DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA
DI RUANG PERINATOLOGI RSUD GIANYAR
OLEH :
I WAYAN BUDIANTO
NIM: 209012610
Tampak ikterus; sklera, kuku, atau kulit dan membrane mukosa. Jaundice yang tamapak dalam 24
jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu diabetic atau
infeksi. Jaundice yang tampak pada hari kedua atau hari ketiga, dan memuncak pada hari ke lima
sampai tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis. Ikterus adalah akibat pengendapan
bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak kuning atau orange, ikterus pada tipe obstruksi
(bilirrubin direk) kulit tampak beerwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat
dilihat pada ikterus berat. Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.(Suriadi
C. Patofisiologi
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang sering
ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal
ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan
pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini
dapat terjadi apabila kadarprotein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan
lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan
konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran
empedu.Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah
larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada
umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar
Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.( Simanjuntak, 2009) Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati
sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan
mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah ,
Hipoksia, dan Hipoglikemia.
Pathway/pohon masalah terlampir
D. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium.
- Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif, anti-A,
anti-B dalam darah ibu.
Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh-positif, anti-
A, anti-B) SDM dari neonatus.
Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24 jam atau
tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi
praterm tegantung pada berat badan.
Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%) dengan
hemolisis dan anemia berlebihan.
- Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau test glukosa
serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan
lemak dan melepaskan asam lemak.
- Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
b. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma
kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
c. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra
hepatic.
d. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti
untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga
untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma
E. Penatalaksanaan Medis
Tindakan umum
a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah truma lahir,
pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan ikhterus,
infeksi dan dehidrasi.
b. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan
bayi baru lahir.
c. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia
diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan
mempunyai tujuan :
a. Menghilangkan Anemia
b. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
c. Meningkatkan Badan Serum Albumin
d. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus
Albumin dan Therapi Obat.
a. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk
menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan
menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara
memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi
jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin.
Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah
Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke
Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi
oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984).
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl.
Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan
konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi
Propilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
B. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
- Pengawasan antenatal yang baik
- Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa kehamilan dan
kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
- Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
- Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
- Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
- Pemberian makanan yang dini.
- Pencegahan infeksi.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Umum
Mengkaji identitas pasien dan identitas penanggung jawab pasien dengan format
nama, umur, jenis kelamin, status, agama, pekerjaan, suku bangsa, alamat, pendidikan,
diagnose medis, sumber biaya, hubungan antara pasien dengan penanggung jawab.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Perawat memfokuskan pada hal-hal yang menyebabkan klien
meminta bantuan pelayanan seperti :
1) Apa yang dirasakan klien
2) Apakah masalah atau gejala yang dirasakan terjadi secara tiba-tiba
atau perlahan dan sejak kapan dirasakan
3) Bagaimana gejala itu mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari
4) Apakah ada perubahan fisik tertentu yang sangat mengganggu klien.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji kondisi yang pernah dialami oleh klien diluar gangguan yang dirasakan
sekarang khususnya gangguan yang mungkin sudah berlangsung lama bila
dihubungkan dengan usia dan kemungkinan penyebabnya, namun karena tidak
mengganggu aktivitas klien, kondisi ini tidak dikeluhkan.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji kondisi kesehatan keluarga klien untuk menilai ada tidaknya
hubungan dengan penyakit yang sedang dialami oleh klien.Meliputi pengkajian
apakah pasien mengalami alergi atau penyakit keturunan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Meliputi pengkajian apakah gangguan yang dirasakan pertama kali atau sudah
sering mengalami anak yang sebelumnya juga kuning
Secara umum, teknik pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan dalam memperoleh
berbagai penyimpangan fungsi adalah : Inspeksi, Palpasi, Auskultasi dan Perkusi.
5. Data Pemeriksaan Penunjang
Meliputi data laboratorium dan cek laboratorium yang telah dilakukan pasien
baik selama perawatan ataupun baru masuk rumah sakit.
6. Pengkajian Psikososial
Mengkaji keterampilan koping, dukungan keluarga, teman dan handai taulan serta
bagaimana keyakinan klien tentang sehat dan sakit.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin indirek dalam darah,
ikterus pada sclera leher dan badan.
2. Defisit pengetahuan keluarga mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan
berhubungan dengan kurangnya paparan informasi
3. Ikterik neonatus b.d bayi mengalami kesulitan transisi kehidupan ekstra uterin
4. Hipertermi b.d peningkatan laju metabolisme
5. Risiko tinggi cedera terhadap keterlibatan SSP berhubungan dengan peningkatan bilirubin
indirek dalam darah yang bersifat toksik tehhadap otak.
6. Risiko tinggi kekurangan volume cairan akibat efek samping fototerapi berhubungan dengan
pemaparan sinar dengan intensitas tinggi.
7. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh akibat efek samping fototerapi berhubungan dengan
efek mekanisme regulasi tubuh.
8. Risiko tinggi cedera akibat efek samping tindakan fototerapi berhubugan dengan pemaparan
sinar dengan intensitas tinggi.
9. Risiko tinggi cedera akibat komplikasi tindakan transfusi tukar berhubungan dengan prosdur
invasif, profil darah abnormal.
C. Rencana Keperawatan
Beberapa contoh intervensi utama
S: tidak ada
D. Implementasi
Dibuat sesuai intervensi yang telah disusun
E. Evaluasi
1. Evaluasi Formatif (Merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap klien
terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan)
2. Evaluasi Sumatif (Merefleksikan rekapitulasi dan sinopsis observasi dan analisis
mengenai status kesehatan klien terhadap waktu)
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G. M., et al. (2013). Nursing interventions classification (NIC) 6th edition. USA: Mosby.
Guyton, arthur C. Dkk. 2010. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC.
Herman , T. Heather. (2015). Nanda International Inc. Diagnosis keperawatan: definisi & klasifikasi
2015-2017. Jakarta: EGC.
Moorhead, S., et al. (2013). Nursing outcomes classification (NOC) 5th edition. USA: Mosby.
Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC