Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Latar belakang pahlawan pasca kemerdekaan Indonesia adalah periode penting dalam
sejarah bangsa ini yang terjadi setelah proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Pada saat itu, Indonesia mencapai kemerdekaannya dari penjajahan Belanda yang telah
berlangsung selama hampir tiga setengah abad. Perjuangan panjang dan berat telah dilalui untuk
meraih kemerdekaan tersebut, dan latar belakang pahlawan pasca kemerdekaan mencerminkan
keragaman sosial, budaya, dan politik yang membentuk Indonesia modern.

Pahlawan-pahlawan pasca kemerdekaan Indonesia adalah tokoh-tokoh yang terlibat dalam


berbagai aspek pembangunan dan pembentukan negara Indonesia pasca-kemerdekaan. Mereka
berasal dari berbagai latar belakang, termasuk politikus, militer, pendidik, aktivis sosial, dan tokoh
masyarakat. Pahlawan-pahlawan ini memiliki peran yang signifikan dalam membangun fondasi
negara, memperkuat persatuan dan kesatuan, serta menghadapi tantangan-tantangan yang dihadapi
dalam proses pembangunan dan konsolidasi negara.

Latar belakang pahlawan pasca kemerdekaan mencakup periode awal kemerdekaan yang penuh
tantangan, seperti Perang Kemerdekaan Indonesia melawan penjajah Belanda, konflik politik
dalam rangka membentuk negara yang demokratis, serta upaya mengamankan pengakuan
internasional terhadap kemerdekaan Indonesia. Selain itu, periode ini juga mencakup
pembangunan sosial, ekonomi, dan politik Indonesia yang baru. Pahlawan-pahlawan pasca
kemerdekaan berperan dalam merumuskan undang-undang dasar, membangun infrastruktur,
mengembangkan sistem pendidikan, dan memajukan bidang-bidang lain yang penting bagi
perkembangan negara.

Melalui peran dan dedikasi mereka, pahlawan-pahlawan pasca kemerdekaan Indonesia


memberikan kontribusi besar dalam membentuk Indonesia menjadi negara yang merdeka,
berdaulat, dan berdaulat dalam tingkat regional dan internasional. Mereka menjadi inspirasi bagi
generasi-generasi selanjutnya dalam menjaga dan memajukan Indonesia sebagai negara yang
demokratis, berkeadilan, dan berkemajuan. Dalam pandangan mereka, kemerdekaan tidak hanya
berarti meraih kemerdekaan fisik dari penjajah, tetapi juga tanggung jawab untuk membangun dan
menjaga negara Indonesia agar tetap kuat dan maju.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Menjelaskan tentang Biografi Ir Soekarno?


2. Menjelaskan tentang Biografi Moh Hatta?
3. Menjelaskan tentang Biografi R.A Kartini?
4. Menjelaskan tentang Biografi Sultan Ageng Tirtasya?
5. Menjelaskan tentang Boigrafi Cut Nyak Dhien?
6. Menejlaskan tentang Biografi Jendral Sudirman?
7. Menjelaskan tentang Biografi Cipto Mangunkusumo?
8. Menejalskan tentang Biografi Ki Hajar Dewantara?
9. Menjelaskan tentang Biografi Sutan Sjahrir?
10. Menjelaskan tentang Biografi Sultan Hasanuddin?

1.3 Tujuan Makalah

1. Untuk Mengetahui tentang Biografi Ir Soekarno.


2. Untuk Mengetahui tentang Biografi Moh Hatta.
3. Untuk Mengetahui tentang Biografi R.A Kartini.
4. Untuk Mengetahui tentang Biografi Sultan Ageng Tirtasya.
5. Untuk Mengetahui tentang Boigrafi Cut Nyak Dhien.
6. Untuk Mengetahui tentang Biografi Jendral Sudirman.
7. Untuk Mengetahui tentang Biografi Cipto Mangunkusumo.
8. Untuk Mengetahui tentang Biografi Ki Hajar Dewantara.
9. Untuk Mengetahui tentang Biografi Sutan Sjahrir.
10. Untuk Mengetahui tentang Biografi Sultan Hasanuddin.

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Ir. Soekarno (1901-1970)

Presiden Indonesia ke-1

Latar Belakang

Ir. Soekarno merupakan sosok yang jasanya tidak bisa dilupakan begitu saja dalam
membangun negeri ini. Peranan besar yang telah dilakukan oleh beliau, terutama dalam hal
memerdekakan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan akan selalu terpatri sebagai jasa-jasa

3
yang tidak akan tergerus selamanya oleh masa. Memang, jika kita amati sosok Bapak Bangsa ini
merupakan pribadi yang unik satu sama lainnya.
Sebagai sosok yang memiliki label penggerak massa, Ir. Soekarno memiliki peranan sebagai
pemain depan yang dengan jelas terlihat bagaimana pola pikir dan cara berbicaranya ketika berada
di depan podium untuk berpidato. Ir. Soekarno adalah singa podium yang berjuluk “Penyambung
Solidaritas Rakyat”. Ia memainkan peran dalam menyampaikan pesan persatuan kesatuan untuk
terciptanya Indonesia Merdeka.

A. Masa Kecil dan Masa Remaja Ir. Soekarno


Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Koesno Sosrodihardjooleh orangtuanya. Namun
karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh
ayahnya.Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata
Yudha yaitu Karna. Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalambahasa Jawa huruf "a" berubah
menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".Di kemudian hari ketika menjadi
presiden, ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama
tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda). Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam
tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah, selain itu tidak mudah untuk
mengubah tanda tangan setelah berumur 50 tahun. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung
Karno.
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulisAchmed Soekarno. Hal ini
terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan
bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?" karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian
masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama
keluarga.Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed didapatnya ketika menunaikan badah
haji. Dalam beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno,
dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri
dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-
negara Arab. Dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (terjemahan Syamsu
Hadi. Ed. Rev. 2011. Yogyakarta: Media Pressindo, dan Yayasan Bung Karno, ISBN 979-911-
032-7-9) halaman 32 dijelaskan bahwa namanya hanya "Sukarno" saja, karena dalam masyarakat
Indonesia bukan hal yang tidak biasa memiliki nama yang terdiri satu kata.

4
Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama RadenSoekemi Sosrodihardjo dan
ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan
seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Nyoman Rai merupakan
keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu, sedangkan Raden Soekemi sendiri
beragama Islam. Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno
lahir. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo diTulung
Agung, Jawa Timur.

Pekerjaan dan Karya di Bidang Arsitektur


 Ir. Soekarno pada tahun 1926 mendirikan biro insinyur bersama Ir. Anwari, banyak
mengerjakan rancang bangun bangunan. Selanjutnya bersama Ir. Rooseno juga merancang
dan membangun rumah-rumah dan jenis bangunan lainnya.
 Ketika dibuang di Bengkulu menyempatkan merancang beberapa rumah dan merenovasi
total masjid Jami' di tengah kota.

B. Latar Belakang Pendidikan Ir. Soekarno


Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya di Tulungagung, Jawa Timur. Pada usia 14
tahun, seorang kawan bapaknya yang bernama Oemar Said Tjokroaminoto mengajak Soekarno
tinggal di Surabaya dan disekolahkan ke Hoogere Burger School (H.B.S.) di sana sambil mengaji
di tempat Tjokroaminoto. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat
Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu. Soekarno kemudian bergabung dengan
organisasi Jong Java (Pemuda Jawa).
Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di
Bandung, dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung, Soekarno berinteraksi dengan Tjipto
Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National
Indische Partij.

PENDIDIKAN:
 Pendidikan sekolah dasar di Eerste Inlandse School, Mojokerto
 Pendidikan sekolah dasar di Europeesche Lagere School (ELS), Mojokerto (1911)
 Hoogere Burger School (HBS) Mojokerto (1911-1915)
 Technische Hoge School, Bandung (sekarang berganti nama menjadi Institut Teknologi
Bandung) (1920).

5
C. Peranan Ir. Soekarno
1. Masa pergerakan nasional

Soekarno untuk pertama kalinya menjadi terkenal ketika dia menjadi anggota Jong
Java cabang Surabaya pada tahun 1915. Bagi Soekarno sifat organisasi tersebut yang Jawa-sentris
dan hanya memikirkan kebudayaan saja merupakan tantangan tersendiri. Dalam rapat pleno
tahunan yang diadakan Jong Java cabang Surabaya Soekarno menggemparkan sidang dengan
berpidato menggunakan bahasa Jawa ngoko (kasar). Sebulan kemudian dia mencetuskan
perdebatan sengit dengan menganjurkan agar surat kabar Jong Java diterbitkan dalam bahasa
Melayu saja, dan bukan dalam bahasa Belanda.
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang
merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club olehDr. Soetomo. Organisasi ini menjadi
cikal bakal Partai Nasional Indonesiayang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI
menyebabkannya ditangkap Belanda pada tanggal 29 Desember 1929 di Yogyakarta dan esoknya
dipindahkan ke Bandung, untuk dijebloskan ke Penjara Banceuy. Pada tahun 1930 ia dipindahkan
ke Sukamiskin dan pada tahun itu ia memunculkan pledoinya yang fenomenal Indonesia
Menggugat (pledoi), hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang
merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan
diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun
semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan
Islambernama Ahmad Hasan.Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi
Bengkulu.Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.

2. Masa Perang Revolusi


Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia
Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

6
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilahPeristiwa
Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno danMohammad Hatta dibujuk oleh para
pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh
pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda
menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia,
karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah
dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan
menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno
menetapkan momen tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17
Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini
merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad
SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat
oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus
1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP. Pada tanggal 19
September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa
Lapangan Ikada tempat 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih
bersenjata lengkap.

Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. SirPhillip Christison,
Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secarade facto setelah mengadakan pertemuan
dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya.
Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu
(di bawah Inggris), meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir
Jenderal A.W.S Mallaby.

Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya
memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan
pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku
kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi
kemerdekaan, sistem pemerintahan berubah menjadi semipresidensiil/double executive. Presiden
Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala
Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat

7
pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia
dianggap negara yang lebih demokratis.

3. Masa Kemerdekaan

Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan


Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan
Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia
diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena
tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal
17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno
menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan
kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden
konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi
dengannya.

Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat di kalangan rakyat
dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang
terkenal sebagai "kabinet seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang memercayai sistem
multipartai, bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut turun
tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya
kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.

D. Penghargaan

Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari 26 universitas di
dalam dan luar negeri. Perguruan tinggi dalam negeri yang memberikan gelar kehormatan kepada
Soekarno antara lain Universitas Gajah Mada (19 September 1951), Institut Teknologi
Bandung (13 September 1962), Universitas Indonesia (2 Februari 1963), Universitas
Hasanuddin (25 April 1963), Institut Agama Islam Negeri Jakarta (2 Desember 1963), Universitas
Padjadjaran (23 Desember 1964), dan Universitas Muhammadiyah (1 Agustus 1965). Sementara
itu, Universitas Columbia (Amerika Serikat), Universitas Berlin (Jerman), Universitas

8
Lomonosov (Rusia) dan Universitas Al-Azhar (Mesir) merupakan beberapa universitas luar negeri
yang menganugerahi Soekarno dengan gelar Doktor Honoris Causa.

Pada bulan April 2005, Soekarno yang sudah meninggal selama 35 tahun mendapatkan
penghargaan dari Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki. Penghargaan tersebut adalah penghargaan
bintang kelas satu The Order of the Supreme Companions of OR Tambo yang diberikan dalam
bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang semuanya dilapisi emas.Soekarno mendapatkan
penghargaan tersebut karena dinilai telah mengembangkan solidaritas internasional demi melawan
penindasan oleh negara maju serta telah menjadi inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam
melawan penjajahan dan membebaskan diri dari apartheid.

4. Mohammad Hatta (1902-1980)

Wakil Presiden Indonesia ke-1

9
1. Latar Belakang

Kemerdekaan Indonesia merupakan hasil perjuangan seluruh rakyat Indonesia. Ada


yang menokang senjata untuk mengusir penjajah, ada pula yang merumuskan kebijakan-
kebijakan dan menerapkan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk membebaskan
Indonesia dari belenggu penjajahan. Makalah ini bermaksud memaparkan peran salah satu
pejuang kemerdekaan Indonesia, seorang founding father yang dikenal dengan nama
Mohammad Hatta. Dimulai dari latar belakang keluarga dan tempat kelahirannya, pendidikan
yang ia tempuh, hingga sepak terjangnya dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.

2. Pembahasan
A. Kelahiran Mohammad Hatta

Mohammad Hatta lahir dengan nama Muhammad Athar. di Bukittinggi pada tanggal
12 Agustus 1902 dari keluarga berlatar surau di Batu Hampar (kampung di pinggir jalan
antara Bukittinggi dan Payakumbuh). Kakeknya, Syaikh Abdurrahman, merupakan seorang
ulama besar di surau Batu Hampar. Meskipun ayahnya, Muhammad Djamil tidak
melanjutkan kehidupan ulama, namun sudah tentu berpengaruh banyak terhadap pendidikan
agama yang diterima Hatta semenjak kecil. Ibunya , Siti Saleha berasal dari kalangan
pegadang. Hatta merupakan anak kedua setelah Rafiah.
Ketika berumur tujuh bulan, ayah kandungnya meninggal, sehingga ibunya menikah
lagi dengan Haji Ning, seorang pedagang dari Palembang. Pernikahan keduanya dikaruniai
empat orang anak perempuan.

B. Pendidikan Mohammad Hatta


Mohammad Hatta mengawali pendidikan formalnya di Sekolah Rakyat Bukittinggi,
kemudian setelah dua tahun ia pindah ke Sekolah ELS Belanda di kota yang sama. Memasuki
kelas 5 (sampai 7), ia pindah ke Sekolah ELS di Padang. Sekolah di ELS ini ia tamatkan pada
tahun 1917. Saat umurnya beranjak 14-15 tahun, ia beralih ke MULO di Padang dan lulus
pada tahun 1919. Di bawah asuhan Haji Abdullah Ahmad, ia aktif dalam JSB (Jong Sumatera
Bond). Mula-mula jabatan bendahara diraihnya, kemdian ia dipercaya menjadi sekretaris

10
merangkap bendahara cabang Padang. Setelah lulus dari MULO, ia berangkat ke Jakarta dan
bersekolah di Prins Hendrik Handels (Sekolah Dagang Prins Hendrik) tahun 1919-1921.

Pada tahun 1921-1932, Hatta belajar di Handels Hogeschool (Sekolah Tinggi Dagang,
kemudian Economische Hogeschool, Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, Belanda. Ia
aktif dalam organisasi Indische Vereniging (Perkumpulan Hindia, berdiri tahun 1908).
Organisasi ini kemudian berganti nama menjadii Indonesische Vereeniging (Perhimpunan
Indonesia/PI). Pada tahun 1926 kursi kepemimpinan jatuh ke pundak Hatta.
Pada tahun 1926, ia pergi ke Biervielle, Perancis, sebagai wakil PI untuk turut serta
dalam Kongres Demokrasi Internasional. Ia berhasil meyakinkan Kongres agar
menggunakan kata “Indonesia” dan bukan “Hindia Belanda” dalam merujuk tanah airnya. Ia
menerangkan hubungan kolonialisme antara Belanda dan Indonesia dalam berbagai
kesempatan, contohnya pada International League of Women for Peace and Freedom di
Swiss (1927) dan di hadapan para mahasiswa Indologi di Utrecht, Belanda (1930).

C. Kehidupan Mohammad Hatta


Hatta menikah dengan Rachim Rahmi pada tanggal 18 November 1945 di desa
Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Pasangan tersebut dikaruniai tiga orang putri yakni
Meutia Farida Hatta, Gemala Rabi’ah Hatta, dan Halida Nuriah Hatta.
Dalam kesehariannya, Hatta dikenal sebagai pribadi yang disiplin dan sederhana.
Cindy Adams, penulis biografi Soekarno pernah ditolaknya karena terlambat datang. Disiplin
dan ketepatan Hatta mengenai waktu sudah bukan rahasia lagi. Ia menempatkan kepentingan
negara di atas kepentingan diri dan dan keluarganya. Istrinya pernah menceritakan, bahwa
Hatta bahkan tak memberitahunya mengenai pemotongan terhadap Oeang Repoeblik
Indonesia (ORI), “Itu rahasia negara” katanya.

Kecintaan Hatta terhadap buku tidak lantas menjadi sosok yang text-book thinking.
Sebaliknya, ia mencerna substansi buku itu, apakah pandangannya perlu diadopsi, diadaptasi,
atau bahkan secara fundamental disanggah. Sebagai seorang muslim, ia tidak pernah
meninggalkan kewajiban shalat dan sudah melaksanakan ibadah haji. Baginya, ajaran Islam

11
memimpin tingkah lakunya, juga membina pandangannya tentang kehidupan masyarakat dan
negara.
Pada tanggal 14 Maret 1980 Mohammad Hatta wafat di RSUD dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta, pada usia 77 tahun dan dikebumikan di TPU Tanah Kusir pada
tanggal 15 Maret 1980. Pemerintah memberikan gelar Pahlawan Proklamator kepada
Mohammad Hatta pada 23 Oktober 1986 bersama dengan mendiang Soekarno. Pada 7
November 2012, Mohammad Hatta secara resmi bersama dengan Soekarno ditetapkan oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Pahlawan Nasional.

D. Peran Mohammad Hatta dalam Sejarah Kemerdekaan Indonesia


1. Pra-Kemerdekaan (1932-1945)
Hatta kembali dari Belanda setelah menyelesaikan ujian doktoralnya pada
tanggal 5 Juli 1932. Hatta bersikap keras terhadap komunis dan menolak bekerja sama
dengan pemerintah Belanda. Sehingga, pada tanggal 25 Pebruari 1934, ia bersama
Sjahrir ditangkap dan dibuang ke Digul, kemudian ke Banda Neira (1936).
Di masa pembuangan inilah Hatta aktif menulis artikel-artikel yang
dikirimkannya ke beberapa surat kabar (salah satunya Panji Islam di Medan). Selain
itu, ia juga bercocok tanam, serta mendidik sesama tahanan dan pemuda setempat.
Setelah Perang Pasifik pecah (Desember 1941), Sjahrir dan Hatta dipindahkan ke
Sukabumi. Lalu, Pemerintah Jepang membawanya ke Jakarta untuk diajak kerjasama.
Ia bertugas memberikan saran terhadap Pemerintah Jepang terkait kebijakan-kebjakan
yang akan diberlakukan untuk rakyat Indonesia. Pada akhir Juni 1943, lembaga yang
bersifat politik dibentuk atas nama “Tyuo Sangi-in”, dengan tujuan :”memberi jawaban
atas pertanyaan pemerintah dan mengajukan usul-usul kepada pemerintah”. Hatta
menjabat sebagai wakil ketua (18-21 Juni 1945). Dalam sidang-sidangnya, lembaga ini
banyak merumuskan usul-usul yang berkaitan dengan kemerdekaan Indonesia.

BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia) dibentuk


pada tanggal 1 Maret 1945. Peran Hatta dalam BPUPKI terlihat dalam :
a) Soal pembukaan yang biasa dirujuk dengan piagam Jakarta

12
Dalam hal ini Hatta tidak banyak berkomentar. Ia cenderung mengambil
jalan tengah antara pandangan tokoh-tokoh nasionalis dan Islam
b) Soal bentuk negara
Hatta menekankan perlunya otonomi luas bagi daerah. Apalagi dengan
ribuan pulau yang bertebaran serta suku yang beragam di Indonesia.
c) Soal hak asasi
Ia berpendapat, hal-hal yang sangat dasar dari hak asasi perlu dicantumkan
dalam UUD. Usulan ini diterima oleh peserta sidang dan untuk selanjutnya
dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945.
d) Soal Ekonomi
Hatta merumuskan ekonomi Indonesia berdasarkan solidaritas dan
kekeluargaan, serta ditangani langsung oleh negara. Selanjutnya, Hatta
menjabat sebagai wakil ketua di PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) yang dibentuk pada tanggal 7 Agustus 1945.

2. Masa Revolusi (1945-1949)


a) Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Pada tanggal 16 Agustus 1945, Hatta dan Soekarno (bersama istrinya,
Fatmawati dan putranya, Guntur yang berusia 9 bulan) berangkat ke
Rengasdengklok. Sehari sebelumnya, Soebadjo Sastrosatomo dan Soebianto
mendatangi kediamannya. Keduanya menegaskan pendirian mereka untuk
merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan Jepang. Di Rengasdengklok, Hatta
mencoba meyakinkan Soekarni bahwa apa yang direncanakan para pemuda akan
terbentur pada realitas.
Pada malam harinya, diadakan rapat untuk persiapan proklamasi
Kemerdekaan Indonesia di kediaman Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam
Bonjol 1 Jakarta. Sidang yang berakhir pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul
03.00 dini hari tersebut menghasilkan secarik kertas proklamasi. Pagi harinya,
pukul 10.00, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan di
Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Pada tanggal 18 Agustus 1945, sebelum sidang
PPKI dimulai, Hatta berdiskusi dengan Ki Bagus Hadikoesoemo, Wahid Hasyim,

13
Mr. Kasman Singodimedjo, dan Mr. Teuku Hasan terkait penghapusan tujuh kata
dalam Piagam Jakarta. Para tokoh tersebut menginsafi bahwa semangat Piagam
Jakarta tidak lenyap dengan menghilangkan tujuh kata tersebut.

b) Hatta sebagai wakil Presiden


Indonesia harus mempertahankan kemerdekaannya dari usaha Pemerintah
Belanda yang ingin menjajah kembali. Pemerintah Republik Indonesia pindah
dari Jakarta ke Yogyakarta. Dua kali perundingan dengan Belanda menghasilkan
Perjanjian Linggarjati dan Perjanjian Reville, tetapi selalu berakhir dengan
kegagalan akibat kecurangan pihak Belanda.
Untuk mencari dukungan luar negeri, pada Juli I947, Hatta pergi ke India
menemui Jawaharlal Nehru dan Mahatma Gandhi. dengan menyamar sebagai
kopilot bernama Abdullah. Nehru berjanji, India dapat membantu Indonesia
dengan protes dan resolusi kepada PBB agar Belanda dihukum.

c) KMB (Konferensi Meja Bundar)


Pada tanggal 23 Agustus 1949 – 2 November 1949, KMB dilaksanakan di
Den Haag. Utusan dari RI diketuai oleh Hatta. Dalam sidang tersebut, ia berhasil
menyusutkan luar negeri sebesar 3.167 juta dan hutang dalam negeri sebesar
2.956 juta menjadi 4.300 juta. Adapun masalah Irian Barat, akhirnya
terpecahkan pada tanggal 1 November 1949, dengan kompromi bahwa
pemindahan Kedaulatan Irian Barat akan diselesaikan dalam waktu satu tahun
sejak konferensi tersebut. Hatta mengatakan, dengan adanya KMB, seakan-akan
RI sudah diakui de jure oleh dunia Internasional, jauh lebih baik dari masa-masa
sebelumnya.

3. Pasca-Kemerdekaan (1950-1956)
Hatta membentuk kabinet RIS pada tanggal 20 Desember 1949, banyak terdiri
dari orang-orang yang lebih cenderung kepada keahlian daripada motivasi politik
belaka. Hatta menghadapi berbagai persoalan, contohnya Pemberontakan Westerling
di Jawa Barat (Januari 1950) dan Pemberontakan Andi Aziz di Makassar (April, 1950).

14
Sebagai perdana menteri merangkap menteri luar negeri, Hatta berupaya
mewujudkan politik bebas aktif. Ia menolak PKI dan politik perjuangan kelas yang
tidak kenal damai. Dalam bidang ekonomi, Hatta merasa perlu dengan pinjaman luar
negeri.
Pada 17 Agustus 1950, Hatta dikukuhkan sebagai wakil presiden. Ia
melayangkan surat mempertanyakan keputusan kabinet jika dirasanya tidak tepat. Ia
mengingatkan Menteri Perekonomian Boerhanoedin agar tidak mendahulukan
pengusaha baru yang mempunyai hubungan dengan partai daripada pengusaha lama
yang berpengalaman. Dalam menghadapi masalah tentara, ia meyerahkan
penyelesaiannya kepada pemimpin angkatan. Ia menjaga betul agar angkatan
bersenjata tidak dipengaruhi secara politis, kecuali politik nasional yang tidak
dipermasalahkan di negara kita.
Pada Juli 1956, Hatta mengirim surat kepada DPR, bahwa ia akan
mengundurkan diri sebagai wakil presiden. Pidato Soekarno pada tanggal 28 Oktober,
“Marilah sekarang kita kubur semua partai”, yang menunjukkan bahwa ia memiliki
konsep baru tentang demokrasi yang disebutnya Demokrasi Terpimpin, semakin
memperteguh keinginan Hatta tersebut.

15
4. R.A Kartini (1979-1904)

Raden Ayu Adipati


Kartini Djojoadhiningrat

A. Latar Belakang
Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Ia anak salah
seorang bangsawan yang masih sangat taat pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar ia
tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orangtuanya. Ia dipingit
sambil menunggu waktu untuk dinikahkan. Kartini kecil sangat sedih dengan hal tersebut, ia ingin
menentang tapi tak berani karena takut dianggap anak durhaka. Untuk menghilangkan
kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang
kemudian dibacanya di taman rumah dengan ditemani Simbok (pembantunya).

Akhirnya membaca menjadi kegemarannya, tiada hari tanpa membaca. Semua buku, termasuk
surat kabar dibacanya. Kalau ada kesulitan dalam memahami buku-buku dan surat kabar yang
dibacanya, ia selalu menanyakan kepada Bapaknya. Melalui buku inilah, Kartini tertarik pada
kemajuan berpikir wanita Eropa (Belanda, yang waktu itu masih menjajah Indonesia). Timbul
keinginannya untuk memajukan wanita Indonesia. Wanita tidak hanya didapur tetapi juga harus
mempunyai ilmu. Ia memulai dengan mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajarkan

16
tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. Ditengah kesibukannya ia tidak berhenti membaca
dan juga menulis surat dengan teman-temannya yang berada di negeri Belanda. Tak berapa lama
ia menulis surat pada Mr.J.H Abendanon. Ia memohon diberikan beasiswa untuk belajar di negeri
Belanda.

Beasiswa yang didapatkannya tidak sempat dimanfaatkan Kartini karena ia dinikahkan oleh orang
tuanya dengan Raden Adipati Joyodiningrat. Setelah menikah ia ikut suaminya ke daerah
Rembang. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung
mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu grbang kompleks kantor kabupaten Rembang,
atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka. Ketenarannya tidak
membuat Kartini menjadi sombong, ia tetap santun, menghormati keluarga dan siapa saja, tidak
membedakan antara yang miskin dan kaya.

Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, Soesalit Djojoadhiningrat, lahir pada tanggal 13
September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25
tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.. Berkat kegigihannya
Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan
kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah
tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer,
seorang tokoh Politik Etis. Setelah Kartini wafat, Mr.J.H Abendanon memngumpulkan dan
membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada para teman-temannya di Eropa.
Buku itu diberi judul “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah
Terang”.

Saat ini mudah-mudahan di Indonesia akan terlahir kembali Kartini-kartini lain yang mau berjuang
demi kepentingan orang banyak. Di era Kartini, akhir abad 19 sampai awal abad 20, wanita-wanita
negeri ini belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk
memperoleh pendidikan yang tinggi seperti pria bahkan belum diijinkan menentukan jodoh/suami
sendiri, dan lain sebagainya.

Kartini yang merasa tidak bebas menentukan pilihan bahkan merasa tidak mempunyai pilihan
sama sekali karena dilahirkan sebagai seorang wanita, juga selalu diperlakukan beda dengan
saudara maupun teman-temannya yang pria, serta perasaan iri dengan kebebasan wanita-wanita
Belanda, akhirnya menumbuhkan keinginan dan tekad di hatinya untuk mengubah kebiasan
kurang baik itu. Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108
Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan
Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun
sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini. Belakangan ini, penetapan tanggal
kelahiran Kartini sebagai hari besar agak diperdebatkan. Dengan berbagai argumentasi, masing-

17
masing pihak memberikan pendapat masing-masing. Masyarakat yang tidak begitu menyetujui,
ada yang hanya tidak merayakan Hari Kartini namun merayakannya sekaligus dengan Hari Ibu
pada tanggal 22 Desember.

Alasan mereka adalah agar tidak pilih kasih dengan pahlawan-pahlawan wanita Indonesia lainnya.
Namun yang lebih ekstrim mengatakan, masih ada pahlawan wanita lain yang lebih hebat daripada
RA Kartini. Menurut mereka, wilayah perjuangan Kartini itu hanyalah di Jepara dan Rembang
saja, Kartini juga tidak pernah memanggul senjata melawan penjajah. Dan berbagai alasan lainnya.
Sedangkan mereka yang pro malah mengatakan Kartini tidak hanya seorang tokoh emansipasi
wanita yang mengangkat derajat kaum wanita Indonesia saja melainkan adalah tokoh nasional
artinya, dengan ide dan gagasan pembaruannya tersebut dia telah berjuang untuk kepentingan
bangsanya. Cara pikirnya sudah dalam skop nasional. Sekalipun Sumpah Pemuda belum
dicetuskan waktu itu, tapi pikiran-pikirannya tidak terbatas pada daerah kelahiranya atau tanah
Jawa saja. Kartini sudah mencapai kedewasaan berpikir nasional sehingga nasionalismenya sudah
seperti yang dicetuskan oleh Sumpah Pemuda 1928.

4. Sultan Ageng Tirtayasa (1631-1692)

Tirtayasa
(Abu al-Fath’ Abdul-Fattah)

18
A. Latar Belakang
Tirtayasa dari Banten (lahir di Kesultanan Banten, 1631 – meninggal di Batavia, Hindia
Belanda, 1692 pada umur 60–61 tahun) adalah sultan Banten ke-6. Ia naik takhta pada usia 20
tahun menggantikan kakeknya, Sultan Abdul Mafakhir yang wafat pada tanggal 10 Maret 1651,
setelah sebelumnya ia diangkat menjadi Sultan Muda dengan gelar Pangeran
Adipati atau Pangeran Dipati, menggantikan ayahnya yang wafat lebih dulu pada tahun 1650.

Sultan Ageng Tirtayasa adalah putra dari Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad (Sultan Banten
periode 1640–1650) dan Ratu Martakusuma. Sejak kecil ia bergelar Pangeran Surya, kemudian
ketika ayahnya wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda yang bergelar Pangeran Dipati. Setelah
kakeknya meninggal dunia pada tanggal 10 Maret 1651, ia diangkat sebagai Sultan Banten ke-6
dengan gelar Sulthan 'Abdul-Fattah al-Mafaqih. Nama Sultan Ageng Tirtayasa berasal ketika
ia mendirikan keraton baru di dusun Tirtayasa (terletak di Kabupaten Serang).

1. PEMERINTAHAN
Pada masa pemerintahannya, Kesultanan Banten mencapai masa kejayaanya. Ia berusaha keras
melakukan modernisasi terhadap Banten dan menjadikannya sebagai pusat kegiatan Muslim di
Kepulauan Indonesia. Dia mengirim putranya ke Mekah dengan perintah untuk pergi dari sana
ke Turki dengan harapan dapat menjalin hubungan baik dengan kekuatan utama Islam. Pada saat
itu juga, ia dan putranya mencoba menghimpun pengikut di kalangan para penasihat dan petualang
Eropa.

Prestasi terbesar dalam pemerintahannya adalah penataan perdagangan luar negeri. Seperti raja
Makassar, ia menyambut baik pedagang dari Britania, Denmark, Prancis di pelabuhan-
pelabuhannya. Melalui bantuan-bantuan orang Eropa ini dia mulai melengkapi kapal-kapalnya
sendiri yang dibawa nahkoda asal Eropa berlayar ke Filipina, Makau, Benggala, dan Persia.
Saudagar-saudagar India, Cina, dan Arab berkumpul di Banten setelah tersingkir dari Malaka dan
Makassar. Barang dagangan yang dijual di pasar Batavia sebagian datang dari pelabuhan pesaing
di Banten dan gengsi Sultan Tirtayasa naik begitu tinggi sehingga ia menuntut bagian dalam
perdagangan pala di Ambon dan dalam perdagangan timah di Semenanjung Malaya, sebuah
tuntutan yang ditolak oleh pemerintah di Batavia. Sebelumnya, bahkan bukan di zaman sebelum
kedatangan Portugis, perdagangan yang begitu luas terjadi di suatu pelabuhan Indonesia seperti di
Banten pada waktu di mana VOC sedang berada di puncak kekuatannya.

2. PERJUANGAN

19
Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di Kesultanan Banten pada periode 1651–1683. Dia memimpin
banyak perlawanan terhadap Belanda. Pada masa itu, VOC menerapkan perjanjian
monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten. Kemudian Tirtayasa menolak
perjanjian ini dan menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka. Saat itu, Sultan Ageng Tirtayasa
ingin mewujudkan Banten sebagai kerajaan Islam terbesar di Indonesia (Nusantara).
Di bidang ekonomi, Tirtayasa berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan membuka
sawah-sawah baru dan mengembangkan irigasi.
Di bidang keagamaan, Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat Syekh Yusuf sebagai mufti sekaligus
penasehat kesultanan. Ia juga memberikan kepercayaan kepada Syekh Yusuf untuk mendidik
anak-anaknya tentang agama. Selain itu, Sultan Ageng Tirtayasa juga menikahkan putrinya yang
bernama Siti Syarifah dengan Syaikh Yusuf.
Ketika terjadi sengketa dengan putra mahkota, Sultan Haji dan ( pangeran purbaya ), Belanda ikut
campur dengan cara bersekutu dengan Sultan Haji untuk menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa.
Saat Tirtayasa mengepung pasukan Sultan Haji di Sorosowan (Banten), Belanda membantu Sultan
Haji dengan mengirim pasukan yang dipimpin oleh Kapten Tack dan Saint-Martin

3. BANTEN DAN PRANCIS

Sultan Ageng Tirtayasa berhasil menjalin hubungan dagang dan kerja sama dengan pedagang-
pedagang Eropa selain Belanda, seperti Inggris, Denmark, dan Prancis.
Pada tahun 1671, Raja Prancis Louis XIV mengutus François Caron, pimpinan Kongsi Dagang
Prancis di Asia sekaligus pemimpin armada pelayaran ke Nusantara. Setelah mendarat di
pelabuhan Banten, ia diterima oleh Syahbandar Kaytsu, seorang Tionghoa muslim. Pada 16
Juli 1671, raja didampingi oleh beberapa pembesar kerajaan mendatangi kediaman orang-orang
Prancis di kawasan Pecinan. Caron meminta izin untuk membuka kantor perwakilan di Banten.
Hal itu berangkat dari pengalaman Caron yang pernah bekerja pada VOC dan berambisi membuat
kongsi dagang Prancis sebesar VOC. Raja kemudian menanyakan tujuan kongsi dagang mereka,
ke mana tujuan kapal-kapal mereka, barang dagangan yang diinginkan, dan jumlah uang tunai
yang mereka miliki. Sesudah itu pihak Prancis berusaha menjual barang muatan mereka. Barang-
barang dagangan apa saja dapat dijual, kecuali candu yang dilarang keras beredar di Banten.
Caron kembali mengunjungi raja dan menghadiahkan getah damar, dua meja besar (yang dibawa
dari Surat, India), dua belas pucuk senapan, dua jenis mortir, beberapa granat, dan hadiah lain.
Caron dan Gubernur Banten kemudian menyetujui perjanjian yang berisi sepuluh kesepakatan
mengenai pemberian kemudahan dan hak-hak khusus kepada pihak Prancis, sama dengan yang
diberikan kepada pihak Inggris.

20
4. BANTEN DAN INGGRIS
Hubungan baik antara Inggris dan Banten sudah terjalin sejak lama, salah satunya adalah
ketika Sultan Abdul Mafakhir mengirimkan surat ucapan selamat pada
tahun 1602 kepada Kerajaan Inggris atas dinobatkannya Charles I sebagai Raja Inggris. Sultan
Abdul Mafakhir juga memberikan izin kepada Inggris untuk membuka kantor dagang. Bahkan,
Banten menjadi pusat kegiatan dagang Inggris sampai akhir masa penerintahan Sultan Ageng
Tirtayasa tahun 1682, karena saat itu terjadi perang saudara antara Sultan dengan putranya, Sultan
Haji. Sultan Haji meminta bantuan Belanda, sedangkan Sultan Ageng Tirtayasa diketahui meminta
bantuan dari Kerajaan Inggris untuk melawan kekuatan anaknya itu.
Pada 1681, Sultan Haji mengirim surat kepada Raja Charles II. Dalam suratnya, dia berminat
membeli senapan sebanyak 4.000 pucuk dan peluru sebanyak 5.000 butir dari Inggris. Sebagai
tanda persahabatan, Sultan Haji menghadiahkan permata sebanyak 1757 butir. Surat ini juga
merupakan pengantar untuk dua utusan Banten bernama Kiai Ngabehi Naya Wipraya dan Kiai
Ngabehi Jaya Sedana. Tidak lama kemudian, Sultan Ageng Tirtayasa mengirim surat kepada
Raja Charles II meminta bantuan berupa senjata dan mesiu untuk berperang melawan putranya
yang dibantu VOC.

Sultan Ageng Tirtayasa memiliki 18 orang putera yaitu:

1. Sultan Abu Nashar Abdulqahar


2. Pangeran Purbaya
3. Tubagus Abdul
4. Tubagus Rajaputra
5. Tubagus Husaen
6. Tubagus Ingayudadipura
7. Raden Mandaraka
8. Raden Saleh
9. Raden Rum
10. Raden Sugiri
11. Raden Muhammad
12. Tubagus Rajasuta
13. Raden Muhsin
14. Arya Abdulalim
15. Tubagus Muhammad Athif
16. Tubagus Wetan
17. Tubagus Kulon
18. Raden Mesir

21
5. KEMATIAN DAN PENGHARGAAN

Pada tahun 1683, Sultan Ageng tertangkap dan dipenjarakan di Batavia. Ia meninggal dunia dalam
penjara dan dimakamkan di Komplek Pemakaman Raja-raja Banten, di sebelah utara Masjid
Agung Banten, Banten Lama. Atas jasa-jasanya pada negara, Sultan Ageng Tirtayasa diberi
gelar pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No. 045/TK/Tahun 1970,
tanggal 1 Agustus 1970.
Nama Sultan Ageng Tirtayasa juga kemudian diabadikan menjadi nama salah satu perguruan
tinggi negeri di Banten, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

5. Cut Nyak Dhien (1848-1908)

22
Cut Nyak Dien, yang juga dikenal sebagai Teungku Chik di Tiro, adalah seorang pahlawan
nasional Indonesia yang terkenal karena perjuangannya dalam melawan penjajah Belanda pada
abad ke-19. Berikut ini adalah biografi lengkapnya:

Nama Lengkap : Cut Nyak Dien


Tempat Lahir : Lampadang, Aceh, Hindia Belanda (sekarang Indonesia)
Tanggal Lahir : 1848
Tanggal Wafat : 1908

1. Latar Belakang
Cut Nyak Dien lahir pada tahun 1848 di Lampadang, sebuah desa kecil di wilayah Aceh, yang saat
itu merupakan bagian dari Hindia Belanda. Ia lahir dalam keluarga bangsawan dan tumbuh dalam
budaya dan tradisi Aceh yang kaya.

A. Perjuangan Melawan Penjajah


Pada tahun 1873, ketika Cut Nyak Dien berusia sekitar 25 tahun, Aceh menjadi salah satu sasaran
ekspansi kolonial oleh Belanda. Konflik bersenjata pecah antara pasukan Aceh dan Belanda, dan
Cut Nyak Dien, bersama dengan suaminya Teuku Umar, bergabung dalam perjuangan melawan
penjajah Belanda. Cut Nyak Dien terkenal karena keberaniannya di medan perang dan
kemampuannya dalam memimpin pasukan Aceh. Ia juga dikenal sebagai "Pocut Meurah Intan,"
yang berarti "Ibu dari banyak anak" dalam bahasa Aceh, karena dia memiliki sejumlah anak yang
ia didik untuk menjadi pejuang yang tangguh.

B. Peran Penting dalam Perang Aceh


Selama perang melawan Belanda, Cut Nyak Dien memainkan peran penting dalam mengorganisir
pasukan Aceh dan mempertahankan wilayahnya dari serangan penjajah. Ia adalah sosok yang
sangat dihormati dan dihormati oleh orang Aceh.

C. Penangkapan dan Kehidupan Selanjutnya


Pada tahun 1901, setelah perang berkecamuk selama beberapa tahun, Cut Nyak Dien dan
suaminya, Teuku Umar, ditangkap oleh Belanda. Mereka diasingkan ke Jawa dan akhirnya ke
Sumatera Selatan, di mana mereka hidup dalam pengasingan hingga tahun 1903.

23
D. Wafat dan Warisan
Cut Nyak Dien meninggal dunia pada tahun 1908 di Sumatera Selatan. Meskipun ia telah tiada,
semangat perjuangannya tetap hidup dalam sejarah dan budaya Aceh. Ia dianggap sebagai salah
satu pahlawan nasional Indonesia yang menginspirasi banyak orang dengan perjuangannya yang
gagah berani melawan penjajah.
Warisan Cut Nyak Dien terus dirayakan di Indonesia, terutama di Aceh, dengan berbagai
monumen, museum, dan upacara peringatan. Ia juga menjadi simbol perjuangan perempuan Aceh
dalam mempertahankan kemerdekaan dan martabatnya. Cut Nyak Dien adalah pahlawan wanita
yang dihormati dan diingat sebagai lambang perjuangan dan keberanian dalam melawan penjajah.

6. Jenderal Sudirman (1916-1950)

Raden Soedirman

24
Jenderal Sudirman adalah salah satu tokoh paling penting dalam sejarah perjuangan Indonesia
untuk meraih kemerdekaan dari penjajahan Belanda. Berikut ini adalah biografi lengkap tentang
Jenderal Sudirman:

Nama Lengkap : Jenderal Soedirman


Tempat Lahir : Purbalingga, Jawa Tengah, Hindia Belanda (sekarang Indonesia)
Tanggal Lahir : 24 Januari 1916
Tanggal Wafat : 29 Januari 1950

1. Latar Belakang
Jenderal Sudirman lahir pada 24 Januari 1916 di Purbalingga, Jawa Tengah, dalam sebuah
keluarga petani. Ia tumbuh besar dalam lingkungan yang sederhana, dan pendidikannya dimulai
di sebuah sekolah dasar lokal. Bakat militernya muncul sejak dini, dan ia bergabung dengan KNIL
(Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger), pasukan kolonial Belanda, pada usia 18 tahun.

A. Karir Militer
Selama bertahun-tahun, Sudirman mengabdi di KNIL dan kemudian menjadi seorang perwira.
Namun, pada saat ia melihat semakin kerasnya penindasan Belanda terhadap rakyat Indonesia dan
semangat perjuangan kemerdekaan yang tumbuh, ia bergabung dengan gerakan perlawanan.
Puncak kariernya datang ketika ia dipercayakan sebagai Panglima Besar Tentara Nasional
Indonesia (TNI) pada tahun 1945, menjadikannya pemimpin tertinggi dalam perjuangan Indonesia
melawan penjajah. Ia memimpin pasukan dalam perang gerilya melawan pasukan Belanda yang
mencoba menguasai kembali Indonesia.

B. Perjuangan Kemerdekaan
Jenderal Sudirman adalah figur kunci dalam memimpin perang gerilya yang sukses melawan
Belanda. Ia dikenal karena kebijakan taktisnya yang cerdas dan kemampuan untuk memotivasi
pasukannya yang beragam. Pasukan yang dipimpinnya sukses mengusir pasukan Belanda dari
beberapa wilayah strategis. Sudirman juga dikenal karena keberaniannya di medan perang dan
kesederhanaannya dalam menjalani kehidupan sebagai seorang prajurit. Ia menjadi simbol
perlawanan Indonesia terhadap penjajah dan menjadi inspirasi bagi banyak orang yang berjuang
untuk kemerdekaan.

25
C. Wafatnya Jendral Sudirman
Jenderal Sudirman mengalami masalah kesehatan serius selama masa perjuangannya. Ia
didiagnosis menderita tuberkulosis pada tahun 1949, tetapi tetap melanjutkan tugasnya. Pada
tanggal 29 Januari 1950, Jenderal Sudirman meninggal dunia akibat komplikasi penyakitnya.
Wafatnya Sudirman merupakan kehilangan besar bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia.

D. Warisan dan Penghormatan


Jenderal Sudirman dihormati dan diakui sebagai salah satu pahlawan nasional Indonesia yang
paling berpengaruh. Namanya diabadikan dalam berbagai monumen, jalan, dan fasilitas di seluruh
Indonesia. Ia tetap menjadi simbol keberanian, kepemimpinan, dan semangat perjuangan dalam
mencapai kemerdekaan Indonesia. Hari peringatan kematiannya, 29 Januari, diperingati sebagai
Hari Kesaktian Pancasila dan juga Hari Tentara Nasional Indonesia (TNI).

7. Cipto Mangunkusumo (1886-1943)

Tjipto Mangoenkoesoemo

26
Nama Lengkap : Raden Mas Tumenggung Cipto Mangunkusumo
Tempat Lahir : Blora, Jawa Tengah, Hindia Belanda (sekarang Indonesia)
Tanggal Lahir : 8 Juni 1886
Tanggal Wafat : 8 Maret 1943

1. Latar Belakang
Cipto Mangunkusumo lahir pada 8 Juni 1886, di Blora, Jawa Tengah, yang pada saat itu
merupakan wilayah Hindia Belanda. Ia berasal dari keluarga bangsawan Jawa yang terpelajar.
Ayahnya, RM Sosrokartono, adalah seorang dokter dan dikenal sebagai salah satu tokoh yang
membantu mendirikan sekolah kedokteran pertama di Hindia Belanda.

A. Pendidikan dan Karier


Cipto Mangunkusumo menerima pendidikan awal di Sekolah Raja di Surakarta dan kemudian
melanjutkan pendidikannya di HBS (Hogere Burgerschool) di Semarang. Setelah itu, ia pergi ke
Belanda untuk belajar di Universitas Amsterdam dan meraih gelar dokter pada tahun 1913. Ia juga
belajar tentang pergerakan kebangsaan Indonesia selama masa tinggalnya di Belanda.

Setelah kembali ke Indonesia, Cipto Mangunkusumo berpraktik sebagai dokter dan berkontribusi
dalam dunia kedokteran. Selain itu, ia juga menjadi aktivis politik yang aktif dalam pergerakan
kebangsaan. Ia terlibat dalam berbagai organisasi dan kegiatan yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran nasional dan perjuangan kemerdekaan.

B. Peran dalam Perjuangan Kemerdekaan


Cipto Mangunkusumo menjadi salah satu tokoh utama dalam pergerakan nasional Indonesia. Ia
terlibat dalam berbagai organisasi politik dan pergerakan kebangsaan, termasuk Budi Utomo,
organisasi pertama yang dibentuk untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Ia juga merupakan salah satu penandatangan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, yang
menegaskan tekad pemuda Indonesia untuk bersatu dalam satu bahasa, satu tanah air, dan satu
bangsa. Sumpah Pemuda menjadi tonggak penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

27
C. Wafat dan Warisan
Cipto Mangunkusumo meninggal dunia pada 8 Maret 1943, pada usia 56 tahun. Meskipun ia tidak
sempat melihat Indonesia meraih kemerdekaannya pada tahun 1945, peran dan kontribusinya
dalam pergerakan kebangsaan sangat dihormati dan diakui oleh bangsa Indonesia.

Namanya diabadikan dalam berbagai monumen, jalan, dan institusi di Indonesia sebagai tanda
diingat sebagai salah satu tokoh intelektual dan patriotik yang sangat berperan dalam perjuangan
kemerdekaan Indonesia serta dalam memajukan bidang kedokteran dan pendidikan di negeri ini.

8. Ki Hajar Dewantara (1889-1959)

Ki Hadjar Dewantara
(Raden Mas Soewardi Soerjaningrat)

28
Nama Lengkap : Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (dikenal sebagai Ki Hajar
Dewantara)
Tempat Lahir : Yogyakarta, Hindia Belanda (sekarang Indonesia)
Tanggal Lahir : 2 Mei 1889
Tanggal Wafat : 26 April 1959

1. Latar Belakang

Ki Hajar Dewantara lahir pada 2 Mei 1889, di Yogyakarta, yang pada saat itu merupakan
wilayah Hindia Belanda. Ia berasal dari keluarga bangsawan Jawa, dengan gelar Raden
Mas. Ki Hajar Dewantara dikenal memiliki minat yang kuat dalam bidang pendidikan dan
kebudayaan sejak usia muda.

A. Pendidikan dan Karir Awal

Ki Hajar Dewantara memperoleh pendidikan di ELS (Europeesche Lagere School) dan


STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) di Batavia (sekarang Jakarta).
Namun, ia keluar dari STOVIA karena alasan politik pada tahun 1913. Selama tinggal di
Belanda, ia terpapar pemikiran dan gerakan kebangsaan yang akhirnya mempengaruhi
pandangan dan aksi-aksinya.

B. Perjuangan Kemerdekaan

Ki Hajar Dewantara terlibat aktif dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia. Ia bergabung


dengan organisasi Taman Siswa pada tahun 1922 yang didirikannya. Organisasi ini
berfokus pada pendidikan rakyat dan kebangsaan. Ki Hajar Dewantara menekankan
pentingnya pendidikan untuk menciptakan warga negara yang cerdas, berkepribadian, dan
cinta tanah air.

C. Pendidikan dan Pemikiran Pendidikan

Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai tokoh yang memperjuangkan pendidikan untuk semua
anak Indonesia tanpa memandang status sosial, agama, atau etnis. Ia menganjurkan

29
pendidikan yang berorientasi pada pembentukan karakter dan moral siswa, selain
pengetahuan akademik.

Pada tahun 1945, Ki Hajar Dewantara terpilih sebagai Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dalam Kabinet Presiden Soekarno. Ia juga dikenal sebagai pelopor pendidikan
yang mengedepankan gagasan "ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri
handayani," yang mengandung makna "sebagai contoh bagi orang lain, di tengah-tengah
bangunan, dengan mengikuti di belakang."

D. Wafat dan Warisan

Ki Hajar Dewantara wafat pada 26 April 1959. Warisannya dalam dunia pendidikan sangat
besar, dan ia diakui sebagai salah satu tokoh pendidikan paling penting di Indonesia. Pada
tahun 1959, pemerintah Indonesia mendirikan Universitas Negeri Yogyakarta dengan
nama Universitas Negeri Yogyakarta Ki Hajar Dewantara untuk menghormatinya. Tanggal
kelahirannya, 2 Mei, juga diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional di Indonesia.

Ki Hajar Dewantara tetap diingat sebagai pahlawan pendidikan yang gigih dalam
memajukan pendidikan di Indonesia dan mendorong hak pendidikan bagi semua warga
negara. Gagasan-gagasannya tentang pendidikan yang inklusif dan berkualitas masih
menjadi inspirasi dalam sistem pendidikan Indonesia hingga saat ini.

30
9. Sutan Sjahrir (1909-1966)

Sutan Sjahrir pada tahun 1948

Nama Lengkap : Sutan Sjahrir


Tempat Lahir : Padang Pandjang, Hindia Belanda (sekarang Indonesia)
Tanggal Lahir : 5 Maret 1909
Tanggal Wafat : 9 April 1966

1. Latar Belakang
Sutan Sjahrir lahir pada 5 Maret 1909, di Padang Pandjang, Sumatera Barat, yang pada saat itu
masih merupakan wilayah Hindia Belanda. Ia berasal dari keluarga Minangkabau yang terpelajar
dan menerima pendidikan awalnya di sekolah-sekolah Belanda. Ia kemudian melanjutkan studinya
ke Belanda, di mana ia memperoleh gelar dalam ilmu hukum dan sastra.

31
A. Kembali ke Indonesia
Setelah menyelesaikan studinya di Belanda, Sutan Sjahrir kembali ke Indonesia pada tahun 1931
dan menjadi aktivis politik. Ia bergabung dengan beberapa organisasi politik dan intelektual yang
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, termasuk Partai Indonesia Merdeka (PIM) yang ia
dirikan bersama teman-temannya.

B. Perjuangan Kemerdekaan
Sutan Sjahrir aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia melawan penjajah Belanda. Ia
terlibat dalam negosiasi dengan pihak Belanda selama perang kemerdekaan, termasuk sebagai
anggota delegasi Indonesia dalam perundingan di Linggarjati (1947) dan Roem-Royen (1949).
Upaya diplomatisnya berperan dalam pengakuan internasional terhadap kemerdekaan Indonesia.

C. Masa Jabatan sebagai Perdana Menteri


Sutan Sjahrir menjadi Perdana Menteri pertama Indonesia setelah pengakuan kemerdekaan pada
tahun 1949. Ia menjabat dari 1945 hingga 1947 dan kemudian lagi dari 1947 hingga 1948. Selama
masa jabatannya, Sjahrir berusaha membangun dasar-dasar negara Indonesia merdeka dan
mempromosikan demokrasi.

D. Pemikiran Politik
Sjahrir adalah seorang pemikir politik yang kritis dan berpendidikan tinggi. Ia dikenal karena
pemikiran-pemikirannya yang liberal dan demokratis, yang berusaha untuk menjaga kebebasan
individu dan memperkuat pemerintahan berdasarkan hukum. Pandangannya tentang peran agama
dalam politik juga diakui sebagai kontribusi penting dalam diskusi tentang pluralisme di Indonesia.

E. Pengasingan dan Kembali ke Indonesia


Setelah berakhirnya masa jabatan Sjahrir sebagai Perdana Menteri, ia ditahan dan diasingkan oleh
pemerintah Indonesia pada era Soekarno. Selama masa pengasingannya di luar negeri, ia terus
bekerja untuk menyebarkan pemikiran demokratis dan perdamaian. Pada tahun 1966, setelah
runtuhnya pemerintahan Soekarno, Sjahrir kembali ke Indonesia.

F. Wafat Sutan Sjahrir

32
Sayangnya, Sutan Sjahrir meninggal dunia pada 9 April 1966, pada usia 57 tahun, beberapa bulan
setelah kembali ke Indonesia. Kematian Sjahrir merupakan kehilangan besar bagi Indonesia dan
komunitas internasional.
Sutan Sjahrir tetap dikenang sebagai salah satu intelektual politik terkemuka Indonesia yang
berjuang untuk kemerdekaan, demokrasi, dan hak asasi manusia. Pemikiran dan kontribusinya
dalam perjuangan kemerdekaan dan pembentukan dasar negara Indonesia sangat dihormati dan
diakui hingga saat ini.

10. Sultan Hasanuddin (1631-1670)

Muhammad Bakir I Mallombasi Daeng


Matawang Karaeng Bonto Mangape Sultan
Hasanuddin

33
Nama Lengkap : Sultan Hasanuddin
Tempat Lahir : Kota Gowa, Sulawesi Selatan, Indonesia
Tanggal Lahir : 12 Januari 1631
Tanggal Wafat : 12 Juni 1670

1. Latar Belakang
Sultan Hasanuddin adalah seorang penguasa terkemuka di Sulawesi Selatan yang terkenal karena
peran pentingnya dalam mempertahankan daerahnya dari serangan kolonial Belanda pada abad
ke-17. Ia lahir pada 12 Januari 1631, di Kota Gowa, Sulawesi Selatan, yang saat itu merupakan
bagian dari Kesultanan Gowa.

A. Pemerintahan dan Perjuangan Melawan Penjajah


Sultan Hasanuddin naik takhta sebagai sultan Kesultanan Gowa pada tahun 1653. Pada masa
pemerintahannya, Kesultanan Gowa menghadapi ancaman ekspansi kolonial Belanda, yang
mencoba menguasai wilayah-wilayah di Sulawesi Selatan. Sultan Hasanuddin menjadi salah satu
pemimpin yang paling gigih dalam melawan penjajah Belanda.
Perang Belanda-Makassar, yang juga dikenal sebagai Perang Gowa-Belanda (1655-1669),
menjadi konflik berkecamuk antara Kesultanan Gowa di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin
dan pasukan kolonial Belanda. Selama perang ini, Sultan Hasanuddin menunjukkan kecerdasan
taktis dan kepemimpinan yang kuat. Salah satu episode terkenal adalah ketika ia berhasil melarikan
diri dari kepungan Belanda dengan menyelam di bawah air dan muncul kembali di lokasi yang
berbeda.
Meskipun perjuangan Sultan Hasanuddin akhirnya tidak berhasil menghentikan penjajah Belanda,
perlawanan yang gigih dan berani yang ia pimpin tetap dihormati dan diingat dalam sejarah
Sulawesi Selatan dan Indonesia.

B. Penangkapan dan Wafat


Sultan Hasanuddin ditangkap oleh Belanda pada tahun 1669 setelah pengepungan panjang di
Benteng Somba Opu. Ia ditawan dan diasingkan ke Batavia (sekarang Jakarta). Sultan Hasanuddin
meninggal dunia pada 12 Juni 1670 di Batavia.

34
C. Warisan
Sultan Hasanuddin tetap dihormati sebagai pahlawan nasional Indonesia dan simbol perlawanan
terhadap penjajah Belanda di Sulawesi Selatan. Namanya diabadikan dalam berbagai monumen,
jalan, dan institusi di Indonesia. Ia juga merupakan tokoh penting dalam mempertahankan identitas
budaya dan sejarah Sulawesi Selatan. Perjuangan Sultan Hasanuddin melawan penjajah Belanda
menjadi inspirasi dalam semangat perlawanan dan kebanggaan bangsa Indonesia.

35
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Latar belakang pahlawan pasca kemerdekaan Indonesia merupakan periode penting dalam
sejarah negara ini yang mencerminkan semangat perjuangan dan keragaman sosial, budaya, dan
politik. Pahlawan-pahlawan pasca kemerdekaan memiliki peran yang signifikan dalam
membangun, mempertahankan, dan mengembangkan Indonesia menjadi negara yang merdeka,
berdaulat, dan berdaulat di tingkat nasional maupun internasional. Mereka tidak hanya
melanjutkan perjuangan kemerdekaan fisik dari penjajah Belanda, tetapi juga berkontribusi dalam
membangun fondasi negara, memperkuat persatuan dan kesatuan, serta menghadapi berbagai
tantangan yang dihadapi dalam proses pembangunan dan konsolidasi negara.

Pahlawan-pahlawan pasca kemerdekaan Indonesia memiliki latar belakang beragam, seperti


politikus, militer, pendidik, aktivis sosial, dan tokoh masyarakat. Mereka aktif dalam merumuskan
undang-undang dasar, membangun infrastruktur, mengembangkan sistem pendidikan, dan
memajukan bidang-bidang lain yang penting bagi perkembangan negara. Selain itu, mereka juga
berjuang untuk mengamankan pengakuan internasional terhadap kemerdekaan Indonesia dan
membela hak-hak rakyat Indonesia dalam berpartisipasi dalam pemerintahan.

Pahlawan-pahlawan pasca kemerdekaan Indonesia tidak hanya menjadi pilar penting dalam
sejarah Indonesia, tetapi juga sumber inspirasi bagi generasi-generasi selanjutnya untuk menjaga
dan memajukan Indonesia sebagai negara yang demokratis, berkeadilan, dan berkemajuan.
Melalui dedikasi mereka, Indonesia telah mencapai pencapaian besar dalam berbagai bidang dan
terus berjuang untuk meraih kemajuan lebih lanjut.

36
DAFTAR PUSTAKA

Ricklefs, M. C. (2008). A History of Modern Indonesia since c. 1200. Stanford University Press.
Kahin, A. (1952). Nationalism and Revolution in Indonesia. Cornell University Press.
Nasution, A. H. (1963). Fundamentals of Guerrilla Warfare. University of Nebraska Press.
Feith, H. (2007). The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. Equinox Publishing.
Sjamsuddin, N. (1996). Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Jepang dan Zaman Republik
Indonesia. Balai Pustaka.

37

Anda mungkin juga menyukai