Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PEMIKIRAN POLITIK INDONESIA

“Pemikiran Politik Soekarno”

Dosen Pengampu : Dr. Muh. Imran, S.IP., M.Si

Disusun Oleh :

Gina Anugerah Ramadhani

E041211003

 
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2023

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan


kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-
Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul “Pemikiran Politik Indonesia”
tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dosen pengampu pada mata
kuliah Pemikiran Politik Indoneaia Program Studi Ilmu Politik.
Selain itu, Penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca tentang “Pemikiran Politik Indonesia”. Penulis mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada Dr. Muh. Imran, S.IP., M.Si. selaku dosen mata kuliah
Komunikasi Politik. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu
proses penyusunan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima
demi kesempurnaan makalah ini.
Makassar, 10 April 2023

Gina Anugerah Ramadhani

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………


DAFTAR ISI …………………………………………………………………………..
A. Gambaran Umum ………………………………. …………………………….......
B. Pembahasan ……………………………….……………………………….............
1. Riwayat Hidup Soekarno ……………………………………………………..
2. Pemikiran Soekarno terhadap Filsafat Negara ………………………………....
3. Pemikiran Keagamaan Soekarno ……………………………………………….
C. Penutup ………………………………. ……………………………….............
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….....
A. Gambaran Umum

Sukarno adalah tokoh yang spektakuler, berpengetahuan luas, berani dan


revolusionis, setidaknya itulah yang terlihat dari pidato-pidatonya yang berapi-api dan
menghipnotis.Berbicara tentang Sukarno adalah berbicara tentang berdirinya
Indonesia, karena beliau adalah tokoh sentral dalam sejarah kemerdekaan Indonesia
dan salah satu dari The Founding Fathers. Yang menarik dari Sukarno adalah ide-ide
politiknya yang brilian, yang muncul dari keluasan pengetahuannya.Sebagai seorang
nasionalis sejati, beliau seperti Gajahmada, ingin menyatukan wilayah Nusantara
yang beliau sebut sebagai nation staat. Untuk bisa menyatukan wilayah nusantara
yang berbeda-beda kultur ini, harus bisa mengakomodir semua perbedaan, bahkan
yang bertolak belakang. Agar Republik Indonesia bisa diterima oleh semua pihak,
maka beliau meramu sebuah ideologi yang menampung perbedaan-perbedaan
itu. Maka munculah istilah Nasionalisme Indonesia, Sosialisme Indonesia,
Marhaenisme, Pancasila.

Sukarno adalah pemimpin yang multi talenta, selain mumpuni dalam urusan
orasi, politik, fashion, beliau juga "jempolan" dalam bertango. Beliau mempunyai
apresiasi seni yang tinggi, dan sangat mencintai keindahan, termasuk keindahan
dalam kecantikan wanita. Di balik cerita heroiknya, Sukarno tetaplah manusia yang
bisa salah. Bagaimanapun pandainya dia membuat konsep sebuah negara – dengan
gagasan sosialisme demokratiknya – toh pada praktiknya tak seindah konsep yang
ditawarkan. Konsep negara yang ditawarkannya adalah sebuah negara yang tidak ada
orang miskin di dalamnya. Negara yang menjanjikan kesejahteraan bagi seluruh
rakyatnya. Tapi apa lacur, negara yang ia pimpin, hampir bangkrut total di tahun
1965, diikuti oleh berbagai demonstrasi yang berakhir dengan terlepasnya jabatan
presiden.

Makalah ini mencoba mengupas pemikiran-pemikiran beliau dengan


memulainya dari riwayat hidup Bung Karno, filsafat negara, serta pemikiran
keagamaan beliau, yang sedikit atau banyak pasti mempengaruhi pandangan politik
beliau. Pandangannya tentang akhirat, pasti juga mempengaruhi pandangannya
tentang dunia.

B. Pembahasan
1. Riwayat Hidup Soekarno

Ir. Sukarno dilahirkan dengan nama Koesno Sosrodihardjo di  Surabaya , namun
karena sering sakit-sakitan maka namanya diubah oleh ayahnya menjadi Soekarno.
Nama tersebut diambil dari nama tokoh pewayangan Adipati Karna.  Sukarno
dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan
ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai. Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan
dari Bali dan beragama Hindu sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama Islam.

Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke


Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto,
ayahnya memasukan Sukarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja.
Kemudian pada Juni 1911 Sukarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS)
untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS). Pada tahun 1915,
Sukarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke
HBS. di Surabaya, Jawa Timur. Ia kemudian tinggal di rumah teman bapaknya HOS
Cokroaminoto. Di Surabaya, Sukarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat
Islam, organisasi yang dipimpin Cokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso,
Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis. 

Tamat H.B.S. tahun 1920, Sukarno melanjutkan ke Technische Hoge School


(sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada
tahun 1925.Saat di Bandung, Sukarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang
merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Cokroaminoto. Di sana ia
berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes
Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.

Pada bulan Juli 1932, Sukarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo),
yang merupakan pecahan dari PNI.Sukarno kembali ditangkap pada bulan Agustus
1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini ia punya kesempatan memperdalam Islam
lewat buku dan surat-suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad
Hasan. Iakemudian diasingkan ke Bengkulu pada tahun 1938 – 1942. Sukarno baru
kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.

Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia


BPUPKI, Sukarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.Kemerdekaan tersebut diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Di
kancah politik internasional Presiden Sukarno mengadakan Konferensi Asia-Afrika di
Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Kebenciannya pada imperialism berpuncak
pada munculnya ide non-alignment movement.Bersama Presiden Josip Broz Tito
(Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu,
(Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang
membuahkan Gerakan Non Blok.

Sifat beliau yang akomodatif dan ingin merangkul semua pihak, termasuk
komunis, membuahkan hasil negatif. Setelah peristiwa GESTAPU keadaan politik
Indonesia semakin tidak menentu. Ini adalah turning point dari keruntuhan
Sukarno.Pidato  pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S
pada Sidang Umum ke-IV MPRS ditolak. Pidato tersebut berjudul "Nawaksara" dan
dibacakan pada 22 Juni 1966. Pidato "Pelengkap Nawaskara" pun disampaikan oleh
Sukarno pada 10 Januari 1967 namun kemudian ditolak lagi oleh MPRS pada 16
Februari tahun yang sama.

Ia akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah Sakit
Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan
politik. Pemerintahan Presiden Soeharto memilih Kota Blitar, Jawa Timur, sebagai
tempat pemakaman Sukarno. Hal tersebut ditetapkan lewat Keppres RI No. 44 tahun
1970. Jenazah Sukarno dibawa ke Blitar sehari setelah kematiannya dan dimakamkan
keesokan harinya bersebelahan dengan makam ibunya.

2. Pemikiran Soekarno terhadap Filsafat Negara

a. Negara Kebangsaan

Konsep negara kebangsaan disampaikan Sukarno secara spontan pada 1 Juni


1945 di depan Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan. Sukarno berusaha keras
menentang gagasan didirikannya Negara Islam, sebagai gantinya beliau menawarkan
Negara Kebangsaan yang didasarkan pada 5 sila.Kebangsaan yang dimaksud bukan
kebangsaan dalam arti sempit, namun yang dikehendakinya adalah satu Nationale
Staat.

Sebelumnya pemahaman Sukarno tentang bangsa selalu merujuk pada teori


yang dikemukakan Ernest Renan atau Otto Bauer. Bahwa syarat terciptanya sebuah
bangsa adalah adanya persamaan nasib dan kehendak untuk bersatu. Teori
yang sama juga pernah disampaikan Prof. Supomo dalam sidang BPPK sebelumnya,
namun Mr. Yamin menyebutnya “verouderd”, outdated, sudah tua. Maka pada
kesempatan ini Sukarno menyampaikan pemahamannya yang baru tentang
kebangsaan.
Renan dan Otto hanya berbicara tentang orang, mereka hanya mengingat
karakter manusia, tapi tidak mengingat tempat, tidak mengingat bumi yang didiami
manusia itu. Hal ini disebabkan karena pada masa mereka belum berkembang ilmu
baru, yang dinamakan Geopolitik. Orang dan tempat tak dapat dipisahkan. Tempat
yang dimaksud adalah tanah air yang merupakan satu kesatuan. Kalau kita melihat
peta dunia, kita dapat menunjukkan di mana kesatuan-kesatuan itu.“Seorang anak
kecil pun jikalau ia melihat peta dunia, ia dapat menunjukkan bahwa kepulauan
Indonesia merupakan satu kepuluan”, ujarnya. Ia kemudian menambahkan, “Seorang
anak kecil dapat mengatakan, bahwa pulau-pulau Jawa, Sumatera, Borneo, Selebes,
Halmahera, Kepulauan Sunda Kecil, Maluku, dan lain-lain pulau kecil di antaranya,
adalah satu kesatuan”.  Menurut beliau, Indonesia pernah merupakan negara nationale
staat pada zaman Sri Wijaya dan Majapahit. 

Dalam sidang ini Sukarno menawarkan pancasila dengan kebangsaan sebagai


prinsip pertama,  disusul kemudian secara berurutan dengan internationalism,
mufakat, kesejahteraan dan ketuhanan. Kenapa lima? Sukarno mengatakan Rukun
Islam 5 jumlahnya, panca indera juga lima bilangannya, Pandawa Lima pun lima
orangnya. Atau kalau ada yang tak suka dengan angka 5, Sukarno bersedia
memerasnya menjadi 3 saja. Kebangsaan dan internationalism diperas menjadi socio-
nationalisme. Mufakat dan kesejahteraan diperas menjadi satu yaitu socio-
democratie. Yang satu lagi adalah ketuhanan yang menghormati satu sama lain. Tapi
bila ada yang tidak suka dengan trisila, Sukarno bisa memerasnya menjadi satu, yaitu
“gotong royong”. 

b. Negara dan agama

Dalam Majelis Konstituante pada mulanya ada 3 rancangan dasar negara yang
diusulkan: Pancasila, Islam dan Sosial-Ekonomi. Sukarno mengusulkan Pancasila dan
menolak Islam sebagai dasar negara. Di pihak yang berseberangan Natsir
mengusulkan Islam sebagai dasar negara karena masyarakat Indonesia mayoritas
beragama Islam. Bagi Natsir dasar negara hanya mempunyai dua pilihan, sekuler atau
agamis. Corak pancasila menurutnya adalah sekuler, karena tidak mengakui wahyu
sebagai sumber.  Hamka juga menginginkan Islam sebagai dasar negara.

Menurutnya negara berdasar Islam adalah cita-cita sejak lama seluruh gerakan
Islam di Indonesia. Ia menyebutkan beberapa nama pahlawan kemerdekaan seperti
Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Teuku Cik di Tiro, Pangeran Antasari, Sultan
Hasanuddin dll. Osman Raliby berkomentar tentang Pancasila, bahwa tuhan dalam
Pancasila ialah tuhan yang mati, yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa terhadap 4
sila lainnya. Ia tidak memberikan hukum sama sekali, malah jika Pancasila diperas,
tuhan itu sendiri yang kena hukum, hilang lenyap ditelan oleh gotong –royong.

Kendatipun Natsir beranggapan Pancasila adalah sekuler, bagi Abdulgani, Islam


adalah sumber Pancasila. Menurutnya, sila Ketuhanan yang Maha Esa tidak dapat
disamakan dengan konsep sekuler. Natsir dan pendukungnya menurut Abdulgani
telah terjebak dalam kekacauan semantik. Sementara Sutan Takdir Alisyahbana
menilai pancasila hanyalah kumpulan faham-faham yang berbeda-beda untuk
menenteramkan semua golongan. Sila-silanya bersifat heterogen, bahkan tak lepas
dari kontradiksi dalam dirinya. Pancasila baru dapat diterima oleh umat Islam
Indonesia setelah ditafsirkan oleh Hatta, seorang negarawan Muslim yang moralis. 

Bagaimanakah sebenarnya Sukarno melihat agama dan negara?. Apakah ia


sepaham dengan Hatta dalam menafsirkan Pancasila?. Tidak dapat dielakkan bahwa
Sukarno memisahkan antara agama dan negara, sehingga dengan begitu
berarti ia adalah seorang yang sekularis. Pandangan sekulernya tampaknya
dipengaruhi oleh tokoh idolanya, Mustafa Kemal Attaturk, seorang nasionalis yang
sekuler.Beliau mengutip kata-kata Kemal, “Saya merdekakan Islam dari ikatannya
negara, agar supaya agama Islam bukan tinggal agama memutar tasbih di dalam
mesjid saja, tetapi menjadilah satu gerakan yang membawa kepada
perjuangan”.Kemerdekaan agama dari ikatan negara maksudnya adalah
memerdekakan agama dari ikatan-ikatan yang menghalanginya untuk tumbuh subur,
yaitu ikatan negara, ikatan pemerintah, ikatan pemegang kekuasaan yang zalim dan
sempit fikiran. Begitu juga sebaliknya negara dimerdekakan dari ikatan anggapan-
anggapan agama yang jumud, hukum-hukum dan tradisi Islam yang kolot yang
sebenarnya bertentangan dengan jiwa Islam sejati. “sayamerdekakan Islam dari
negara, agar Islam bisa kuat, dan saya merdekakan negara dari agama agar negara
bisa kuat. 

Apa pun alasannya, memisahkan agama dan negara adalah paham


sekularisme. Tapi bukan berarti seorang yang sekularis kemudian tidak mempunyai
semangat membela agamanya. Meskipun agama dipisahkan dari negara, "tapi kita
akan membakar seluruh rakyat dengan apinya Islam, sampai setiap utusan dalam
parlemen itu seorang Islam, dan setiap putusan parlemen diresapi oleh semangat dan
jiwanya Islam", ucapnya. Ia mengharapkan parlemen terisi oleh orang-orang Islam,
60%, 70%, 80%, 90%, sehingga mampu mewarnai keputusan parlemen dengan warna
Islam. Entah itu sungguh-sungguh keluar dari hatinya yang paling dalam, atau hanya
ungkapan politis, sebagai penghibur umat Islam yang sudah kecewa.  Tapi yang pasti,
harapan Sukarno parlemen berwarna Islam apabilanya isinya 90% Islam tak pernah
terwujud sampai sekarang.

3. Pemikiran Keagamaan Soekarno

Seberapa jauhkah Islam Sukarno? Beberapa ahli agama Islam mengatakan


bahwa Sukarno adalah seorang yang berfaham sinkretis Jawa, dan bahwa sinkretisme
adalah musuh besar agama. Namun semuanya setuju bahwa Sukarno mempunyai
watak keagamaan yang mendalam. 

Beliau terlahir ditengah keluarga yang tidak terlalu agamis. Ibunya adalah


seorang Hindu, dan ayahnya adalah seorang Muslim yang menurut beliau sendiri
Islamnya adalah Islam-islaman. Namun sejak kecil orang tuanya menekankan
kepercayaan pada Tuhan. Ayahnya mengingatkan agar dia jangan lupa pada Gusti
Kang Maha Suci, dan ibunya juga mengingatkan agar dia jangan lupa Sang Hyang
Widi. Dari sini kita bisa menilai bahwa pengetahuan agama yang diberikan orang
tuanya tidaklah terlalu mendalam. Namun Sukarno telah bersentuhan dengan tokoh-
tokoh Islam yang nampaknya dari merekalah beliau banyak belajar. HOS
Cokroaminoto adalah teman ayahnya yang banyak mempengaruhinya. Sukarno
adalah anggota Muhammadiyah sampai ajalnya,  dan sering mengikuti pengajian-
pengajian yang diadakan organisasi ini. Mulai dari situ benih Islam modernis pun
tertanam dalam dirinya. Beliau juga mengagumi M. Natsir, dan mereka sering
berdialog tentang agama, sebelum akhirnya mereka berselisih.

Pengasingannya di Flores adalah turning point dari sikap keIslamannya. Beliau


selalu berkirim surat dengan A. Hassan dan banyak belajar dari beliau. Surat-surat itu
kemudian dibukukan dengan judul Surat Islam dari Endeh, yang kemudian tercakup
di dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi. Buku Amir Ali yang berjudul Spirit of
Islam  sangatmempengaruhi pandangan keIslamannya. Buku-buku laintentang tokoh-
tokoh Islam reformis pun dilahapnya. Akumulasi dari semua itu adalah
pemahamannya tentang Muslim sekarang yang tertinggal jauh dari barat karena sikap
taqlid mereka. Dia menganalogikan dengan masyarakat Onta dan Masyarakat Kapal
terbang.  Bahwa hukum-hukum Islam yang sekarang hanya cocok dipakai di zaman
onta, tidak lagi pada zaman kapal terbang sekarang. Bahwa umat Islam telah
tertinggal 1000 tahun, maka harus mengejar 1000 tahun itu, bukannya kembali kepada
kegemilangan 1000 tahun yang lalu. Bahwa umat Islam telah kehilangan roh
keIslamannya, mereka hanya mendapatkan "abu" Islam, bukan "api"nya.Bahwa Islam
sontoloyo adalah Islam jumud yang taqlid pada ulama-ulama kolot yang menurutnya
belum tentu pikirannya cocok dengan zaman sekarang.

Sukarno menguasai sejarah dan sangat berpegang pada semangat keIslaman,


tapi tidak pada furuiyah. Sayangnya, beliau memang tidak mengusai bidang fiqh, dan
ilmu-ilmu keIslaman yang lain sehingga inilah yang yang membuatnya berbeda
dengan kalangan santri. Dia menolak hukum Islam yang kolot, namun dia sendiri
sebetulnya belum mengerti hukum Islam itu bagaimana. Hal ini terlihat dari
diskusinya dengan A Hassan dalam Surat Islam dari Endeh. Beliau sangat
berkeinginan mempelajari hadis Bukhari, namun sayang A. Hassan tidak menemukan
kitab Bukhari dalam bahasa yang bisa dimengerti Sukarno. Satu hal lagi yang
menurut dia Islamnya mungkin berbeda dengan orang Islam pada umumnya, bahwa
dia adalah Monotheis yang pantheistis.Penjelasan tentang itu ia samapaikan dalam
sebuah pidatonya yang berjudul "Tauhid adalah Jiwaku". 

"….Jadi, apakah Tuhan itu adalah zat yang berada di singgasana di atas langit sana?
Suatu zat di langit, apa yang disebut orang sebagai "Tuhan yang Mempribadi"?
Jika iahanya hidup di atas sana, maka ia bersifat terbatas. Bukankah demikian? ….
Juga jika tuhan hanya mempunyai dua puluh sifat, maka Tuhan ini juga terbatas…
Bhagavad Gita mengatakan – aku tidak peduli apakah nyanyian itu benar atau tidak –
Bhagavad Gita berkata, 'Aku ada di dalam api. Aku ada di dalam panasnya api; aku
ada di bulan, aku ada dalam sinarnya bulan' ya, bahkan, 'aku ada dalam senyumnya
seorang gadis', 'aku ada dalam awan, aku ada dalam iring-iringannya awan yang
bergerak bersama-sama. Aku ada di dalam kegelapan. Aku ada dalam cahaya. Aku
tanpa awal dan tanpa akhir'. Ini sesuai dengan pendapatku. Jadi dengan demikian, di
manakah Tuhan? Apakah Tuhan itu di sana, hanya, hanya, hanya di sana, hanya di
langit ketujuh? …. Aku ini seorang penganut monoteisme, tetapi aku adalah seorang
penganut monoteisme yang panteistis". 

Dalam pidatonya tersebut nampaknya Sukarno ingin menyampaikan


pemahamannya tentang Tuhan. Bahwa tuhan yang ia imani adalah Tuhan yang bukan
hanya bersifat transcendent, hanya menetap di 'arsy', hanya berada di atas sana, tapi
juga Tuhan yang immanent, Tuhan yang juga hadir di sini, di bulan, di matahari, di
bintang-bintang, di gunung, di dalam api, di semut, dan ada di mana-mana, di dalam
semuanya tetapi ia satu. Satu tetapi meresapi segala sesuatu.  Memang banyak orang
yang salah memahami immanentnya Tuhan dan terjerembab dalam pantheism. Bila
Sukarno adalah salah satunya, maka tentunya ini dipengaruhi oleh ajaran Hindu, yang
bisa jadi berasal dari ibunya.  Namun, penulis menduga Sukarno bukanlah penganut
pantheism seperti yang ia sebutkan, karena pantheism tidak bisa sekaligus
monotheism, keduanya adalah hal yang bertolak belakang. Kalau Sukarno
mempercayai hanya satu Tuhan, maka tentulah yang ia maksud dengan Tuhan ada di
mana-mana adalah sifat Tuhan yang immanent.

Sayangnya, untuk mengatakan beliau tidak pantheist pun ternyata bertolak


belakang dengan beberapa sikapnya. Seperti pengakuannya bahwa mendatangi
makam-makam dan meminta sesuatu adalah adat takhyul, namun secara
jujur iamengatakan bahwa ia melakukannya. Memohon sesuatu kepada selain Allah
bukanlah sikap monotheist, kalau bukan polytheist, tentulah pantheist. Meminta
sesuatu kepada roh yang sudah meninggal sudah jelas bukan tradisi tauhid, ini adalah
tradisi Hindu dan Budha. Mungkin Sukarno punya alasan sendiri kenapa ia memohon
di makam-makam. Atau malah ini menunjukkan bahwa beliau tidak begitu punya
perhatian terhadap perilaku agamis. Yang beliau anggap penting nampaknya hanyalah
spirit dan pemikiran, karena itulah yang dia anggap bisa memajukan bangsa. Dalam
sebuah pidatonya di depan mahasiswa IAIN tanggal 2 Desember 1964, beliau
mengatakan,
"…Bebaskanlah kamu punya pikiran dari suasana berpikir pesantren. Naiklah ke
langit, seperti telah aku lakukan, dan lihatlah sekeliling! Dan jangan hanya melihat ke
Saudi Arabia, ke Mekkah, ke Medinah, tetapi lihat ke Kairo, Spanyol, dan lihat ke
seluruh dunia. Lihatlah sejarah, di masa lampau, sejarah masa lampau seluruh rakyat
di muka bumi ini, bukan hanya sejarah rakyat Indonesia dan sejarah rakyat Arab,
tetapi sejarah kemanusiaan! Hanya dengan begitulah kamu akan dapat melakukan apa
yang disebut  studiperbandingan, dalam hal kalian, studi perbandingan agama, untuk
membandingkan, membanding yang satu dengan yang lain.Bebaskan dirimu dari jiwa
atau suasana atau iklim pesantren. Sekali lagi aku minta maaf, aku tidak bermaksud
menghina. Aku telah membebaskan diriku dari dunia kebendaan ini yang tidak
memberiku kepuasan, tidak ada kesenangan, dan telah naik mi'raj, mi'rajnya
pikiran…"dunia pikiran". Artinya ialah aku biasa membaca buku-buku yang ditulis
oleh orang di seluruh dunia… Di situlah aku bertemu dengan para pemikir, para
pemikir seluruh bangsa."
    Menurut Dahm, sebelum tahun 1934, Sukarno tidaklah demikian yakin menganut
agama Islam. Meskipun iamempunyai simpati yang mendasar terhadap agama, tetapi
pengetahuan agamanya hanya sekedar yang dibutuhkan saja, yang terutama
diangkatnya dari buku Lothrop Stoddard, "Dunia Baru Islam". Dan ia lebih
terangsang dengan "dunia baru" itu daripada dengan "Islam" itu sendiri.

C. Penutup

Setelah menyelami pemikiran Sukarno tentang bangsa, bentuk negara, dasar


negara, dan pemahamannya terhadap agama, kita bisa membuat sebuah kesimpulan
bahwa beliau memang seorang negarawan tulen, politikus ulung, singa podium,
seniman, nasionalis sejati, yang mempunyai wawasan pengetahuan yang luas dalam
banyak hal, karena kesukaannya dalam membaca dan "membaca". Kemampuan
seninya ia abadikan dalam bentuk monumen-monumen yang berdiri di berbagai lokasi
di Ibu Kota, termasuk Master Piecenya, Monumen Nasional yang menjadi lambang
Jakarta. Beliau adalah lambang perlawanan terhadap penjajahan, pembela wong cilik,
pembela kaum tertindas, pembela kaum proletar. 

Meski dalam sejarah kepemimpinannya beliau dianggap sebagai presiden yang


gagal dalam mewujudkan cita-citanya, namun dia sudah memberikan kontribusi yang
tak ternilai harganya bagi berdirinya sebuah negara yang diakui oleh masyarakat
dunia. Nixon pernah menulis: "Sukarno adalah contoh terbaik yang saya kenal tentang
seorang pemimpin revolusioner yang dengan ahlinya mampu menghancurkan suatu
sistem, tetapi tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk membangunya kembali".
Menurut Nixon, program Sukarno hanya dinilai positif dalam perjuangan
membebaskan Indonesia dari kekuasaan kolonial. Lebih dari ini, "kekuasaannya
adalah malapetaka bagi rakyat Indonesia".Pendapat Nixon tak sepenuhnya benar,
bukan hanya dalam merobek sistem kolonial, tapi dalam membangun kesatuan
Indonesia, beliau punya andil yang sangat besar.  Tentu saja Sukarno bukan malaikat
yang tidak mempunyai sisi buruk.Sikap keras dan tau mau komprominya tentu tidak
disukai banyak orang, kecenderungannya untuk otoriter dan mendikte orang lain juga
adalah keburukan manusiawi yang sering muncul dalam pribadi seorang pemimpin.

Kesukaannya terhadap wanita dan sifat cassanova yang menempel padanya


adalah hal negatif lain yang mendapat cibiran dari tidak hanya orang Indonesia tapi
juga dunia. Media asing menyebutnya sebagai presiden yang tak tahan melihat rok
wanita. Namun, menurut pengakuan istri-istri beliau, Sukarno adalah pecinta
keindahan, termasuk keindahan yang ada dalam wanita. Mereka tidak menyukai sifat
Sukarno ini, tapi mereka menghargai Sukarno sebagai orang yang berani menentang
badai demi cintanya. Fatmawati mengatakan, meski Sukarno menyukai banyak
wanita, namun dia bukanlah seorang hipokrit. Hartini mengatakan, meski Sukarno
adalah pecinta wanita, namun cinta sejatinya sebetulnya hanya pada bangsanya, bukan
wanita.

Mencermati kata-kata Hartini di atas, dalam konteks memahami pemikiran dan


ideologi campur aduknya yang mengakomodir perbedaan, sebenarnya dapat ditarik
benang merah dari semua itu yaitu cintanya terhadap bangsa, kebenciannya terhadap
kolonialisme yang menyengsarakan bangsanya, akhirnya menumbuhkan kesadaran
dan kebutuhan untuk bersatu melawan imperialism dan kapitalisme. Inilah semangat
yang mendasari seluruh pemikiran Sukarno, termasuk pemahamannya terhadap
agama.

 
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/344631715/Pemikiran-Ir-Soekarno - download

Anda mungkin juga menyukai