Anda di halaman 1dari 17

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ORDE LAMA

Makalah Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sejarah Pendidikan
Islam

Dosen Pengampu:

Eka Naelia Rahmah, MA

Disusun Oleh :

Kelompok 10

1. Ita Rahmawati : 17311783


2. Nikma Maulana : 17311786
3. Nurasyifah : 17311787

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA

TAHUN AJARAN 2020-202


‫الرِح ْي ِم‬
َّ ‫الر ْْحَ ِن‬ ِ ‫بِس ِم‬
َّ ‫هللا‬ ْ

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kelimpahan


Rahmat dan Hidayah-Nya sehinggga penyusunan makalah ini dapat penulis
selesaikan. Shalawat dan salam tak lupa penulis curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, sebaik-baiknya makhluk.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Fikih Muamalah.
Makalah ini penulis susun dari beberapa referensi buku. Dalam penyusunan
makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis alami, namun penulis menyadari
bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat dorongan yang
penulis terima, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi.
Mohon maaf apabila ada kata-kata dalam penulisan yang kurang tepat pada
makalah ini.

Selanjutnya, penulis menerima kritik dan saran yang membangun, guna


meningkatkan kualitas penulisan makalah ini. Karena kebenaran dan
kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT yang Maha Kuasa. Harapan penulis,
semoga makalah yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Aaamiiin.

Tangerang, 18 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................1


B. Rumusan Masalah .......................................................................................1
C. Tujuan Masalah ...........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Keadaan Negara Pada Zaman Orde Lama ..................................................3
B. Keadaan Pendidikan Islam Pada Masa Orde Lama ....................................4
C. Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam Pada Masa Orde Lama ............................9
D. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Pendidikan Islam di
Masa Orde Lama .......................................................................................10
E. Kontribusi Bagi Pendidikan Islam di Masa Orde Lama ...........................11

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ...............................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan sudah sepatutnya menentukan masa depan suatu negara. Bila
visi pendidikan tidak jelas, yang dipertaruhkan adalah kesejahteraan dan
kemajuan bangsa. Visi pendidikan harus diterjemahkan ke dalam sistem
pendidikan yangmemiliki sasaran jelas, dan tanggap terhadap masalah-
masalah bangsa. Karena itu, perubahan dalam subsistem pendidikan
merupakan suatu hal yang sangat wajar, karenakepedulian untuk
menyesuaikan perkembangan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Sudah seyogyanya sistem pendidikan tidak boleh jalan ditempat, namun setiap
perubahan juga harus disertai dan dilandasi visi yang mantapdalam menjawab
tantangan zaman.
Secara umum pendidikan orde lama sebagai wujud interpretasi
pascakemerdekaan di bawah kendali kekuasaan Soekarno cukup memberikan
ruang bebasterhadap pendidikan. Pemerintahan yang berasaskan sosialisme
menjadi rujukan dasar bagaimana pendidikan akan dibentuk dan dijalankan
demi pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia di masa mendatang. Pada
prinsipnya konsep sosialisme dalam pendidikan memberikan dasar bahwa
pendidikan merupakan hak semua kelompokmasyarakat tanpa memandang
kelas sosial. Pada masa ini Indonesia mampumengekspor guru ke negara
tetangga, dan banyak generasi muda yang disekolahkan diluar negeri dengan
tujuan agar mereka kelak dapat kembali ke tanah air untukmengaplikasikan
ilmu yang telah mereka dapat. Tidak ada halangan ekonomis yangmerintangi
seseorang untuk belajar di sekolah, karena diskriminasi dianggap sebagai
tindakan kolonialisme. Pada saat inilah merupakan suatu era di mana setiap
orangmerasa bahwa dirinya sejajar dengan yang lain, serta setiap orang
memiliki hak untukmendapatkan pendidikan.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana keadaan negara pada zaman orde lama?

1
b. Bagaimana keadaan pendidikan Islam pada masa orde lama?
c. Siapa sajakah tokoh-tokoh pendidikan Islam pada masa orde lama?
d. Apa sajakah faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pendidikan
Islam di masa orde lama?
e. Apa kontribusi bagi pendidikan Islam di masa orde lama?
C. Tujuan Masalah
a. Untuk mengetahui keadaan negara pada zaman orde lama
b. Untuk mengetahui keadaan pendidikan Islam pada masa orde lama
c. Untuk mengetahui tokoh-tokoh pendidikan Islam pada masa orde lama
d. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam
pendidikan Islam di masa orde lama
e. Untuk mengetahui kontribusi bagi pendidikan Islam di masa orde lama

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Keadaan negara pada zaman orde lama
Orde lama merupakan istilah untuk menyebut zaman kepemimpinan
Soekarno yang dimulai pada tahun 1945 sampai beliau digantikan oleh
Soeharto melalui surat perintah 11 maret 1965.1 Ada tiga pandangan berbeda
tentang tanggal yang berkaitan dengan periode Orde Lama, yaitu periode
kekuasaan personal Soekarno.
Pandangan pertama, dikemukakan oleh Mahfud MD, periode Orde Lama
bermula ketika Soekarno mengumumkan Dekrit Presidennya pada tanggal 5
Juli 1959 yang memerintahkan: (1) pembubaran konstituante; (2) berlakunya
kembali UUD 1945; (3) tidak berlakunya UUDS 1950; dan (4) dibentuknya
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan
Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dalam tempo yang sesingkat-
singkatnya. Selanjutnya, Orde Lama tamat ketika Soeharto mengambil alih
kekuasaan kepresidenan dari tangan Soekarno pada tahun 1966.
Pandangan kedua, dikemukakan Wiliam Liddle, Orde Lama berawal
pada tahun 1950 dan berakhir di tahun 1965. Rentang waktu sepanjang lima
belas tahun ini dibagi menjadi satu periode Demokrasi Parlementer (1950-
1957), dan satu periode Demokrasi Terpimpin (1959-1965). Tetapi Liddle
sepakat dengan Mahfud bahwa pada periode akhirlah Orde Lama menjadi
rezim otoriter. Liddle merujuk pada Lev, berpendapat bahwa Demokrasi
Terpimpin efektif dimulai pada tahun 1957 dan berakhir pada tahun 1965.
Menurut Lev sendiri, 1957 adalah tahun terbentuknya Demokrasi Terpimpin.
Ketika Soekarno menyatakan berlakunya keadaan darurat dengan “keadaan
perang dan siaga” yang menetapkan seluruh wilayah Indonesia sedang
berperang dan dalam keadaan darurat, sehingga militerlah yang memegang
otoritas utama. Pernyataan keadaan darurat perang ini “menandai tamatnya
demokrasi liberal”.

1
Abuddin Nata. Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), hlm 313

3
Pandangan ketiga, dikemukakan oleh Lindsey, bahwa Orde Lama
berawal pada tahun 1945 dan berakhir di tahun 1966. Rentang waktu ini
mencakup tiga periode kepresidenan Soekarno. Lindsey memandang bahwa
periode pertama Orde Lama (1945-1950) adalah masa perang kemerdekaan
Indonesia melawan Belanda. Kemudian Indonesia mengalami Demokrasi
Parlementer (1950-1957), dan pemerintahan presidensial dari tahun 1957
hingga 1965. Lindsey juga sepakat bahwa pada rentang waktu terakhir itulah
Soekarno menjelma menjadi pengendali sistem hukum Indonesia dan
membangun rezim otoriter. Senada dengan Lindsey, Adanan Buyung Nasution
berpendapat bahwa konsep Soekarno tentang Demokrasi Terpimpin adalah
sebuah “rumusan baru yang berisi bentuk pemerintahan yang lebih otoriter”.
Michael J. Vatikiotis juga berargumen bahwa dengan menerapkan Demokrasi
Terpimpin, Soekarno membungkus dirinya dalam “perangkap-perangkap
kekuasaan”.
Walaupun ketiganya memiliki pendapat yang berbeda mengenai kapan
pastinya Orde Lama dimulai, mereka sepakat bahwa jabatan kepresidenan
Soekarno pada tahun 1950-an jauh lebih demokratis. Mereka pun sepakat
bahwa setelah periode Demokrasi Parlementer, kepemimpinan Soekarno
menjadi lebih otoriter ketimbang periode lain sepanjang masa kekuasaannya.2
B. Keadaan pendidikan Islam pada masa orde lama
Eksistensi pendidikan di Indoneisa merupakan kegiatan yang tumbuh dan
berkembang bersama sejarah perjuangan dan berdirinya Indonesia, pendidikan
di Indonesia telah berlangsung sangat lama dann sudah memasyarakat. Pada
masa penjajahan Belanda dan pendudukan Jepang pendidikan Islam sudah
berlangsung di pesantren, dan tempat-tempat latihan lainnya.3
Perkembangan pendidikan Islam pada masa orde lama sangat terkait
dengan peran Departemen Agama yang mulai resmi berdiri 3 Januari 1946
yang dipimpin oleh KH. Wahid Hasyim (19-08-1945 sampai 14-11-1945).

2
Denny Indrayana, Amandemen UUD 1945 : Antara Mitos dan Pembongkaran,
(Bandung: Mizan, 2007), hlm. 137-138
3
Susanto, Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005)

4
Lembaga ini secara intensif memperjuangkan politik pendidikan Islam
Indonesia. Secara lebih spesifik, usaha ini ditangani oleh suatu bagian khusus
yang mengurusi masalah pendidikan agama Islam.4
Dalam salah satu nota Islamic edication in Indonesia yang disusun oleh
bagian pendidikan Departemen Agama pada tanggal 1 September 1956, tugas
bagian pendidikan agama ada tiga, yaitu memberi pengajaran agama di
sekolah negeri dan partikular, memberi pengetahuan umum di Madrasah, dan
mengadakan Pendidikan Guru Agama serta Pendidikan Hakim Islam Negeri.5
Berdasarkan keterangan diatas, ada dua hal yang penting berkaitan dengan
pendidikan Islam pada masa Orde Lama, yaitu pengembangan dan pembinaan
madrasah dan pendidikan Islam di sekolah umum.
1. Perkembangan Madrasah
Mempelajari perkembangan madrasah terkait dengan peran
Departemen Agama sebagai andalan politis yang dapat mengangkat posisi
madrasah sehingga memperoleh perhatian yang terus menerus dari
kalangan pengambil kebijakan. Tentunya, tidak lupa juga melupakan
usaha-usaha keras yang sudah dirintis oleh sejumlah tokoh seperti Ahmad
Dahlan, Hasyim Asy’ari dan Mahmud Yunus. Dalam hal inim Departemen
Agama secara lebih tajam mengembangkan program-program perluasan
dan peningkatan mutu madrasah.
Madrasah sebagai lembaga penyelenggaraan pendidikan diakui oleh
negara secara formal pada tahun 1950. Undang- undang No. 4 1950
tentang dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di skolah pasal 10
menyatakan bahwa belajar di sekolah agama yang telah mendapat
pengakuan Departemen Agama, sudah dianggap memenuhi kewajiban
belajar.6 Untuk mendapatkan pengakuan daari Departemen Agama,
madrasah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran

4
Maksum, Madrasah :Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999), h.123
5
Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, (Jakarta: PT. Pusaka LP3ES, 1994),
h.87
6
Ibid.., hlm.98

5
pokok paling sedkiti enam jam seminggu secara teratur disamping mata
pelajaran umum. 7
Dengan persyaratan tersebut, diadakan pendaftaran madrasah yang
memenuhi syarat. Pada tahun 1954, madrasah terdaftar di seluruh
Indonesia berjumlah 13.849 dengan rincian Madrasah Ibtidaiyah 1057
dengan jumlah murid 1.927.777 orang, Madrasah Tsanawiyah 776 buah
dengan murid 87.932 orang, dan Madrasah Tsanawiyah Atas (Aliyah)
berjumlah 16 buah dengan murid 1.881 orang.8
Jenjang pendidikan dengan system madrasag terdiri dari tiga jenjang.
Pertama Madrasah Ibtidaiyah dengan lama pendidikan 6 tahun. Kedua,
Madrasah Tsanawiyah Pertama untuk 4 tahun. Ketiga, Madrasah
Tsanawiyah Atas untuk 4 tahun. Perjenjangan ini sesuai dengan gagasan
Mahmud Yunus sebagai Kepala sebagai Kepala Seksi Islam pada Kantor
Agama Provinsi.9 Sedangkan kurikulum yang diselenggarakan terdiri dari
sepertiga pelajaran agama dan sisanya pelajaran umum.
Perkembangan madrasah yang cukup penting pada masa Orde Lama
adalah berdirinya madrasah Pendidikan Guru Agama (PGA) dan
Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN). Tujuan pendiriannya untuk
mencetak tenaga-tenaga profesional yang siap mengembangkan madrasah
sekaligus ahli keagamaan yang profesional.10 PGA pada dasarnya telah ada
sejak masa sebelum kemerdekaan. Khususnya di wilayah Minangkabau,
tetapi pendirinya oleh Departemen Agama menjadi jaminan stategis bagi
kelanjutan madrasah di Indonesia.
Sejarah perkembangan PGA dan PHIN bermula dari progam
Departemen Agama yang ditangani oleh Drs. Abdullah Sigit sebagai
penanggung jawab bagian pendidikan. Pada tahun 1950, bagian itu
membuka dua lembaga pendidikan dan madrasah profesional keguruan:

7
Tim Penyurusn Departemen Agama, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta:
DEPAG RI, 1986), hlm. 77
8
Ibid.., hlm.78
9
Deliar Noer, Administrasi Islam di Indonesia, (Jakarta: CV. Rajawali, 1983), hlm. 55
10
Maksum, Madrasah: Sejarah ............., hal. 97-98

6
(1) Sekolah Guru Agama Islam (SGAI) dan Sekolah Guru Hakim Agama
Islam (SGHAI). Pada tahun 1951, sesuai dengan Ketetapan Menteri
Agama 15 Pebruari 1951, kedua madrasah keguruan tersebut di atas
diubah namanya. SGAI menjadi PGA (Pendidikan Guru Agama) dan
SGHAI menjadi SGHA (Sekolah Guru Hakim Agama). Pada tahun ini,
PGA Negeri didirikan di Tanjung Pinang, Kotaraja, Padang, Banjarmasin,
Jakarta, Tanjung Karang, Bandung dan Pamekasan.11
Pada masa H. M. Arifin Tamyang menjadi kepala “Jawatan
Pendidikan Agama” adalah badan yang merupakan pengembangan dari
bagian pendidikan di Departemen Agama.Ketentuan-ketentuan tentang
PGA dan SGHA diubah. PGA yang 5 tahun diubah menjadi 6 tahun,
terdiri dari PGA Pertama 4 tahun dan PGA Atas 2 tahun. PGA jangka
pendek dan SGHA dihapuskan. Sebagai pengganti SGHA bagian “d”
didirikan PHIN ( Pndidikan Hakim Islam Negeri) dengan waktu belajar 3
tahun dan diperuntukkan bagi lulusan PGA pertama.12
Perguruan Tinggi Islam khusus terdiri dari fakultas-fakultas
keagamaan mulai mendapat perhatian pada tahun 1950. Pada tanggal 12
Agustus 1950, fakultas agama UII dipisahkan dan diambil alih oleh
pemerintah. Pada tanggal 26 September 1951 secara resmi dibuka
perguruan tinggi baru dengan nama PTAIN ( Perguruan Tinggi Agama
Islam Negeri) dibawah pengawasan Kementerian Agama. Pada tahun
1957, di Jakarta didirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA). Akademi
ini bertujuan sebagai sekolah latihan bagi para pejabat yang berdinas di
penerintahan (Kementerian Agama) dan untuk pengajaran agama di
sekolah. Pada tahun 1960 PTAIN dan ADIA disatukan menjadi IAIN.13

11
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta : Mutiara Sumber
Widya, 1968), hlm. 361
12
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan........., hal. 363-365
13
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001),
hal. 313

7
2. Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum
Peraturan resmi pertama tentang pendidikan agama di sekolah umum,
dicantumkan dalam Undang-Undang Pendidikan tahun 1950 No. 4 dan
Undang-Undang Pendidikan tahun 1954 No. 20, (tahun 1950 hanya
berlaku untuk Republik Indonesia Serikat di Yogyakarta). Undang-
Undang Pendidikan tahun 1954 No. 20 berbunyi :
a. Pada sekolah-sekolah negeri diselenggarakan pelajaran agama, orang
tua murid menetapkan apakah anaknya mengikuti pelajaran tersebut
atau tidak.
b. Cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri
diatur melalui ketetapan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan (PPK) bersama dengan Menteri Agama.

Penjelasan pasal ini antara lain menetapkan bahwa pengajaran agama


tidak mempengaruhi kenaikan kelas para murid.14

Sebelumnya, telah ada ketetapan bersama Departemen PKK dan


Departemen Agama yang dikeluarkan pada 20 Januari 1951. ketetapan itu
menegaskan bahwa pendidikan agama diberikan mulai kelas IV Sekolah
Rakyat selama 2 jam per minggu. Di lingkungan yang istimewa,
pendidikan agama dapat dimulai pada kelas I dan jam pelajarannya boleh
ditambah sesuai kebutuhan, tetapi tidak lebih dari 4 jam per minggu,
dengan syarat bahwa mutu pengetahuan umum di sekolah rendah itu tidak
boleh kurang bila dibandingkan dengan sekolah-sekolah di lingkungan
lain.15

Di Sekolah Menengah Pertama, pelajaran agama diberikan 2 jam per


minggu, sesuai dengan agama para murid. Untuk pelajaran ini, harus hadir
sekurang-kurangnya 10 orang murid untuk agama tertentu. Selama
berlangsungnya pelajaran agama, murid yang beragama lain boleh

14
Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah......., hal 91-92
15
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan........, hal. 358

8
meninggalkan ruang belajar. Sedangkan kurikulum dan bahan pelajaran
ditetapkan oleh Menteri Agama dengan persetuan Menteri PKK.16

Pada tahun 1960, sidang MPRS menetapkan bahwa pendidikan agama


diselenggarakan di perguruan tinggi umum dan memberikan kebebasan
kepada mahasiswa untuk mengikuti ataupun tidak. Namun, pada tahun
1967 (periode awal Orde Baru), ketetapan itu diubah dengan mewajibkan
mahasiswa mengikuti mata kuliah agama dan mata kuliah ini termasuk
kedalam system penilaian.17

C. Tokoh-tokoh pendidikan Islam pada masa orde lama


a. KH. Ahmad Dahlan (1869-1923)
KH. Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta tahun 1869 M dengan
nama kecilnya Muhammad Darwis, putra dari KH. Abu Bakar bin Kyai
Sulaiman. Khataib di masjid besar (jami’) Kesultanan Yogyakarta, ibunya
adalah putri Haji Ibrahim, seorang penghulu.
b. KH. Hasyim Asy’ari (1871-1947)
KH. Hasyim Asy’ari dilahirkan pada tanggal 14 Februari tahun 1981
M di Jombang Hawa Timur, mula-mula ia belajar agama Islam pada
ayahnya sendiri Kyai Asy’ari. Kemudian ia belajar ke pondok pesantren di
Purbolinggo, Semarang, Madura, dan lain-lain. Beliau selain daripada
mengembangkan ilmu di pesantren Tebuireng ialah keikutsertaanya
mendirikan organisasi Nahdatul Ulama, bahkan ia sebagai Syeikh Akbar
dalam perkumpulan ulama yang terbesar di Indonesia.
c. KH. Abdul Halim (1887-1962)
KH. Abdul Halim lahir di Ciberelang, Majalengka pada tahun 1887
M. Dia adalah pelopor gerakan pembaharuan di daerah Majalengka, Jawa
Barat, yang kemudian berkembang menjadi perserikatan Ulama, dimulai
pada tahun 1911, yang kemudian berubah menjadi Persatuan Umat Islam

16
Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah......., hal. 92
17
Ibid., hal. 93

9
(PUI) pada tanggal 5 April tahun 1951M/ 9 Rajab 1371 H. Kedua
orangtuanya berasal dari keluarga yang taat beragama.
d. MR. R. Soewandi Soejarningrat
MR. R. Soewandi adalah tokoh pendidikan dan penggegas EYD
(Ejaan Yang Disempurnakan) dalam Bahasa Indonesia. Kepedulian dan
perhatian Soewandi yergadap pendidikan Islam terlihat ketika ia
dipercayakan duduk sebagai Mentri PP dan K dari tanggal 2 Oktober 1946
s.d 27 Juli 1946.
e. K.H. Imam Zarkasyi
KH. Imam Zarkasyi adalah perintis dan pimpinan Pesantren Modern
Gontor. Ia lahir pada 21 Maret 1910 di Gontor, Miarak, 12 km. Tenggara
Ponorogo. Ia anak terakhir dari tujuh bersaudara dan memiliki hubungan
langsung dengan Sultan Kesepuhan Cirebon. Baoaknya, Raden Santoso
Anom Baseri, adalah keturunan keenam Kesepuhan Cirebon. Sementara
ibunya, adalah keturunan Surodiningrat, Bupati Madiun.18
D. Faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pendidikan Islam di
masa orde lama
Kendala pendidikan di Indonesia secara umum, diidentifikasikan dalam
empat krisis pokok, yakni menyangkut masalah kualitas, relevansi, elitisme,
dan manajemen. Berbagai indikator kuantitatif dikemukakan berkenaan
dengan keempat masalah di atas, antara lain analisis komparatif yang
membandingkan situasi pendidikan antara negara di kawasan Asia. Keempat
masalah tersebut merupakan masalah besar, mendasar dan multidimensional,
sehingga sulit dicari ujung pangkal pemecahannya.19 Disamping kendala
kualitas, relevansi, elitisme, dan manajemen. Pendidikan Islam justru
terkukung dalam kemunduran, keterbelakangan, ketidakberdayaan, dan
kemiskinan, sebagaimana yang dialami oleh sebagian besar negara dan

18
Siaful Bahri Djamar, Pendidikan Islam Masa Orde Lama, Jurnal Ilmiah KeIslaman dan
Kemasyarakatn, Volume XIII, nomor 24, Tahun 2013
19
Tilaar H.AR, (1991), Sistem Pendidikan Nasional yang Kondusif Bagi Pembanguna
Masyarakat Industri Modern Berdasarkan Pancasila, Makalah Kongres Ilmu Pengetahuan
Nasional V

10
masyarakat Islam dibandingkan dengan mereka yang non Islam. Katakan saja,
pendidikan Islam terjebak dalam lingkaran yang tak kunjung selesai yaitu
persoalan tuntutan kualitas, relevansi dengan kebutuhan, perubahan zaman,
dan bahkan pendidikan apabila diberi label “embel-embel Islam”, dianggap
berkonotasi kemunduran dan keterbelakangan, meskipun sekarang secara
berangsur-angsur banyak diantara lembaga pendidikan Islam yang telah
menunjukkan kemajuan.
E. Kontribusi bagi pendidikan Islam di masa orde lama
Orde Lama merupakan masa pemerintahan Presiden Soekarno sejak
masa kemerdekaan tahun 1945 hingga tahun 1965. Istilah orde lama
dicetuskan ketika pemerintahan Soeharto yang dikenal dengan masa Orde
Baru yang merupakan pemerintahan setelah Orde Lama.6 Adapun terkait
kebijakan pemerintah orde lama tentang pelaksanaan pendidikan Islam tidak
bisa terlepas dari Sistem Pendidikan Nasional saat itu.
Semasa pemerintahan orde lama terjadi pertarungan antara kepentingan
ideologi komunis, nasionalis sekuler dan kelompok agama Islam karena
presiden Soekarno adalah tokoh yang menganut ideologi nasionalis yang
berbasis ke Indonesiaan dan kultural. Dalam posisinya itu, ia terkadang dekat
dengan kelompok Islam dan terkadang dekat dengan kelompok sekularis-
komunis.7 Akan tetapi, pasca kemerdekaan Negara Indonesia, pemerintah
mulai memberikan perhatian serius kepada pendidikan agama termasuk juga
di dalamnya pendidikan Islam, baik itu di sekolah negeri maupun sekolah
swasta. Hal tersebut terbukti dengan diadakannnya pembicaraan terkait garis
besar pendidikan nasional oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat pada
tanggal 27 Desember 1945. Output dari pembicaraan rincian dari rumusan
garis besar pendidikan nasional dilaporkan oleh panitia di antaranya adalah
diusulkannya tentang pendidikan agama.
Adapun usulan tersebut Aladdin sebagai berikut: Pertama, pelajaran
agama dalam semua sekolah diberikan pada jam pelajaran sekolah. Kedua,
pemerintah wajib membayar para guru. Ketiga, pada Sekolah Dasar,
pendidikan agama mulai diberikan di kelas IV. Keempat, pendidikan agama

11
diselenggarakan seminggu sekali pada jam tertentu. Kelima, guru diangkat
oleh Departemen Agama. Keenam, paraguru agama juga diwajibkan cakap
dalam pendidikan umum. Ketujuh, buku pendidikan agama disiapkan oleh
pemerintah. Kedelapan, diadakannya pelatihan bagi guru agama. Kesembilan,
perbaikan kualitas pesantren serta madrasah dan sejenisnya. Kesepuluh,
pengajaran bahasa Arab tidak dibutuhkan. Ketentuan tersebut selanjutnya
menjadi acuan bagi pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di sekolah umum.
Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia pada masa orde lama
sangat erat kaitannya dengan peran Departemen Agama yang resmi berdiri
pada Tanggal 3 Januari 1946. Departemen Agama memperjuangkan politik
pendidikan Islam di Indonesia secara berkelanjutan. Salah satu tugas
Departeman Agama adalah mengurus masalah pendidikan Agama di sekolah
Umum, Madrasah, Pesantren dan sejenisnya serta di kelola oleh suatu unit
khusus yaitu bagian pendidikan yang bertugas urusan pelajaran dan
pendidikan agama Islam dan Kristen, urusan pengangkatan guru agama serta
pengawasan pelajaran.
Adapun kebijakan resmi pertama tentang pendidikan agama di sekolah
umum, dicantumkankan dalam Undang-Undang Pendidikan tahun 1950
Nomor 4 yang resmi disahkan pada tanggal 2 April 1950 pasal 20 ayat 1 dan 2
mengatur tetang penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah negeri, dan
orang tua murid mempunyai hak untuk menetapkan anaknya mengikuti atau
tidak pelajaran tersebut. Adapun tata cara penyelenggaraan Pendidikan Agama
di sekolah negeri diatur melalui menteri pendidikan, pengajaran dan
kebudayaan bersama menteri agama. Selain itu, lahirnya kebijakan dua
Menteri yakni Menteri Agama juga Menteri Pendidikan dan Pengajaran yang
menetapkan bahwa Pendidikan Agama mulai diajarkan di kelas IV SR sampai
kelas VI juga merupakan salah bagian kontribusi pemrintah masa orde lama
terhadap pendidikan Islam.

12
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Pada masa Orde Lama, sistem pemerintahan beberapa kali berganti.


Mulai dari presidental, parlementar, demokrasi liberal hingga demokrasi
terpimpin.
Eksistensi pendidikan di Indoneisa merupakan kegiatan yang tumbuh dan
berkembang bersama sejarah perjuangan dan berdirinya Indonesia, pendidikan
di Indonesia telah berlangsung sangat lama dann sudah memasyarakat. Pada
masa penjajahan Belanda dan pendudukan Jepang pendidikan Islam sudah
berlangsung di pesantren, dan tempat-tempat latihan lainnya.
Tokoh-tokoh pendidikan Islam pada masa orde lama, yaitu: KH. Ahmad
Dahlan (1869-1923), KH. Hasyim Asy’ari (1871-1947), KH. Abdul Halim
(1887-1962), MR. R. Soewandi Soejarningrat, dan K.H. Imam Zarkasyi.
Kendala pendidikan di Indonesia secara umum, diidentifikasikan dalam
empat krisis pokok, yakni menyangkut masalah kualitas, relevansi, elitisme,
dan manajemen. Disamping kendala kualitas, relevansi, elitisme, dan
manajemen. Pendidikan Islam justru terkukung dalam kemunduran,
keterbelakangan, ketidakberdayaan, dan kemiskinan, sebagaimana yang
dialami oleh sebagian besar negara dan masyarakat Islam dibandingkan
dengan mereka yang non Islam.
Orde Lama merupakan masa pemerintahan Presiden Soekarno sejak
masa kemerdekaan tahun 1945 hingga tahun 1965. Istilah orde lama
dicetuskan ketika pemerintahan Soeharto yang dikenal dengan masa Orde
Baru yang merupakan pemerintahan setelah Orde Lama.6 Adapun terkait
kebijakan pemerintah orde lama tentang pelaksanaan pendidikan Islam tidak
bisa terlepas dari Sistem Pendidikan Nasional saat itu.

13
DAFTAR PUSTAKA

Yunus Mahmud. 1968, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta : Mutiara


Sumber Widya)

Noer Deliar. 1983, Administrasi Islam di Indonesia, (Jakarta: CV. Rajawali)

Tim Penyurusn Departemen Agama. 1986, Sejarah Pendidikan Islam di


Indonesia, (Jakarta: DEPAG RI)

Tilaar H.AR. 1991, Sistem Pendidikan Nasional yang Kondusif Bagi


Pembanguna Masyarakat Industri Modern Berdasarkan Pancasila, Makalah
Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional V

Steenbrink, Karel A. 1994, Pesantren Madrasah Sekolah, (Jakarta: PT. Pusaka


LP3ES)

Maksum. 1999, Madrasah :Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos


Wacana Ilmu)

Yatim Badri. 2001, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada)

Nata Abuddin. 2004, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers)

Susanto, Musyrifah. 2005, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: Raja


Grafindo Persada)

Indrayana Denny. 2007,Amandemen UUD 1945 : Antara Mitos dan Pembongkaran,


(Bandung: Mizan)

Djamar Siaful Bahri. Pendidikan Islam Masa Orde Lama, Jurnal Ilmiah KeIslaman dan
Kemasyarakatn, Volume XIII, nomor 24, Tahun 2013

14

Anda mungkin juga menyukai