Anda di halaman 1dari 10

A.

Sejarah dan Pengertian Autis

Autisme (autism) berasal dari bahasa Yunani yaitu autos yang berarti diri sendiri. Autis bukan suatu
jenis penyakit tetapi merupakan suatu gangguan perkembangan yang komplek disebabkan oleh
adanya kerusakan pada otak, umumnya dapat terdeteksi sejak anak lahir atau usia balita (di bawah 3
tahun) sehingga menyebabkan anak tidak mampu membentuk hubungan sosial atau
mengembangkan komunikasi secara normal. Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang
kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensoris, pola bermain, perilaku, emosi
dan aktivitas imajinasi. Akibatnya anak terisolasi dari kontak manusia dan asyik dalam dunianya
sendiri yang di ekspresikan dalam minat dan perilaku yang terpaku, menetap dan di ulang-ulang.
Pada kenyataannya gangguan perkembangan yang kompleks tersebut terwujud dalam berbagai
bentuk yang berbeda, sehingga autisme dapat disebut juga sebagai sekumpulan gejala klinis yang
dilatarbelakangi berbagai faktor yang sangat bervariasi, berkaitan satu dengan yang lainnya dan unik
karena tidak sama untuk masingmasing kasus. “Setiap anak adalah unik”. Kalimat yang penuh makna
tersebut menyiratkan bahwa setiap anak yang lahir ke dunia ini bukanlah anak yang sempurna,
tetapi anak yang membawa keunikannya masingmasing. Keunikan ini dimulai dengan keunikan
genothypnya yang akan menjadi blue print perkembangan dan berwujud dalam phenothypnya. Di
Australia, badan yang menaungi permasalahan autis (Autisme Association of Australia)
mengungkapkan bahwa 1 di antara 100 penduduk memiliki karakteristik autis.

Autistik adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi
sosial dan aktivitas imajinasi. Anak autis merupakan anak-anak yang cenderung asyik dengan diri
mereka sendiri serta tidak menghiraukan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Anak autis hanya
akan melakukan hal-hal yang menarik bagi dirinya sendiri, bahkan anak autis akan melakukannya
berulang-ulang dan menjadikan sebagai sebuah rutinitas. Anak autis mempunyai masalah/gangguan
dalam bidang komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensoris, pola bermain, perilaku dan emosi.
Seperti diketahui, anak-anak adalah manusia yang masih sangat bersemangat, selalu penuh dengan
tawa, jauh dari permasalahan yang biasa dihadapi oleh orang dewasa, selalu bermain dan bermain
dengan teman-teman sebaya mereka. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang
kompleks yang berhubungan dengan komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya
tampak pada sebelum usia 3 tahun. Bahkan apabila autis infantile gejalanya sudah ada sejak bayi.
Autis juga merupakan suatu konsekuensi dalam kehidupan mental dari kesulitan perkembangan otak
yang kompleks yang mempengaruhi banyak fungsi–fungsi : persepsi (perceiving), intending, imajinasi
(imagining), dan perasaan (feeling). Autis juga dapat dinyatakan sebagai suatu kegagalan dalam
penalaran sistematis (systematic reasoning). Dalam suatu analisis microsociological tentang logika
pemikiran mereka dan interaksi dengan yang lain (Threvanthen; 1999). Anak autis memiliki
kekurangan pada creative induction atau membuat penalaran induksi yaitu penalaran yang bergerak
dari premis–premis khusus (minor) menuju kesimpulan umum, sementara deduksi, yaitu bergerak
pada kesimpulan khusus dari premispremis (khusus) dan abduksi yaitu peletakan premis–premis
umum pada kesimpulan khusus, kuat. Autisme, yang juga disebut sebagai “Autisme Klasik”,
merupakan tipe yang paling sering ditemukan dari Autism Spectrum Disorders (ASD), yaitu sindrom
yang menyebabkan gangguan pada 85 Hambatan Komunikasi Anak Autis Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei
2016 kemampuan sosial, komunikasi, dan perilaku. Penderita ASD mengolah informasi di otak
mereka denga cara yang berbeda dari orang lain pada umumnya. Autisme muncul sebelum usia 30
bulan dengan gejala utama berupa gangguan komunikasi verbal dan non-verbal, ketidakmampuan
dalam berinteraksi sosial, dan pola kebiasaan yang abnormal berupa gerakan tubuh yang stereotipik,
minat yang sangat sempit, dan perilaku ritualistik serta obsesif. Anak autis menghabiskan waktunya
untuk bermain sendiri dan memiliki kontak mata yang minimal. Anak autisme mengalami
pertumbuhan yang normal dengan intelegensi yang beragam, kepekaannya terhadap rasa sakit
cenderung berkurang, tetapi justru sangat sensitif terhadap sensasi seperti suara, sentuhan, dan
berbagai stimulasi sensorik, sehingga sering tidak suka digendong atau dipeluk. (U.S. Department of
Health and Human Services ; 2008).

Autism dikenal sebagai pervasive development disorder yang berarti bahwa satu aspek kesulitan
berdampak pada yang lain.

Dalam American Psychiatric Association, (Diagnostic Statistical Manual) mendifinisikan anak autis
sebagai berikut:

1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang ditunjukan oleh paling sedikit dua diantara berikut:

a. Memiliki kesulitan dalam menggunakan berbagai perilaku non verbal seperti, kontak mata,
ekspresi muka, sikap tubuh, bahasa tubuh lainnya yang mengatur interaksi sosial.

b. Memiliki kesulitan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya atau teman yang
sesuai dengan tahap perkembangan mentalnya.

c. Ketidakmampuan untuk berbagi kesenangan, minat, atau keberhasilan secara spontan dengan
orang lain (seperti, kurang tampak adanya perilaku memperlihatkan, membawa atau menunjuk
objek yang menjadi minatnya).

d. Ketidakmampuan dalam membina hubungan sosial atau emosi yang timbal balik.

2. Gangguan kualitatif dalam berkomunikasi yang ditunjukan oleh paling sedikit satu dari berikut ini:

a. Keterlambatan dalam perkembangan bicara atau sama sekali tidak (bukan disertai dengan
mencoba untuk mengkompensasikannya melalui cara-cara berkomunikasi alternative seperti
gerakan tubuh atau lainnya).

b. Bagi individu yang mampu berbicara, kurang mampu untuk memulai pembicaraan atau
memelihara suatu percakapan dengan yang lain.

c. Pemakaian bahasa yang stereotip atau berulang-ulang atau bahasa yang aneh (idiosyncantric). 86
Hambatan Komunikasi Anak Autis Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei 2016

d. Cara bermain kurang variatif, kurang mampu bermain pura-pura secara spontan, kurang mampu
meniru secara sosial sesuai dengan tahap perkembangan mentalnya.

3. Pola minat perilaku yang terbatas, repetitive, dan stereostype seperti yang ditunjukan oleh paling
tidak satu dari yang berikut:

a. Keasikan dengan satu atau lebih pola-pola minat yang terbatas dan stereotype baik dalam
intensitas maupun dalam fokusnya.

b. Tapak tidak fleksibel atau kaku dengan rutinitas atau ritual yang khusus, atau yang tidak memiliki
manfaat.
c. Perilaku motorik yang stereotip dan berulag-ulang (seperti: memukul-mukulkan atau menggerak-
gerakkan tangannya atau mengetuk-ngetukkan jarinya, atau menggerakkan seluruh tubuhnya).

d. Keasikan yang menetap dengan bagian-bagian dari benda (objek).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa anak autis adalah anak–anak yang mengalami kesulitan
perkembangan otak yang kompleks yang mempengaruhi banyak fungsi: persepsi (perceiving),
intending, imajinasi (imagining) dan perasaan (feeling) yang terjadi sebelum usia tiga tahun dengan
ciri adanya hambatan kualitatif dalam interaksi sosial, komunikasi dan terobsesi pada satu kegiatan
atau objek yang mana mereka memerlukan layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan
potensinya.

Mendiagnosis Autism

Autism didiagnosis menggunakan parameter triad of impairments, yaitu tiga area kesulitan
belajar dan berkomunikasi seseorang anak yang tampak dalam perkembangan anak tersebut
sebelum anak tersebut berusia tiga tahun. Bukan berarti semua anak didiagnosis sebelum
tiga tahun, tetapi berdasarkan observasi pada orangtua dan observasi lainnya, tampak
bahwa pola kesulitan yang dialami seorang anak diawali sebelum usianya tiga tahun.
Ketiga area kesulitan tersebut meliputi :
 Kesulitan dalam berbahasa dan berkomunikasi
 Kesulitan dalam interaksi sosial dan pemahaman terhadap sekitarnya
 Kurangnya fleksibilitas dalam berpikir dan bertingkah laku

Jenis autisme pada anak

Pada anak yang mengidap autisme sangat membutuhkan perhatian dan perlakuan khusus. Untuk itu,
berikut ini jenis autisme pada anak yang harus orang tua ketahui, antara lain:

- Sindrom Asperger

Jenis austime ini sering dianggap autisme “high functioning” yang berarti autisme dengan
kemampuan yang cukup multifungsi.

Pada dasarnya autisme pada anak jenis ini tetap mampu untuk berinteraksi dengan orang lain.
Bahkan pengidapnya juga mampu untuk memahami hal-hal yang terjadi di sekitarnya.

Selain itu, kemampuan bahasa pengidap autisme yang satu ini pun baik dan memiliki rasa empati
yang cukup tinggi. Namun, ada beberapa kasus yang menunjukkan bahwa anak dengan asperger
syndrome bisa saja tidak memberi respons seperti orang lain.

Kelainan ini muncul sejak masih dalam kandungan dan faktor genetik. Sebagai contoh salah satu
anggotanya memiliki sindrom autisme bisa saja memiliki anak dengan jenis-jenis autisme pada anak
yang serupa walau dalam spektrum yang berbeda.
- Gangguan autis mindblindness

Jenis autisme ini biasanya seringkali disebut dengan mindblindness yang artinya tidak memiliki
kemampuan untuk menafsirkan emosi serta tidak memiliki kemampuan untuk memahami
permasalahan dari sudut pandang orang lain.
Hal ini dikarenakan pengidapnya merasa seolah-olah memiliki dunianya sendiri dan tidak paham
dengan kejadian yang ada di sekitarnya. 

Di sisi lain, autisme pada anak jenis ini memiliki kemampuan istimewa di berbagai bidang seperti
halnya musik, seni, berhitung yang baik, dan memiliki memori yang lebih tajam dibandingkan anak
normal lainnya.

- Childhood disintegrative disorder (CDD)

Autisme jenis ini sering disebut dengan sindrom Heller, biasanya perkembangan anak normal hingga
usia mencapai di atas 3 tahun mengalami penurunan kemampuan sosial, komunikasi dan
keterampilan lain.

Gangguan ini terjadi karena adanya kesalahan pada sistem saraf otak anak dan paparan lingkungan
seperti racun atau infeksi dan juga respons autoimun. 

Biasanya ditandai dengan keterlambatan perkembangan motorik, bahasa, dan fungsi sosial. Namun,
pada awalnya anak dengan jenis autisme ini memiliki kemampuan motorik, bahasa, maupun
interaksi sosial yang baik, tetapi lambat laun kemampuan tersebut akan merosot.

- Pervasive developmental disorder not otherwise specified (PDD-NOS)

Pada dasarnya gangguan autisme pada anak jenis ini merupakan jenis autisme yang paling rumit,
kompleks, dan perlu diagonosa lebih lanjut. Gangguan ini sering disebut Autism Spectrum Disorder
(ASD).

Gangguan ini terjadi dengan kondisi dimana ketrampilan sosial, perkembangan bahasa, dan perilaku
yang diharapkan tidak berkembang sesuai atau hilang pada masa anak-anak.

Biasanya ditandai dengan ketidakmampuan menanggapi perilaku orang lain, cenderung kaku pada
rutinitas, dan kesulitan dalam mengingat sesuatu. Selain itu, yang tampak menonjol dari autisme
jenis ini adalah adanya interaksi dengan teman imajinatif.

Sumber :

- Christie, Newson, Prevezer, Chandler ., 2009., First Steps in Intervention with Your Child with
Autism, Chandler, Amerika Serikat : Pamela Venus.

- Mansur, 2016, Hambatan Komunikasi Anak Autis, Jurnal Al- Munzir, 9(1): 81-96

B. Langkah Komunikasi dengan Anak Autis

Anak autis mempunyai kepribadian dan sikap yang unik dari orang pada umumnya. Mereka memiliki
bahasa mereka sendiri dan untuk memahaminya memerlukan ketrampilan dalam berkomunikasi.
Berikut adalah langkah berkomunikasi secara efektif pada anak autis :
1. Bicara tentang minat mereka.
Mengetahui minat mereka adalah kunci dalam memulai percakapan. Ketika membicarakan
tentang hal-hal yang membuat mereka tertarik tentu mereka akan lebih terbuka dalam
berkomunikasi.

2. Persingkat kalimat agar mudah dipahami.


Ketika berbicara dengan orang yang sulit mencerna kata-kata memang sebaiknya kita
menyingkatnya agar mudah dipahami. Namun jangan menganggap semua anak autis buruk
dalam mencerna kata. Beberapa dari mereka sangat baik dalam mencerna perkataan yang
panjang sekalipun namun beberapa yang lain memiliki kesulitan dalam hal itu. Kita dapat
menggunakan alternatif dengan tulisan sebagai alternatif. Seperti menuliskan “Kita akan
makan sekarang” sembari memverbalkannya, itu akan sangat membantu.

3. Buat gambar.
Orang autis cenderung berpikir secara visual dan penggunaan gambar ini sedikit banyak akan
membantu proses komunikasi. Cobalah menggambar kegiatan mereka sehari-hari seperti
sarapan, pergi ke sekolah, tidur atau yang lainnya.

4. Beri waktu pemrosesan.


Mungkin komunikasi dengan anak autis akan berjalan lebih lambat karena kita perlu
memberikan mereka waktu untuk memproses informasi yang baru saja mereka dapat. Jika
mereka tidak menanggapi pertanyaan pertama maka jangan mengulang pertanyaan, mereka
akan tambah bingung. Jangan pernah menganggap anak autis tidak memiliki kemampuan
intelektual, mereka hanya memerlukan waktu untuk memproses sedikit lebih lambat.

5. Pertahankan konsistensi bahasa.


Bahasa memiliki banyak variasi. Misalkan satu kata bisa memiliki banyak arti yang sama. Kita
tidak bisa menerapkan variasi bahasa ini untuk berkomunikasi dengan anak autis karena
mereka akan semakin bingung. Jaga konsistensi frasa yang digunakan dalam berkomunikasi
dengan mereka agar mereka lebih mudah dalam memahami.

Sumber :
Santosa, Zen, 2019, Mengatasi Anak Autis, Yogyakarta : CV Alaf Media, hal 3-4.

C. Perkembangan komunikasi anak autis

Salah satu kesulitan yang dihadapi anak autis adalah kesulitun dalam komunikasi
(Delphie, 2006:1). Kesulitan anak autis dalam berkomunikasi disebabkan oleh gangguan
dalam berbahasa (verbal dan non verbal), padahal bahasa merupakan media utama dalam
berkomunikasi. Mereka sering kesulitan untuk mengkomunikasikan keinginannya baik
(lisan/bicara) maupun non verbal (isyarat/gerak tubuh dan tulisan).

Sebagian besar dari mereka dapat berbicara, menggunakan kalimat pendek dengan
kosa kata sederhana namun kosa katanya terbatas dan bicaranya sulit dipahami. Mereka
yang dapat berbicara senang meniru ucapan dan membeo (echolalia). Beberapa diantara
mereku sering kali menunjukkan kebingungan akan kata ganti. Contoh, mereka tidak
menggunakan kata saya dan kamu secara benar, atau tidak mengerti ketika lawan bicaranya
beralih dari kamu menjadi saya atau sebaliknya (Riyanti, 2002:16).

Pada saat anak pada umumnya sudah mengetahui nama, mampu merespon
terhadap ya atau tidak, mengerti konsep abstrak laki-laki- perempuan, dan mengikuti
perintah-perintah sederhana. Sementara itu pada anak autis mungkin hanya echolalia
(membeo) terhadap apa yang dikatakan atau tidak bicara sama sekali.

Anak pada umumnya mulai mengoceh sekitar umur enam bulan, anak mulai bicara
dalam bentuk kata pada umur satu tahun dan merangkai dua atau tiga kata dalam satu
kalimat sebelum delapan belas bulan. Sedangkan pada anak autis sebaliknya, ia tidak
memiliki poła perkembangan bahasa.

Anak autis yang sulit berbicara, seringkali mengungkapkan diri atau keinginannya
melalui perilaku. Memang untuk beberapa kasus anak autis yang ada yang sudah mampu
menyampaikan keinginannya dengan cara menarik tangan orang yang didekatnya atau
menunjuk ke suatu arah yang diinginkan, atau mungkin menjerit. Jika orangtua atau orang
disekitarnya tidak memahami apa yang diinginkannya anak akan marah- marah, mengamuk
dan mungkin tatrumnya akun muncul.

Siegel (1996: 44) secara umum menggambarkan perkembangan komunikasi anak


autis terbagi dalam dua bagian, yaitu:

1. Perkembangan komunikasi verbal, meliputi keterlambatan berbahasa bahkan ada


diantara mereka yang kemampuan berbahasanya hilang, echolalia dan
menggunakan bahasa yang aneh/tidak dimengerti, menggunakan bahasa sederhana
(misalnya minta makan "Makan, ya!").
2. Perkembangan komunikasi non verbal, meliputi menggunakan gestur, gerak tubuh,
mengungkapkan keinginan dengan ekspresi emosi (menjerit, marah-marah,
menangis).

Dengan perkembangan komunikasi seperti telah disampaikan di atas jelaslah anak autis
akan menghadapi berhagai kesulitan untuk mengungkapkan keinginannya dan dengan
kemampuan komunikasi seperti demikian perlu adanya suatu cara yang dapat membantu
mereka untuk berkomunikasi dengan lingkungannya.

D. Komunikasi Terapeutik untuk Anak Autis

Proses komunikasi terapeutik merupakan proses yang sangat penting dalam kaitannya dengan
pemulihan pasien akan suatu keluhan tertentu, tak terkecuali untuk pasien anak-anak yang memiliki
gangguan dalam aspek perkembangan.
Tahapan proses komunikasi terapeutik

1. Tahap pra interaksi, yakni dokter/terapis berusaha untuk membangun interaksi dengan
anak. Tahap ini merupakan tahap awal yang mana dokter/terapis mulai menggali
kemampuan yang dimiliki sebelum melakukan kontak langsung dengan pasien. Pada tahap
ini, dokter/terapis memahami kondisi pasien yang akan ditangani termasuk kebiasaan
sehari-harinya.
2. Tahap perkenalan, yakni dokter/terapis mulai memperkenalkan diri terlebih dahulu dengan
anak serta orang tuanya termasuk mulai merencanakan proses terapi yang akan
dilaksanakan dan membangun interaksi dengan pasien. Pada tahap ini diharapkan ada
keterbukaan dari klien agar proses komunikasi terapeutik yang akan dilakukan dapat
berjalan dengan lancar.
3. Tahap orientasi, yaitu dokter/terapis akan mencari tahu masalah dan keluhan yang dialami
pasien yang akan menentukan rencana tindakan yang akan dilakukan. Tahap ini dilakukan
dengan melihat secara langsung kondisi fisik pasien kemudian dilanjutkan dengan
pertanyaan kepada ornag tua terkait kondisi anak untuk disusun rencana tindakan.
4. Tahap kerja, merupakan tahap pengimplementasian dari rencana kegiatan yang akan dibuat.
Pada tahap ini, akan langsung dimulai proses terapi serta proses komunikasi terapeutik.
Komunikasi terapeutik yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pasien
sehingga mengarah pada proses perbaikan menuju keadaan yang lebih baik.
5. Tahap terminasi, yaitu merupakan tahap terakhir dalam proses terapi. Dalam tahap ini,
dilakukan proses evaluasi untuk merumuskan tindakan yang akan dilakukan dalam sesi
terapi selanjutnya.

Bentuk komunikasi verbal dalam komunikasi terapeutik banyak dilakukan ketika dokter/terapis
memberi perintah tertentu kepada pasien. Komunikasi non-verbal dalam komunikasi terapeutik
dapat berupa :

1. Sentuhan
a) Menggelitik, dilakukan ketika pasien autis tidak memberikan respon atau ketika anak
mulai ngambek dan tidak mau menuruti perintah dokter/terapis.
b) Memegang atau menggenggam tangan, dilakukan dengan tujuan agar pasien dapat
dikendalikan serta menenangkan pasien jika bereaksi berlebihan.
c) Berjabat tangan, dilakukan di awal proses terapi dengan tujuan untuk membiasakan
anak agar lebih mengenal orang baru di hadapannya. Berjabat tangan juga dilakukan
setelah proses selesai dilakukan.
d) Sentuhan langsung, bertujuan untuk menunjukkan hal-hal yang lebih spesifik, seperti
untuk mengajarkan pasien mengenal anggota tubuh, menenangkan kondisi serta
memberikan rangsangan untuk melakukan hal-hal yang diperintahkan.
2. Gerakan anggota tubuh, dilakukan dengan gerakan tos, bertepuk tangan, dan mengatakan
"yes" sehingga tercipta suasana yang menyenangkan.
3. Orientasi ruang dan jarak pribadi, berupa penempatan meja, kursi, dan penataan desain
ruangan.
4. Vokalika/parabahasa, berupa kecepatan bicara, nada, volume suara, intonasi, dan kualitas
vokal.
5. Kontak mata, merupakan hal paling penting yang bertujuan untuk menjaga aliran
percakapan, mengukur respon dari orang lain, da memfokuskan pasien terhadap materi
yang diberikan.
6. Konsep waktu, memperlihatkan ketepatan waktu dan durasi berlangsungnya terapi yang
terlihat dari intensitas terapis melihat jam tangan selama proses terapi.
7. Warna, mempengaruhi kondisi ruangan terapi.

Hambatan dalam proses komunikasi terapeutik

1. Hambatan internal berupa ketidaklengkapan sarana dan prasarana dan skill atau
kemampuan dokter/terapis yang masih kurang.
2. Hambatan eksternal berupa durasi terapi yang singkat serta orang tua pasien yang kurang
kooperatif.

Sumber :

Putri, R, N, I., dan Istiyanto, S, B. 2019. Penerapan Komunikasi Terapeutik pada Anak Penyandang
Down Syndrome Melalui Pelayanan Terapi Wicara di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Jurnal Dakwah Risalah. vol 30 (1) : 35-45.

E. Hambatan Komunikasi pada Anak Autis

Hambatan yang dialami oleh anak autis adalah hambatan kualitatif pada saat interaksi
sosial, maksudnya adalah anak autis mempunyai hambatan dalam kualitas interaksi dengan
individu yang ada di sekitarnya. Contohnya seperti :

a. Sering menarik diri


b. Acuh tak acuh
c. Lebih memilih untuk bermain sendiri
d. Menunjukkan perilaku yang tidak hangat
e. Tidak ada kontak mata dengan orang lain
f. Untuk anak yang kedekatan dengan orang tua tinggi, maka pada saat tidak
didampingi
oleh orang tua akan merasa cemas.

Hambatan yang selajutnya yaitu keterbatasan dan keterlambatan anak dalam berbicara
dan berbahasa. Mereka kesulitan dalam memehami pembicaraan orang lain dan sulit untuk
memahami kata-kata dalam konteks yang tidak tepat. Apabila mereka menginginkan
sesuatu maka mereka akan langsung menarik tangan untuk mengambil obyek yang
diinginkan. Anak-anak autis ini juga sulit untuk mengatur volume suara mereka dan kurang
bisa berkomunikasi menggunakan bahasa tubuh.

Anak autis mempunyai minat yang terbatas dan mereka lebih cenderung menyukai suatu
lingkungan yang telah rutin mereka lakukan dan akan menolak untuk perubahan lingkungan
baru.

Terdapat beberapa masalah yang ada pada anak-anak autis, seperti:

a. Memiliki masalah dalam memahami lingkungan


b. Respon terhadap suara yang tidak biasa, seperti contoh ada anak autis yang
menyukai suara-suara beberapa benda seperti bel, tetapi ada juga anak-anak autis
yang tidak menyukainya sehingga mereka akan menutup telinganya.
c. Memiiki kesulitan dalam memahami pembicaraan. Maksudnya yaitu anak-anak
autis sulit menyadari bahwa apa yang dibicarakan itu memiliki makna, tidak dapat
mengikuti intruksi secara verbal,namun mereka akan paham saat diperingati atau
pahamsaat mereka dimarahi.
d. Memiliki kesulitan ketika berkomunikasi. Karena beberapa anak tidak pernah
berbicara, ada anak yang belajar untuk mengatakan beberapa kata-kata, dan anak-
anak yang mengulangi kata-kata yang diucapkan orang lain. Kesulitan dalam
menggunkan kata sambung dan sulit untuk mengungkapkan kata-kata dengan
fleksibel atau mengungkapkan ide.
e. Memiliki kelemahan dalam pengucapan dan control suara. Karena mereka
kesulitan dalam membedakan suara tertentu yang mereka dengarkan, kesulitan
membedakan kata-kata yang hamper sama, kesulitan mengucapkan kata-kata yang
sulit dan kesulitan dalam mengontrol kerasnya suara.

F. PENINGKATAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI

PECS (Picture Exchange Communication System ) adalah suatu pendekatan yang bertujuan
untuk melatih komunikasi dengan media symbol – symbol verbal. PECS dirancang oleh
Andrew Bondy dan Lori Frost pada tahun 1985 dan dipublikasikan pada tahun 1994 di
Amerika Serikat. Awal kegunaan PECS untuk membantu siswa – siswa pra sekolah yang
mengalami autism dan kelainan lainnya yang berhubungan dengan gangguan komunikasi.
Penggunaan PECS bukan berarti menyerah bahwa anak tidak akan bicara, tetapi dengan
adanya bantuan gambar – gambar maka pemahaman terhadap bahasa yang disampaikan
secara verbal dapat dipahami dengan jelas. Meskipun PECS bukanlah progam yang
digunakan untuk mengajarkan anak autis berbcara namun akhirnya mereka akan terdorong
untuk berbicara.
Ada kekhawatiran orang tua terhadap anaknya yang menggunakan PECS ini. Mereka
khawatir jika anaknya nanti tidak data berbicara melaikan akan tergantungan dengan
gambar atau symbol. Namun, fakta yang ada di dalam penelitian menyatakan bahwa tidak
adanya dampak negative penggunakaan PECS ini , melainkan adanya perkembangan
keterampilan berbicara lebih cepat dibandingkan dengan yang tidak menggunakan PECS.

Penelitian Yoder dan Stone (2006) membandingkan antara anak-anak yang menggunakan PECS
dengan sistem yang lain. Hasi menunjukkan bahwa anak-anak autis yang dilatih menggunakan PECS
lebih verbal dibandingkan dengan yang lain. Berdasarkan pengalaman Wallin (2007:1) ada beberapa
keunggulan yang dimiliki oleh PECS ini, di antaranya:

a. Setiap pertukaran menunjukkan tujuan yang jelas dan mudah dipahami. Pada saat tangan anak
menunjuk gambar atau kalimat, maka dapat dengan cepat dan mudah permintaan atau
pendapatnya itu dipahami. Melalui PECS, anak telah diberikan jalan yang lancar dan mudah untuk
menemukan kebutuhannya.

b. Sejak dari awal, tujuan komunikasi ditentukan oleh anak. Anak-anak tidak diarahkan untuk
merespon kata-kata tertentu atau pengajaran yang ditentukan oleh orang dewasa, akan tetapi anak-
anak didorong untuk mandiri memperoleh “jembatan” komunikasinya dan terjadi secara alamiah.
Guru atau pembimbing dijadikan penguatan dan jembatan komunikasi dengan anak.

c. Komunikasi menjadi penuh makna dan motivasi bagi anak autis.

d. Material (bahan-bahan) yang digunakan cukup murah, mudah disiapkan, dan bisa dipakai kapan
saja dan dimana saja. Simbol PECS dapat dibuat gambar sendiri atau dengan foto.

e. Setiap orang dapat dengan mudah memahami simbol PECS sehingga anak autis dapat
berkomunikasi dengan orang lain tidak hanya dengan keluarganya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai