Anda di halaman 1dari 13

PANDANGAN BUNG KARNO TENTANG PANCASILA DAN PENDIDIKAN

Dwi Siswoyo
FIP Universitas Negeri Yogyakarta
dwi.siswoyo@yahoo.co.id

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang esensial dari pandangan Bung Karno
tentang Pancasila dan pendidikan. Metode penelitian historis ini mengkaji karya-karya Bung Karno.
Data dianalisis dengan teknik analisis menggunakan pendekatan hermeneutika dialektis untuk
memperoleh fusi horison makna tentang Pancasila dan pengembangan pendidikan nasional Indonesia.
Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran pandangan tentang urgensi nasionalisme dalam
membangun bangsa dan urgensi Pancasila sebagai dasar filosofi negara termasuk sebagai dasar filosofi
pendidikan nasional Indonesia, serta urgensi pendidikan nasional dalam membangun kepribadian
(karakter) bangsa Indonesia. Pengembangan pendidikan nasional dilakukan menggunakan pendekatan
“eklektik-inkorporatif-harmonis-dinamis”.

Kata Kunci: nasionalisme, pendidikan nasional

BUNG KARNO’S VIEW ON PANCASILA AND EDUCATION

Abstract: This study was aimed at finding out Bung Karno’s essential view on Pancasila and
education. This historical research method examined the philosophical works of Bung Karno. The data
were analyzed using the hermeneutic dialectic approach to pick out the meaning horizon fusion on
Pancasila and the development of the Indonesian national education. The findings showed a snapshot
view of the urgency of nationalism in building the nation and the urgency of Pancasila as the country’s
basic philosophy including Indonesia's national philosophy of education, as well as the urgency of the
national education in building the nation’s character. The development of the national education was
carried out through the ‘eclectic-incorporative-harmonious-dynamic’ approach.

Keywords: nationalism, national education

PENDAHULUAN pendidikan nasional yang prospektif –antisi-


Dewasa ini dalam dunia pendidikan patif.
Indonesia baik dalam teori maupun dalam Kita memang gandrung untuk memba-
praktik pendidikan, lebih banyak mengacu pada ngun pendidikan, untuk tumbuh dan berubah
pandangan tokoh-tokoh Barat, dibandingkan secara progresif, namun bukan dengan harga
dengan mengacu pada pandangan tokoh-tokoh setinggi penghancuran eksistensi dan esensi jati
nasional bangsa Indonesia sendiri. Padahal diri bangsa sendiri. Kita ingin turut mengenyam
pandangan tokoh-tokoh asing itu tidak dapat dan menyumbang kemajuan ilmu dan teknologi
lepas dari pengaruh pandangan tentang filosofi, yang spektakuler, namun bukan kemajuan semu
ideologi, politik, sosio-budaya dan ekonomi yang secara ”built-in” mengandung kekalahan
yang diyakininya. Dengan perkataan lain kita total dipandang dari segi nilai-nilai filosofi,
lebih cebderung gandrung untuk menjadi orang nilai-nilai ideologi dan nilai-nilai budaya kita
lain dari pada menjadi diri kita sendiri. Di sam- sendiri.
ping itu pendidikan lebih cenderung menge- Berdasarkan latar belakang di atas, di-
depankan hal-hal yang bersifat ekonomis-teknis pandang penting mengkaji pandangan Bung
dan kurang hirau dengan hal-hal lebih bersifat Karno tentang Pancasila dan pendidikan, selain
fondasional yang memperkokoh gerak langkah Bung Karno sebagai penggali Pancasila, juga
sangat menekankan urgensi membangun jiwa

103
104

dan karakter bangsa. Jiwa dan karakter bangsa dengan kuat sang Bapak memandang jauh ke
yang ingin dibangun sudah tentu jiwa dan dalam mata putranya itu. ”Aku selalu berdo’a”,
karakter yang Pancasilais sejati. Penelitian ini Sang Bapak menyatakan ”agar engkau pun
bertujuan mengkaji pandangan Bung Karno menjadi seorang patriot dan pahlawan besar
tentang: (1) urgensi nasionalisme dalam mem- dari rakyat. Semoga engkau menjadi Karna
bangun bangsa, (2) urgensi Pancasila sebagai yang kedua”. Nama Karna dan Karno sama
dasar filosofi negara Indonesia, (3) urgensi Pen- saja. Dalam bahasa Jawa huruf ”A” menjadi
didikan Nasional dalam membangun kepriba- ”O”. Awalan ”Su” pada kebanyakan nama ber-
dian (karakter) bangsa. arti baik, paling baik. Jadi Sukarno berarti pah-
lawan yang paling baik (Adams, 2007:31-32).
METODE Oleh karena itulah, menurut Sukarno,
Metode penelitian ini adalah historis filo- nama Sukarno menjadi namanya yang sebenar-
sofis yang mengkaji karya-karya Bung Karno nya dan satu-satunya. Waktu di sekolah tanda
tentang nasionalisme, pancasila, dan pendidik- tanganku dieja Soekarno–mengikuti cara Belan-
an. Teknik analisis penelitian ini menggunakan da. Setelah Indonesia merdeka Sukarno meme-
pendekatan hermeneutika dialektis, dengan rintahkan semua ”OE” ditulis kembali menjadi
melakukan berdialog tetrhadap karya-karya ”U”. Nama Soekarno sekarang ditulis menjadi
Bung Karno untuk memperoleh fusi horison Sukarno. Akan tetapi, tidak mudah bagi se-
makna tentang nasionalisme, pancasila, dan seorang untuk mengubah tanda tangan setelah
pendidikan. berumur 50 tahun, maka dalam hal tanda ta-
ngan, Sukarno masish menulis S-O-E. (Adams,
HASIL DAN PEMBAHASAN 2007:32). Bung Karno meninggal dunia pada
Urgensi Nasionalisme dalam Pembangunan 21 Juni 1970.
Bangsa Oleh karena itu, tulisan-tulisan nama
Sukarno lahir pada hari Kamis Pon, Bung Karno yang masih menggunakan ”OE”
tanggal 18 Sapar 1813 tahun Saka, bertepatan (Soekarno) perlu diganti dengan ”U” (Sukarno).
dengan tanggal 6 Juni 1901 di Lawang Ini sudah dilakukan dalam karya-karya Bung
Seketeng, Surabaya dari pasangan Raden Karno dengan nama Sukarno dalam bukunya
Sukemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman yang berjudul antara lain: Dibawah Bendera
Rai yang lebih dikenal sebagai Idayu. Idayu Revolusi Jilid I (1963) & Jilid II (1963),
adalah kelahiran Bali dari kasta Brahmana Sarinah (1963), Camkan Panca Sila (1964),
(keturunan bangsawan). Raja Singaraja yang dan dalam berbagai pidato kenegaraannya.
terakhir adalah paman dari Ida Ayu Nyoman Kendati hanya perubahan kata (bahasa) dalam
Rai. penulisan nama, namun hal ini mempunyai
Ayah Sukarno, Raden Sukemi Sosro- kandungan makna yang sangat penting sekali
dihardjo berasal dari Jawa, berasal dari ketu- dalam konteks nasionalisme.
runan Sultan Kediri. Bagaimana Raden Sukemi Tilaar menyatakan beberapa faktor pen-
menaklukkan hati Idayu, diceriterakanlah ke- ting dalam menumbuhkan nasinalisme adalah :
pada Sukarno oleh Ibunya (1) bahasa, (2) budaya, dan (3) pendidikan
Sukarno lahir dengan nama Kusno, dan (HAR. Tilaar, 2007:25-26). Sumpah Pemuda 28
memulai hidup ini sebagai anak yang sakit- Oktober 1928 telah menetapkan bahasa
sakitan. Oleh karena itu, Sang Bapak berpikir Indonesia sebagai bahasa persatuan, merupakan
bahwa nama Kusno tidak cocok dan harus benarnya ungkapan yang mengatakan “Bahasa
diberi nama lain supaya tidak sakit-sakitan lagi. menunjukkan bangsa”. Bahkan Bung Karno
Sang Bapak berkata kepadanya, “Kus, engkau (1928) sendiri pernah manyatakan bahwa
akan kami beri nama Karna. Karna adalah nasionalisme kita adalah nasionalisme yang
salah seorang pahlawan terbesar dalam cerita membuat kita menjadi “perkakasnya Tuhan”,
Mahabarata”. Sambil memegang bahu Kusno dan membuat kita menjadi “hidup di dalam

Cakrawala Pendidikan, Februari 2013, Th. XXXII, No. 1


105

roh”. Nasionalis sejati adalah nasionalis yang nya, bahwa dia mempersatukan mereka dan
nasionalismenya itu bukan semata-mata suatu merintis jalan untuk satu bangsa, bahasa dan
copie atau tiruan dari nasionalisme Barat, akan kesetiaan (Siagian, 1988:51).
tetapi timbul dari rasa cinta akan manusia dan Harian Hongkong Standard yang terbit di
kemanusiaan (Sukarno, 1964:5). Hongkong, menulis bahwa Bung Karno adalah
Nasionalisme adalah mesin besar yang perintis kebangsaan Indonesia. Apa yang dia
menggerakkan dan mengawasi semua kegiatan perbuat untuk negerinya, tidak ada orang lain
internasional kita, nasionalisme adalah sumber dapat berbuat pada waktu negeri itu memerlu-
besar dan inspirasi agung dari kemerdekaan. kan seorang pemimpin. Dia mengisi lowongan
Nasionalisme di Asia dan Afrika tidaklah sama itu dengan terpuji. Dia menjadi lambang ke-
dengan yang terdapat pada sistem negara- bangsaan Indonesia” (Gayus Siagian, 1988).
negara Barat. Di Barat, nasionalisme berkem- Menteri Dalam Negeri Malaysia, Tun Dr.
bang sebagai kekuatan yang agresif yang men- Ismail, berkata : “Kami semua menyesal wafat-
cari ekspansi serta keuntungan bagi ekonomi nya seorang pemimpin besar, apa pun ke-
nasionalnya. Nasionalisme di Barat adalah salahannya” (Siagian, 1988:51-52).
kakek dari imperalisme yang bapaknya adalah Presiden Vietnam Utara, Ton Due Thang
kapitalisme. Di Asia dan Afrika, dan saya kira menyatakan bahwa Rakyat Asia–Afrika dan
juga di Amerika Latin, nasionalisme adalah ge- umat dunia selamanya akan mengenang Bung
rakan pembebasan, suatu gerakan protes ter- Karno, pejuang patriotik Indonesia yang telah
hadap imperalisme dan kolonialisme, dan suatu menjunjung tinggi solidaritas Asia – Afrika me-
jawaban terhadap penindasan nasionalisme- lawan imperalisme dan kolonialisme. Perdana
chauvinisme yang bersumber di Eropa. Nasio- Menteri India, Ny. Indira Gandi, dalam per-
nalisme Asia dan Afrika serta nasionalisme nyataan dukacitanya menyatakan kehilangan-
Amerika Latin tidak dapat ditinjau tanpa mem- nya dunia Afro-Asia dari seorang pemimpin
perhatikan inti sosialnya (Sukarno, 2000: 60- yang paling senior dan terkenal. Perjuangannya
61). melawan kolonialisme dan imperalisme dan
Nasionalisme tak dapat diragukan lagi untuk kemerdekaan adalah bagian dari sejarah
terbukti telah merupakan sebuah kekuatan (Siagian, 1988:53).
potensial bagi persatuan dan perkembangan Dari pernyataan-pernyataan di atas me-
kesadaran baru tentang tujuannya, oleh karena nunjukkan betapa terkenalnya Bung Karno di
telah membantu menghilangkan kekhawatiran mata dunia, baik di kalangan para tokoh dunia,
dan ketidakpastian sebagai akibat pergeseran tetapi juga di kalangan masyarakat dunia. Bung
identitas nasional (Soedjatmoko, 1985:161) Karno adalah pemimpin yang kharismatik.
Nasionalisme merupakan faktor yang penting Kepopuleran Bung Karno di tingkat nasional
dalam pembangunan identitas atau jati diri maupun internasional, bukan saja dipandang
bangsa. dari kaca mata perjuangannya dalam menentang
Mingguan Newsweek (29 Juni 1970), kolonialisme dan imperalisme dengan penuh
menulis antara lain, telah hilang salah seorang patriotik, melainkan juga pandangan-pandangan
tokoh raksasa dunia masa sesudah penjajahan. yang futuristik tentang nasionalisme dunia yang
Tajuk rencana harian South China Morning aman, adil, tertib dan damai. Bung Karno di-
Post dari Hongkong yang berjudul “Bung pandang sebagaim tokoh dunia yang berani dan
Karno”, memberi komentar antata lain bahwa tegas, yang berwawasan nasionalisme- peri-
orang yang memimpin Indonesia dari penjajah- kemanusiaan. Ini menunjukkan bahwa Bung
an ke kemerdekaan tidak ada lagi. Tidak di- Karno selain berjuang untuk kepentingan nasio-
sangsikan, bahwa wafatnya akan disesalkan apa nal, juga senantiasa berpikir dan berjuang da-
pun kesalahannya. Meskipun Indonesia terdiri lam konteks global, dan sikap nasionalisme me-
atas ribuan pulau dengan penduduk yang mem- lampaui batas negara-bangsanya.
punyai bahasa yang berbeda-beda adalah jasa-

Pandangan Bung Karno tentang Pancasila dan Pendidikan


106

Urgensi Pancasila sebagai Dasar Filosofi Dasar filosofis yang pertama, yaitu Kebang-
Negara saan Indonesia, diingatkan Bung Karno bukan
Pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno satu kebangsaan dalam arti yang sempit,
adalah satu-satunya tokoh yang menyampaikan melainkan yang ia kehendaki satu ”nationale
pidato sesuai yang diminta oleh ketua sidang staat”. Bangsa Indonesia, Nasi Indonesia,
Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai tentang dasarnya bukanlah sekedar satu golongan orang yang
Indonesia Merdeka, ”Philosofische grondslag” hidup dengan ”kehendak akan bersatu” di atas
daripada Indonesia Merdeka. ”Philosofische daerah yang kecil seperti Minangkabau, atau
grondslag” itulah pundamen, filosofi, pikiran- Madura, atau Jogja, atau Sunda, atau Bugis,
yang-sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat-yang-se- tetapi bangsa Indonesia ialah seluruh manusia-
dalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan manusia yang, menurut geopolitik yang telah
gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan ditentukan oleh Allah SWT, tinggal di ke-
abadi (Sukarno, 1964:9). Jadi, tidak satu pun satuannya semua pulau Indonesia dari ujung
pembicara sebelumnya yang menyampaikan Utara Sumatera sampai ke Irian. ”Nationale
tentang Dasar Indonesia Merdeka staat” hanya Indonesia seluruhnya, yang telah
Apakah yang dinamakan merdeka? Per- berdiri di jaman Sri Wijaya dan Majapahit dan
tanyaan ini dijawab sendiri oleh Bung Karno di yang kini pula kita harus dirikan bersama-
dalam risalah ”Mencapai Indonesia Merdeka” sama.
yang pernah ditulisnya pada tahun 1933, de- Di malam sebelum Bung Karno akan
ngan dikatakannya bahwa kemerdekaan, poli- berbicara di Badan Penyelidik, ia pergi ke luar
teke onafhankelijheid, political independence, rumah, kemudian memandangi bintang-bintang
tak lain dan tak bukan ialah jembatan, satu di langit. Ia kagum pada ciptaan yang sempurna
jembatan emas, ... di seberangnya jembatan itu, dan meratap pelan-pelan. Bung Karno me-
itulah kita sempurnakan kita punya masyarakat. nyampaikan kepada Tuhan: ”Aku menangis
Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita me- karena besok aku akan menghadapi saat ber-
nyehatkan rakyat kita ... Di daalam Indonesia sejarah dalam hidupku. Dan aku memerlukan
Merdeka kita melatih pemuda kita agar supaya bantuan-Mu” (Adam, 2007:240). ”Aku tahu,
menjadi kuat, di dalam Indonesia Merdeka kita pemikiran yang akan kusampaikan bukanlah
menyehatkan rakyat sebaik-baiknya. Inilah milikku. Engkaulah yang membukakannya ke-
maksud saya dengan perkataan “jembatan”. Di padaku. Hanya Engkaulah yang Maha Pencipta.
seberang jembatan, jembatan emas, inilah kita Engkaulah yang selalu memberi petunjuk pada
leluasa menyusun masyarakat Indonesia Mer- setiap nafas hidupku. Ya Allah, berikan kem-
deka yang gagah, kuat, sehat, kekal dan abadi bali petunjuk serta ilham-Mu kepadaku”
(Sukarno, 1964:11-15). Philosofische grondslag (Adam, 2007:240).
yang dimaksud oleh Bung Karno adalah Pada tanggal 1 Juni 1945, di sidang
Pancasila. BPUPKI, Bung Karno mengupas kelima muti-
Memang mengingat kejadian-kejadian ara berharga: Kebangsaan, Internasionalisme
historis dapat diperbedakan antara beberapa atau Perikemanusiaan, Demokrasi, Keadilan
Pancasila, yaitu untuk pertama kalinya istilah Sosial dan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang
Pancasila dipergunakan dalam pidato di kemudian dikenal dengan Pancasila. Bung
BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945, yang kemu- Karno menjelaskan bahwa hari depan bangsa
dian diterbitkan sebagai buku berjudul “Lahir- harus berdasar pada Kebangsaan, karena ”orang
nya Pancasila”, Bung Karno mengusulkan dasar dan tempat tidak dapat dipisahkan! Tidak dapat
filsafat, “philosofische grondslag”, “Weltan- dipisahkan rakyat dari bumi yang ada di bawah
schaung”, di atas mana didirikan Negara Indo- kakinya” (Adam, 2007:240). Bung Karno me-
nesia (Sukarno, 1964:19-34). negaskan bahwa, ”jangan mengira, bahwa tiap-
tiap negara-merdeka adalah satu nationale
staat!”. Kita hanya dua kali mengalami

Cakrawala Pendidikan, Februari 2013, Th. XXXII, No. 1


107

nationale staat, yaitu di Zaman Sriwijaya dan tanda, bahwa suatu bangsa telah menjadi dewa-
di jaman Majapahit... Karena itu, jikalau tuan- sa dan bertanggung jawab, telah meninggalkan
tuan terima baik, marilah kita mengambil se- sifat kekanak-kanakan mengenai rasa keung-
bagai dasar Negara yang pertama: Kebangsaan gulan nasional atau rasial. Internnasionalisme
Indonesia (Sukarno, 1964:22-23). yang sejati telah meninggalkan penyakit keka-
Kebangsaan Indonesia yang bulat! Bukan nak-kanakan tentang chauvinisme dan kosmo-
kebangsaan Jawa, bukan kebangsaan Sumatra, politanisme (Sukarno, 2000:62-63).
bukan kebangsaan Borneo, Sulawesi, Bali, atau Internasionalisme tidak dapat hidup su-
lain-lain, tetapi kebangsaan Indonesia, yang bur, kalau tidak berakar di dalam buminya
bersama-sama menjadi dasar atau ”nationale nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup
staat”. ... Memang prinsip kebangsaan ini ada subur, kalau tidak hidup dalam taman-sarinya
bahayanya. Bahayanya ialah mungkin orang internasionalisme. Jadi dua hal ini bergan-
meruncingkan nasionalisme menjadi chauvis- dengan erat satu sama lain. Kemudian, apakah
me, sehingga berfaham ”Indonesia uber Alles”. dasar yang ketiga?
Inilah bahayanya kata Sukarno. Kita bukan saja Dasar atau Prinsip filosofis ketiga
harus mendirikan negara Indonesia Merdeka, ialah dasar mufakat, dasar perwakilan,
tetapi kita harus menuju pula kepada kekeluar- dasar permusyawaratan. Saya yakin, bahwa
gaan bangsa-bangsa. Kita cinta tanah air yang syarat yang mutlak untuk kuatnya negara
satu, merasa berbangsa yang satu, mempunya Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan.
bahasa yang satu. Tetapi Tanah Air kita Indo- Dalam perwakilan nanti ada perjoangan
nesia hanya satu bahagian kecil saja dari pada sehebat-hebatnya. Tidak ada satu staat yang
dunia! Kita harus menuju pula kepada keke- hidup betul-betul hidup, jikalau di dalam badan
luargaan bangsa-bangsa” (Sukarno, 1964: 23- perwakilannya tidak seakan-akan bergolak
24). Di Indonesia, inti sosial sebagai pendorong mendidih kawah Candradimuka, kalau tidak ada
untuk mencapai keadilan dan kemakmuran. perjoangan faham di dalamnya (Sukarno,
Bukankah itu tujuan baik yang dapat diterima 1964:25).
semua orang?... Saya bicara tentang seluruh Prinsip ketiga ini disebut oleh Bung
dunia. Masyarakat yang adil dan makmur dapat Karno, demokrasi, dengan menyatakan: Demo-
merupakan cita-cita dan tujuan semua orang krasi bukanlah monopoli atau penemuan dari
(Sukarno, 2000:60-61). aturan sosial Barat, melainkan namun demo-
Dasar atau Prinsip filosofis yang krasi tampaknya merupakan keadaan asli dari
nomor dua yang diusulkan oleh Bung Karno manusia, meskipun diubah untuk disesuaikan
adalah ”internasionalisme” atau peri-kema- dengan kondisi-kondisi sosial yang khusus
nusiaan. Internasionalisme yang dimaksud oleh (Sukarno, 2000:63). Selama berabad-abad ne-
Bung Karno bukanlah kosmopolitisme, yang geri Indonesia hidup dengan kebiasaan asli
tidak mau adanya kebangsaan, yang menga- berupa musyawarah dan mufakat. Ini adalah
takan tidak ada Indonesia, tidak ada Nippon, perundingan demokratis model Asia. Sebagai
tidak ada Birma, tidak ada Inggris, tidak ada seorang yang meyakini bahwa kekuatan terletak
Amerika dan lain-lainnya (Sukarno, 1964:25, dalam pemerintahan atas perwakilan, Bung
29). Karno berkata, ”Kita tidak akan menjadi negara
Internasionalisme sama sekali bukan kos- untuk satu golongan” tetapi ”Semua buat
mopolitanisme, yang merupakan penyangkalan semua, satu buat semua, semua untuk satu”
terhadap nasionalisme. Internasionalisme yang (Adam, 2007:241).
sejati adalah pernyataan dari nasionalisme yang Dasar atau prinsip filosofis keempat
sejati, yaitu setiap bangsa menghargai dan men- menurut Bung Karno, yaitu: “... prinsip kese-
jaga hak-hak semua bangsa, baik yang besar jahteraan, prinsip tidak akan ada kemiskinan di
maupun yang kecil, yang lama maupun yang dalam Indonesia merdeka. Jangan saudara kira,
baru. Internasionalisme yang sejati adalah bahwa kalau Badan Perwakilan Rakyat ada, kita

Pandangan Bung Karno tentang Pancasila dan Pendidikan


108

dengan sendirinya sudah mencapai kesejahtera- macam agama, namun tetap bersatu, kami
an ini. Negara-negara Eropa dan Amerika ada menempat Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai
Badan Perwakilan, ada demokrasi parlementer. yang paling utama dalam falsafah hidup kita.
Tetapi di Eropa justru kaum kapitalis meraja- Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
lela. Tidakkah di seluruh benua Barat kaum merupakan karaktersitik bangsa Indonesia
kapitalis merajalela? Pada hal ada badan per- (Sukarno, 2000:58-59).
wakilan rakyat. Tak lain tak bukan adalah yang Sesudah mengemukakan lima sila dari
dinamakan demokrasi di Barat itu hanyalah Pancasila di atas, Bung Karno selanjutnya
”politieke democratie” saja, sema-mata tidak menyatakan bahwa: Saudara-saudara! ”Dasar-
ada ”sociale rechtsvaardigheid”, -- bukan ke- dasar Negara” telah saya usulkan. Lima bila-
adilan sosial. Kalau kita mencari demokrasi ngannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama
hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi per- Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma
musyawaratan yang memberi hidup, yakni ”po- berarti kewajiban, sedangkan kita membicara-
litiek-economische democratie” yang mampu kan dasar. Saya senang kepada simbolik.
mendatangkan kesejahteraan sosial! ”(Sukarno, Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlah-
1964:27-28). nya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai
Dasar atau prinsip filosofis kelima Panca Indera. Apa lagi yang lima bilangannya?
menurut Bung Karno dikemukakan sebagai be- (Seorang yang hadir: Pendawa lima). Pendawa
rikut: Saya telah mengemukakan empat prinsip: lima-pun lima. Sekarang banyaknya prinsip:
(1) Kebangsaan Indonesia, (2) Internasionalis- kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kese-
me, -- atau perikemanusiaan, (3) Mufakat, -- jahteraan dan ketuhanan lima pula bilangannya.
atau demokrasi, (4) Kesejahteraan sosial. Prin- Namanya bukan Panca Dharma, tetapi –
sip yang kelima hendaknya menyusun Indo- saya namakan petunjuk seorang teman kita ahli
nesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan bahasa – namanya ialah P a n c a s i l a. Sila
Yang Maha Esa. Prinsip ketuhanan, bukan saja artinya a s a s atau d a s a r, dan di atas
bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing- kelima dasar itulah kita mendirikan Negara
masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan Indonesia, kekal dan abadi. (Tepuk tangan
Tuhannya sendiri .... Segenap rakyat hendaknya riuh). (Sukarno, 1964:30-31).
ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan Bung Karno menyatakan pula keinginan-
tiada ”egoisme-agama”. Dan hendaknya Negara nya bahwa Pancasila memiliki fungsi yang
Indonesia satu Negara yang ber-Tuhan! melampaui batas-batas nasional: ... saya
Marilah kita amalkan, jalankan agama ..., sungguh-sungguh percaya bahwa Pancasila
dengan cara yang b e r k e a d a b a n. Apakah mengandung lebih banyak daripada arti nasio-
cara yang berkeadaban itu? Ialah h o r m a t – nal saja. Pancasila mempunyai arti universal
m e n g h o r m a t i s a t u dengan l a i n. dan dapat digunakan secara internasional...
(Tepuk tangan sebagian hadlirin) ... Marilah Bangunlah dunia ini kembali! Bangunlah dunia
kita di dalam Indonesia Merdeka yang kita ini kokoh dan kuat dan sehat! Bangunlah suatu
susun ini, sesuai dengan itu, menyatakan: bah- dunia di mana semua bangsa hidup dalam
wa prinsip kelima dari pada negara kita, ialah damai dan persaudaraan. Bangunlah dunia yang
K e t u h a n a n y a n g b e r k e b u d a y a a n, sesuai dengan impian dan cita-cita umat ma-
Ketuhanan yang berbudi pekerti luhur, nusia. Putuskan sekarang hubungan dengan
Ketuhanan yang hormat-menghaormati satu masa lampau, karena fajar sedang menyingsing.
sama lain. Hatiku akan berpesta raja, jikalau Putuskan sekarang hubungan dengan masa
saudara-saudara menyetujui bahwa Negara lampau, sehingga kita bisa mempertanggung-
Indonesia Merdeka berazaskan Ketuhanan jawabkan diri terhadap masa depan (Sukarno,
Yang Maha Esa (Sukarno, 1964:29-30). 2000:65-94).
Bung Karno, menegaskan, mengingat
bangsa Indonesia meliputi orang-orang berbagai

Cakrawala Pendidikan, Februari 2013, Th. XXXII, No. 1


109

Adanya isu-isu yang ingin menghilang- itulah kata Bung Karno perlu disehatkan rakyat
kan Pancasila sebagai dasar negara, adalah Indonesia. Kesehatan,tentu saja meliputi kese-
sebuah kemunduran total, yang secara yuridis hatan fisik, kesehatan jiwa (daya jiwa meliputi
formal akan membawa kembali negara Indo- akal, rasa dan kehendak) dan kesehatan moral-
nesia sebelum merdeka. Bung Karno menegas- piritual.
kan bahwa tiga perempat dari permukaan bumi Di daalam Indonesia Merdeka kata Bung
ini, telah dijelajahi, bahkan telah diziarahi ke Karno perlu dilatih pemuda Indonesia agar
pula berbagai negara termasuk negara-negara supaya menjadi kuat. Berlatih ialah belajar dan
yang umatnya adalah umat Islam. Bung Karno membiasakan diri agar mampu (dapat) melaku-
semakin merasa bangga bahwa dasar negara kan sesuatu (KBBI, 1988:502) sesuai dengan
Pancasila itu adalah satu dasar negara yang kemampuan/keahlian yang dimiliki dan dikem-
dikagumi oleh hampir semua bangsa yang telah bangkan. Di seberang jembatan, jembatan
dikunjungi, terutama sekali oleh umat Islam emas, inilah ada keleluasan menyusun masya-
(Sukarno, 1990:57). Maka, sudah sewajarnya rakat Indonesia Merdeka yang gagah, kuat,
kalau Bung Karno dengan semangat yang sehat, kekal dan abadi. Menyusun dalam arti
berapi tokoh yang sangat gigih dalam men- luas mengatur secara baik (KBBI, 1988:875)
sosialisasikan kehebatan Pancasila. kehidupan masyarakat Indonesia. Ini semua
Apa yang dinyatakan Bung Karno tahun memerlukan pendidikan. Pendidikan dalam arti
1960-an, ironisnya masih terjadi akhir-akhir ini. luas adalah transmisi dan transformasi penge-
Ia menyatakan: Kejadian-kejadian yang akhir- tahuan (knowledge), nilai-nilai (values) dan
akhir, saudara-saudara, membuktikan sejelas- ketrampilan-ketrampilan (skills) yan berlang-
jelasnya bahwa jikalau tidak di atas dasar sung di dalam dan di luar sekolah yang ber-
Pancasila kita terpecah belah, membuktikan langsung seumur hidup. Pernyataan Bung
dengan jelas bahwa hanya Pancasilalah yang Karno itu secara implisit mengandung sifat
dapat tetap mengutuhkan Negara kita, tetap dwitunggal pendidikan nasional meminjam
dapat menyelamatkan negara kita. Negara kita istilah Notonagoro, yaitu pengembangan ke-
membutuhkan persatuan dan bahwa Pancasila mampuan/keahlian dan kepribadian bangsa
adalah kecuali satu Weltanschauung adalah satu Indonesia dalam kesatuan organis, harmonis
alat pemersatu rakyat Indonesia yang aneka dan dinamis.
warna ini (Sukarno, 1964: 65). Pancasila sebagai dasar filosofi negara
Tanpa Pancasila negara Indonesia akan menantang untuk dikaji dari berbagai aspek
tercerai berai tanpa ada tali pengikat rasa kehidupan, termasuk dari aspek filosofi pen-
kebangsaan Indonesia. didikan nasional. Dalam kaitan ini Bung Karno
menyatakan: Pancasila yang Tuanku Promotor
Urgensi Pendidikan Nasional dalam Pem- sebutkan sebagai jasa saya itu sebagai ciptaan
bangunan Kepribadian (Karakter) Bangsa saya itu, bukanlah jasa saya. Oleh karena saya,
Apa yang dinamakan Bung Karno ten- dalam hal Pancasila itu, sekadar menjadi “pe-
tang merdeka, dijawab sendiri oleh Bung Karno rumus” daripada perasaan-perasaan yang telah
dengan menyatakan bahwa kemerdekaan, tak lama terkandung-bisu dalam kalbu rakyat Indo-
lain dan tak bukan ialah jembatan, satu jem- nesia, -- sekadar menjadi “pengutara” daripada
batan emas, yang diseberangnya jembatan keinginan-keinginan dan isi-jiwa bangsa Indo-
itulah disempurnakan masyarakat Indonesia. nesia turun-temurun (Bung Karno, 2006:46-47).
Disempurnakan dari kata sempurna yang berarti Memang benar bahwa Pancasila yang ru-
utuh dan lengkap segalanya (tidak bercacat dan musannya secara resmi dan syah menjadi dasar
bercela (KBBI, 1988:810), dan dalam konteks filosofi Negara Kesatuan Republik Indonesia
kehidupan di Indonesia, menyangkut segala adalah Pancasila yang tercantum dalam Pem-
bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa bukaan UUD 1945, dan hal ini dinyatakan oleh
dan bernegara. Di dalam Indonesia Merdeka Bung Karno. Pancasila yang tercantum dalam

Pandangan Bung Karno tentang Pancasila dan Pendidikan


110

Pembukaan UUD 1945 yaitu: Ketuhanan Yang Dasar atau Prinsip filosofis yang no-
Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, mor dua yang diusulkan oleh Bung Karno ada-
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin lah ”internasionalisme” atau peri-kemanusiaan.
oleh hikmat kebijakasanaan/perwakilan, dan Internasionalisme yang dimaksud oleh Bung
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Karno bukanlah kosmopolitisme (Sukarno,
Namun, Bung Karno juga menyatakan 1964:25, 29).
perannya terhadap Pancasila itu adalah bahwa: Internasionalisme sama sekali bukan kos-
... saya menganggap Pancasila itu telah lama mopolitanisme, yang merupakan penyangkalan
tergurat pada jiwa bangsa Indonesia. Saya terhadap nasionalisme, yang antinasional dan
menganggap Pancasila itu corak karakternya memang bertentangan dengan kenyataan. Inter-
bangsa Indonesia... Telaahlah siapa yang mau nasionalisme yang sejati adalah pernyataan dari
menelaah: bangsa Indonesia yang bertema nasionalisme yang sejati, di mana setiap bangsa
sentral kepada yang lima itu. Berwatak watak menghargai dan menjaga hak-hak semua
yang lima itu, berkepribadian kepribadian yang bangsa, baik yang besar maupun yang kecil,
lima itu, beroman-muka roman-muka yang lima yang lama maupun yang baru. Internasionalis-
itu. Maka saya bertanya adakah saya berjasa me yang sejati adalah tanda, bahwa suatu bang-
melihat roman-muka Ibuku sendiri, dan lantas sa telah menjadi dewasa dan bertanggung ja-
mengatakan bagaimana roman-muka Ibuku itu? wab, telah meninggalkan sifat kekanak-kanakan
(Bung Karno, 2006:47-48). mengenai rasa keunggulan nasional atau rasial,
Dasar atau prinsip filosofis yang per- telah meninggalkan penyakit kekanak-kanakan
tama yaitu Kebangsaan Indonesia, diingatkan tentang chauvinisme dan kosmopolitanisme
Bung Karno bukan satu kebangsaan dalam arti (Sukarno, 2000:62-63).
yang sempit, melainkan yang ia kehendaki satu Internasionalisme tidak dapat hidup
”nationale staat”. Bangsa Indonesia, nasi Indo- subur, kalau tidak berakar di dalam buminya
nesia, bukanlah sekedar satu golongan orang nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup
yang hidup dengan ”kehendak akan bersatu” di subur, kalau tidak hidup dalam taman-sarinya
atas daerah yang kecil, tetapi bangsa Indonesia internasionalisme. Jadi, dua hal ini bergandeng-
ialah seluruh manusia-manusia yang, menurut an erat satu sama lainInternasionalisme tidak
geopolitik yang telah ditentukan oleh Allah dapat hidup subur, kalau tidak berakar di dalam
SWT, tinggal di kesatuannya semua pulau buminya nasionalisme dan nasionalisme tidak
Indonesia dari ujung Utara Sumatera sampai ke dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam
Irian. Pernyataan Bung Karno ini secara eduka- taman-sarinya internasionalisme. Pernyataan
tif terkandung pentingnya pendidikan Bhinneka Bung Karno ini secara edukatif terkandung
Tunggal Ika, atau dalam lingkup yang lebih pentingnya pendidikan internasional dalam
sempit pendidikan multikultural atau pluralisme mewujudkan perdamaian dunia. Pendidikan
dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan internasional menurut Barnadib (1988:3) ialah
bangsa. usaha dalam forum internasional untuk me-
Bung Karno juga mengingatkan bahwa wujudkan harmoni dan perdamaian dunia me-
kita jangan berkata, bahwa bangsa Indonesia lalui pendidikan.
yang terbagus dan termulya, serta meremehkan Dasar atau Prinsip filosofis ketiga
bangsa lain, dan kita harus menuju pula kepada ialah dasar mufakat, dasar perwakilan,
kekeluargaan bangsa-bangsa. Internnasionalis- dasar permusyawaratan. Dalam perwakilan
me yang sejati adalah tanda, bahwa suatu bang- nanti ada perjoangan sehebat-hebatnya. Tidak
sa telah menjadi dewasa dan bertanggung ja- ada satu staat yang hidup betul-betul hidup,
wab, telah meninggalkan sifat kekanak-kanakan jikalau di dalam badan perwakilannya tidak ada
mengenai rasa keunggulan nasional atau rasial, perjoangan faham di dalamnya. Prinsip ketiga
telah meninggalkan penyakit kekanak-kanakan ini disebut oleh Bung Karno, demokrasi,
tentang chauvinisme dan kosmopolitanisme. dengan menyatakan: Demokrasi bukanlah

Cakrawala Pendidikan, Februari 2013, Th. XXXII, No. 1


111

monopoli atau penemuan dari aturan sosial sekalian, ialah siapa yang lebih taqwa kepada-
Barat, melainkan namun demokrasi tampaknya KU”.
merupakan keadaan asli dari manusia, meski- Pernyataan Bung Karno itu, menunjuk-
pun diubah untuk disesuaikan dengan kondisi- kan dengan tegas bahwa bangsa Indonesia pada
kondisi sosial yang khusus. Pernyataan Bung hakikatnya adalah bangsa yang religius. Ini juga
Karno itu secara implisit mengandung makna secara yuridis formal tertuang dalam Pancasila
pentingnya pendidikan berdemokrasi bagi yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945 pad
bangsa Indonesia. sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa. Bung
Dasar atau prinsip filosofis keempat Karno secara pribadi menuturkan pula dalam
menurut Bung Karno, yaitu prinsip kesejah- sebuah buku Cindy Adam (Adam, 2007) bahwa
teraan, prinsip: tidak akan ada kemiskinan di pada malam sebelum berbicara di Badan
dalam Indonesia merdeka. Bung Karno menya- Penyelidik, pergi ke luar rumah, memandang
takan bahwa kalau kita mencari demokrasi bintang-bintang di langit, kagum akan ciptaan
hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi yang sempurna itu, sambil meratap pelan,
permusyawaratan yang memberi hidup, yang menangis pada Tuhan karena besok ia akan
mampu mendatangkan kesejahteraan sosial! menghadapi saat bersejarah dalam hidupnya,
Pernyataan Bung Karno menunjukkan bahwa yang memerlukan bantuan-Nya. Bung Karno
prinsip kesejahteraan sosial adalah prinsip menyatakan: ”Aku tahu, pemikiran yang akan
keadilan sosial. Ini mengandung makna bahwa kusampaikan bukanlah milikku. Engkaulah
pembangunan di segala bidang kehidupan yang membukakannya kepadaku. Hanya Eng-
termasuk bidang pendidikan, keadilan adalah kaulah yang Maha Pencipta. Engkaulah yang
sebuah keniscayaan. selalu memberi petunjuk pada setiap napas
Prinsip yang kelima menurut Bung Kar- hidupku. Ya Allah, berikan kembali petunjuk
no hendaknya menyusun Indonesia Merdeka serta ilham-Mu kepadaku” (Adam, 2007:240).
dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Pernyataan ini mengandung sebuah ko-
Esa, yang masing-masing orang Indonesia hen- mitmen religius, dan komitmen ini dapat
daknya ber-Tuhan Tuhannya sendiri, dengan semakin ditumbuhkan dengan pendidikan
mengamalkan, menjalankan agama secara yang Agama, pendidikan religius. Bung Karno
berkeadaban. Berkeadaban berarti berbudi pe- menyatakan pula bahwa: Dan .... entah ini
kerti luhur, hormat-menghormati satu dengan dimengerti orang atau tidak .... saya mencintai
lain. Bung Karno, menegaskan pula bahwa sosialisme, oleh karena saya berTuhan dan
mengingat bangsa Indonesia meliputi orang- menyembah Tuhan. Saya mencintai sosialisme,
orang berbagai macam agama, namun tetap oleh karena cinta kepada Islam. Saya mencintai
bersatu, dengan menempatkan Ketuhanan Yang sosialisme dan berjoang untuk sosialisme itu,
Maha Esa sebagai yang paling utama dalam malahan sebagai salah satu ibadah kepada
falsafah hidup bangsa. Kepercayaan kepada Allah. Di dalam cita-cita-sosialku aku ini
Tuhan Yang Maha Esa merupakan karaktersitik sosialis, di dalam cita-cita sukmaku aku ini
bangsa Indonesia. sama sekali theis. Sama sekali pecaya kepada
Pidato Bung Karno di muka Sidang Tuhan, sama sekali ingin mengabdi kepada
Umum PBB Ke XV tanggal 30 September Tuhan (Sukarno, 1963: 325).
1960, antara lain menyatakan: Kitab Suci Islam, Bung Karno juga menyatakan penting
Qur’an, Surat Al Hjuraat: 13, mengamanatkan: peran pemimpin, guru dalam berbagai bidang
”Hai sekalian manusia, sesungguhnya Kami kehidupan. Di masa kebangunan, maka sebe-
telah menjadikan kamu sekalian dari seorang narnya tiap-tiap orang harus menjadi pemimpin,
lelaki dan seorang perempuan, sehingga kamu menjadi guru. Pahlawan politik menjadi guru-
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kamu nya massa yang mendengarkan pidato-pidato-
sekalian saling kenal-mengenal satu sama lain. nya dan mengikut pimpinan taktik perjuang-
Bahwasanya yang lebih mulia di antara kamu annya, journalist menjadi gurunya pembaca-

Pandangan Bung Karno tentang Pancasila dan Pendidikan


112

pembaca surat kabarnya, bedrijfsleider menjadi jiwa sendiri. Guru hanyalah dapat mengasihkan
gurunya pegawai-pegawai yang di bawahnya, apa dia itu sebenarnya (Sukarno, 1964:614-
mas lurah menjadi gurunya masyarakat desa 615).
yang di bawah pengawasannya, tukang kopi Sesuatu bangsa mengajar dirinya sendiri!
menjadi gurunya anak-isteri yang membantu Sesuatu bangsa hanyalah dapat mengajarkan
pekerjaannya, -- semua yang menjadi gurunya apa yang terkandung di dalam jiwanya sendiri!
semua orang. Alangkah haibatnya dan alangkah Bangsa orang-merdeka akan mendidik anak-
bijaksananya, waktu Nabi Muhammad S.a.w anaknya menjadi orang-orang yang merdeka
baersabda: ”Semua kamu itu adalah pemimpin (Sukarno, 1964:615).
dan akan diperiksa dari hal pimpinannya” Karena itu hai Bangsa Indonesia!, dalam
(Sukarno, 1964: 611). revolusi kita ini, janganlah kita mencari
Ini sebuah pernyataan bahwa semua kepeloporan mental pada orang lain. Carilah
orang, karena guru (pemimpin) atau pendidik kepeloporan mental itu pada diri kita sendiri.
dalam arti luas, yang mengemban amanah Cari sendiri konsepsi-konsepsimu sendiri!
untuk mendidik seseorang atau seseorang yang ...jadilah Bangsa yang Besar yang tidak
kebetulan hadirnya berkelompok (kelas, aso- menjiplak, jadilah mercu-suar yang gemilang
siasi, organisasi, profesi, warga, masyarakat bersinar sendiri, susunlah kita punya konsepsi-
dsb.) sekaligus mengemban amanah mendidik konsepsi atas dasar dilektik Revolusi kita
dirinya sendiri untuk menjadi teladan. sendiri. Freedom to be free, freedom to be free,
Alangkah nasionalnya, kalau tiap-tiap -- freedom to be free juga di alam konsepsi
gurunya bukan saja memenuhi syarat-syarat sendiri! Dan dengan dialektik kita itu, selalu
”technisch” yang orang biasanya tuntutkan dari tingkatkanlah konsepsi-konsepsi Revolusi kita
seorang guru, tapi benar-benar Rasul Keba- itu menjadi setingkat dan seirama dengan
ngunan yang sejati, --- Rasul Kebangunan dialektikanya Sejarah Umat Manusia yang
bukan saja secara ”formeel”, tetapi Rasul Ke- sekarang juga sedang bergelora dan berbangkit.
bangunan di dalam tiap-tiap sepak terjangnya, Jikalau tidak, kita nanti diganyang, dilindas
di dalam segenap levenshoundingnya, di dalam menjadi glepung oleh dialektikanya Sejarah
sekujur badan dan tulangsungsumnya, --- satu Umat Manusia itu (Sukarno, 1965: 594).
Rasul Kebangunan sampai keujung tiap-tiap Hal ini menuntut adanya usaha memba-
getaran rohnya dan jiwanya (Sukarno, 1964: ngun dan mengembangkan Konstruk Filosofi
613). Pendidikan Nasional Pancasila yang dapat di-
Berhubung dengan itu, para pendidik gunakan sebagai sumber pangkal dalam dan
utama harus memiliki sifat antara lain: (1) cinta atau dari pendidikan nasional Indponesia.
kepada peserta didik, (2) kesadaran akan tugas- Usaha ini dapat menggunakan pendekatan
nya sebagai panggilan Tuhan, (3) rasa wajib “eklektik-inkorporatif-harmonis-dinamis”.
melaksanakan tugas diserta rasa tanggung Notonagoro menyebut pengembangan
jawab atas kebahagiaan peserta didik (Brodjo- filosofi pendidikan nasional Pancasila dengan
nagoro,196). menggunakan pendekatan “eklektis-inkorpora-
Hanya guru yang benar-benar Rasul si” (Notonagoro, 1973:19). Eklektis ialah
Kebangunan dapat membawa anak ke dalam bersifat memilih yang terbaik dari berbagai
alam Kebangunan . Hanya guru yang dadanya sumber (sources) (KBBI,1988:220) dari satu
penuh dengan jiwa Kebangunan dapat ”menu- tokoh atau lebih, atau dari satu aliran (teori)
runkan” Kebangunan ke dalam jiwa anak. ... atau lebih. Inkorporasi ialah “to include as
Guru yang sifat hakikatnya hijau akan ”ber- apart” atau “to combine into a unifide whole”
anak” hijau, guru yang sifat hakikatnya hitam (Webster’s Dictionary, 1993:238).
akan ”beranak hitam”, guru merah akan ”ber- Pendekatan “eklektis-inkorporasi” ialah
anak” merah.... Tidak, guru tidak bisa ”main pengembangan dan pemerkayaan filosofi pen-
kumidi”, guru tidak bisa mendurhakai ia punya didikan nasional Pancasila dari berbagai unsur

Cakrawala Pendidikan, Februari 2013, Th. XXXII, No. 1


113

filosofi/filosofi pendidikan asing asalkan sesuai Karena itu, maka pagi-pagi kita harus
atau tidak bertentangan dengan kepribadian memperbesar dan memperdalam rasa tanggung
bangsa yang kita bangun. “Harmonis” artinya jawab kita, baik sebagai manusia, maupun
“forming a pleassing or consistent whole”. sebagai bangsa. Tanggung jawab kepada siapa?
Proses eklektis-inkorporasi-harmonis ini dilaku- Sudah tentu tanggung jawab terhadap kepada
kan secara dialektik-dinamik-antisipatif-reflek- bangsa kita sendiri! Dan tanggung jawab
tif-rejuvenatif sehingga pendidikan nasional terhadap kepada Allah Rabbul-alamin! (Pidato
yang dibangun senantiasa dapat menjawab tan- terakhir Bung Karno: Jangan Sekali-kali Me-
tangan zaman. ninggalkan Sejarah, 17 Agustus 1966). Tentu
Dialektika yang berasal dari perkataan saja keahlian adalah perlu! Tetapi keahlian saja,
yunani ”dia” dan “legein”, berarti percakapan tanpa dilandaskan pada jiwa yang besar,
(“discourse”) (Runes, 1974 : 78) atau “the art tidaklah mungkin akan mencapai tujuannya.
of confensation” (Hall, 1967:385). Pada zaman Inilah perlunya, sekali lagi mutlak perlunya! –
Yunani kuno, dialektika diartikan sebagai suatu Nation and character Building! (Pidato terakhir
bentuk pemikiran yang dijalankan melalui Bung Karno: Jangan Sekali-kali Meninggalkan
pertanyaan dan jawaban (Honderich, 1995:198). Sejarah, 17 Agustus 1966) (Daras, 2001:31).
“Dialectic is basically an attempt to discover Demikianlah amanat Bung Karno sebagai
the truth about something using critical reason- presiden yang senantiasa mengobarkan sema-
ing …”. Dialektika merupakan pendekatan ngat bagi semua warga bangsa Indonesia dalam
fundamental yang melandasi penyingkapan membangun bangsa dan negara, dengan mene-
realitas sehingga terjadi fusi horizon tentang gaskan pentingnya kesatu paduan antara ke-
kebenaran yang menggungkapkan diri. mampuan/keahlian dan kepribadian dalam
Dinamik berarti “of force producing membangun manusia Indonesia seutuhnya dan
motion (as opposed to static), having force of in dapat diupayakan terutama melalui pendidik-
character”, atau “penuh semangat dan tenaga an nasional. Bung Karno adalah tokoh yang
sehingga cepat bergerak dan mudah menyesuai- sangat menekankan nilai-nilai yang sangat
kan diri dengan keadaan dsb” (KBBI,1988:206) sangat esensial yang menjadi dasar filosofi
sehingga senantiasa bersifat progresif. Antisi- bangsa Indonesia, yang menjadi jati diri bangsa
patif, artinya bersifat tanggap terhadap sesuatu Indonesia. Nilai-nilai inilah yang diperjoangkan
yang sedang (akan) terjadi (KBBI,1988: 43); agar menjelma dalam diri manusia Indonesia.
“to notice what needs doing and take action in Nilai-nilai inilah yang menjadi kepribadian
advance”, atau “to look forward; to act in bangsa Indonesia. Namun Bung Karno bukan
action” (Webster’s Dictionary, 1993:23) se- tokoh yang menganut faham nasionalisme yang
hingga senantiasa dimiliki pandangan yang chauvinistik, (nasionalisme yang sempit) me-
visioner. Reflektif, artinya pemandangan atas lainkan juga internasionalisme (yang melam-
diri sendiri (Driyarkara, 2006:28) untuk meme- paui batas-batas nasional) dengan tetap meme-
gang kejernihan intelektual dan tanggung jawab gang teguh nilai-nilai filosofi bangsa Indonesia
moral (Madison, 1988:90-91) dilakukan melalui yaitu Pancasila. Bahkan Pancasila itu sendiri
pemikiran yang mendalam sehingga ditemukan karena keluhuran nilai-nilai yang dikandungnya
yang hakiki. Rejuvenatif, artinya “pemudaan dikampanyekan di forum sidang umum PBB.
kembali” (Sukarno, 1990:187-188) secara kon- Pada pidato terakhir sebagai presiden yaitu
sepsional, dan keyakinan yang kuat akan keber- tanggal 17 Agustus 1966, beliau menekankan
hasilan implementasi filosofi pendidikan nasio- nilai pentingnya sejarah, membangun jiwa
nal Indonesia. bangsa, dan membangun karakter bangsa . Ini
Bung Karno juga menyatakan bahwa menunjukkan Bung Karno tetap visioner, bu-
Bangsa yang besar adalah bangsa yang meng- kan reaksioner.seperti yang menggejala dalam
hargai jasa-jasa pahlawannya (Pidato Hari kehidupan bangsa kita akhir-akhir ini, termasuk
Pahlawan 10 Nopember 1960). dalam bidang pendidikan. Nilai-nilai dari sila-

Pandangan Bung Karno tentang Pancasila dan Pendidikan


114

siila Pancasila, yang digali Bung Karno dan yang dibangun senantiasa dapat menjawab
ditetapkan sebagai jiwa bangsa Indonesia, me- tantangan zaman.
lalui pendidikan nasional harus dioptimalkan  Untuk keberhasilan pendidikan, pemimpin,
dalam penanamannya agar terealisasi dalam pendidik (guru) tidak dapat hanya main
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan ber- “kumidi”, melainkan harus menjadi teladan
negara. dalam segala aspek kehidupannya.
Pernyataan Bung Karno yang mengutip
hadits Nabi Muhmmad SAW bahwa semua UCAPAN TERIMAKASIH
orang itu pemimpin (”pendidik” atau ”guru”) Ucapan terima kasih disampaikan kepada
yang harus mempertanggungjawabkan atas ke- sejawat dan berbagai pihak yang membantu
pemimpinannya sehingga harus menjadi teladan terlaksanakannya penelitian dan penulisan ini.
bagi siapa saja (”peserta didik”) dan tidak boleh Semoga itu semua menjadi bagian dari amal
main ”komidi” (dipanggung saja baik tetapi kebaikan.
dalam kenyataan hidup berperilaku buruk dan
tidak terpuji) adalah sangat perlu diamalkan di DAFTAR PUSTAKA
negeri kiat ini. Perilaku pemimipin akan lebih
banyak diikuti dari pada apa yang dikatkannya. Adams, Cindy. 2007. Bung Karno Penyambung
Inilah prinsip yang mengharuskannya sebagai Lidah Rakyat Indonesia. (penerjemah:
teladan. Produktivitas Bung Karno sendiri Syamsu Hadi.ed. rev), Yogyakarta: Ya-
dalam berkarya tulis juga patut menjadi teladan. yasan Bung Karno & Media Pressindo.

PENUTUP Barnadib, Imam.1988. Pendidikan Perbanding-


 Nasionalisme yang humanis berperan esen- an. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset.
sial dalam membangun bangsa dalam kon-
teks nasional maupun global. Brodjonagoro, Sutedjo.1966. Pendidikan Nasio-
 Pancasila yang digali dan dilahirkan Bung nal. Yogyakarta: FIP-IKIP Yogyakarta.
Karno, yang mengandung nila-nilai sangat
ideal sebagai dasar filosofi, ideologi negara Daras, Roso. 2001. Aktualisasi Pidato Terakhir
dan pandangan hidup bangsa Indonesia ha- Bung Karno: Jangan Sekali-kali Mening-
rus benar-benar diupayakan secara cerdas, galkan Sejarah.Jakarta: Penerbit PT. Gra-
konsekuen, konsisten, dan tanggung jawab sindo.
oleh segenap bangsa Indonesia sesuai de-
ngan kapasitasnya masing-masing, demi ter- Depdikbud RI. 1988. Kamus Besar Bahasa In-
wujudnya masyarakat yang religius, huma- donesia. Jakarta: Departemen Pendidikan
nis, nasionalis, demokratis dan berkeadilan. dan Kebudayaan Republik Indonesia.
 Bangsa Indonesia harus berjuang terus da-
lam merevitalisasi, mereinovasi, merekons- Driyarkara. 2006. Karya Lengkap Driyarkara.
truksi, merejuvenasi dan mereaktualisasi A. Sudiardja, dkk (ed). Yogyakarta : Pe-
Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan nerbit Kompas, Gramedia & Kanisius.
pada umumnya, dan dalam bidang pen-
didikan nasional pada khususnya da;lam Honderich, Ted. 1995. The Oxford to Compa-
membangun kepribadian (karakter) bangsa. nion to Philosophy. New York : Oxford
 Pengembangan pendidikan nasional dilaku- University Press.
kan menggunakan pendekatan “eklektik-in-
korporatif-harmonis-dinamis”. Proses ek- Madison, G.B. 1988. The Hermeneutics of
lektis-inkorporasi-harmonis ini dilakukan Postmodernity. Bloomington & Indiana-
secara dialektik-dinamik-antisipatif-reflek- polis : Indiana University Press.
tif-rejuvenatif sehingga pendidikan nasional

Cakrawala Pendidikan, Februari 2013, Th. XXXII, No. 1


115

Notonagoro. 1973. Pidato Penganugerahan Ge- Sukarno.1964. Camkan Pancasila: Pancasila


lar Doktor Honoris Causa dalam Ilmu Dasar Falsafah Negara. Jakarta :
Filsafat pada Prof Drs. Notonagoro, Departemen Penerangan RI.
S.H. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta. Sukarno.1964. Dibawah Bendera Revolusi, Jilid
Pertama. Jakarta: Panitya.
Roland, Hall. 1967. “Dialectic” in Paul Ed-
wards (ed) . The Encyclopedia of Philo- Sukarno.1965. Dibawah Bendera Revolusi, jilid
sophy. Volume Two. New York: Mac- kedua. Jakarta: Panitya.
millan Company & Free Press.
Sukarno.1986. Pancasila sebagai Dasar Ne-
Runes, Dagobert D. 1974. Dictionary of Philo- gara. Jakarta : Penerbit Inti Idayu Press-
sophy. New Jersey: A Littlefield, Adam Yayasan Pendidikan Sukarno.
& Co.
Sukarno.1990. Bung Karno dan Islam : Kum-
Siagian, Gayus. 1998. Wasiat Bung Karno. Ja- pulan Pidato tentang Islam 1953-1966.
karta : Ketut Mas Agung corporation. Jakarta : Penerbit cv. Haji Masagung.

Soedjatmoko. 1985. Etika Pembebasan. Jakar- Sukarno.2000. Membangun Dunia Baru (To
ta: LP3ES. Build the World Anew). Yogyakarta:
Media Pressindo.
Sukarno. 1973. Filsafat Pendidikan Nasional
Pancasila. FIP IKIP Yogyakarta. Sukarno. 2006. Filsafat Pancasila Menurut Bung
Karno. Yogyakarta: Media Pressindo.
Sukarno. 1963. Sarinah. Yogyakarta: Panitia
Penerbit Karangan Presiden Sukarno. Tilaar, HAR. 2007. Mengindonesia: Etnisitas
dan Identitas Bangsa Indonesia Jakarta:
PT. Rineka Cipta.

Pandangan Bung Karno tentang Pancasila dan Pendidikan

Anda mungkin juga menyukai