B. Klasifikasi Terdapat dua tipe utama diabetes yaitu diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2. 1. Diabetes tipe 1 Diabetes tipe 1 atau dikenal pula dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau Juvenile/ Childhood-Onset Diabetes, terjadi karena rusaknya sel beta pankreas yang mengakibatkan jumlah sekresi dari hormon insulin berkurang yang menyebabkan terganggunya proses pengambilan glukosa dari sirkulasi darah dan berujung pada kegagalan dalam mengontrol kadar glukosa dalam darah. Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah ketoasidosis (Soniya dan Fauziah, 2020). 2. Diabetes tipe 2 Dikenal pula dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Adult-Onset Diabetes, terjadi karena penggunaan hormone insulin yang kurang efektif oleh tubuh dimana jumlah insulin yang terdapat dalam tubuh jumlahnya cukup akan tetapi insulin tersebut tidak sensitif lagi sehingga tidak mampu bekerja secara optimal dan glukosa yang merupakan sumber energi tubuh menjadi terhambat proses metabolismenya dan berakibat pada sel kekurangan energy (Soniya dan Fauziah, 2020). Gejala pada DM tipe ini secara perlahan-lahan bahkan asimptomatik. Dengan pola hidup sehat, yaitu mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan olah raga secara teratur biasanya penderita brangsur pulih. Penderita juga harus mampu mepertahankan berat badan yang normal dan pada penerita stadium akhir kemungkinan akan diberikan suntik insulin. 3. Diabetes gestasional (GDM) DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga. Diabetes gestasional dihubungkan dengan makrosomia fetus, meningkatkan trauma saat lahir baik pada ibu maupun bayinya. Komplikasi penyerta pada diabetes seperti retinopati diabetik dan nefropati diabetik bisa memburuk selama kehamilan atau menetapa hingga 5-10 tahun setelah melahirkan (Pudjo dkk, 2017). 4. Diabetes Melitus Tipe Lain DM tipe ini terjadi akibat penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah akibat faktor genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan penyakit DM. Diabetes tipe ini dapat dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti pada penderita HIV/AIDS yang dalam pengobatan atau setelah transplantasi organ). C. Karakteristik 1. Usia Fitriana dkk (2012) menyatakan bahwa proporsi terbesar penderita DM dengan komplikasi berdasarkan umur terdapat pada kelompok umur 51 - 60 tahun (41,4%) dan proporsi terkecil umur <40 tahun. Menurut Damayanti dan Santi ( 2016) hal ini sesuai dengan faktor resiko diabetes yang disebutkan dalam kepustakaan yang menyebutkan bahwa kelompok usia >45 tahun mempunyai risiko yang besar untuk mengalami intoleransi glukosa. 2. Jenis Kelamin Bahwa jenis kelamin laki - laki lebih rentan terkena penyakit diabetes melitus dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan dikarenakan oleh gaya hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan merokok, minum alkohol, dll. Pernyataan ini didukung oleh bahwa prevalensi dari penderita DM cenderung meningkat pada laki-laki dibandingkan perempuan hal ini dikarenakan jumlah kalori pria lebih banyak dibandingkan wanita, jumlah kalori yang banyak dalam tubuh akan merangsang insulin untuk bekerja lebih keras (Lisna, 2009). 3. Pendidikan Hal ini menunjukkan bahwa kejadian DM tersebar pada semua tingkatan pendidikan. Walaupun memiliki pengetahuan tentang faktor risiko diabetes, tidak menjamin seseorang terhindar dari DM. Adanya kesadaran untuk hidup sehat dan dukungan dari keluar ga atau lingkungannya sangat diperlukan untuk terhindar dari DM. 4. Pekerjaan Berdasarkan pekerjaan responden didapatkan bahwa jumlah responden yang banyak menderita DM yaitu responden yang bekerja sebagai wiraswasta. American Diabetes Association (2011) menyatakan bahwa aktivitas fisik memiliki manfaat yang besar karena kadar glukosa dapat terkontrol melalui aktivitas fisik serta mencegah terjadi komplikasi. Faktor pekerjaan mempengaruhi resiko besar diabetes melitus, pekerjaan aktifitas fisik menyebabkan kurang pembakaran energi oleh tubuh sehingga kelebihan energi dalam tubuh akan disimpan dalam bentuk lemak dalam tubuh yang mengakibatkan obesitas (Suiraoka, 2012). Hasil penelitian Gultom (2012) juga mengatakan bahwa setiap orang yang memiliki jam kerja tinggi dengan jadwal makan dan tidur tidak teratur menjadi faktor dalam meningkatnya penyakit DM, kurang tidur juga dapat menganggu keseimbangan hormon yang mengatur asupan makanan dan keseimbangan energi. D. Manifestasi Diabetes Mellitus Di Rongga Mulut 1. Gingivitis atau periodontitis 2. Kehilangan perlekatan gingiva 3. Peningkatan derajat kegoyahan gigi 4. Xerostomia 5. Candidiasis 6. Resobsi tulang alveolar dan tanggalnya gigi 7. Peningkatan kadar glukosa dalam cairan krevikuler gingiva dan saliva (Ermawati,2015). E. Pemeriksaan Diabetes Mellitus Diagnosis diabetes mellitus dapat dilakukan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah. Jenis uji glukosa darah yaitu 1. Tes glukosa plasma sewaktu Tes glukosa plasma sewaktu dilakukan kapan saja tanpa pertimbangan konsumsi makanan terakhir kali (Kardika, dkk., 2013). Tes biasanya dilakukan pada seseorang yang sudah menunjukkan gejala klasik seperti kehausan ekstrem dan frekuensi buang air kecil yang meningkat (Dalimartha dan Adrian, 2012). Interpretasi hasil tes ini yaitu apabila kadar glukosa darah 200 mg/dl menunjukkan seseorang mengalami diabetes mellitus (Kardika, dkk., 2013). 2. Tes glukosa plasma puasa Tes glukosa plasma puasa dilakukan dengan mengambil sampel darah setelah seseorang berpuasa semalaman (kurang lebih 8 jam) (Dalimartha dan Adrian, 2012). Interpretasi hasil tes ini yaitu kadar glukosa 100 mg/dl berarti normal, kadar glukosa 100 mg/dl - 126 mg/dl disebut glukosa darah puasa terganggu (GDPT), dan 126 mg/dl dinyatakan seseorang mengalami diabetes mellitus (Kardika, dkk., 2013). 3. Tes glukosa 2 jam post prandial Pada tes ini 2 jam sebelum dilakukan tes, pasien diminta untuk konsumsi makanan karbohidrat seberat 100mg. Tes dilakukan 2 jam setelah tes glukosa darah puasa. Interpretasi hasil tes ini yaitu 140 mg/dl menunjukkan normal, 140 mg/dl - 200 mg/dl disebut toleransi glukosa terganggu (TGT), dan 200 mg/dl pasien dinyatakan mempunyai diabetes mellitus (Kardika, dkk., 2013). 4. Tes toleransi glukosa oral Pada tes ini, pasien diminta untuk berpuasa kurang lebih 8 jam lalu pasien diminta untuk konsumsi makanan seperti biasanya dan pasien diberikan cairan gula. Pemeriksaan dilakukan setelah 2 jam makan (Dalimartha dan Adrian, 2012). Interpretasi hasil tes ini yaitu kadar glukosa darah ≤140 mg/dl dinyatakan normal, > 140 mg/dl - < 200 mg/dl termasuk toleransi glukosa darah terganggu (TGT), dan ≥200 mg/dl disebut diabetes melitus (Kardika, dkk., 2013). Daftar Pustaka Dalimartha,S., dan Felix, A., Makanan dan Herbal untuk Penderita Diabetes Mellitus, Penebar Swadaya, Jakarta. Damayanti,Santi. 2016. Diabetes Melitus & Penatalaksanaan Keperawatan. Ermawati, T.,2015, Periodontitis dan Diabetes Melitus, STOMATOGNATIC - Jurnal Kedokteran Gigi, 9(3) : 152-154. Hasdianah, 2012. Penderita Hidup Selama Masa Kehamilan Kardika, I.B.W., Herawati, S., Yasa, I.W.P.S., 2013, Preanalitik dan Interpretasi Glukosa Darah untuk Diagnosis Diabetes Melitus, e-jurnal Medika Udayana, 20(10) : 1-14. Khairiah, dkk. 2014. Hubungan Karakteristik Penderita Diabetes Melitus Terhadap Tingkat Ketajaman Penglihatan Di RSUD Langsa. Jurnal Kesehatan Ilmiah Nasuwakes Vol. 7 No. 1 Soniya, F., dan Fauziah, M., 2020, Efektivitas Ekstrak Ikan Gabus Sebagai Antihiperglikemik, Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Vol. 2(1), Hal. 65-70.