Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

FILSAFAT PENDIDIKAN
(AKDK 5402)
“FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME”

Dosen Pengampu:
Drs. Maya Istyadji, M.Pd.
Sauqina, MA

Oleh:

Anita Rahman (1810129320001)


Artika Haspita A (1810129120004)
Ira Mahrita (1810129120024)
Nor Aida Azlina (1810129120016)

Kelompok 5

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
APRIL 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga


makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman untuk para pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Banjarmasin, April 2020


 

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................................1

C. Tujuan..............................................................................................................2

BAB II.....................................................................................................................3

PEMBAHASAN.....................................................................................................3

A. Pengertian Perenialisme.................................................................................3

B. Tokoh-Tokoh...................................................................................................3

C. Pandangan Aliran Perenialisme Mengenai Manusia dan Nilai


Kehidupan...............................................................................................................6

D. Pandangan Perenialisme Dalam Pendidikan...............................................7

E. Pandangan Aliran Perenialisme Tentang Kurikulum Pendidikan..........10

F. Pandangan Perenialisme Terhadap Metode Pembelajaran Di Sekolah..12

BAB III..................................................................................................................14

PENUTUP.............................................................................................................14

A. Kesimpulan....................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filsafat secara etimologi berarti cinta kebijaksanaan dalam arti yang
sedalam-dalamnya. Filsafat merupakan cinta dalam kebenaran. Dalam dunia
pendidikan, filsafat memiliki peranan yang sangat besar. Sebab, filsafat yang
merupakan pandangan hidup itu menentukan arah dan tujuan proses pendidikan.
Filsafat dan pendidikan memiliki hubungan yang erat, karena pada
hakekatnya pendidikan adalah proses pewarisan dari nilai-nilai filsafat dan filsafat
itu adalah teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai
pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan ilmu yang mempelajari dan berusaha
mengadakan penyelesaian terhadap masalah-masalah pendidikan yang bersifat
filisofis. Dalam memecahkan persoalan masing-masing filosofis akan
menggunakan teknik atau pendekatan yang berbeda, sehingga melahirkan
kesimpulan-kesimpulan yang berbeda pula. Dari perbedaan tersebut kemudian
lahirlah aliran-aliran atau sistem filsafat.
Perenialisme adalah salah satu aliran dalam filsafat pendidikan, dalam
kehidupan modern saat ini banyak terjadi krisis kehidupan terutama dalam bidang
penddikan. Untuk mengembalikan keadaan krisis tersebut maka perenialisme
memberikan jalan keluar yaitu dengan cara kembali pada masa lampau yang
dianggap ideal dan teruji ketangguhannya.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada materi ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan perenialisme?
2. Siapa saja penggagas tokoh-tokoh perenialisme?
3. Bagaimana pandangan aliran perenialisme mengenai manusia dan nilai
kehidupan?
4. Bagaimana pandangan perenialisme dalam pendidikan?

1
5. Bagaimana pandangan aliran perenialisme tentang kurikulum
pendidikan?
6. Bagaimana pandangan perenialisme terhadap metode pembelajaran di
sekolah?
C. Tujuan
Adapun tujuan mempelajari materi ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian perenialisme.
2. Untuk mengetahui siapa saja penggagas tokoh-tokoh perenialisme.
3. Untuk mengetahui pandangan aliran perenialisme mengenai manusia dan
nilai kehidupan.
4. Untuk mengetahui pandangan perenialisme dalam pendidikan.
5. Untuk mengetahui pandangan aliran perenialisme tentang kurikulum
pendidikan.
6. Untuk mengetahui pandangan perenialisme terhadap metode
pembelajaran di sekolah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perenialisme
Perenialisme berasal dari kata dasar perenial yang berarti abadi atau kekal
yang selalu ada tanpa akhir. Perenialisme memandang pola perkembangan
kebudayaan sepanjang zaman merupakan sebagai pengulangan dari apa yang
telah ada sebelumnya sehingga perenialisme disebut juga sebagai
tradisionalisme.
Esensi aliran ini yaitu menerapkan nilai-nilai atau norma-norma yang
bersifat kekal dan abadi yang selalu seperti itu sepanjang sejarah manusia.
Perenialisme sering dianggap sebagai suatu aliran yang ingin kembali atau
mundur kepada nilai-nilai kebudayaan masa lampau.
Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi dan solusi terhadap pendidikan
progresif dan atas terjadinya keadaan yang mereka sebut sebagai krisis
kebudayaan dalam kehidupan manusia modern. Untuk mengatasi hal tersebut
aliran ini menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum tyang
telah menjadi pandangan hidup yang kuat, kukuh pada zaman kuno, dan abad
pertengahan.

B. Tokoh-Tokoh Perenialisme
Perenialisme sudah ada sejak zaman filosof abad kuno dan pertengahan.
Seperti halnya dalam bidang pendidikan, konsep perenialisme dalam pendidikan
dilatar belakangi oleh filsafat-filsafat Plato sebagai bapak idealisme klasik, filsafat
Aristoteles sebagai bapak realisme klasik, dan filsafat Thomas Aquinas yang
mencoba memadukan antara filsafat Aristoteles dengan ajaran (filsafat) Gereja
Khatolik yang tumbuh pada zamannya (abad pertengahan).
1. Plato
Plato (427-347 SM), hidup pada zaman kebudayaan yang sarat
dengan ketidakpastian, yaitu filsafat sofisme. Ukuran kebenaran dan ukuran
moral merupakan sofisme adalah manusia secara pribadi, sehingga pada

3
zaman itu tidak ada kepastian dalam moral, tidak ada kepastian dalam
kebenaran, tergantung pada masing-masing individu. Plato berpandangan
bahwa realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah. Realitas atau kenyataan-
kenyataan itu tidak ada pada diri manusia sejak dari asalnya, yang berasal dari
realitas yang hakiki. Menurut Plato, “dunia ideal”, bersumber dari ide mutlak,
yaitu Tuhan. Kebenaran, pengetahuan, dan nilai sudah ada sebelum manusia
lahir yang semuanya bersumber dari ide yang mutlak tadi. Manusia tidak
mengusahakan dalam arti menciptakan kebenaran, pengetahuan, dan nilai
moral, melainkan bagaimana manusia menemukan semuanya itu. Dengan
menggunakan akal dan rasio, semuanya itu dapat ditemukan kembali oleh
manusia.
Menurut Plato, manusia secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu
nafsu, kemauan dan pikiran. Pendidikan harusnya berorientasi pada tiga
potensi tersebut dan juga kepada masyarakat, sehingga kebutuhan yang ada
pada masyarakat dapat terpenuhi. Dengan pertimbangan ketiga potensi
tersebut tidak sama pada setiap individu. Manusia yang besar potensi
rasionya, inilah manusia kelas pemimpin atau kelas sosial tertinggi. Manusia
yang dominan potensi kemampuannya, merupakan manusia kelas prajurit
atau menenggah. Manusia yang dominan potensi nafsunya, merupakan rakyat
jelata atau kaum pekerja.
2. Aristoteles
Aritoteles (384-322 SM), adalah murid Plato, namun dalam
pemikirannya ia mereaksi terhadap filsafat gurunya, yaitu idealisme. Hasil
pemikirannya disebut filsafat realism (realism klasik). Cara berfikir
Arithoteles berbeda dengan gurunya, Plato, yang menekankan berfikir
rasional spekulatif. Arithoteles mengambil cara berfikir rasional empiris
realitas. Ia mengajarkan cara berfikir atas prinsip realitas, yang lebih dekat
dengan alam kehidupan manusia sehari-hari.
Aristoteles menganggap pembinaan kebiasaan sebagai dasar.
Terutama dalam pembinaan kesadaran disiplin atau moral, harus melalui
proses permulaan dengan kebiasaan di waktu muda. Secara ontologis, ia

4
menyatakan bahwa sifat atau watak anak lebih banyak potensialitas sedang
guru lebih banyak mempunyai aktualitas. Bagi Aristoteles tujuan pendidikan
adalah kebahagiaan. Untuk mencapainya maka aspek jasmani, emosi dan
intelek harus dikembangkan secara seimbang.
Arithoteles hidup pada abad keempat sebelum Masehi, namun ia
dinyatakan sebagai pemikir abad pertengahan. Karya-karya Arithoteles
merupakan dasar berfikir abad pertengahan yang melahirkan renaissance.
Sikap positifnya terhadap inkuiry menyebabkan ia mendapat sebutan sebagai
Bapak Sains Modern. Kebajikan akan menghasilkan kabahagiaan dan
kebajikan, bukanlah pernyataan pemikiran atau perenuangan pasif, melainkan
merupakan sikap kemauan yang baik dari manusia.
Menurut Arithoteles, manusia adalah makhluk materi dan rohani
sekaligus. Sebagai materi, ia menyadari bahwa manusia dalam hidupnya
berada dalam kondisi alam materi dan sosial. Sebagai makhluk rohani
manusia sadar akan menuju pada proses yang lebih tinggi yang menuju
kepada manusia ideal, manusia sempurna. Manusia sebagai hewan rasional
memiliki kesadaran intelektual dan spiritual, ia hidup dalam alam materi
sehingga akan menuju pada derajat yang lebih tinggi, yaitu kehidupan yang
abadi, alam supernatural.
3. Thomas Aquinas
Seperti halnya Plato dan Aristoteles tujuan pendidikan yang
diinginkan oleh Thomas Aquinas adalah sebagai usaha mewujudkan kapasitas
yang ada dalam individu agar menjadi aktualitas, aktif dan nyata. Tingkat
aktif dan nyata yang timbul ini bergantung dari kesadaran-kesadaran yang
dimiliki oleh tiap-tiap individu.
Thomas Aquinas mencoba mempertemukan suatu pertentangan yang
muncul pada waktu itu, yaitu antara ajaran Kristen dengan filsafat (sebetulnya
dengan filsafat Aritoteles, sebab pada waktu itu yang dijadikan dasar
pemikiran logis adalah filsafat neoplatonisme dari Plotinus yang
dikembangkan oleh St. Agustinus. Menurut Aquina, tidak terdapat
pertentangan antara filsafat (khususnya filsafat Aristoteles) dengan ajaran

5
agama (Kristen). Keduanya dapat berjalan dalam lapangannya masing-
masing. Thomas Aquina secara terus menerus dan tanpa ragu-ragu
mendasarkan filsafatnya kepada filsafat Aristoteles.
Pandangan tentang realitas, ia mengemukakan, bahwa segala sesuatu
yang ada, adanya itu karena diciptekan oleh Tuhan, dan tergantung kepada-
Nya. Ia mempertahankan bahwa Tuhan, bebas dalam menciptakan dunia.
Dunia tidak mengalir dari Tuhan bagaikan air yang mengalir dari sumbernya,
seperti halnya yang dipikirkan oleh filosof neoplatonisme dalam ajaran
mereka tentang teori “emanasi”. Thomas aquina menekankan dua hal dalam
pemikiran tentang realitannya,yaitu :
a. Dunia tidak diadakan dari semacam bahan dasar, dan
b. Penciptaan tidak terbatas pada satu saat saja, demikian menurut
Bertens (1979).
Dalam masalah pengetahuan, Thomas Aquina mengemukaan bahwa
pengetahuan itu diperoleh sebagai persentuhan dunia luar dan oleh akal budi,
menjadi pengetahuan. Selain pengetahuan manusia yang bersumber dari
wahyu, manusia dapat memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman
dan rasionya (di sinilai ia mempertemukan pandangan filsafat idealism,
realism, dan ajaran gerejanya). Filsafat Thomas Aquina disebut tomisme.
Kadang-kadang orang tidak membedakan antara perenialisme dengan
neotonisme. Perenialisme adalah sama dengan neotonisme dalam pendidikan.

C. Pandangan Aliran Perenialisme Mengenai Manusia dan Nilai Kehidupan


1. Pandangan Mengenai Manusia
Secara umum, kalangan perenialisme menganggap manusia
memiliki kesamaan dengan dunia hewan. Hal yang membuat berbeda
adalah manusia mempunyai kecerdasan rasional yang dapat
menggunakan nalarnya untuk mengontrol apa yang diinginkan dan
dilakukannya. Aristoteles mengemukakan bahwa manusia adalah hewan
rasional, kalangan perenial menerima hal ini.Kalangan perenialis amat
mengutamakan pada pendidikan sisi rasional manusia. Hutchins

6
menuliskan bahwa “adalah suatu hal esensial untuk menjadi manusia dan
suatu hal esensial pula belajar mempergunakan akal pikiran.” Setelah
seseorang mengembangkan akal pikirnya, ia akan dapat menggunakan
nalarnya untuk mengontrol nafsu dan syahwatnya.
2. Pandangan Mengenai Nilai Kehidupan
Perenialisme berpandangan bahwa persoalan nilai kehidupan
adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya.
Sedangkan perbuatan manusia merupakan pancaran isi jiwanya yang
berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan. Secara teologis, manusia perlu
mencapai kebaikan tertinggi, yaitu nilai kehidupan yang merupakan suatu
kesatuan dengan Tuhan. Untuk dapat sampai kesana manusia harus
berusaha dengan bantuan akal rationya yang berarti mengandung nilai
kepraktisan.
Menurut Aristoteles, kebajikan dapat dibedakan: yaitu yang moral
dan yang intelektual. Kebajikan moral adalah kebajikan yang merupakan
pembentukan kebiasaan, yang merupakan dasar dari kebajikan
intelektual.
Jadi, kebajikan intelektual dibentuk oleh pendidikan dan
pengajaran. Kebajikan intelektual didasari oleh pertimbangan dan
pengawasan akal. Oleh perenialisme estetika digolongkan kedalam
filsafat praktis. Kesenian sebagai salah satu sumber kenikmatan
keindahan adalah suatu kebajikan intelektual yang bersifat praktis
filosofis. Hal ini berarti bahwa di dalam mempersoalkan masalah
keindahan harus berakar pada dasar-dasar teologis, ketuhanan.
D. Pandangan Perenialisme Dalam Pendidikan
Perenialisme dalam konteks pendidikan dibangun atas dasar suatu
keyakinan ontologisnya, bahwa batang tubuh pengetahuan yang berlangsung
dalam ruang dan waktu ini mestilah terbentuk melalui dasar-dasar pendidikan
yang diterima manusia dalam kesejahteraannya.
Pendidikan menurut aliran ini adalah suatu upaya mempersiapkan
kehidupan. Prinsip mendasar pendidikan bagi aliran ini adalah membantu subjek-

7
subjek didik menemukan dan menginternalisasikan kebenaran abadi, karena
memang kebenarannya mengandung sifat universal dan tetap. Aliran ini meyakini
bahwa pendidikan merupakan transfer ilmu pengetahuan mengenai kebenaran
abadi. Pengetahuan adalah suatu kebenaran sedangkan kebenaran selamanya
memiliki kesamaan. Sehingga penyelenggaraan pendidikan dimana-mana mestilah
sama. Belajar adalah upaya keras untuk memperoleh suatu ilmu pengetahuan
melalui disiplin tinggi dalam latihan pengembangan prinsip-prinsip rasional.
Makna hakiki dari belajar merupakan belajar untuk berfikir. Dengan berfikir
subjek didik akan memiliki senjata ampuh dalam menghadapi berbagai rintangan
yang dapat menurunkan martabat kemanusiaannya, seperti kebodohan,
kebingungan dan keragu-raguan.
Pandangan perenialisme dalam pendidikan yaitu bahwa pendidikan harus
berdasarkan pada nilai-nilai luhur, norma dan agama. Dapat juga dikatakan bahwa
proses belajar mengajar harus dikembalikan pada nilai-nilai luhur, norma-norma
dan agama pada masa lalu. Pendidikan harus melahirkan orang-orang yang
mematuhi norma dan tawaduk di jalan kebenaran. Dengan tidak menaati norma
berarti membawa kepada kematian. Pendidikan juga harus menitik beratkan pada
nilai agung dalam hal terpusat pada guru. Pendidikan harus dipusatkan pada guru,
karena guru memiliki kemampuan serta norma-norma dan nilai yang luhur.
1. Tentang Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi menurut
perenialisme, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir
secara induktif yang bersifat analisa. Jadi dengan berpikir maka kebenaran itu
akan dapat dihasilkan melalui akal pikiran. Menurut epistemologi Thomisme
sebagian besarnya berpusat pada pengolahan tenaga logika pada pikiran
manusia. Apabila pikiran itu bermula dalam keadaan potensialitas, maka dia
dapat dipergunakan untuk menampilkan tenaganya secara penuh. Jadi
epistemologi dari perenialisme, harus memiliki pengetahuan tentang
pengertian dari kebenaran yang sesuai dengan realita hakiki, yang dibuktikan
dengan kebenaran yang ada pada diri sendiri dengan menggunakan tenaga

8
pada logika melalui hukum berpikir metode deduksi, yang merupakan metode
filsafat yang menghasilkan kebenaran hakiki.
Menurut perenialisme penguasaan pengetahuan mengenai
prinsipprinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan
pikiran dan kecerdasan. Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup,
orang akan mampu mengenal faktor-faktor dengan pertautannya masing-
masing memahami problema yang perlu diselesaikan dan berusaha untuk
menggadakan penyelesaian masalahnya.
2. Tujuan Pendidikan
Aliran perenialisme merupakan paham filsafat pendidikan yang
menempatkan nilai pada supremasi kebenaran tertinggi yang bersumber pada
Tuhan. Menurut Brameld, perenialisme pada dasarnya adalah sudut pandang
dimana sasaran uang akan dicapai dalam pendidikan adalah “kepemilikan atas
prinsip-prinsip tentang kenyataan, kebenaran, dan nilai yang abadi, tak terikat
waktu dan ruang”. Aliran ini mencoba membangun kembali cara berfikir
Abad Pertengahan yang meletakkan keseimbanganantara moral dan
intelektual dalam konteks kesadaran spiritual. Dengan menempatkan
kebenaran supernatural sebagai sumber tertinggi, maka nilai dalam
pandangan aliran perenialisme selalu bersifat theosentris.
Menurut aliran perenialisme, penyadaran nilai dalam pendidikan harus
didasarkan pada nilai kebaikan dan kebenaran yang bersumber dari wahyu
dan hal itu dilakukan melalui proses penanaman nilai pada peserta didik.
Pandangannya mengenai pendidikan dapat menjadi semakin jelas pada
pendirian dan sikap perenialisme terhadap tujuan pendidikan sekolah. Dalam
konteks pendidikan sekolah, tujuan pendidikan yang ditekankan adalah
membantu anak untuk dapat menyingkap dan menginternalisasi kebenaran
hakiki. Karena kebenaran hakiki ini bersifat universal dan konstan (tetap,
tidak berubah), maka hal ini harus menjadi tujuan murni pendidikan.
3. Prinsip-Prinsip Pendidikan
Prinsip merupakan asas, atau aturan pokok. Jadi dalam hal ini yang
dimaksud prinsip pendidikan adalah asas atau aturan pokok mengenai

9
pendidikan dalam perenialisme. Dinamakan perenialisme karena
kurilukumnya berisis materi yang bersifat konstan dan perenial. Mempunyai
prinsip-prinsip pendidikan antara lain:
a) Konsep pendidikan bersifat abadi, karena hakikat manusia tak pernah
berubah.
b) Inti pendidikan haruslah mengembangkan kekhususan manusia yang unik,
yaitu kemampuan berfikir.
c) Tujuan belajar ialah mengenal kebenaran abadi dan universal.
d) Pendidikan merupakan persiapan bagi kehidupan sebenarnya.
e) Kebenaran abadi itu diajarkan melalui pelajaran-pelajan dasar (basic
subject).
4. Kurikulum dan Metode Pendidikan
Untuk mencapai tujuan sebagaimana dalam point di atas, maka
kurikulum yang digunakan adalah yang berorientasi pada mata pelajaran
(subject centered).
Dan materi atau isi pendidikan adalah beberapa disiplin ilmu seperti,
kesusasteraan, matematika, bahasa ilmu sosial (humaniora) dan sejarah.
Selanjutnya mengenai kurikulum, M. Noor Syam membedakan pandangan
perenialisme dalam kurikulum sesuai dengan tingkatan pendidikan sebagai
berikut:
a) Pendidikan Dasar
b) Pendidikan Menengah
c) Pendidikan Tinggi/Universitas
d) Pendidikan Orang Dewasa

E. Pandangan Aliran Perenialisme Tentang Kurikulum Pendidikan


Kurikulum menurut kaum perenialis harus menekankan pertumbuhan
intelektual siswa pada seni dan sains. Untuk menjadi “terpelajar secara cultural”
para siswa harus berhadapan dengan bidang seni dan sains yang merupakan karya
terbaik yang diciptakan oleh manusia.

10
Dua dari pendukung filsafat perenialis adalah Robert Maynard Hutchins,
dan Mortimer Adler. Sebagai rector the University of Chicago, Hutchin (1963)
menegembangkan suatu kurikulum mahasiswa S1 berdasarkan penelitan terhadap
Buku besar bersejarah (Great Book) dan pembahasan buku-buku klasik. Kegiatan
ini dilakukan dalam seminar-seminar kecil. Kurikulum perenialis Hutchins
didasarkan pada tiga asumsi mengenai pendidikan:
1. Pendidikan harus mengangkat pencarian kebenaran manusia yang
berlangsung terus menerus. Kebenaran apapun akan selalu benar dimanapun
juga. Kebenaran bersifat universal dan tak terikat waktu.
2. Karena kerja pikiran adalah bersifat intelektual dan memfokuskan pada
gagasan – gagasan, pendidikan juga harus memfokuskan pada gagasan-
gagasan. pengolahan rasionalitas manusia adalah fungsi penting pendidikan.
3. Pendidikan harus menstimulus para mahasiswa untuk berfikir secara
mendalam mengenai gagasan – gagasan signifikan. Para guru harus
menggunakan pemikiran yang benar dan kritis seperti metoda pokok mereka,
dan mereka harus mensyaratkan hal yang sama pada siswa.
Sedangkan pandangan – pandangan kurikulumnya mempengaruhi praktik
pendidikan.
1. Pendidikan Dasar dan Menengah
a) Pendidikan sebagai persiapan
Perbedaan Progresivisme dengan Perenialisme terutama pada
sikapnya tentang “Education as Preparation”. Dewey dan tokoh – tokoh
Progresivisme yang lain menolak pandangan bahwa sekolah (pendidikan)
adalah persiapan untuk kehidupan. Tetapi Perenialisme berpendapat
bahwa pendidikan adalah persiapan bagi kehidupan di dalam masyarakat.
Dasar pandangan ini berpangkal pada ontologi, bahwa anak ada dalam
fase potensialitas menuju aktualitas, menuju kematangan.
b) Kurikulum Sekolah Menengah
Prinsip kurikulum pendidikan dasar, bahwa pendidikan sebagai
persiapan, berlaku pula bagi pendidikan mencegah. Perenialisme
membedakan kurikulum pendidikan menengah antara program, “general

11
education” dan pendidikan kejuruan, yang terbuka bagi anak 12-20
tahun.
2. Pendidikan Tinggi dan Adult Education
a) Kurikulum Universitas
Program “General Education” dipersiapkan untuk pendidikan
tinggi dan Adult Education. Pendidikan tinggi sebagai lanjutan
pendidikan menengah dengan program general education yang telah
selesai disiapkan, bagi umur 21 tahun sebab dianggap telah cukup
mempunyai kemampuan melaksanakan program pendidikan tinggi.
Pendidikan tinggi pada prinsipnya diarahkan untuk mencapai tujuan
kebajikan intelektual yang disebut “The Intellectual Love Of Good”.
b) Kurikulum Pendidikan Orang Dewasa
Tujuan pendidikan orang dewasa ialah meningkatkan pengetahuan
yang telah dimilikinya dalam pendidikan lama sebelum itu, menetralisir
pengaruh – pengaruh jelek yang ada. Nilai utama pendidikan orang
dewasa secara filosofis ialah mengembangkan sikap bijaksana, guna
merenorganisasi pendidikan anak – anaknya, dan membina
kebudayaannya. Malahan Hutchins mengatakan, pendidikan orang
dewasa adalah jalan menyelamatkan kehidupan bangsa – bangsa.

F. Pandangan Perenialisme Terhadap Metode Pembelajaran Di Sekolah


Metode pembelajaran pada intinya berfokus pada proses belajar. Tuntutan
tertinggi dalam belajar menurut Perenialisme, adalah latihan dan disiplin mental.
Maka, metode pembelajaran haruslah mengarah kepada tuntunan tersebut. Teori
dasar dalam belajar menurut Perenialisme terutama:
1) Mental Disiplin sebagai Teori Dasar
Menurut Perenialisme sependapat latihan dan pembinaan berpikir
adalah salah satu kewajiban tertinggi dalam belajar, atau keutamaan dalam
proses belajar. Karena program pada umumnya dipusatkan kepada
pembinaan kemampuan berpikir.
2) Rasionalitas dan Asas Kemerdekaan

12
Asas berpikir dan kemerdekaan harus menjadi tujuan utama
pendidikan, otoritas berpikir harus disempurnakan sesempurna mungkin.
Dan makna kemerdekaan pendidikan hendaknya membantu manusia untuk
dirinya sendiri yang membedakannya dari makhluk yang lain. Fungsi
belajar harus diabdikan bagi tujuan itu, yaitu aktualisasi diri manusia
sebagai makhluk rasional yang bersifat merdeka.
3) Leraning to Reason (belajar untuk berpikir)
Bagaimana tugas berat ini dapat dilaksanakan, yakni belajar supaya
mampu berpikir. Perenialisme tetap percaya dengan asas pembentukan
kebiasaan dalam permulaan pendidikan anak. Kecakapan membaca,
menulis, dan berhitung merupakan landasan dasar. Dan berdasarkan
pentahapan itu, maka learning to reason menjadi tujuan pokok pendidikan
sekolah menengah dan pendidikan tinggi.
4) Belajar sebagai persiapan hidup
Belajar untuk mampu berpikir bukanlah semata – mata tujuan
kebajikan moral dan kebajikan intelektual dalam rangka aktualitas sebagai
filosofis. Belajar untuk berpikir berarti pula guna memenuhi fungsi practical
philosophy baik etika, sosial politik, ilmu dan seni.
5) Learning through teaching (belajar melalui pengajaran)
Dalam pandangan Perenialisme, tugas guru bukanlah perantara
antara dunia dengan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai murid yang
mengalami proses belajar sementara mengajar. Guru mengembangkan
potensi – potensi self discovery, dan ia melakukan otoritas moral atas murid
– muridnya, karena ia seorang profesional yang memiliki kualifikasi dan
superior dibandingkan dengan murid – muridnya. Guru harus mempunyai
aktualitas yang lebih
Guru mengembangkan potensi-potensi self discovery dan ia
melakukan moral authority atas murid-muridnya, karena ia adalah seorang
professional yang qualified dan superior dibandingkan muridnya.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perenialisme berasal dari kata dasar perenial yang berarti abadi atau
kekal yang selalu ada tanpa akhir. Perenialisme memandang pola
perkembangan kebudayaan sepanjang zaman merupakan sebagai
pengulangan dari apa yang telah ada sebelumnya sehingga perenialisme
disebut juga sebagai tradisionalisme.
Perenialisme sudah ada sejak zaman filosof abad kuno dan pertengahan.
Seperti halnya dalam bidang pendidikan, konsep perenialisme dalam
pendidikan dilatar belakangi oleh filsafat-filsafat Plato sebagai bapak
idealisme klasik, filsafat Aristoteles sebagai bapak realisme klasik, dan
filsafat Thomas Aquinas yang mencoba memadukan antara filsafat
Aristoteles dengan ajaran (filsafat) Gereja Khatolik yang tumbuh pada
zamannya (abad pertengahan).
Pandangan perenialisme dalam pendidikan yaitu bahwa pendidikan
harus berdasarkan pada nilai-nilai luhur, norma dan agama. Dapat juga
dikatakan bahwa proses belajar mengajar harus dikembalikan pada nilai-nilai
luhur, norma-norma dan agama pada masa lalu. Pendidikan harus melahirkan
orang-orang yang mematuhi norma dan tawaduk di jalan kebenaran. Dengan
tidak menaati norma berarti membawa kepada kematian. Pendidikan juga
harus menitik beratkan pada nilai agung dalam hal terpusat pada guru.
Pendidikan harus dipusatkan pada guru, karena guru memiliki kemampuan
serta norma-norma dan nilai yang luhur.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ali, H. (1986). Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Kota Kembang.


Alwasilah, C. (2008). Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Djumransjah, M. (2006). Filsafat Pendidikan. Malang: Bayumedia Publishing.
Mudyahardjo, R. (2002). Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Muhmidayeli. (2011). Filsafat Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.
Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.
Noor Syam, M. (1986). Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pancasila.
Surabaya: Usaha Nasional.
O’Neill, William, F. (2001). Ideologi-ideologi Pendidikan, alih bahasa: Omi
Intan Naomi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
Sadulloh, U. (2004). Pengantar filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suhartono, Suparlan. (2008). Wawasan Pendidikan. Yogyakarta: Ar Ruzz.
Tirtaraharja, Umar dan La Sulo. (1998). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Wangsa Gadhi, T. (2011). Filsafat Pendidikan: Manzab-Manzab Filsafat
Pendidikan. Yogjakarta: Ar-Ruzz Media.

15

Anda mungkin juga menyukai