Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

SEJARAH PEMIKIRAN PENDIDIKAN IR. SOEKARNO

Ditujukan untuk Mata Kuliah :


Sejarah Pendidikan Islam Indonesia
Dosen Pengampu :
Zulhamdan, M.Pd.I

OLEH :
SABRINA KHAIRUNISYA (211810)
TRI RAMADINI (211885)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


STAIN SULTAN ABDURRAHMAN KEPULAUAN RIAU
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT atas nikmat yang tak
terhingga jumlahnya, salah satu nikmat tersebut adalah diberinya kemudahan kepada
penulis daam menyelesaikan karya tulis ini. Selanjutnya sholawat serta salam selalu kita
hadiahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, berkat beliau kita dapat merasakan
terangnya Islam sekarang ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Zulhamdan, M.Pd.I
selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam Indonesia yang telah
membimbing penulis dalam menuntaskan makalah ini. Rasa terima kasih juga penulis
ucapkan kepada rekan-rekan yang terlibat dalam pembuatan karya tulis ini dengan judul
“Pemikiran Pendidikan Ir.Soekarno”.

Dalam penyelesaian karya tulis ini, penulis tuntaskan dalam waktu yang singkat,
dengan itu kemungkinan besar di dalam makalah ini terdapat kesalahan dari penulis
sendiri. Maka, penulis membutuhkan saran serta masukan dari para pembaca yang
budiman demi perbaikan penulis di masa yang akan datang.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Tanjungpinang, 30 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................Error! Bookmark not defined.


BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 1
C. Tujuan .................................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 3
A. Biografi Ir. Soekarno ........................................................................................................... 3
B. Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Ir. Soekarno .............................................................. 4
C. Peran dan Kebijakan Ir. Soekarno terhadap pendidikan Islam .......................................... 10
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 14
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 16

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Soekarno memang lebih dikenal bukan sebagai pakar pendidikan, melainkan sebagai
tokoh politik dan pemimpin bangsa ini. Namun demikian itu bukan berarti Soekarno tidak
memiliki konsep pendidikan. Berdasarkan penelusuran data kepustakaan yang penulis
lakukan, penulis menjumpai sejumlah gagasan atau pemikiran Soekarno yang bersentuhan
dengan bidang pendidikan dan gagasan tersebut bersumber dari pandangan Soekarno
tentang Islam. Pemikiran Soekarno tentang Islamisme menekankan pada rasionalitas
dengan yang dapat dibuktikan dengan salah satu pernyataannya bahwa ”motor” hakiki dari
semua rethinking of Islam adalah kembalinya penghargaan terhadap akal. Soekarno
menegaskan perlu difungsikannya akal agar umat Islam mampu bangkit dari keterlelapan.
Umat Islam harus berani melepaskan diri dari ”penjara taqlid” dan memberanikan diri
untuk menatap masa depan yang sarat dengan kompetisi dan kompleksitas kultur dan ilmu
pengetahuan. Soekarno juga memandang bahwa Islam memiliki ide progresif (idea of
progress). Pemikiran Soekarno tentang Islamisme pendidikan Islam dapat ditunjukkan dari
adanya pemikiran tentang humanisme merupakan prinsip yang tidak pernah lepas dari
materi maupun proses pembelajaran yang diterapkannya. Karena Islam memiliki nilai
universal dalam segala hal. Islam adalah rahmatal lil alamin maka pemahaman pendidikan
Islam harus menekankan pada pendidikan kasih sayang, menghormati dan menghargai
orang lain, kebebasan berfikir, humanisme dan pluralisme serta tidak mengenal etnisitas
maupun sekterianisme yang sejalan dengan gagasan-gagasan yang dikedepankan oleh
Soekarno dalam berbagai tulisan dan pernyataannya. Implikasi lainnya terlihat pada
komponen-komponen pendidikan Islam baik tujuan, pendidik, peserta didik, alat
pendidikan dan lingkungan pendidikan yang harus menumbuhkan nilai-nilai Islam
khususnya keimanan dalam pendidikan. Keimanan yang dapat memperbaiki suatu
kehidupan masyarakat dan bangsa.

B. Rumusan Masalah

1. Siapa sosok Ir. Soekarno?

1
2. Bagaimana konsep pemikiran Ir. Soekarno terhadap pendidikan Islam?
3. Apa saja peran dan kebijakan yang dilakukan Ir. Soekarno terhadap pendidikan
Islam?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui siapa itu Ir. Soekarno.


2. Untuk mengetahui konsep pemikiran Ir. Soekarno terhadap pendidikan Islam.
3. Untuk mengetahui apa saja peran dan kebijakan yang dilakukan Ir. Soekarno terhadap
pendidikan Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Ir. Soekarno


Soekarno adalah presiden pertama Indonesia yang dikenal karena jasa-jasanya
terhadap bangsa Indonesia yakni seorang proklamator kemerdekaan dan panglima besar
revolusi Indonesia serta berbagai gelar lain yang disandangnya. Di samping itu pula, dia
juga seorang intelektual dan pembaharu Islam yang sangat berjasa dalam perkembangan
pemikiran Islam di Indonesia. Soekarno sendiri dilahirkan di Surabaya, Jawa Timur pada
tanggal 6 Juni 1901. Hal ini seperti penuturan Soekarno sendiri dalam buku karya Cindy
Adams bahwa: “ketika aku lahir, saat itu bukan hanya awal dari hari yang baru, tetapi juga
awal dari abad yang baru. Aku dilahirkan pada tahun 1901. Kemudian hari lahirku juga
ditandai oleh angka serba enam yakni tanggal 6 Juni”. Soekarno kecil lahir dengan nama
Koesno Sosrodihardjo. Karena sering sakit-sakitan, namanya diubah menjadi Ahmad
Soekarno, namun ia lebih senang menggunakan nama Soekarno. Kemudian ayah dari
Soekarno bernama Sukemi Sosrodirharjo, yang merupakan seorang guru sekolah rakyat di
Blitar dan lebih dikenal sebagai penganut kepercayaan theosufi atau Kejawen.
Meskipun secara formal beragama Islam. Ibunya sendiri bernama Ida Ayu Nyoman
Rai yang merupakan orang Bali dan beragama Hindu dari kasta Brahmana. Jadi, bila
merujuk pada kategorisasi umat Islam Indonesia yang digagas oleh Antropolog Amerika
yang bernama Clifford Geertz, dapat dikatakan bahwasannya Soekarno berasal dari
golongan varian Islam abangan. Dalam hal praktiknya masih melakukan hal-hal yang
bukan berasal dari Islam atau tradisi pra-Islam. Untuk riwayat pendidikan formal Soekarno
sendiri, dia menempuh pendidikan Sekolah dasar bumi putera atau Eerste Inlandse School
di Mojokerto tempat ayahnya bekerja. Kemudian pada tahun 1911, Soekarno dipindahkan
ke Sekolah Dasar Belanda (Eoropees Logere School). Setelah tamat dari sana, Soekarno
melanjutkan sekolahnya ke Hogere Burger School (HBS) di Surabaya. Pada tahun 1916
Soekarno berangkat ke Surabaya dengan diantar ayahnya dan disana dia tinggal bersama
dengan Tjokroaminoto seorang pimpinan Sarekat Islam (SI). Setelah lulus dari HBS tahun
1921, Soekarno melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Tinggi Tehnik atau Tesnische
Hogere School (THS) dengan mengambil Jurusan Tehnik Sipil di Bandung. Kemudian

3
pada tahun 1925, Soekarno memperoleh gelar insinyur dari Bandung. Setahun setelah
tamat dari THS pada tahun 1926, Soekarno ikut mendirikan Algemene Studie Club
Bandung, yang bertujuan untuk menerbitkan Indonesia Muda. Dalam masa belajar di THS,
Soekarno habiskan untuk membaca buku-buku mengenai Nasionalisme, Marxisme,
persoalan-persoalan internasional dan sejarah yang tidak pernah diajarkan di THS. Bacaan
buku-buku tersebut sangat berpengaruh dalam pidato pembebasannya di depan pengadilan
kolonial yang terkenal dengan judul Indonesia Menggugat yang merupakan Pledoi yang
dibacakan oleh Bung Karno di hadapan Pengadilan Lanraad Bandung pada tahun 1930.
Salah satu pledoinya ialah mengenai kritikan tentang terhadap Kapitalisme dan
Imperialisme. Soekarno mengatakan bahwa kapitalisme dan imperialisme merupakan suatu
nafsu atau keinginan, cita-cita usaha, kecenderungan, sistem untuk menguasai atau
mempengaruhi rumah tangga negeri lain atau bangsa lain, nafsu untuk melancarkan tangan
keluar pagar negeri sendiri. Selanjutnya, pemikiran Soekarno tentang Islam sendiri dimulai
ketika Soekarno tinggal bersama teman ayahnya yaitu Tjokroaminoto seorang pemimpin
Sarekat Islam (SI) di Surabaya. Seiring berjalannya waktu, pemahaman Islam Sekarno
mulai muncul secara mendalam ketika Tjokroaminoto sering mengajak Soekarno untuk
menghadiri acara SI di rumahnya dan sering mengikuti diskusi dengan para tokoh-tokoh
seperti Agus Salim, Snevliet, Semaun, Musso, Alimin, Ki Hadjar Dewantara dan KH.
Ahmad Dahlan. Namun, Salah satu tokoh yang sering diikuti Soekarno dalam setiap
ceramahnya adalah KH.Ahmad Dahlan yang merupakan pendiri dan pimpinan
Muhammadiyah.

B. Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Ir. Soekarno


1. Menumbuhkan rasa keimanan kepada peserta didik
Untuk membentuk suatu tatanan masyarakat yang baik dalam rangka perubahan
menuju ke arah kemajuan, maka suatu upaya yang harus dilakukan adalah
menanamkan pada generasi-generasi umat Islam sikap pemantapan iman dan ahklak
sebagai dasar dalam setiap upaya-upaya transformasinya (pendidikannya) nilai-nilai
Islamnya.
Menurut Soekarno pendidikan Islam dalam arti yang luas bukan hanya bentuk
formal dengan spesialisasi tertentu saja akan tetapi lebih bersifat mendasar dengan
pendekatan filosofis platform yang menjiwai seluruh dimensi kehidupan.

4
Secara singkat dapat dikatakan bahwa pengertian pendidikan Islam harus melalui
upaya transformasi nilai yang akhirnya mengajak kesadaran individu untuk menjadi
Insan Kamil yang mempunyai kepedulian sosial yang tinggi pada lingkungan
masyarakatnya. Selanjutnya Soekarno pun menyatakan untuk kembali pada
pemaknaan ulang sejarah Islam secara historis agar bisa ditemukan titik temu tentang
universalitas Islam yang terus mengalir dalam setiap dimensi kehidupan, tentu
termasuk didalamnya transformasi nilai-nilai Islam dengan media atau sarana
pendidikan.
Soekarno berkeyakinan bahwa untuk mentransformasikan nilai-nilai luhur ajaran
Islam yang subtansial, bukan semakin memperdebatkan permasalahan permasalaha
formalistik, saling ”bedak-membedaki”, akan tetapi dengan cara melalui senjata
rasionalitas, karena rasionalitas akan membawa Islam yang berdimensi sosial
kemasyarakatan, karena secara empiris rusaknya Islam itu bukan karena Islamnya
akan tetapi moral dan budi pekerti orangnya.
2. Pendidikan Islam yang dinamis mengikuti perkembangan zaman
Soekarno berkeyakinan bahwa ajaran Islam itu harus bersifat universal dan elastis
(karet). Dengan demikian, elastisitas hukum Islam dan perubahan zaman menuntut
agar paham taqlid harus ditolak. Hukum Islam yang telah ditetapkan oleh Imam-
Imam sangat mungkin sesuai dengan dan perubahan zaman pada masanya, tetapi
hukum-hukum itu dituntut juga untuk berubah dengan perubahan zaman. Tanpa
perubahan itu masyarakat akan menjadi statis dan kaku, dengan akibat tertinggal oleh
perkembangan zaman.1
Untuk mengatasi hal tersebut diatas maka diperlukan untuk mengedepankan
dimensi rasionalitas dalam pemecahanya. Artinya pertentangan yang terjadi pada
aspek fiqh itu masih membuka ruang dialog, akan tetapi dalam ruang theologi,
ternyata sejarah membuktikan sulit untuk dicari jalan keluarnya. Maka pertama-tama
yang harus dilakukan ataupun dikembangkan adalah dalam kerangka kognitif dalam
pendidikan umat Islam, karena proses transformasi nilai –nilai ajaran fikih atau
theologi itu tidak lepas dari internalisasi yang intern dengan pendidikan.

1
Syamsul Kurniawan, Pendidikan Di Mata soekarno, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2009, hlm. 26

5
Tertutupnya pintu ijtihad melahirkan sikap taqlid dikalangan umat Islam. 2 Padahal
ijtihad adalah sebuah cara untuk selalu mengikuti perkembangan yang terjadi secara
terus menerus.
Dan kalau ijtihad tidak akan berhasil, maka taqlid ini terus berlangsung dalam
jangka waktu yang lama, maka akan semakin menurunkan peran akal sebagai salah
satu hal yang sangat penting didalam pengembangan pendidikan Islam.
Soekarno juga menambahkan bahwa kaum intelektual ternyata lebih berminat
untuk mengkaji Islam yang bersifat rasional-ilmiah, artinya bahwa didalam
menafsirkan teks Al-Qur’an dan Hadist harus berkesuaian dengan fungsi-fungsi akal
yang tidak terjebak oleh fikiran-fikiran “kolot” oleh generasi tua yang tanpa disertai
proses perkembangan ke arah kemajuan zaman.
3. Budaya kritis-analitis terhadap dunia Pendidikan Islam
Umat Islam mengalami kemunduran akibat berpedoman pada hadist-hadist lemah.
Hal ini ditambah dengan munculnya Aristokrasi dalam masyarakat Islam. Dan
ditambah lagi umat Islam kurang memahami kesadaran sejarah, sebagaimana yang
telah diungkap oleh Dr. Badri Yatim bahwa setelah umat Islam mengalami
kemunduran akibat faktor-faktor di atas, umat Islam tidak segera sadar akan
kemunduran tersebut, sehingga mereka tidak segera berusaha mencari jalan keluar,
kalaupun mereka mengetahui bahwa mereka berada dalam keterbelakangan, mereka
tidak dapat mengetahui faktor apa saja yang telah menyebabkan munculnya hal
tersebut.
Hal itu disebabkan para ulama tidak banyak memiliki perhatian kepada sejarah.
Mereka hanya memperhatikan ilmu-ilmu yang berkaitan langsung dengan agama
dalam pengertian sempit, atau dalam istilah Soekarno ”agama Khususi”, seperti Fiqh,
hadist, tafsir, tajwid dan sebagainya. Sejarah terabaikan, paling mujur mereka
mengetahui “tarich Islam”, tetapi diambil dari buku-buku tarich Islam klasik, yang
dianggap sudah ketinggalan dari ilmu modern, dan oleh karena itu tidak “tahan” uji
dari pengetahuan modern. Padahal sejarah ini sangat penting, karena dengan sejarah
seseorang akan mengetahui ”kekuatan-kekuatan masyarakat” yang menyebabkan
kemajuan atau kelemahan yang mendatangkan kemunduran.

2
Ibid., hlm. 27

6
Kurangnya kesadaran sejarah dan kurangnya perhatian mereka terhadap ilmu
sejarah telah menyebabkan umat Islam tidak mampu mencari jalan keluar dari
kemunduran yang telah lama mereka derita.
Soekarno mempunyai pemikiran pendidikan yang mengarah pada perubahan
dalam diri sendiri (individu) umat Islam serta umat Islam secara luas untuk berani
menelaah kebenaran dalam kerangka sosiologis maupun historis untuk menuju suatu
proses “kedewasaan” berfikir sebagaimana nantinya tujuan pendidikan akan
diarahkan ke sana. Sehingga dengan demikian menurut Soekarno pendidikan Islam
harus berani dan mutlak mengikuti pengembangan pendidikan/ pengajaran dalam
dunia pendidikan, yaitu aspek kognitif, aspek psikomotorik, dan aspek afektif yang
hal ini searah dengan pendapatnya Benyamin. S. Bloom dalam teori pengembangan
dunia pendidikan bagi peserta didik.
Dan Soekarno lebih tertarik utuk mengembangkan akal sebagai suatu hal penting
dalam proses pendidikan Islam. Sebagai salah satu contoh yang dapat kita ambil
sebagai “ibrah”, tentang bagaimana Soekarno mempunyai proses untuk mengajak
pada budaya kritisisme intelektual yang rasional pada para peserta didik (mahasiswa),
yaitu pada cara pengukuhan pemberian gelar Doktor Honoris Causa pada bidang
lapangan ilmu Tauhid di Universitas Muhammadiyah Jakarta, beliau mengkritik pada
faham asy’arisme yang membatasi bahwa sifat tuhan itu ada dua puluh, itu tidak
mungkin, karena Soekarno berkesimpulan bahwa hal itu membatasi eksistensi Allah.
4. Modernisasi Pendidikan Islam tanpa kehilangan identitas asalnya
Soekarno berpendapat bahwa pendidikan Islam dalam perkembanganya, selain
memperhatikan tuntutan dinamis dari proses perkembangan zaman, maka harus tetap
memakai atau tidak melupakan kekuatan dari Islam itu sendiri. Sehingga nuansa
pendidikan Islam mempunyai karakteristik yang berbeda dari karakteristik pendidikan
tanpa transendensi absolut terhadap Allah SWT, karena Barat tidak memiliki
kerangaka filosofis seperti Islam.
Dengan demikian pendidikan harus dapat menciptakan kesadaran (conciunes)
pribadi untuk kemudian melakukan tugas-tugas khalifah di bumi dengan tauhid/
keimanan yang kuat. Di sinilah akan terbentuk masyarakat muslim yang sebetulnya.

7
Jadi umat Islam harus menyesuaikan ajarannya dengan keadaan riil kebutuhan
masyarakat mengenai kemajuan zaman yang disebut modernisasi dengan tidak
meninggalkan aslinya. Sebuah usaha meniru Barat sebagai awal dari usaha
memajukan masyarakat Islam itu, pertama yang mendapat perhatian adalah masalah-
masalah yang berkaitan dengan pendidikan “renaissance”, pedagogy, mendidik
supaya bangun kembali, itulah yang harus kerjakan kaum muda,” Ujar Soekarno.
Memajukan kaum muda pasti tidak terlepas dari upaya-upaya (culture), untuk
mewujudkanya. Tidak selamanya tradisi itu berbanding terbalik dengan arah
kemajuan zaman, karena pada dasarnya tradisi itu adalah berpeluang besar dalam
mengembangkan kemajuan dan perkembangan.
5. Pendidikan Islam tanpa dikotomi
Salah satu diskursus dalam pendidikan Islam atau pengetahuan dalam ajaran
Islam adalah masalah pengelompokan (dikotomi) antara ilmu agama dan ilmu umum .
Ilmu agama adalah yang berkaitan langsung dengan ajaran-ajaran agama ,seperti Ilmu
Al-Qur’an, Al-Hadist, Fiqh, Tajdwid, dan lain-lain, sedangkan ilmu umum adalah
yang tidak berkaitan langsung dengan ajaran-ajaran agama, atau biasanya disebut
ilmu keduniaan yang memang secara historis Barat lebih maju dari kawasan dunia
lainya.
Bahkan Soekarno lebih tegas lagi dalam rangka pengembangan pendidikan Islam
yang tanpa dikotomis dengan penyataanaya “Bukan sahadja “kembali” kepada
Qur’an dan Al-Hadist, tetapi kembali kepada Qur’an dan Al-Hadist dengan
mengendarai kendaraanja pengetahuan umum”
Soekarno sampai pada kesimpulannya bahwa dunia Islam akan kembali bersinar,
sebagaimana yang pernah di alaminya pada enam abad selama zaman pertengahan,
jika umat Islam kembali memiliki ghirah untuk mempelajari gejala-gejala alam,
bersedia menimba ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya tentang berbagai hal.
Walaupun sepintas lalu hal itu tidak ada kaitannya dengan ilmu agama, tetapi
sesungguhnya, apa yang di pelajari tentang ilmu-ilmu itu tetap bermakna dan tetap
relevansi dengan kepentingan agama (Islam).
6. Guru sebagai pemimpin pengembangan akal dan jiwa peserta didik

8
Kepemimpinan guru bukanlah sebuah bentuk penguasaan pribadi atas pribadi lain
dalam sebuah pendidikan, tetapi mereka harus mempraktikkan pendidikan ko-
intensional, dimana peran-peran antara guru dan murid berada dalam kesetaraan, atau
kalau menurut Soekarno justru guru harus mendidik dahulu dirinya sendiri sebelum
mendidik siswa, sehingga nantinya terjadilah saling mendidik antara keduanya.
Soekarno dalam pandangannya tentang pendidikan lebih tegas menyatakan bahwa
yang pertama kali melakuan kerja pendidikan adalah guru itu sendiri (pendidik),
karena ini melatih proses pendidikan yang bersifat egaliter sebagai latihan tanggung
jawab yang bernuansa lebih tinggi, bahwa guru adalah sebagai pelopor yang pertama
dalam setiap perubahan.
Seorang guru harus mampu memandang jauh kedepan, perubahan apa yang bakal
terjadi di hari esok, seorang guru akan merencanakan apa yang terbaik untuk
diberikan kepada anak didiknya. Bagaimana ia sebagai motivator, memotivasi anak
didikanya agar penuh semangat dan siap menghadapi serta menyongsong perubahan
hari esok. Tentunya ia sekaligus sebagai pelaksana dari rencana tersebut dan akan
mempertanggung jawabakannya.
7. Memasyarakatkan budaya membaca buku sebagai upaya peningkatan Pendidikan
Islam
Soekarno layak di sebut pemikir karena bung karno juga menulis, di awal ia
menulis untuk majalah Oetoesan Hindia dengan nama samara, tulisannya banyak
memunculkan perdebatan di kalangan aktivis gerakan dan para penulis lainnya.
Kemudian masa-masa penjara dan pengasingan adalah tahun-tahun pendidikan. Ia
terus membaca dan membaca. Tetapi, ia paling mengiginkan buku-buku sosialisme,
revolusi dan buku-buku agama Islam, buku yang akan memberi pandangan tentang
kehidupan. Dalam buku “Di Bawah Bendera Revolusi” dalam “surat-surat dari
endeh” tertanggal surat bulan Juli 1935 Soekarno mempunyai keinginan yang kuat
untuk mengembangkan dunia atau minat membaca umat Islam, apalagi yang
berkenaan dengan masalah-masalah hukum dan perkembangan masyarakat /sosial.
Dalam keadaan bagaimanapun membaca itu diperlukan, bahkan sampai dalam
penjara sekalipun.

9
Sejak belia, bung karno lari ke dunia pemikiran dan dunia sejarah orang-orang
besar melalui cerita yang diperoleh dari ceramah pak cokro dan dari membaca buku,
inilah yang menyebabkan dirinya percaya diri dan meniru orang-orang besar. Kelak,
pada 1966, menjelang keruntuhannya dari kekuasaan kepresidenan.
Dengan demikian bahwa sangatlah penting sekali membaca buku untuk membuka
cakrawala dunia, untuk menguasai dunia harus di mulai dengan hal yang kecil, tetapi
berefek besar yaitu dengan membaca buku bisa merubah dunia.

C. Peran dan Kebijakan Ir. Soekarno terhadap pendidikan Islam


1. Peran Ir. Soekarno dalam pendidikan Islam
Peran Soekarno dalam pengembangan pendidikan Islam di Indonesia adalah meletakkan
dasar-dasar pendidikan Islam modern yang kemudian hari, dasar-dasar ini diduga kuat menjadi
konsep berdirinya madrasah di Indonesia dibawah tanggung jawab Departemen Agama. Peran
dalam peletakkan dasar-dasar berdirinya madrasah tersebut adalah:
a. Kurikulum Pendidikan Islam
Pelajaran yang dikembangkan di lembaga pendidikan agama waktu itu, bagi
Soekarno kurang mengakomodir kebutuhan zaman. Harusnya pendidikan lembaga
pendidikan agama tidak hanya membahas soal fiqh semata, tapi juga membahas ilmu-
ilmu modern yang dibutuhkkan masyarakat. Soekarno mengistilahkan dengan Scientific
Feeling, yaitu perlunya pendidikan tentang sains dilembaga pendidikan agama. Cara
pandang dikotomi terhadap ilmu pengetahuan, membuat lembaga pendidikan yang
berbasis agama, hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama saja. Misalkan dalam hal sejarah,
dilembaga pendidikan berbasis agama, sejarah hanya berkutat pada sejarah keemasan
Islam, berkutat sejarah tokoh-tokoh Islam saja. Soekarno mengaharapkan, harusnya tidak
itu saja yang dipelajari, tapi juga sejarah peradaban lain, sejarah tokoh lain diluar Islam,
sehingga pengetahuan anak didik menjadi luas.
Dimata Soekarno, harus ada integrasi kurikulum antara pelajaran umum dengan
pelajaran agama. Artinya, pesantren meski berbasis agama, tidak boleh mengabaikan
pelajaran umum dalam kurikulum pendidikannya. Nampaknya gagasan Soekarno ini
kemudian kelak menginspirasi lahirnya sekolah madrasah.
b. Budaya Ilmiah di Pendidikan Islam
Kurangnya peran akal dalam memahami Al-Qur’an dan Hadist sebagai sumber
ilmu, merupakan masalah serius bagi Soekarno. Sudah lazim di lembaga pendidikan
agama, siswa hanya mengambil hasil pemikiran orang alim pendahulunya, tanpa

10
melakukan penalaran. Dalam istilah agama hal ini disebut taqlid, Soekarno sangat
menentang sistem taqlid dalam pemikiran. Menafsiri hujjah seolah hanya hak dari ulama-
ulama salaf yang berilmu tinggi, dan umat secara umum sudah tertutup untuk memahami
ayat secara langsung, cukup melihat atau mengambil hasil ijma’ para ulama
pendahulunya tersebut. Hal ini biasa terjadi pada pendidikan di lembaga pendidikan
agama. Dimana peserta didik akan mengikuti ucapan atau fatwa gurunya tanpa tahu asal
usul bagaimana sang guru atau metode apa yang digunakan sang guru untuk
mendapatkan kesimpulan tersebut.
Model seperti ini lumrah pada penganut Asy’arisme, dimana persoalan akan
dikembalikan pada ijma’ para ulama, atau kesepakatan para guru pendahulunya, sebab
memang dalam Asy’arisme untuk memahami ayat-ayat suci dan hadist harus memiliki
kompetensi tertentu, artinya tidak semua orang bisa menafsiri ayat, jika semua orang
menafsiri ayat tanpa memiliki kompetensi-kompetensi tertentu di khawatirkan malah
akan tersesat dan keliru dalam memahami ayat, hal tersebut tentu sangat berbahaya juga.
Prosedur ini membuat pengikut paham Asy’arisme yang cenderung awam akan
mengembalikan semua persoalan kepada guru mereka bukan pada cara berfikir sendiri.
Tipikal pendidikan semacam ini, tidak disepakati oleh Soekarno, karena akan mematikan
nalar.
Soekarno mengistilahkan dengan rethinking of Islam sebagai dasar rasionalitas
dalam memahami Islam sebagai agama yang hidup, agama yang membangun umat,
bukan agama yang menakut-nakuti umatnya dengan dosa dan siksaan api neraka jika
salah dalam menafsiri ayat-ayat Tuhan. Penempatan akal sebagai alat untuk menggali
makna ayat-ayat Tuhan menurut Soekarno akan menjadi motor penggerak kreativitas
umat dalam menciptakan penemuan-penemuan baru yang sesui dengan tuntutan zaman.
Islam tidak akan berkembang, kalau umat Islam tidak berfikir ilmiah, tidak mau
menggunakan akal pikirannya untuk memahami makna dibalik Al-Qur’an dan Hadist.
Islam akan berkembang kalau umat Islam mau mengikuti perkembangan zaman. Artinya,
lembaga pendidikan agama harus membudayakan tradisi riset atau penelitian terhadap
segala hal. Dimana budaya riset sangat berkembang di Barat. Dimana budaya riset ini
melahirkan penemuan-penemuan baru yang modern. Penemuan-penemuan yang sangat
sesui dengan situasi zaman. Islam harus progresif dalam mengikuti penemuan-penemuan
tersebut, bukan malah menolaknya karena dianggap bukan produk dari kaum muslim.
c. Strategi pendekatan dialog dalam pengajaran pendidikan islam

11
Soekarno juga mengkritik pola pengajaran yang tanpa dialog antara siswa dan
guru. Penyampaian maetri pelajaran dengan model searah, dari guru kepada siswa, tanpa
ada timbal balik atau dialog, hanya akan menciptakan tipe siswa yang tidak kritis. Dialog
ataupun tanya jawab antara guru dan murid adalah pola belajar mengajar yang akan
mengembangkan potensi siswa secara maksimal. Namun pada realitanya, lembaga
pendidikan Islam di Indonesia cenderung tidak menggunakan dialog dalam sistem belajar
mengajarnya, yang terjadi adalah guru menyampaikan materi pelajaran dan siswa tinggal
mendengarkan, tidak ada sesi dialog tidak ada sesi saling mengkritisi. Hal ini terjadi
karena ada kesan bertanya pada guru atau kritis terhadap materi guru merupakan bentuk
ketidak sopanan siswa kepada guru. Hal ini bagi Soekarno bisa dikatakan sebagai
pengeramatan guru atau pengkultusan guru. Soekarno sangat menentang hal tersebut.
Pengeramatan guru yang sudah biasa terjadi di lembaga pendidikan Islam,
menyebabkan siswa tidak memiliki sikap kritis, menganggap guru lebih tinggi derajatnya
dari pada siswa, sehingga tidak boleh dikritik. Dalam pendidikan sikap kritis adalah
keniscahyaan, sebab sikap kritis mendorong seseorang akan lebih mendapat pengetahuan
yang luas. Sikap kritis dalam ruang pendidikan juga perlu dibiasakan karena hal tersebut
akan menjadikan posisi murid sebagai subjek pelajaran, bukan objek pelajaran semata.
d. Visi islam progresif di pendidikan Islam
Soekarno gelisah melihat realitas masyarakat Indonesia yang mayoritas memeluk
agama Islam yang sudah berabad-abad lamanya hidup dalam penindasan dan penjajahan
oleh bangsa asing. Agama Islam yang dikatakan rahmatal lil ‘alamin serta agama yang
sempurna dan terakhir ini seoalah tidak punya pendorong untuk membebaskan umatnya
dari cengkeraman dan belenggu kolonialisme dan imperialisme, dunia Islam jatuh
ketangan bangsa eropa serta hidup di bawah telapak kaki penjajahan. Di belahan bumi
manapun posisi umat Islam selalu terdesak, Islam yang seharusnya mengatasi sesuatu
masalah menjadi diatasi. Salah satu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri pada abad 19
adalah keadaan umat Islam yang demikian terbelakang bila dibanding dengan Eropa.
M. Abduh atau Djamaluddin Al-Afghani adalah sedikit dari tokoh muslim dunia
yang sadar akan lemahnya posisi kaum muslim di masyarakat dunia. Soekarno banyak
membaca karya dua tokoh diatas. Baginya, Islam adalah daya pendorong umat untuk
terlepas dari sistem penjajahan. Islam juga spirit yang mampu menjadikan umatnya bisa
bangkit mengejar ketertinggalan dalam segala aspek kehidupan. Progresifitas seperti
inilah yang harusnya diaktualisasikan dalam bentuk kurikulum di pesantren, bukan hanya
ilmu fiqh semata. Bagi Soekarno, Islam is progress, Islam itu kemajuan. Progress berarti

12
barang baru, barang baru yang lebih sempurna, yang lebih tinggi tingkatannya dari pada
barang yang terdahulu. Progress berarti pemikiran baru, creation baru, bukan mengulangi
barang yang terdahulu, bukan mengcopy barang yang lama. Kalimat ini sebagai kritik
banyaknya kaum muslimin yang terlalu bernostalgia dengan masa keemasan Islam di
abad pertengahan, dan ingin mengembalikan kejayaan itu seperti dahulu kala, dengan
tanpa ada perubahan.
Bagi Soekarno Qur’an dan Hadist itu barulah bisa menjadi pembawa kemajuan,
suatu api yang menyala, kalau membaca Qur’an dan Hadist itu dengan berdasar
pengetahuan umum, sebab Qur’an dan Hadistlah yang mewajibkan kita menjadi
dilapangkannya segala pengetahuan dan kemajuan. Soekarno berharap, cara pandang
Islam sebagai pendorong kemajuan umat inilah yang harus diajarkan dan ditanamkan
dalam pikiran anak didik di pesantren.
2. Kebijakan Ir. Soekarno terhadap pendidikan Islam
Kebijakan Soekarno dalam pengembangan pendidikan Islam di Indonesia, barulah
terlihat melalui Menteri Agamanya, K.H. Wahid Hasyim, yang pada tanggal tahun 1949
mengadakan konferensi besar di Jogjakarta tanggal 14-18 april 1950. Konferensi tersebut
melahirkan peraturan pemerintah No. 8 tahun 1950. Kemudian ditahun yang sama Madrasah
sebagai lembaga penyelenggara pendidikan diakui oleh negara secara formal. Payung
hukumnya adalah Undang-Undang No. 4 1950 tentang dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran
di sekolah pasal 10 menyatakan bahwa belajar di sekolah agama yang telah mendapat
pengakuan Departemen Agama, sudah dianggap memenuhi kewajiban belajar.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Mengenai pemikiran Islam Soekarno, Pemikiran beliau mempaparkan sebuah
gambaran realitas berfikir yang berdasarkan fenomena kehidupan manusia. Sebuah
argumen yang muncul secara empirik, logika rasionalitas yang mengharapkan bukti
materi adanya Tuhan, kemudian Islam yang di tinjau dari sosiologis, tinjauan politis,
historis, filosofis, pedagogis, religi, semua saling berkesinambungan dalam memaknai
Islam. Dan Soekarno sebagai seorang muslim sejati yang cinta dan percaya akan
kebenaran dengan agamanya Soekarno dengan caranya yang tersendiri berjuang untuk
keagungan dan keluhuran agama Islam.
2. Dalam konsep pendidikan Islam telah diketahui dengan jelas bahwa pendidikan Islam
selalu mengembangkan seluruh potensi/ fithrah manusia menuju kearah perkembangan
yang positif demi mencapai ridha Allah SWT. Hal ini juga diyakini Soekarno bahwa
untuk mentransformasikan ajaran-ajaran, nilai-nilai agama Islam harus melewati sarana
pendidikan, yang berupa penyiapan kader umat Islam yang dinamis mengikuti
perkembangan zaman tanpa meninggalkan identitasnya. Dalam mengupayakan proses
trasformasi sosial untuk menuju pada nilai-nilai Islam yang baik, maka pendidikan
Islam harus menghindari sikap-sikap anti kemajuan , seperti taqlid buta, stagnasi
(jumud), karena sikap itu akan justru membawa kemunduran yang serius bagi proses
perkembangan pendidikan Islam dimasa depan. Untuk menuju cita-cita ideal ajaran-
ajaran Islam dalam proses pendidikan Islam harus dikembalikan pada sumber pokok
ajaranya, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadist, tentu dengan mengedepankan tafsir denga
semangat rasionalitas, sebagai tonggak untuk mencapai semangat transformasi nilai-
nilai pendidikan, khususnya semangat pendidikan Islam yang progresif searah dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan, menurut Soekarno
menjadi prioritas utama dan merupakan faktor untuk penentu perkembangan umat.
3. Peran Soekarno dalam pendidikan Islam di Indonesia adalah meletakkan dasardasar
pembaharuan pendidikan Islam modern. Dasar pembaharuan Pendidikan Islam tersebut
adalah; pembaharuan kurikulum, budaya ilmiah dalam pendidikan, strategi dialog

14
dalam pengajaran, visi Islam progresif di pendidikan. Dasar-dasar diatas diduga kuat
menjadi landasar berdirinya madrasah di Indonesia.
4. Sedang kebijakan Soekarno dalam pengembangan pendidikan Islam tercermin melalui
peraturan pemerintah, yaitu mengakui sekolah madrasah setara dengan sekolah umum.
Serta memalui UU Pendidikan dan Pengajaran, pendidikan agama agama Islam boleh
diajarakan disekolah umum, meskipun masih cenderung seperti muatan lokal, belum
menjadi kurikulum nasional yang diwajibkan, sebab harus dengan persetujuan orang
tua murid.

15
DAFTAR PUSTAKA

Biliu, Y. (2017). Pemikiran Soekarno tentang Islamisme dan Pemahaman Pendidikan Islam. Jurnal
Ilmiah AL-Jauhari: Jurnal Studi Islam Dan Interdisipliner, 2(2), 159–177.

Fauzi, Wawan Sulthon. (2019). Peran dan kebijakan Soekarno dalam mengembangkan pendidikan Islam
di Indonesia. Masters thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Kurniawan, Syamsul. (2009). Pendidikan di Mata Soekarno: Modernisasi Pendidikan Islam dalam
Pemikiran Soekarno. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA.

Mawangir, Muhamad. “SOEKARNO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG AGAMA, POLITIK, DAN


PENDIDIKAN ISLAM”. Jurnal Ilmu Agama: Mengkaji Doktrin, Pemikiran, dan Fenomena
Agama 17, no. 1 (July 13, 2016): 139-145. Accessed December 4, 2022.

Mutholibin. Pemikiran Ir. Soekarno Tentang Pendidikan Islam Sebagai Konsep Dasar Nation and
Character Building.

16

Anda mungkin juga menyukai