Amerika).
15. PT. DI – Rolls Royce.
13
16. PT. DI – Ltcoming (Amerika).
17. PT. DI – Pratt & Whitney (Amerika) perawatan dan pembuatan part engine
PT-6.
18. PT. DI – Massier Bugatti, pembuatan dan perawatan landing gear CN235
dan N250.
19. PT. DI – Hugnas (Amerika) General Satelit Palapa C dan Satelit Palapa D.
20. PT. DI – Fokker (Belanda) pembuatan komponen F-100.
21. PT. DI – Lucas Aerospace.
22. PT. DI – Hamilton Standard (Amerika) perancangan dan pembuatan mesin
propeller.
23. PT. DI – Lockhed (Amerika).
24. PT. DI – Airbus (Uni Eropa).
25. PT. DI – NDO (Jerman) kerja sama NSI di bidang perangkat lunak.
26. PT. DI – Dowty Aerospace (Inggris) propeller untuk N250.
14
• Super Puma NAS-332 – heavy helicopter
• NBO-105CB/CBS – light twin helicopter
5. Subcontract program
• Boeing B737, B757, B767
• Lockhead F16
• Mitsubishi Heavy Industry
• Airbus A330, A340, A380
2.6.2. Jasa
1. Engineering work packages: design, development, testing
2. Manufacturing subcontracts
3. Aircraft Maintenance Repair and Overhaul (MRO)
4. Engine Maintenance Repair and Overhaul (MRO)
5. Aircraft industrial tooling and equipment manufacturing
Gambar 2.9 Skematis Tata Kerja PT. Dirgantara Indonesia (PT. Dirgantara
Indonesia, 2017)
1. Gudang penyimpanan
15
Pada tahapan ini, sebelum bahan baku diproses menjadi komponen, terlebih
dahulu dilakukan evaluasi dan pengujian Quality Assurance melalui destructive
inspection maupun non destructive inspection. Pengujian dimaksudkan untuk
mengetahui kualitas dan adanya korosi. Selanjutnya bahan baku tersebut
ditempatkan di gudang penyimpanan sesuai dengan spesifikasinya.
2. Pre-cutting
Bahan baku yang sudah diperiksa, dikirim ke bagian pre-cutting sesuai
dengan permintaan bagian produksi disertai job card yang tersedia. Proses ini
dilaksanakan antara lain untuk menghemat bahan yang diproses, memudahkan
pelaksanaan, dan pengontrolan bahan. Bahan yang telah dipotong akan
diperiksa kembali oleh Quality Assurance dan dikirim ke fabrikasi untuk proses
selanjutnya.
3. Fabrikasi
Bagian ini bertugas untuk membuat komponen pesawat terbang dan
helikopter serta membuat dan menyiapkan tool dan jig sebagai alat bantu
pembuatan komponen. Pembuatan komponen dilakukan melalui proses
permesinan maupun tidak (di machining shop maupun sheet metal forming).
Perlakuan lain yang diterapkan untuk komponen di atas adalah:
a. Perlakuan Panas
Suatu perlakuan yang diterapkan terhadap bahan baku sehingga lebih
memudahkan proses pembuatan komponen. Proses yang dilakukan antara
lain pengerasan, pelunakan, dan penormalan kembali. Ketiga hal tersebut
dilakukan dengan cara pemanasan, pendinginan, dan kombinasi antara
pemanasan dengan pendinginan. Komponen yang memerlukan perlakuan
di atas adalah komponen yang dibuat dengan cara pengepresan.
b. Perlakuan Permukaan
Suatu perlakuan pelapisan komponen secara kimiawi sehingga
komponen lebih tahan korosi. Selain perlakuan tersebut, terdapat perlakuan
lain terhadap komponen dengan cara chemical milling. Komponen yang
mendapat perlakuan tersebut antara lain komponen yang dibuat di sheet
metal forming, machining shop, juga komponen-komponen yang dibentuk
dengan cara stretch forming dan rubber press.
16
c. Pengecatan dasar
Suatu perlakuan lanjut agar komponen-komponen pesawat terbang lebih
tahan korosi. Sebelum komponen-komponen tersebut dirakit di bagian
fixed wing dan rotary wing, diadakan pengujian final oleh bagian Quality
Assurance sesuai data yang tercantum dalam dokumen.
4. Rotary Wing
Bertugas merakit helikopter dari struktur awal sampai final, termasuk di
dalamnya adalah mesin, sistem elektrik, sistem avionik, interior, dan
sebagainya. Perakitan disesuaikan dengan pesanan atau kebutuhan pemesan
yang disesuaikan dengan misi dan fungsi pesawat tersebut dalam operasi.
5. Fixed Wing
Bertugas merakit pesawat bersayap tetap dan proses perakitannya sama seperti
rotary wing.
Jabatan Nama
17
Jabatan Nama
18
1. Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia
2. Divisi Administrasi Sumber Daya Manusia
3. Divisi Pengadaan Umum & Jasa Fasilitas
4. Divisi Teknologi Informasi
Pejabat-pejabat yang bertanggungjawab langsung kepada dan di bawah
koordinasi Direktorat Niaga & Restrukturisasi terdiri dari:
1. Divisi Pengembangan Usaha
2. Divisi Pemasaran
3. Divisi Penjualan
4. Divisi Restrukturisasi
Pejabat-pejabat yang bertanggungjawab langsung kepada dan di bawah
koordinasi Direktorat Teknologi & Pengembangan terdiri dari:
1. Divisi Manajemen Program
2. Divisi Pusat Teknologi
3. Divisi Pusat Rancang Bangun
4. Divisi Pusat Uji Terbang
5. Divisi Sertifikasi & Kelangsungan Laik Udara
Pejabat-pejabat yang bertanggungjawab langsung kepada dan di bawah
koordinasi Direktorat Produksi terdiri dari:
1. Divisi Jaminan Mutu
2. Divisi Rekayasa Manufaktur
3. Divisi Manajemen Program & Perencanaan
4. Divisi Pengadaan dan Logistik
5. Divisi Detail Part Manufacturing
6. Divisi Komponen dan Perakitan
7. Divisi Perakitan Akhir & Pusat Deliveri
19
Struktur organisasi PT. Dirgantara Indonesia secara detail dapat dilihat pada
Gambar 2.3
BAB III
DESKRIPSI DEPARTEMEN INTEGRASI DAN
RANCANG BANGUN (DIN) (DC1000-DT) PT.
DIRGANTARA INDONESIA
20
3.1 Gambaran Umum Direktorat Teknologi
21
diintegrasikan ke dalam produk dan produk yang terkait dengan teknologi
kedirgantaraan serta menjaga kesiapan seluruh peralatan pengembangan teknologi
sehingga dalam mengintegrasikan seluruh proses pengembangan teknologi dan
peralatan yang dipilih akan sehingga mencapai rangkaian proses yang paling
efisien, efektif, dan kompetitif
3.1.2 Divisi Pusat Rancang Bangun
Sebagai pedoman dan arahan dalam merancang dan mengelola serta
melaksanakan publikasi dan komunikasi yang berlangsung antara perusahaan
dengan publik perusahaan, baik secara internal maupun external melalui berbagai
media komunikasi massa untuk menciptakan hubungan baik dan harmonis dalam
upaya menjaga serta meningkat citra perusahaan.
3.1.3 Divisi Pusat Uji Terbang
Sebagai pedoman dan arahan dalam pelaksanaan serta pengelolaan sistem
informasi manajemen didalam perusahaan sehingga dapat mendukung bisnis
perusahaan secara efektif, efisien, dan pada tingkat resiko yang dapat dikelola
perusahaan serta dapat meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan.
3.1.4 Divisi Manajemen Program Enjiniring
Sebagai pedoman dan arahan tentang hirarki, penyiapan, pemeriksaan,
persetujuan, dan penertiban command media, tulisan dinas serta sistem
administrasinya agar tercapai visi, misi, dan tujuan perusahaan secara efektif dan
efisien.
3.1.5 Divisi Sertifikasi & Kelangsungan Laik Terbang
Sebagai pedoman dan arahan dalam pengelolaan keselamatan, kesehatan
kerja, dan lingkungan hidup yang bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi
tenaga kerja dan mitra kerja serta lingkungannya. Pedoman sertifikasi pembuatan
pesawat agar sesuai regulasi yang diinginkan dan memastikan secara dokumentasi
maupun dilapangan tentang kelangsungan laik terbang pesawat.
22
media komunikasi massa untuk menciptakan hubungan baik dan harmonis dalam
upaya menjaga serta meningkat citra perusahaan. Divisi Integrasi dan Rancang
Bangun (DC1000) memiliki lima departemen yang bekerja dibawahnya, yaitu:
1. Departemen Integrasi dan Rancang Bangun (DC1000)
2. Departemen Rancang Bangun Struktur (DC2000)
3. Departemen Rancang Bangun Sistem (DC3000)
4. Departemen Manajemen Konfigurasi dan Data (DC4000)
5. Departemen Rancang Bangun Produk Berkelanjutan (DC5000)
Sedangkan untuk Departemen Integrasi dan Rancang Bangun (DC1000)
terbagi kembali menjadi 5 bidang kerja, diantaranya
1. Bidang Kontrol Integrasi Rancang Bangun (DC1100)
2. Bidang Pendefinisan Dimensi dan Model Induk (DC1200)
3. Bidang Rancang Bangun Produk Strategis dan Khusus (DC1300)
4. Bidang Konsep Interior dan Visualisasi (DC1400)
5. Bidang Teknologi Material dan Proses (DC1500) (Elfari, 2017)
BAB IV
TUGAS KHUSUS
23
PT. Dirgantara Indonesia sebagai perusahaan industri penerbangan di
Indonesia sedang mengembangkan Horn pada pesawat N219 bagian ekor baik itu
vertical Tail Plane (VTP) maupun Horizontal Tail Plane (HTP) yang digunakan
untuk mendapatkan sertifikasi dari DGCA (Directorate General of Civil Aviation)
atau Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dibawah Kementerian Perhubungan
bulan September 2019 mendatang. DGCA (Directorate General of Civil Aviation)
mengacu pada Regulasi Internasional yaitu CIVIL AVIATION SAFETY
REGULATION (CASR). Selain mengejar sertifikasi layak terbang, perusahaan
industri penerbangan ini juga melakukan program “Weight Reduction” atau
“Weight Saving” pada pesawat N219-nya. Program ini dilakukan untuk mengurangi
massa pesawat N219 mulai dari pengurangan dimensi maupun geometri part-nya,
pengurangan panjang dari support part dan pengurangan lain pada struktur
keseluruhan pesawat N219 agar lebih ringan, khususnya berat pada bagian tail yang
akan di reduksi hingga 30 kg.
Pada saat ini beban kerja yang dialami oleh pilot untuk menggerakkan
Stabilizer (rudder dan elevator) tidak sesuai dengan regulasi, sedangkan
berdasarkan regulasi CASR part 25 beban kerja yang diperbolehkan adalah tidak
lebih dari 150 lbs. Untuk mengurangi beban kerja pilot diperlukan analisis dalam
berbagai bidang yang cukup mendalam agar pesawat N219 dapat lolos sertifikasi.
Terdapat 3 bidang analisis yang dilakukan yang pertama adalah bidang mekanikal
yakni memperbaiki sistem katrol penggerak elevator, improvement yang dilakukan
adalah mengubah kuadran. Yang kedua adalah struktur, improvement yang
dilakukan adalah memperkuat struktur airfoil pada elevator , pada saat ini elevator
mengalami defleksi berlebih yang mengakibatkan adanya beban tambahan pada
sistem penggerak. Yang terakhir adalah dari sisi aerodinamika yakni improvement
pada Horn. Aerodinamika mempunyai pengaruh yang penting dikarenakan bidang
tersebutlah yang mengatur gaya-gaya yang bekerja pada airfoil.
4.1.2. Tujuan Tugas Khusus
Adapun tujuan tugas khusus pada Depertemen Design DC 1000 Divisi
pendefinisian DC1200 yaitu sebagai berikut,
1. Mempelajari dan memahami fungsi Horn pada stabilizer pesawat N219
2. Mempelajari dan memahami mengapa Horn perlu di lakukan improvisasi
24
3. Mempelajari dan memahami efek yg terjadi sebelum dan sesudah
improvisasi pada beban kerja pilot dan kopilot
25
➢ Kemampuan multi hop dan konfigurasi perubahan cepat.
26
Leading edge diartikan sebagai bagian depan dari airfoil, sebaliknya trailing
edge diartikan sebagai bagian belakang dari airfoil. Chord adalah panjang dari
airfoil, mean camber line adalah garis rata-rata dari permukaan atas dan bawah
airfoil. Maximum camber diartikan sebagai jarak maksimal antara mean camber
line dan chord line, maximum thickness diartikan sebagai jarak maksimal antara
permukaan bawah dan atas airfoil. X-location of maximum camber diartikan sebagai
letak maximum camber ditinjau dari leading edge dan sepanjang chord line, begitu
pula untuk x-location of maximum thickness. Leading edge radius diartikan sebagai
radius lingkaran pada bagian leading edge.
4.2.3. CATIA
CATIA (akronim dari computer aided three-dimensional interactive
application) adalah rangkaian perangkat lunak multi-platform untuk computer-
aided design (CAD), computer-aided manufacturing (CAM), computer-aided
engineering (CAE) PLM dan 3D, yang dikembangkan oleh perusahaan Prancis
Dassault Systèmes.
Sejarah Aplikasi CATIA, Dimulai sebagai pengembangan in-house pada
tahun 1977 oleh produsen pesawat terbang Prancis Avions Marcel Dassault, pada
waktu itu pelanggan perangkat lunak CADAM mengembangkan jet tempur Mirage
Dassault. Kemudian diadopsi oleh dirgantara, otomotif, galangan kapal, dan
industri lainnya. Awalnya bernama CATI (konsepsi assistée tridimensionnelle
interaktif - bahasa Prancis untuk desain tiga dimensi yang dibantu interaktif),
namanya diubah menjadi CATIA pada tahun 1981 ketika Dassault menciptakan
anak perusahaan untuk mengembangkan dan menjual perangkat lunak dan
menandatangani perjanjian distribusi non-eksklusif dengan IBM.
27
CATIA merupakan salah satu program softwere untuk engineering yang
banyak dipakai dalam industri pesawat terbang, otomotif, serta industri-industri
lainnya. Hal ini ditunjang dengan kehandalan CATIA dalam desain produk
assembling yang mempunyai jumlah komponen banyak juga kemampuan lainnya
dalam shape design, styling, serta kemudahan (user friendly) dalam
mengoperasikan softwarenya. Software yang mulai digunakan secara komersial
sejak pada tahun 1981 saat ini setidaknya telah digunakan oleh 80.000 perusahaan
di 80 negara dengan proporsi industri automotif sebesar (33%), aerospace (16%),
alat elektronik dan konsumen (13%), fabrikasi dan assembly (34%) serta pabrik dan
kapal (4%).
28
yang awam di bidang teknikpun dapat mengetahui dengan mudah. Software CATIA
menyediakan solusi terpadu untuk menyederhanakan dan memudahkan proses
desain dan analisa sebuah struktur. Solusi terpadu tersebut berati bahwa semua
proses dikerjakan oleh satu mesin dan satu software, sehingga transfer data dari satu
desain/software ke mesin/software yang lain tidak diperlukan. Dengan proses
tersebut, hilangnya data atau informasi dapat dihindari dan waktu untuk proses
analisa juga menjadi lebih singkat.
Paket untuk desain dan analisa yang ditawarkan atau diberikan oleh CATIA
adalah sebagai berikut:
a. CATIA untuk desain (gambar geometri)
b. CATIA untuk pembuatan model elemen hingga.
c. CATIA untuk perhitungan berbasis metode elemen hingga
d. CATIA untuk menampilkan hasil dan analisa detail dari perhitungan
CATIA V5 merupakan program desain grafis tiga dimensi yang dibuat oleh
Dassault Sistem yang mampu membuat gambar dan analisis dalam bidang teknik.
Perencanaan dan perancangan benda kerja menggunakan program CATIA dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a. Program CATIA V5 mempunyai aplikasi yang lengkap yang dapat
digunakan dalam bidang pendidikan dan bidang industri yang meliputi
Mechanical Design, Analysis, Simulation, dan aplikasi lainnya.
b. Cara pembuatan atau pemodelan benda kerja dengan program CATIA V5
relatif mudah dibandingkan dengan menggunakan program sejenis serta
mempunyai tingkat akurasi yang tinggi.
c. Design part (desain komponen) dengan CATIA V5 akan menghasilkan
gambar yang sesuai dengan hasil produk sesungguhnya. Sehingga produk
yang telah didesain dapat dilihat secara nyata dalam tampilan tiga dimensi,
sehingga kita bisa mengetahui secara detail bagian dari produk tersebut.
d. CATIA V5 juga dapat melakukan analisis statis dari produk yang telah
didesain, sehingga dapat dilihat bagian dari produk yang kurang aman
sehingga akan mempermudah mendesain produk sampai didapat produk
sesuai yang diinginkan sebelum proses produksi dilakukan.
4.2.4. Aluminium Alloy 2024
29
Aluminium paduan 2024 merupakan salah satu jenis dari aluminium paduan
seri 2xxx, wrought product, dan heat-treatable alloy dengan tembaga dan
magnesium sebagai paduan utamanya, dengan kadar tiap unsur Al 90,7–94,7%, Cu
3,8–4,9%, dan Mg 1,2–1,8%. Paduan ini banyak digunakan untuk aplikasi–aplikasi
yang memerlukan ketahanan lelah yang tinggi serta perbandingan kekuatan dan
berat yang baik. Paduan ini memiliki sifat mampu mesin yang cukup baik,
umumnya paduan ini dibentuk setelah di anil dan biasanya dilanjutkan dengan
pemberian perlakuan panas. Pada paduan ini, partikel presipitat penguat yang
terbentuk jika mengalami proses penuaan adalah Al2CuMg. (ASM Metals
Handbook, 1990)
Paduan aluminium 2024 digunakan sebagai fuselage dan wing skins pada
industri pesawat terbang dan sebagai suspension parts dan truck wheels pada
industri otomotif. Peningkatan kekuatan, kekerasan, ketahanan aus, creep dan
fatigue dari material paduan aluminium 2024 berdampak pada unsur paduan,
diagram fasa, struktur mikro, perlakuan panas, pengerjaan dingin. Heat treatable
(precipitation hardening) merupakan proses peningkatan kekuatan paduan dengan
melalui tahap perlakuan panas pelarutan (solution heat treatment), pendinginan
cepat, dan penuaan (aging). (Smith, Structure and Properties of Engineering Alloys,
1981)
Precipitation hardening (penguatan presipitasi) adalah suatu proses dimana
paduan aluminium atau baja diberi perlakuan panas. Tujuan dari proses ini adalah
untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan material tersebut. Pada proses
perlakuan panas pelarutan, paduan dipanaskan sampai temperatur diantara garis
solvus dan liquidus dan ditahan sampai terbentuk larutan padat yang homogen.
Proses pemanasan ini menyebabkan elemen paduan akan larut ke dalam larutan
padat, yang akan menyebabkan elemen tersebut tidak berkesempatan berdifusi
keluar apabila paduan dilakukan proses pendinginan cepat, dengan demikian
larutan padat yang homogen terbentuk. Proses setelah penahanan temperatur adalah
pendinginan cepat. Tujuan proses ini adalah menjaga agar paduan tetap dalam
keadaan satu fasa, dengan cara menurunkan temperatur dengan cepat. Penuaan
adalah suatu proses dimana paduan ditahan pada suatu temperatur tertentu, di
bawah garis solvus, selama beberapa waktu tertentu. Proses penuaan terdapat dua
30
macam, yakni penuaan alami dan penuaan buatan. Penuaan alami dilakukan dengan
cara membiarkan paduan lewat jenuh hasil proses pendinginan cepat pada
temperatur kamar selama waktu tertentu. Berbeda dengan penuaan alami, pada
proses penuaan buatan, paduan lewat jenuh hasil proses pendinginan cepat
dipanaskan kembali sampai temperatur tertentu dibawah garis solvus, dan ditahan
sampai beberapa waktu tertentu. Pemilihan temperatur serta lama waktu proses
penuaan amat berpengaruh pada hasil penguatan. (Smith, Foundations of Materials
Science and Engineering, 1993)
Gambar 4.4 Skema tiga langkah precipitation hardening dan struktur mikro yang
dihasilkan (Smith, Foundations of Materials Science and Engineering, 1993)
4.2.5. Hinge Moment
Hinge Moment adalah sebutan gaya yang dibutuhkan untuk menggerakkan
atau mendefleksikan control surface. Untuk jenis pesawat yang terbang pada
kecepatan rendah, hinge moment yang ditimbulkan tidak terlalu besar; pilot dapat
dengan leluasa terbang. Tetapi jika control surface menjadi semakin besar dan
kecepatannya juga meningkat, maka hinge momen akan menjadi besar juga.
Pada saat ini telah diketahui bahwa nilai dari hinge moment dapat di kurangi
dengan memperluas atau menambah surface, seperti rudder. Pengaplikasian horn
ini pertama kali diterapkan pada perang dunia 1, pada saat itu seorang engineer
Jerman mendapat sebuah ide simpel untuk mengurangi beban kerja aileron yakni
dengan menambahkan sedikit surface pada bagian trailing edge pada permukaan
surface utama. Hal ini mengakibatkan kemudi pada pilot menjadi ringan.
(flyingmag.com,2018).
4.2.6. Horn
31
Pada awalnya para desainer pesaat dihadapkan dengan tantangan yakni
besarnya gaya yang dibutuhkan untuk menggerakkan control surface pada pesawat.
Semakin besar control surfacenya maka makin besar pula gaya yang dibutuhkan.
Untuk dapat mengontrol control surface para desainer mulai menggunakan
aerodynamics counterbalances. Salah satu solusinya adalah dengan menggunakan
horn, salah satu control surface yang terletak pada ujung sayap. Penggunaan Horn
sangat simpel yakni hanya dengan memperluas daerah wingtip kearah depan, horn
bekerja berlawanan dengan elevator ketika elevator bergerak keatas maka horn
akan bergerak keatas. Ketika horn sedang beroperasi maka secara tidak langsung
akan menangkap angin yang akan membantu memberi gaya perlawanan pada
elevator dengan kata lain menetralkan tekanan gaya yang bekerja pada elevator.
Dengan menetralkan gaya tersebut maka flight control akan semakin ringan.
Penggunaan horn sangat penting untuk pesawat yang menggunakan jenis sistem
penggerak kabel atau sling. (Boldmethod,2014)
32
Adapun metodologi pada tugas khusus pada Departemen Integrasi dan
Rancang Bangun (DC1000) Bidang Pendefinisian Dimensi dan Model Induk
(DC1200) yaitu sebagai berikut
Mulai
Selesai
33
4.4.1. Hasil
Adapun hasil dari tugas khusus Departemen Integrasi dan Rancang Bangun
(DIN) (DC 1000), Bidang Pendefinisian Dimensi dan Model Induk (DC 1200) PT.
Dirgantara Indonesia yaitu sebagai berikut,
PT. Dirgantara Indonesia dalam melakukan desain pesawat, baik dari part
terkecil pesawat hingga assembly dari tiap part yang ada menggunakan standar
penggambaran bernama NDS ( Nusantara Drafting Standar). NDS diadaptasi dari
standar-standar desain dunia khususnya eropa yaitu ISO (The International
Organization for Stndardization), JIS (Japanese Industrial Standard), dan DIN
(Deutsches Institut für Normung ). PT. Dirgantara Indonesia menggunakan
Aplikasi desain CATIA yang di produksi oleh Dassault Systemes. Dan sekarang
dalam proses pembuatan pesawat N219 menggunakan standar NDS dan
menggunakan Proyeksi Amerika.
Berikut adalah gambar full assembly dari stabilizer tail pesawat N219,
34
Gambar 4.7 Desain Elevator Full Assembly sebelum dilakukan Improvement
A. Horn sebelum di Improvisasi
Selanjutnya adalah gambar serta penjelasan mengenai desain Horn Elevator
pada Horizontal Tail Plane sebelum di improvisasi oleh PT. Dirgantara Indonesia
sebagai berikut,
35
Horn
Pada gambar diatas dapat diketahui bentuk dari elevator horn sebelum
dilakukan improvisasi adalah berbentuk airfoil. Bentuk ini didapat melalui proses
desain geometri yang dilakukan oleh Bidang Pendefinisian Dimensi dan Model
Induk (DC1200) sehingga didapat Horn Elevator. Bentuk ini diambil juga dengan
alasan agar terlihat lebih artistik tanpa menyampingkan pertimbangan fenomena
aerodinamika dari Departemen Aerodinamika (TC 2000).
Kemudian dapat dilihat pada Gambar 4.10 yaitu tampak depan, tampak
belakang, dan tampak samping dari Horn Elevator (sebelum improvement) sebagai
berikut,
36
a). Tampak Depan b). Tampak Belakang
37
Gambar 4.11 dan Gambar 4.12. Adapun material skin dari Horn Elevator adalah
terbuat dari lembaran metal.
38
Berikut adalah desain Elevator Horn Option 7 yang telah di improvisasi oleh
Bidang Pendefinisian Dimensi dan Model Induk (DC 1200) atas rekomendasi
Departemen Aerodinamika (TC 2000). Berikut desain Elevator Horn Option 7,
39
minor namun dengan perubahan minor ini cukup menurunkan nilai dari Hinge
Moment atau dengan kata lain cukup menurunkan nilai beban pada pilot.
40
Gambar 4.16 Perbedaan Horn Elevator sebelum dan sesudah improvisasi
Pada Gambar 4.14 sampai dengan Gambar 4.16 dapat dilihat perbedaan
desain Horn Elevator yang telah dilakukan oleh Bidang Pendefinisian Dimensi
dan Model Induk (DC1200) dan Departemen Aerodinamika (TC2000)
menunjukan perbedaan yang tidak begitu signifikan hanya perubahan bentuk
geometri.
41
Gambar 4.18 Struktur pada Elevator, Elevator Horn Option 7
Pada Gambar 4.17 dan 4.18 dapat dilihat bahwa struktur Elevator tidak
mengalami perubahan namun untuk struktur pada Horn mengalami sedikit
penyesuaian karena terdapat sedikit penyusutan. Sedangkan untuk material skin
pada Horn mengalami perubahan.
42
Selanjutnya Departemen Aerodinamika (TC2000) memberikan beberapa
data mengenai Hinge Moment Elevator tetapi data tersebut adalah hasil dari
liniearisasi nilai aktual simulasi yang dilakukan. Berikut adalah data Hinge Moment
Elevator,
Tabel 4.1 Hasil Simulasi Computational Fluid Dynamics
HME ChE CL CD
dE
ori option 7 ori option 7 ori option7 ori option 7
0 95.9 89.4 0.00052 0.00048 -0.0348 -0.0336 0.00378 0.00454
-10 478.6 468.4 0.00259 0.00254 -0.1213 -0.1184 0.01048 0.01056
4.4.2. Pembahasan
PT. Dirgantara Indonesia dalam melakukan desain pesawat, baik dari part
terkecil pesawat hingga assembly dari tiap part yang ada menggunakan standar
penggambaran bernama NDS ( Nusantara Drafting Standar). NDS diadaptasi dari
standar-standar desain dunia khususnya eropa yaitu ISO (The International
Organization for Stndardization), JIS (Japanese Industrial Standard), dan DIN
(Deutsches Institut für Normung ). PT. Dirgantara Indonesia menggunakan Aplikasi
desain CATIA yang di produksi oleh Dassault Systemes. Dan dalam proses
pembuatan pesawat N219 menggunakan standar NDS dan menggunakan Proyeksi
Amerika.
N219 merupakan pesawat dengan sistem kendali mekanikal yang artinya
untuk menggerakkan semua control surfaces yang ada pada pesawat seperti aileron,
43
elevator, rudder, hingga flap dan trim digerakkan dengan menggunakan sling yang
terhubung dengan sistem penggerak seperti gear box dan roller yang nantinya akan
terhubung ke kokpit. Maka dari itu elevator yang digerakkan adalah beban kerja
yang ditanggung oleh pilot. Segala bentuk beban kerja tersebut telah diatur dalam
standar internasional yang digunakan oleh DGCA (Directorate General of Civil
Aviation) untuk mengeluarkan Sertifikat Layak Terbang yaitu CASR (Civil
Aviation Safety Regulation). CASR sendiri terdiri dari banyak part dimana pada
CASR part 21 mengatur tentang klasifikasi pesawat berdasarkan jumlah kursinya.
Setiap pesawat memiliki regulasinya sendiri seperti pesawat N219 menggunakan
CASR part 25 sedangkan untuk helikopter menggunakan CASR part 29. Dalam
proses pengembangan pesawat N219, PT. Dirgantara Indonesia telah melakukan
banyak percobaan untuk mengejar Sertifikasi Layak Terbang dari DGCA. Salah
satu permasalahan yang didapati ialah beban kerja pada kaki pilot untuk
menggerakan Rudder pada saat keadaan emergency bernilai diatas standar yang
ditentukan pada CASR part 25 bagian 25.143 poin (c). Beban kerja yang dirasakan
oleh pilot adalah kurang lebih 200 lbs atau 90 kg sedangkan beban kerja yang
diizinkan adalah kurang dari 150 lbs atau 68 kg. Untuk elevator dari segi regulasi
pada CASR part 25 bagian 25.143 poin (c) bernilai 75 lbs sedagkan beban kerja
yang dirasakan oleh pilot kurang lebih 70 lbs atau 31.75 kg maka bisa dikatakan
aman namun masih bisa di tingkatkan lagi performanya dengan improvisasi pada
horn.
PT. Dirgantara Indonesia melakukan program weight saving atau weight
reduction yang berfungsi untuk meningkatkan performa pesawat N219. Program
ini meliputi 3 bidang improvisasi yang pertama adalah dari struktur. Improvisasi
yang dilakukan yakni memperkuat struktur airfoil pada elevator, pada saat ini
elevator mengalami defleksi berlebih yang mengakibatkan adanya beban tambahan
pada sistem penggerak. Bidang kedua adalah sistem mekanikal, pada sistem
penggerak juga terjadi defleksi yang menyebabkan alur pergerakan sling tersendat.
Bidang ketiga adalah aerodinamika, improvisasi yang dilakukan adalah mengubah
bentuk geometri horn.
44
Tugas khusus yang diberikan adalah pada bagian Horizontal Tail Plane
khususnya elevator horn dimana dalam prosesnya ada beberapa langkah yang
dilakukan serta pertimbangan dari beberapa departemen dalam pemilihannya.
Horn merupakan wing tip yang berfungsi mengurangi beban kerja pada pilot
untuk menggerakkan elevator. Prinsip kerja horn adalah seperti jungkat-jungkit
dimana jika panjang lengan sama namun berat antara keduanya berbeda maka akan
cenderung berat disalah satunya jadi untuk bisa seimbang, beban jungkat-jungkit
yang lebih kecil harus ditambah agar hasilnya bisa seimbang. Prinsip dasar tentang
Horn ini dijelaskan oleh Departemen Aerodinamika (TC2000). Prinsip kerja Horn
secara garis besar adalah ketika elevator melakukan defleksi sebesar sekian derajat
maka saat itu pula elevator mendapat tekanan oleh aliran udara dari depan yang
menyebabkan pesawat bergerak pitch up – pitch down. Horn pada tip berdefleksi
kearah yang berlawanan dengan elevator berdefleksi, ketika Horn berdefleksi ke
atas dan elevator berdefleksi ke bawah, maka Horn akan terdorong kearah atas oleh
aliran udara sehingga membantu menahan beban aliran udara pada elevator seperti
pada Gambar 4.20.
45
Berdasarkan pada gambar diatas maka dapat dilihat bahwa fungsi dari horn
secara sederhana adalah untuk membantu menahan aliran udara pada elevator.
Pesawat N219 memerlukan horn karena menggunakan sistem penggerak mekanikal
berbeda dengan pesawat jenis Boeing yang tidak memerlukan horn karena pada
sistem penggerak pesawat Boeing menggunakan bantuan motor listrik atau bahkan
sistem hidrolik.
Selanjutnya bentuk horn ini adalah terusan dari airfoil dan bentuk ini didapat
melalui proses desain geometri yang dilakukan oleh Bidang Pendefinisian dimensi
dan Model Induk DC1200 atas hasil dari pertimbangan Departemen Aerodinamika
melalui beberapa perhitungan dan simulasi dengan menggunakan aplikasi vs aero
dan Computational Fluid Dynamics (CFD). Untuk mendapatkan nilai dari Hinge
Momen dapat diperolh dengan menggunakan 2 jenis pengujian yakni aktual dan
komputasi. Pengujian aktual meliputi Uji Take off, Pengujian Longitudinal Static
Stability, dan Pengujian Steady Flight atau Uji Trim. Pengujian aktual ini dilakukan
dan dipantau secara real-time dari udara maupun Ground Station. Pengujian
Longitudinal Static Stability adalah sebuah pengujian kestabilan pesawat ketika
melakukan pitching atau gerakan nose-up dan nose-down dengan percepatan dan
perlambatan tertentu. Sedangkan pengujian Steady Flight hampir sama dengan
pengujian Longitudinal Static Stability hanya saja pesawat dibiarkan terbang
dengan kecepatan dan ketinggian tertentu secara konstan tanpa adanya percepatan
maupun perlambatan, hal ini dilakukan untuk mengetahui kecenderungan posisi
pesawat yakni naik, turun, atau netral serta untuk mengetahui besar nilai beban kerja
yang diterima oleh pilot untuk tetap bisa stabil mengudara. Sedangkan pengujian
komputasi biasanya dilakukan untuk simulasi dari perubahan desain.
Horn pada elevator perlu di improvisasi agar performanya dapat
dimaksimalkan, pada sub-sub bab 4.4.1 hasil poin C dapat dilihat hasil improvisasi
horn. Pada dasarnya Departemen Aerodinamika telah melakukan banyak iterasi
terhadap elevator horn begitupun dengan departemen DC 1200 yang telah
melakukan banyak perubahan desain. Namun untuk hasil data yang diperoleh
adalah improvisasi yang ke-7 atau Option 7. Pada tugas khusus ini melakukan studi
improvement pada horn sebelum dan sesudah di improve.
46
Dari segi desain perbedaan yang terlihat adalah pada elevator horn option 7
dibuat sedikit lebih ramping. Salah satu alasannya adalah untuk mengurangi berat
pada struktur elevator. Kemudian untuk material skin juga dilakukan improvisasi
yakni menggunakan komposit pada bagian depan horn serta ada penyisipan logam
atau metal insertion.
Selanjutnya dari data yang telah diperoleh terjadi penurunan nilai hinge
moment pada tabel 4.1. Ketika sudut defleksi -10˚ nilai Hinge Moment yang terjadi
sebesar 468.4 Nm yang sebelumnya 478.6 Nm, berarti penurunan yang terjadi
sebesar 7%. Sebagai perbandingan, beban kerja yang diterima oleh pilot ketika
sudut defleksi 0˚ adalah 70 lbs atau setara dengan 31.75 kg, namun jika
menggunakan elevator horn option 7 akan menjadi 65 lbs atau setara dengan 29.48
kg. Namun perlu diketahui bahwa konfigurasi ini adalah elevator horn option 7 dan
diwaktu yang akan datang tentunya akan diperbaharui menjadi beberapa option
lagi. Dalam hal ini option adalah hasil iterasi yang dilakukan oleh Departemen
Aerodinamika.
47
Daftar Pustaka
48
Himpu. (2019, Juli Jum’at, 05). Penjelasan gaya-gaya yang bekerja pada Horn. (N.
Panji Hartono, Interviewer)
Hubert, Adam., Faizi,Al Fauzani., Ardiya, Bayu D., Firdani, A. (2017).
CATIA.Malang : Universitas Brawijaya.
Kaffa, Mutiara, (2016), Sistem Stall Warning Pada Pesawat Sipil PT. Dirgantara
Indonesia, PT.Dirgantara Indonesia, Bandung
Sahmudin. (2019, Juli Rabu, 17). Penjelasan Hinge Moment dan prinsip kerja Horn.
(N. Panji Hartono, Interviewer)
Selvi. (2019, Juli Rabu, 10). Deskripsi Unit DC-1000 dan DC-1200. (A.
RyanPerdana, Interviewer)
Smith, W. F. (1981). Structure and Properties of Engineering Alloys. New
York:McGraw-Hill Inc.
Smith, W. F. (1993). Foundations of Materials Science and Engineering.
NewYork: McGraw-Hill Inc.
Yugiantoro, Dwi. (2019, Juli Senin, 01). Pengenalan Horn. (N. Panji Hartono,
Interviewer)
49