Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH BASIC NURSING

SCIENCE 2
GENETALIA GANDA

KELOMPO
K8

ELEN KAHI LEBA 462019093


LISTHIN M. FRENITA FONATABA 462020009
AYU RAMBU DJAJILA 462020048
VALENTINE MANUPUTTY 462020052
ALPEN F. SIPAHELUT 462020066
AREK CRISTANTO 462020068
NERISSA B. DE JESUS DA COSTA 462020901

DOSEN PENGAMPUH : Ns. Venti Agustina S.Kep.,MSN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA FAKULTAS


KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
2021.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan
Rahmat dan Karunia-Nya kepada kami semua sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Genetalia Ganda dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya kami
sekelompok tidak akan bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Makalah ini disusun berdasarkan tugas mata kuliah Basic Nursing Science 2 dari
dosen Ibu Ns. Venti Agustina S.Kep.,MSN. Tujuannya adalah agar mahasiswa keperawatan
dapat memahami tentang Genetalia Ganda untuk kepentingan pelayanan masyarakat ke depan.
Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini menambah wawasan bagi pembaca tentang
Genetalia Ganda.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala betuk saran serta masukan yang membangun dari teman-teman. Atas
sebelum dan sesudahnya kami sampaikan terima kasih.

Merauke, 20 Februari 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah....................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan Makalah .......................................................................... 2
1.4. Manfaat Penulisan Makalah ........................................................................ 2

BAB II ................................................................................................................... 3
2.1. Anatomi dan Fisiologi................................................................................. 3
2.2. Pengertian ................................................................................................... 6
2.3. Etiologi....................................................................................................... 7
2.4. Gejala dan Tanda ........................................................................................ 14
2.5. Patofisiologi................................................................................................ 8
2.6. Klasifikasi................................................................................................... 9
2.7. Komplikasi ................................................................................................. 10
2.8. Diagnosis .................................................................................................... 10
2.9. Penatalaksanaan .......................................................................................... 14
2.10. Pengobatan ............................................................................................... 15
2.11. Pencegahan ............................................................................................... 17

BAB III.................................................................................................................. 18
3.1. Kesimpulan................................................................................................. 18
3.2. Saran .......................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ambigus genitalia adalah suatu kelainan perkembangan seks yang atipikal secara
kromosomal, gonadal dan anatomis yang umumnya ditandai dengan adanya organ
genitalia eksterna yang tidak jelas laki-laki atau perempuan, atau mempunyai gambaran
kedua jenis kelamin. Bayi yang lahir dengan abnormalitas perkembangan genitalia cukup
sulit didiagnosis dan dirawat oleh dokter pediatrik saat perawatan awal kelahiran. Ambigus
genitalia adalah kasus kedaruratan neonates. Sangat penting untuk menegakkan diagnosis
secepat mungkin sehingga penatalaksanaan yang tepat dapat segera dilakukan untuk
meminimalisasi komplikasi medis, psikologis dan sosial.

Tidak selamanya jenis kelamin bayi mudah untuk dibedakan, kadang-kadang ada
bayi dengan bentuk alat kelamin luar yang tidak secara jelas menunjukkan jenis kelamin laki-
laki atau perempuan. Keadaan ini disebut ambiguous genitalia, dan dapat terjadi pada 1 dari
4500 kelahiran. (Sultana,2011) Tetapi karena alasan tertentu, penolong bersama orang tua
kerap memaksakan diri untuk menetapkan jenis kelamin sang bayi, dan menjadikannya
sebagai identitas bagi bayi tersebut. Penetapan yang tergesa-gesa ini sangat rawan terjadi
kesalahan. Kesalahan dapat diketahui ketika anak masih kecil atau bahkan, pada beberapa
kasus ketika sudah mencapai usia pubertas, ketika tubuh dan alat genital anak tersebut
mulai mengalami perkembangan ke arah jenis kelamin yang semestinya, muncul sikap, sifat
atau perilaku yang cenderung tidak sesuai dengan jenis kelamin yang telah ditetapkan baginya.
Untuk menetapkan jenis kelamin, tiap kasus memerlukan pertimbangan tersendiri berdasarkan
pemeriksaan fisik, laboratorium dan pertimbangan orang tua. Sebagian besar kasus, diperlukan
rujukan ke fasilitas perawatan tersier untuk memperoleh evaluasi yang optimal.

Upaya medis untuk menyesuaikan atau memperbaiki bentuk alat kelamin diikuti dengan
upaya hukum untuk perubahan data identitas mungkin saja dapat dilakukan di kemudian hari,
tetapi tidak semua lapisan masyarakat memahami tentang kelainan ini. Lingkungan
seringkali sulit untuk menerima atau menyesuaikan dengan segera, bahkan ada yang menolak.
Di Surabaya terdapat anak SR (lahir pada September 2008, warga Kediri Jawa Timur), dan di
Samarinda anak MT (4 tahun, dari Samarinda) yang sedang dalam pemeriksaan medis karena
kelainan genetalia tersebut.

1
1.2 Rumusan Masalah
 Apa yang dimaksud dengan genetalia ganda ?
 Bagaimana anatomi dan fisiologi genetalia ganda ?
 Apakah etiologi penyakit genetalia ganda ?
 Bagaimana patofisiologi genetalia ganda ?
 Apa saja klasifikasi genetalia ganda ?
 Apa saja komplikasi genetalia ganda ?
 Apa saja diagnosis genetalia ganda ?
 Apa saja gejala dan tanda penyakit genetalia ganda ?
 Bagaimana penatalaksanaan dan pengobatan genetalia ganda ?
 Bagaimana pencegahan genetalia ganda ?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


 Mengetahui definisi atau pengertian penyakit genetalia ganda
 Mengetahui anatomi dan fisiologi genetalia ganda
 Mengetahui etiologi penyakit genetalia ganda
 Mengetahui patofisiologi terjadinya penyakit genetalia ganda
 Mengetahui klasifikasi genetalia ganda
 Mengetahui komplikasi genetalia ganda
 Mengetahui diagnosis genetalia ganda
 Memahami penatalaksanaan dan pengobatan genetalia ganda
 Mengetahui pencegahan genetalia ganda

1.4 Manfaat Penulisan Makalah.


 Sebagai bahan ajar mata kuliah patologi
 Sebagai bahan referensi penelitian atau pembuatan karya ilmiah
 Sebagai acuan untuk penulisan makalah selanjutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi
ALAT REPRODUKSI PRIA
1. Alat Kelamin Dalam Pria
a) Testis merupakan alat untuk memproduksi sperma. Berjumlah sepasang dan
berbentuk bulat seperti telur. Organ ini tersimpan dalam suatu kantung pelindung
yang disebut skrotum (kantong buah zakar) dan terletak diluar rongga perut,
berfungsi untuk menghasilkan sel kelamin jantan (spermatozoa) dan juga hormon
kelamin jantan yaitu testosteron. Testis banyak mengandung pembuluh halus disebut
tubulus seminiferus. Dinding sebelah dalam saluran tersebut terdiri dari jaringan
epitelium dan jaringan
ikat. Di dalam jaringan epitelium terdapat : Sel induk sperma (spermatogonium),
Sel sertoli yang berfungsi memberi makan sperma, dan Sel leydig yang berfungsi
menghasilkan hormon testosteron.

b) Saluran reproduksi terdiri dari Epididimis dan Vas deferens. Epididimis


adalah saluran panjang berkelok-kelok yang terdapat didalam skrotum yang keluar
dari testis. Setiap testis mempunyai satu epididimis, sehingga jumlah sepasang kanan
dan kiri. Di dalam epididimis ini sperma disimpan untuk sementara dan menjadi
matang sehingga dapat bergerak. Vas deferens yaitu saluran yang merupakan lanjutan
dari epididimis. Bagian ujung saluran ini terdapat di dalam kelenjar prostat. Fungsi
vas deferens adalah
sebagai jalan sperma dari epididimis ke kantung sperma (vesicula seminalis)

c) Alat kelamin dilengkapi dengan kelenjar kelamin, yang bertugas menghasilkan


sekrit (getah) yaitu : Vesicula seminalis (kantung sperma) yang berjumlah sepasang
dan menjadi satu kantong, Kelenjar prostat yaitu kelenjar yang bertugas untuk
membuat cairan yang bersama dengan cairan yang diproduksi oleh vesicula
seminalis, Kelenjar bulbo uretra yang menghasilkan getah, dan Kelenjar cowper yang
terdapat padapangkal uretra.

d) Uretra adalah saluran yang terdapat di dalam penis yang mempunyai dua fungsi
yaitu sebagai saluran urine dari kandung kemih (vesicula urinaria) keluar tubuh dan
sebagai saluran untuk jalannya semen dari kantong semen.
2. Alat Kelamin Luar Pria
a) Penis merupakan organ yang berperan untuk kopulasi (persetubuhan). Kopulasi
adalah hubungan kelamin (senggama) antara pria dan wanita yang bertujuan untuk
memindahkan semen ke dalam rahim wanita. Dari dalam penis terdapat uretra berupa
saluran yang dikelilingi oleh jaringan yang banyak mengandung rongga darah
(korpus cavernosum).
b) Scrotum merupakan tempat kedua testis berada.

ALAT REPRODUKSI WANITA


1. Alat Kelamin Luar Wanita
a) Vulva merupakan suatu daerah yang menyelubungi vagina.vulva terdiri atas mons
pubis, labia (labia mayora dan labia minora), klitoris, daerah ujung luar vagina
dan saluran kemih.
b) Mons pubis merupakan gundukan jaringan lemak yang terdapat di bagian bawah
perut. Daerah ini dapat dikenali dengan mudah karena tertutup oleh rambut
pubis.
c) Di sebelah kiri dan kanan celah dibatasi oleh sepasang bibir yaitu bibir besar
(labium mayor) dan bibir kecil (labium minora).
d) Di sebelah depan dari vulva terdapat tonjolan yang disebut kelentit (klitoris),
yang sejarah terjadinya sama dengan perkembangan penis pada pria.
e) Ke dalam vulva ini bermuara dua saluran yaitu saluran urine (urethra) dan
saluran kelamin (vagina).

2. Alat Kelamin Dalam Wanita


a) Ovarium (indung telur) berjumlah sepasang, kecil, dan alat ini terdapat dalam
rongga badan, didaerah pinggang, bentuknya seperti telur. Ovarium terletak pada
kiri dan kanan ujung tuba (fimbria/ umbai-umbai) dan terletak di rongga panggul.
Ovarium merupakan kelenjar yang memproduksi hormon estrogen dan progesteron.
b) Saluran reproduksi terdiri dari Saluran telur (tuba fallopi) dan Rahim (uterus).
Tuba fallopi berjumlah sepasang, kanan dan kiri rahim sepanjang 10 cm yang
menghubungkan uterus dengan ovarium melalui fimbria. Uterus merupakan organ
memiliki peranan besar dalam reproduksi wanita, yaitu saat menstruasi hingga
melahirkan. Uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu : Lapisan parametrium, Lapisan
myometrium, dan Lapisan endometrium.

c) Vagina merupakan akhir dari saluran kelamin dalam yang terdapat dalam vulva
dan merupakan organ persetubuhan bagi wanita. Karena fungsinya yang penting
yakni melahirkan bayi, maka organ ini mempunyai banyak lipatan.

Fisiologi Alat Reproduksi Wanita


Berdasarkan fungsinya (fisiologinya), alat reproduksi wanita mempunyai tiga fungsi yaitu :
1. Fungsi Seksual
Alat yang berperan adalah vulva clan vagina. Kelenjar pada vulva yang dapat
mengeluarkan cairan, berguna sebagai pelumas pada saat sanggama. Selain itu
vulva clan vagina juga berfungsi sebagai jalan lahir.

2. Fungsi Hormonal
Yang disebut fungsi hormonal adalah peran indung telur dan rahim didalam
mempertahankan ciri kewanitaan dan pengaturan haid. Perubahan-perubahan fisik
dan psikhis yang terjadi sepanjang kehidupan seorang wanita erat hubungannya
dengan fungsi indung telur yang menghasilkan hormon-hormon wanita yaitu
estrogen dan progesteron.

3. Fungsi Reproduksi
Tugas reproduksi dilakukan oleh indung telur, saluran telur dan rahim. Sel telur yang
setiap bulannya dikeluarkan dari kantung telur pada saat masa subur akan masuk
kedalam saluran telur untuk kemudian bertemu dan menyatu dengan sel benih pria
(spermatozoa) membentuk organisme baru yag disebut Zygote, pada saat inilah
ditentukan jenis kelamin janin dan sifat-sifat genetiknya. Selanjutnya zygote akan terus
berjalan sepanjang saluran telur dan masuk ke dalam rahim. Biasanya pada bagian atas
rahim zygote akan menanamkan diri dan berkembang menjadi mudigah. Mudigah
selanjutnya tumbuh dan berkembang sebagai janin yang kemudian akan lahir pada
umur kehamilan cukup bulan.
Fisiologi Alat Reproduksi Pria.
Seluruh organ reproduksi pria ini berperan penting dalam setiap tahapan proses
reproduksi, mulai dari pembuahan hingga terjadinya kehamilan. Pada saat pria atau anak
laki-laki yang telah melewati masa pubertas terangsang secara seksual, maka tubuhnya
akan memunculkan reaksi. Awalnya, terjadi perubahan ukuran penis karena pembuluh
darah menjadi lebih besar sehingga darah yang masuk menjadi lebih banyak.
Membesarnya penis diiringi dengan perubahan tekstur menjadi lebih kaku, inilah yang
disebut kondisi ereksi.
Sistem reproduksi pria berfungsi untuk memproduksi dan menyimpan, serta
mengantarkan sperma untuk membuahi sel telur. Sedangkan, sistem reproduksi wanita
memiliki fungsi untuk memproduksi sel telur dan menyediakan tempat untuk janin
selama kehamilan. Kedua fungsi tersebut saling melengkapi dalam proses reproduksi
Hormon reproduksi erat kaitannya dengan kesehatan organ reproduksi seseorang.
Baik pada pria maupun wanita, hormon reproduksi terlibat dalam kesuburan dan
seksualitas.
Hormon reproduksi mulai diproduksi dan berkerja mulai sejak memasuki masa
remaja. Saat itu, hormon-hormon ini memengaruhi perubahan fisik saat memasuki masa
pubertas, seperti payudara yang mulai membesar pada anak perempuan dan dada yang
lebih bidang pada anak laki-laki.
Hormon Reproduksi Pria
Seluruh sistem reproduksi pada pria tergantung pada hormon, yaitu zat kimiawi yang
mengatur aktivitas sel dan organ pada tubuh.
Saat anak laki-laki memasuki masa pubertas, maka tubuhnya akan memproduksi lebih
banyak hormon gonadotropin. Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipotalamus pada
otak.
Pada bagian lain otak, yaitu kelenjar pituitari, dihasilkan hormon yang disebut
luteinizing hormone dan hormon perangsang folikel (follicle-stimulating hormone).
Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai hormon pada organ reproduksi pria :
• Hormon perangsang folikel (follicle-stimulating hormone)
Hormon ini sangat penting agar organ reproduksi pria dapat menghasilkan
sperma. Setiap hari produksi sperma yang dihasilkan bisa mencapai 300 juta,
dengan masa pembentukan tiap sperma sekitar 65-75 hari.
• Luteinizinghormone
Saat hormon ini dilepaskan ke dalam darah, akan terjadi produksi dan
pelepasan hormon testosteron sebagai hormon utama pada pria.
• Hormon testosteron
Produksi testosteron pada masa pubertas memicu berbagai perubahan fisik.
Seperti pembesaran testis dan skrotum, penis yang semakin memanjang, suara
yang semakin berat, serta tumbuhnya rambut di sekitar alat kelamin, wajah dan
ketiak. Sebagian remaja laki-laki juga mengalami penambahan berat dan tinggi
badan yang signifikan setelah memasuki masa pubertas. Testosteron juga akan
memengaruhi massa tulang dan gairah seksual
• Fungsi seksual pria adalah kemampuan untuk mengalami keinginan seksual,
ereksi, orgasme, ejakulasi dan pemulihan fase siklus respons seksual.
2.2 Pengertian
Ambiguous Genitalia atau sex ambiguity adalah suatu kelainan di mana penderita memiliki
ciri-ciri genetik, anatomik dan atau fisiologik meragukan antara laki-laki dan perempuan.
Dalam Bahasa Indonesia hal ini disebut dengan jenis kelamin meragukan atau membingungkan.
Disebut pula dengan kelamin ganda karena kadang-kadang klitoris sangat besar sehingga
tampak seperti ada dua jenis kelamin. (Rudi,2010)

Kelainan ini dikenal juga dalam istilah ilmiah yang lain sebagai interseksual, istilah yang
mengacu pada pengertian bahwa jenis kelamin terbagi menjadi dua kutub, laki-laki atau
perempuan, jadi bentuk kelamin yang meragukan berada di antara dua kutub tersebut. Namun
pada perkembangannya, saat ini para ahli endokrinologi lebih sering menggunakan istilah
Disorders of Sexual Development (DSD). (Sultana,2011)

Ambiguous Genitalia merupakan indikasi umum dari Congenital Adrenal Hyperplasia


(CAH) pada bayi dengan kromosom 46,XX. Dalam kenyataannya, bayi dengan Ambiguous
Genitalia memunculkan keraguan dalam penentuan jenis kelamin: apakah bayi ini akan
dibesarkan sebagai laki-laki atau perempuan.

Ambigus genitalia adalah suatu kelainan yang ditandai dengan adanya organ genitalia
eksterna yang tidak jelas laki-laki atau perempuan, atau mempunyai gambaran kedua jenis
kelamin. Kelainan ini dapat disebabkan oleh kromosom (genetik), kelainan hormonal,
defisiensi enzim dan kelainan lain yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan, berasal dari
jaringan fetus. Penyebab yang paling sering adalah suatu kelainan yang bersifat autosomal
resesif yaitu “Congenital Adrenal Hyperplasia” (CAH). Kelainan ini disebabkan oleh
defisiensi enzim yang menyebabkan kelenjar adrenal memproduksi androgen dalam jumlah
besar yang diturunkan secara autosomal resesif. Androgen yang berlebihan menyebabkan
pembesaran klitoris pada perempuan, sehingga menyerupai penis. (Siti Wasilah,2008)

Suatu keadaan tidak terdapatnya kesesuaian karakteristik yang menentukan jenis kelamin
seseorang, atau bisa juga disebutkan sebagai seseorang yang mempunyai jenis kelamin ganda
(ambiguous genitalia). Genitalia meragukan adalah kelainan yang menyebabkan jenis kelamin
tidak sesuai dengan klasifikasi tradisional laki-laki atau perempuan. Dicurigai ambigius
genitalia apabila alat kelamin kecil disebut penis terlalu kecil sedangkan klitoris terlalu besar,
atau bilamana skrotum melipat pada garis tengah sehingga tampak seperti labia mayora yang
tidak normal dan gonad tidak teraba. Namun harus diketahui bahwa semua ambigius genitalia
pada bayi baru lahir mengakibatkan tampilan genital yang meragukan, misalnya hipospadia,
genitalnya jelas mengalami malformasi walaupun jenis kelamin tidak diragukan lagi adalah
laki- laki.
2.3 Etiologi
Penyebab penyakit genetalia ganda, terbanyak oleh karena kelainan genetik, namun
pengaruh lingkungan terutama penggunaan obat-obat hormonal pada masa kehamilan
merupakan salah satu yang diduga. Pemakaian obat-obat hormonal yang tidak diperlukan,
semestinya dipertimbangkan dengan hati-hati pada ibu hamil karena dapat mengakibatkan
ambiguitas seksual pada bayi perempuan dengan kromosom 46,XX. Penyebab terjadinya
genetalia ganda untuk bayi laki-laki dan perempuan. Perlu diperhatikan bahwa faktor utama
dalam menentukan jenis kelamin seorang bayi adalah keberadaan kromosom Y yang
menentukan jenis kelamin laki- laki. Jika pada sel janin terdapat kromosom Y, maka janin
tersebut akan menjadi perempuan.

Normalnya laki-laki akan memilki 22 pasang kromosom tubuh dan 1 pasang kromosom
sex atau kelamin yaitu XY. Sedangkan perempuan akan memilki 22 pasang autosom dan 1
pasang kromosom sex yaitu XX. Sindrom klinefelter terjadi ketika seorang laki-laki
mengalami kelebihan kromosom X sehingga menjadi XXY. Sedangkan sidrom turner terjadi
ketika perempuan kekurangan kromosom X sehinggan menjadi XO. (Marpaung,2018).

2.4. Gejala dan Tanda


Genetalia ganda dapat dinilai sejak pertama kali bayi dilahirkan. Terkadang,
genetalia ganda dapat dicurigai sebelum kelahiran saat dilakukan pemeriksaan penunjang
tertentu. Beberapa gejala dan tanda antara lain :

 Pada bayi yang memiliki struktur genetik perempuan (dengan dua kromosom X) :
Benjolan yang teraba seperti testis pada labia yang menutup, Klitoris yang membesar yang
dapat menyerupai penis, Labia yang tertutup atau labia disertai lipatan dan menyerupai
skrotum.

 Pada bayi yang memiliki struktur genetik laki-laki (dengan satu kromosom X dan satu
kormosom Y) : Skrotum yang tidak disertai testis dengan bentuk yang menyerupai labia
dengan atau tanpa adanya mikropenis atau penis yang berukuran sangat kecil, Tidak adanya
satu atau kedua testis pada struktur yang menyerupai skrotum, Ukuran penis yang sangat kecil
dengan ujung uretra mendekati skrotum, Uretra tidak terbentuk hingga ujung penis
(hipospadia).

2.5. Patofisiologi
Pemahaman terhadap diferensiasi seksual yang normal dan abnormal adalah penting untuk
memahami ambigus genitalia. Berikut adalah proses embriologi dan klasifikasi pada
ambiguous genitalia:
 Embriologi Diferensiasi Seksual
Penentuan fenotip seks di mulai dari seks genetik yangkemudian di ikuti oleh
kaskade: kromosom seksmenentukan seks gonad, akhirnya menentukan fenotipseks.
Tipe gonad menentukan diferensiasi atau regresiduktus internal (milleri dan wolfii).
Indentitas gendertidak hanya di tentukan oleh fenotip individu, tetapi jugaoleh
perkembangan otak natal dan prenatal.

 Diferensiasi gonad
Dalam bulan ke dua kehidupan fetus, gonad indeferen dipandu menjadi tetes
informasi genetik yang ada padalengan pendek kromosom Y disebut tetes
determiningfaktor (DTF) merupakan rangkaian 35-kbp dalamsubband 11,3, area ini
disebut daerah penentu seks padakromosom Y (SRY), bila mana daerah ini tidak ada
atauberubah, maka gonad dalam perkembangan tetes antaralain DAX I pada pada
kromosom X. SFI pada gq33,WTIpada 11p 13,SOX 9 pada 17q24-q25, dan AMH pada
19q13.

 Diferensiasi saluran internal


Perkembangan duktus internal pada akibat efek parakringonad ipsilateral.
Bila ada jaringan testis, maka ada 2subtansi produk internal laki-laki yaitu
testosteronsubstansi penghambat milleri (MIS) atau hormon antimilleri
(AMH).Testosteron di produksi sel leydig testis,merangsang duktus wolfi menjadi
epidimidis, vasdeferens dan vesikula seminalis. Struktur wolfi paling dekat dengan
sumber testosteron, duktus wolfi tidakberkembang seperti yang diharapkan bila testes
ataugonad disgenetik sehingga tidak memproduksitestosteron. Kadar testosteron lokal
yang tinggi pentinguntuk diferensiasi duktus wolfi namun pada fetusperempuan
androgen ibu saja yang tinggi tidak dapatmenyebabkan deferensiasi duktus internal
laki-laki, halini juga tidak terjadi pada bayi perempuan dengan congenital adrenal
hiperplasia (CAH).

 Deferensiasi genetalia eksternal


Genitalia kedua jenis kelamin masih identik sampai 7 minggu pertama masa
gestasi. Tanpa hormon endrogen(testosteron dan dihidrotestesteron-DHT),
genitaliaeksterna secara fenotip perempuan. Bila ada gonad laki-laki, diferensiasi
terjadi secara aktif setelah minggu ke-8menjadi fenotip laki-laki. Diferensi ini
dipengaruhi olehtestosteron, yang berubah menjadi DHT karenapengaruh enzim 5-alfa
reduktase dalam sitoplasma selgenitalia eksterna dan sinusurogenital. DHT di
berikandengan reseptor androgen dalam sitoplasma kemudianditranspor ke nukleus.
Menyebabkan translasi dantranskripsi material genetik. Akhirnya
menyebabkanperkembangan genetalia eksterna laki-laki normal.Kemudian pada fase
gestasi selanjutnya testosteronbertanggung jawab terhadap pertumbuhan falus
yangresponsif terhadap testosteron dan DHT. (Purwanti,2016).

2.6. Klasifikasi
Secara sederhana klasifikasi pada ambigus genitalia yaitu :
1. Wanita yang mengalami maskulinasi (female pseudohemaphroditism)
Female pseudohemaphroditism terbanyak disebabkan oleh CAH, hal ini seringkali
disebabkan ancaman abortus yang terjadi pada ibu hamil menyebabkan defisiensi
glukokortikoid dan mineralokortikoid. Kemungkinan kedua adalah defisiensi
aromatase yang disebabkan enzym aromatase pada plasenta tidak dapat melindungi
janin wanita dari efek androgen sirkukasi ibu. Dan kemungkinan ketiga adalah
produksi hormone pria berlebihan yang disebabkan oleh CAH yang membuat hormon
pria dengan konsentrasi yang tinggi masuk ke dalam plasenta via ibu.

2. Laki-laki yang sedikit mengalami maskulinasi (male pseudohemaphroditism)


Terjadi karena efek pembentukan testis misalnya pada penderita disgenesis gonad.
Disgenesis gonad dapat memberikan gambaran ambigus genitalia, yaitu bila
terjadi kerusakan dari fungsi sel leydig. Selain terjadinya defek pembentukan testis,
male pesudohermaphroditim dapat terjadi karena defek pada androgen biosintesis dan
resistensi terhadap androgen. Abnormalitas dari biosintesis androgen menyebabkan
produksi androgen dan pembentukan hormon teroid tidak mencukupi, sehingga
menyebabkan hypovirilisasi pada bayi laki-laki dengan manifestasi hipospadia
berat atau hanya mikropenis. Pada resistensi androgen dapat terjadi partial (PAIS)
ataupun secara komplit androgen insensitivitas (CAIS) sehingga kelainan yang tampak
berupa hypovirilisasi, ambigus genitalia atau hanya hipospadia.

3. Hermafrodit sejati (True hemaphroditism)


Hermafrodit sejati dapat ditemukan jaringan ovarium dan testes kombinasi keduanya
didalam gonad yang sama dan disebut sebagai ovotestis. Pada analisis kromosom 70%
dari kasus yang dilaporkan dijumpai 46,XX, sisanya dengan 46,XY,
campuran kromosom laki dan perempuan dengan kombinasi 46,XX/46,XY,
45,X/46,XY,
46,XX/47,XXY atau 46,XY/47,XXY.

Sekitar 2/3 dari total kasus true hemaphroditism dibesarkan sebagai laki-laki.
Meskipun demikian alat genital luar pada penderita kelainan ini biasanya
ambigus atau predominan wanita dan disertai pertumbuhan payudara saat pubertas.
Jika pasien memiliki jenis kelamin pria, rekontruksi genital dan pemotongan gonad
selektif menjadi indikasi. Jika jenis kelamin wanita yang dipilih, tindakan bedah yang
dilakukan akan lebih menjadi sederhana. (Tifanny,2014).

2.7 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang sering didapatkan pada kasus genetalia ganda adalah :
 Krisis adrenal
 Depresi
 Gangguan orientasi seksual
 Keganasan
 Infertilitas
(Nuriah Iftitah,2014)

2.8 Diagnosis
1.Anamnsis
anamnesis meliputi semua gangguan endokrin pada ibu selama masa
kehamilan, derajat maturitas/ prematuritas umur kehamilan, ibu mengkonsumsi hormon
dari luar juga cara yang digunakan untuk membantu reproduksi dan atau konrasepsi
yang digunakan selama kehamilan. Riwayat keluarga digunakan untuk menskrining
beberapa kelainan urologi, kematian neonatal yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya,anomali organ genital, pubertas dini, amenorhea, infertilitas pada keluarga
dekat atau keterkaitan keluarga.

2. Pemeriksaan Fisik
Dimulai dari mencari kemungkinan adanya sindrom/ malformasi tertentu.
Genetalia eksterna diperiksa secara teliti untuk menunjukan derajat virilisasi. Ukuran
penis di ukur panjang penis teregang dan diameternya, ada tidaknya korda penis, lemak
prepubis yang berlebihan seringkali menutupi ukuran penis yang sesungguhnya.
Pada bayi baru lahir cukup bulan, panjang penis teregang harus berukuran sekurang-
kurangnya 2 cm. Harus dinilai sampai sejauh mana sinus urogenital telah menutup,
dengan mengidentifikasikan posisi meatus uretra eksterna, yang kadang-kadang
perlu menunggu sampai bayi buang air kecil. Dicatat lipatan labioskrotal asimetris,
maka gonad seringkali dapat dipalpasi pada sisi yang lebih banyak mengalami virilisasi
dan sering didapatkan hernia inguinal. Harus dilakukan palpasi gonad pada masing-
masing sisi dengan jari tangan pemeriksa mengurut disepanjang garis kanalis inguinalis
kearah labium atau skrotum sedangkan tangan yang lain memegang sesuatu yang
mungkin gonad bila ada.

Genitalia eksterna pada lelaki adalah skrotum, penis, dan gland penis. Sedangkan
genitalia eksterna pada perempuan yaitu labia mayora, labia minora dan klitoris.
Pengelompokkan kriteria skema perubahan genitalia eksterna dari laki-laki ke
perempuan pada penderita ambigus genitalia berdasarkan 7 tingkatan sesuai dengan
gambar berikut :

Sumber : (Quigley scale)


Interpretasi Quigley stage :
 Grade 1 : normal maskulinisasi di dalam kandungan

 Grade 2 : gambaran eksternal laki-laki dengan defek yang ringan. Contohnya,


isolated hypospadia

 Grade 3 : gambar fenotip laki-laki dengan defek yang berat pada maskulinisasi.
Contohnya, penis yang kecil, perineoscrotal hypospadia, skrotum terbelah dan
atau crytochidism

 Grade 4 : ambiguitas genital yang berat dengan klitoris seperti phallus, adanya
lipatan labioscrotal, lubang tunggal pada perineum.

 Grade 5 : fenotip wanita dengan fusi pada bagian belakang labia dan klitoromegali

 Grade 6/7 : fenotip wanita (grade 6 bila ditemukan rambut pubis, grade 7 bila
tidak ditemukannya rambut pubis pada keadaan dewasa)

Tingkat verilisasi genitalis eksterna wanita dilakukan dengan pemeriksaan fisik


dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :
Sumber : ( BJU Internasional, 2004)

Interpretasi skala virilisasi genitalis eksterna :


 Grade I : genitalia eksterna dengan klitoromegali

 Grade II : klitoromegali dengan fusi parsial labia yang membentuk sinus


urigenital berbentuk corong

 Grade III : peningkatan pembesaran phallus, fusi labioscrotal komplit


membentuk sinus urigenital dengan satu lubang

 Grade IV : fusi scrotal komplit dengan pintu urigenital di dasar batang


phallus.

 Grade V : genitalia eksterna laki-laki normal

Untuk diagnosis banding dengan persiapan pengobatan, yang sangat penting adalah
temuan pada pemeriksaan fisik teraba satu atau dua gonad. Bila tidak teraba gonad, semua
kategori ini mungkin terjadi (pseudohemafrodit perempuan, pseudohemafrodit laki-laki,
disgenesis gonad, hermafrhodit murni). dari ke empat kemungkinan tersebut yang paling
sering adalah pseudohemafrodit perempuan, diikuti oleh disgenesis gonad campuran. Bila
gonad teraba maka kemungkinan besar adalah testes. jika satu gonad teraba, maka dapat
disingkirkan pseudohemafrodit perempuan dan disgenesis gonad murni, namun masih
mungkin disgenesis gonad campuran, hermafrodit murni dan pseudohemafrodit laki-laki.

Pasien harus diperiksa diruang yang hangat, terlentang posisi “frog leg” dengan kedua
kaki bebas. Bila gonad teraba , yang sangat penting adalah memeriksa ukuran, lokasi dan
tekstur kedua gonad. Yang juga harus dicatat adalah perkembangan dan pigmentasu
lekukan labioskrotal dan kelainan bawaan lain. Kelainan ukuran penis harus
didokumentasikan dengan ukuran lebar dan panjang penis teregang.
Untuk diagnosis banding dengan persiapan pengobatan, yang sangat penting adalah
temuan pada pemeriksaan fisik teraba satu atau dua gonad. Bila tidak teraba gonad, semua
kategori ini mungkin terjadi (pseudohemafrodit perempuan, pseudohemafrodit laki-laki,
disgenesis gonad, hermafrhodit murni). dari keempat kemungkinan tersebut yang paling
sering adalah pseudohemafrodit perempuan diikuti oleh disgenesis gonad campuran. Bila
gonad teraba maka kemungkinan besar adalah testes, jika satu gonad teraba, maka dapat
disingkirkan pseudohemafrodit perempuan dan disgenesis gonad murni, namun masih
mungkin disgenesis gonad campuran, hermafrodit murni dan pseudohemafrodit laki-laki.

Pasien harus diperiksa diruang yang hangat, terlentang posisi “frog leg” dengan kedua
kaki bebas. Bila gonad teraba , yang sangat penting adalah memeriksa ukuran, lokasi dan
tekstur kedua gonad. Yang juga harus dicatat adalah perkembangan dan pigmentasu
lekukan labioskrotal dan kelainan bawaan lain. Kelainan ukuran penis harus
didokumentasikan dengan ukuran lebar dan panjang penis teregang. Harus dideskripsikan
posisi meatus uretra eksterna dan ada tidaknya korda dan bila ada jumlah orifisium. Yang
sangat penting dicari adanya uterus pada pemeriksaan fisik, yang dapat teraba denggan jari
pada pemeriksaan colok dubur.

3. Pemeriksaan laboratorium dan pencitraan


Genitalia internal pada lelaki yaitu vasa deferens, vesikula seminalis dan epididimus,
sedangkan genitalia internal pada perempuan yaitu tuba falopi, uterus, dan sepertiga bagian
atas vagina. Modalitas utama radiologi untuk memeriksa bagian internal dari genitalia
adalah USG.
Selain genitalia interna, USG juga dapat mengidentifikasi kelenjar adrenal yang
mengalami perubahan karena CAH merupakan penyebab paling sering ambigus genitalia
pada bayi. CAH merupakan penyebab paling sering ambigus genitalia pada bayi baru lahir,
maka skrining biokimia untuk penyakit ini harus dilakukan pada bayi yang mengalami
maskulinisasi simetris dengan gonad tidak teraba. Analis kromosom harus dilakukan pada
pemeriksaan awal, umumnya hasil dapat diperoleh dalam waktu 72 jam dengan teknik
standar. Apabila telah ditetapkan diagnosis CAH, maka tes diagnosis lebih lanjut tidak perlu
dilakukan.
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan genetalia ganda meliputi penentuan jenis kelamin (sex assessment),
pola asuh seksual (sex rearing), pengobatan hormonal, koreksi secara pembedahan, dan
psikologis. Oleh karena itu pelibatan multi-disiplin ilmu harus sudah dilakukan sejak tahap
awal diagnosis yang meliputi bidang : Ilmu Kesehatan Anak, Bedah Urologi, Bedah plastik,
Kandungan dan Kebidanan, Psikiatri, Genetika klinik, Rehabilitasi medik, Patologi klinik,
Patologi anatomi, dan Bagian hukum Rumah Sakit/Kedokteran forensik.

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan :


1) Potensi fertilitas
2) Kapasistas fungsi seksual
3) Fungsi endokrin.
4) Perubahan keganasan
5) Testosteron imprinting dan waktu saat pembedahan
6) Faktor psikoseksual: gender identity (identitas gender), gender role (peran gender)
dangender orientation (orientasi gender)
7) Aspek kultural
8) Informed consent dari keluarga.

2.10 Pengobatan
1) Pengobatan Endokrin
Bila pasien menjadi laki-laki, maka tujuan pengobatan endokrin adalah mendorong
perkembangan maskulinisasi dan menekan berkembangnya tanda-tanda seks feminisasi
(membesarkan ukuran penis, menyempurnakan distribusi rambut dan masa tubuh) dengan
memberikan testosteran. Bila pasien menjadi perempuan, maka tujuan pengobatan adalah
mendorong secara simultan perkembangan karakteristik seksual kearah feminin dan
menekan perkembangan maskulin ( perkembangan payudara dan menstruasi yang dapat
timbul pada beberapa individu setelah pengobatan estrogen).

Pada CAH diberikan glukokortikoid dan hormon untuk retensi garam. Glukokortikoid
dapat membantu pasien mempertahankan reaksi bila terjadi stres fisik dan menekan
perkembangan maskulinisasi pada pasien perempuan. Pengobatan dengan hormon seks
biasanya mulai diberikan pada saat pubertas dan glukokortikoid dapat diberikan lebih awal
bila dibutuhkan, biasanya dimulai pada saat diagnosis ditegakkan. Bilamana pasien
diberikan hormon seks laki-laki, hormon seks perempuan atau glukokortikoid. Maka
pengobatan harus dilakukan selama hidup. Misalnya, hormon seks laki-laki dibutuhkan
pada saat dewasa untuk mempertahankan karakteristik maskulin, hormon seks perempuan
untuk mencegah osteoporosis dan penyakit kardiovaskuler, dan glukokortikoid untuk
menecegah hipoglikemi dan penyakit-penyakit yang menyebabkan stres.
2) Pengobatan Pembedahan
Tujuan pembedahan rekonstruksi pada genitalia perempuan adalah agar mempunyai
genitalia eksterna feminin, sedapat mungkin seperti normal dan mengkoreksi agar fungsi
seksualnya normal. Tahap pertama adalah mengurangi ukuran klitoris yang
membesar dengan tetap mempertahankan persyarafan pada klitoris, dan menempatkannya
tidak terlihat seperti posisi pada wanita normal. Tahap kedua menempatkan vagina keluar
agar berada diluar badan daerah bawah klitoris. Tahap pertama biasanya dilakukan pada
awal kehidupan. Sedangkan tahap kedua mungkin lebih berhasil bilamana dilakukan pada
saat pasien siap memulai kehidupan seksual.

Pada laki-laki, tujuan pembedahan adalah meluruskan penis dan merubah letak
uretra yang tidak berada di tempat normal ke ujung penis. Hal ini dapat dilakukan pada
satu tahapan saja. Namun demikian, pada banyak kasus hal ini harus dilakukan lebih dari
satu tahapan , khususnya bilamana jumlah jaringan kulit yang dapat digunakan terbatas,
lelukan pada penis terlalu berat dan semua keadaan-keadaan tersebut bersamaan sehingga
mempersulit teknik operasi.

Bilamana pengasuhan seks sudah jelas kearah perempuan, bilamana pembukaan vagina
mudah dilakukan dan klitoris tidak terlalu besar, maka rekonstruksi vagina dapat dilakukan
pada awal kehidupan tanpa koreksi klitoris. Bilamana maskulisasi membuat klitoris sangat
besar dan vagina tertutup, maka dianjurkan untuk menunda rekonstruksi vagina sampai usia
remaja.

3) Pengobatan Psikologis
Sebaiknya semua pasien genetalia ganda dan anggota keluarganya harus
dipertimbangkan untuk diberikan konseling. Konseling dapat diberikan oleh ahli endokrin
anak, psikolog, ahli psikiatri, ahli agama, konselor genetik atau orang lain dimana anggota
keluarga lebih dapat berbicara terbuka. Yang sangat penting adalah bahwa yang
memberikan konseling harus sangat femilier dengan hal-hal yag berhubungan dengan
diagnosis dan pengelolaan interseks. Sebagai tambahan, sangat membantu bilamana
konselor mempunyai latar belakang terapi seks atau konseling seks.

Topik yang harus dibeikan selama konseling adalah : pengetahuan tentang keadaan anak
dan pengobatannya, infertilitas, orientasi seks, fungsi seksual dan konseling genetik.
Bilamana pada suatu saat disepanjang hidupnya, pasien dan orangtuanya mempunyai
masalah dengan topik tersebut, maka dianjurkan untuk berkonsultasi.
2.11 Pencegahan
Untuk langkah pencegahan sebaiknya dimulai dari masa prenatal. Menurut suatu
penelitian oleh New York Presbyterian Hospital-Well Cornell Medical Center, kandungan
yang beresiko tinggi terhadap genetalia ganda dapat diberikan suntikan dexamethasone
pada masa kehamilan anatara 9-11 minggu. Tujuannya adalah untuk membantu diferensiasi
dari genitalia eksterna dan sinus urogenital pada minggu ke-9 kehamilan. Penyuntikan
dexamethasone juga berfungsi untuk mencegah proses virilisasi pada bayi perempuan dan
dapat digunakan sebagai bahan diagnostik saat kehamilan trimester II untuk menilai
kadar
17-OHP dalam cairan amniotik. Manfaatnya dibandingkan dengan hidrokortison sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan karena dexamethasone bisa melewati sawar
plasenta dan tidak berikatan dengan reseptor globulin-kortikosteroid yang merubah bentuk
dari semua kortikosteroid manjadi kortison yang bersifat inaktif.

Selain itu, penjagaan rutin atau ‘’antenatal care’’ pada saat kehamilan sangat
dititikberatkan karena beberapa kasus genetalia ganda adalah akibat dari kelainan
yang terjadi saat kehamilan sehingga pada saat ibu hamil tidak mendapat pelayanan
antenatal hampir semua kasus genetalia ganda tidak dapat dideteksi. Pelayanan antenatal
minimal berkunjung 4 kali ke pusat penjagaan ibu dan anak untuk check-up rutin yaitu satu
kali pada trimester I, satu kali pada trimester II, dan dua kali pada trimester III. Ibu-ibu
hamil juga sebaiknya diedukasi untuk tidak mengonsumsi obat-obat yang bersifat
teratogenik karena bisa menyebabkan mutasi pada fetus dan menjaga pemakanan saat
kehamilan dengan memberbanyak minum susu, makan buah-buahan dan sayur-sayuran.
BAB III
PENUTUPAN

3.1 KESIMPULAN

Genetalia ganda adalah suatu keadaan tidak terdapatnya kesesuaian karakteristik yang
menentukan jenis kelamin seseorang, atau bisa juga disebutkan sebagai seseorang
yang mempunyai jenis kelamin ganda. kelainan yang menyebabkan jenis kelamin tidak
sesuai dengan klasifikasi tradisional laki-laki atau perempuan. Dicurigai genetalia ganda
apabila alat kelamin kecil disebut penis terlalu kecil sedangkan klitoris terlalu besar, atau
bilamana skrotum melipat pada garis tengah sehingga tampak seperti labia mayora yang
tidak normal dan gonad tidak teraba. Namun harus diketahui bahwa semua ambigius
genitalia pada bayi baru lahir mengakibatkan tampilan genital yang meragukan.

Pada pasien genetalia ganda dapat diterapi. Bila pasien menjadi laki-laki, maka tujuan
pengobatan endokrin adalah mendorong perkembangan maskulisasi dan menekan
berkembangnya tanda-tanda seks feminisasi dengan memberikan testosteron.

Bila pasien menjadi perempuan, maka tujuan pengobatan adalah mendorong secara
simultan perkembangan karakterisitik seksual ke arah feminism dan menekan
perkembangan maskulin.

Penatalaksanaan di bidang bedah dapat dilakukan tindakan pembedahan


rekonstruksi pada genitalia perempuan dengan tujuan memiliki genitalia eksterna feminine.
Pada laki-laki tujuan pembedahan rekonstruksi adalah meluruskan penis dan merubah letak
urethra yang tidak berada di tempat normal ke ujung penis.

Penatalaksanaan di bidang psikolog berupa konseling dapat diberikan oleh ahli endokrin
anak, psikolog, ahli psikiatri, ahli agama (ustadz, pastur, atau pendeta), konselor genetik
atau orang lain dimana anggota keluarga lebih dapat berbicara terbuka.

3.2 SARAN

Apabila ditemukan pasien genetalia ganda, segera bawa ke Puskesmas atau Rumah Sakit
terdekat untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut guna mengetahui jenis kelamin pasien
secara pasti.
DAFTAR PUSTAKA

Purwanti, A. (2016). " Disorder of Sex Development": Problem yang Dihadapi Di


Indonesia. Medica
Hospitalia: Journal of Clinical Medicine, 4(1).

Mirani, E., Juniarto, A. Z., & Faradz, S. M. (2010). Pengaruh Konseling Genetik
pada Tingkat Depresi terhadap Penentuan Gender Ambigus Genitalia. Sains
Medika, 2(1), 46-56.

Mirani, E. (2009). PENGARUH KONSELING GENETIK PADA TINGKAT


KECEMASAN DAN DEPRESI TERHADAP PENENTUAN GENDER AMBIGUS
GENITALIA THE EFFECT OF GENETICS COUNSELING ON DEPRESSION AND
ANXIETY LEVEL IN GENDER ASSIGNMENT FOR AMBIGUOUS GENITALIA
(Doctoral dissertation, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro).

Aswad, M. N. H. (2016). Kajian Yuridis terhadap Keputusan Pengadilan Negeri tentang


Penetapan Status Kelamin Seseorang yang Berkelamin Ganda (Ambiguous Genetalia)
(Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar).

Barizi, A. H. F. (2019). PENGARUH GENITALIA AMBIGU TERHADAP


PENYIMPANGAN ORIENTASI SEKSUAL PASIEN DENGAN CONGENITAL ADRENAL
HYPERPLASIA (CAH) DI KOMUNITAS KAHAKI MALANG RAYA (Doctoral
dissertation, University of Muhammadiyah Malang).

Wasilah, S. (2008). ABNORMALITAS KROMOSOM YPADA PENDERITA AMBIGUS


GENITALIA Y CHROMOSOME ABNORMALITY IN PATIENTS WITH AMBIGUOUS
GENITALIA (Doctoral dissertation, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro).

Wasilah, S., Winarni, T. I., & Susanto, R. (2008). Y CHROMOSOME


ABNORMALITY IN PATIENTS WITH AMBIGUOUS GENITALIA (Doctoral
dissertation, Genetic conseling).

SYAUQIWIJAYA, N., Maritska, Z., & Prananjaya, B. A. (2018). FAKTOR RISIKO


PASIEN DISORDERS OF SEX DEVELOPMENT (DSD) DI RUMAH SAKIT UMUM
PUSAT DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG PERIODE 2013-2017 (Doctoral
dissertation, Sriwijaya University).
MI, N. (2003). Prevention Of Ambiguous Genitalia By Prenatal Treatment With Dexamethasone
In Pregnacies At Risk With Congenital Adrenal Hyperplasia. New York Presbyterian Hospi

Anda mungkin juga menyukai