Anda di halaman 1dari 4

2.

Perubahan Fisik pada Masa Dewasa tengah/madya

Menurut Hurlock (1980), baik pria maupun wanita selalu terdapat ketakutan, dimana
penampilannya pada masa ini akan menghambat kemampuannya untuk
mempertahankan pasangan mereka, atau mengurangi daya tarik lawan jenis.

Selain itu, sebuah penelitian dalam Nowark (1977) sebagaimana yang dikutip oleh Jhon
F. Santrock (1995), menemukan bahwa perempuan berusia dewasa madya lebih
memfokuskan perhatiannya pada daya tarik wajah dari pada perempuan yang lebih
muda atau tua. Dalam penelitian ini, wanita dewasa madya lebih mungkin menganggap
tanda-tanda penuaan sebagai pengaruh negatif terhadap penampilan fisiknya.

2. Kognisi pada dewasa Tengah

Pada tahap ini perkembangan intelektual dewasa sudah mencapai titik akhir puncaknya
yang sama dengan perkembangan tahap sebelumnya (tahap pemuda). Semua hal
yang berikutnya sebenarnya merupakan perluasan, penerapan, dan penghalusan dari
pola pemikiran ini.

Orang dewasa mampu memasuki dunia logis yang berlaku secara mutlak dan universal
yaitu dunia idealitas paling tinggi. Orang dewasa dalam menyelesaikan suatu masalah
langsung memasuki masalahnya. Ia mampu mencoba beberapa penyelesaian secara
konkrit dan dapat melihat akibat langsung dari usaha-usahanya guna menyelesaikan
masalah tersebut.

Orang dewasa mampu menyadari keterbatasan baik yang ada pada dirinya (baik fisik
maupun kognitif) maupun yang berhubungan dengan realitas di lingkungan hidupnya.

Orang dewasa dalam menyelesaikan masalahnya juga memikirkannya terlebih dahulu


secara teoritis. Ia menganalisis masalahnya dengan penyelesaian berbagai hipotesis
yang mungkin ada. Atas dasar analisanya ini, orang dewasa lalu membuat suatu
strategi penyelesaian secara verbal. Yang kemudian mengajukan pendapat- pendapat
tertentu yang sering disebut sebagai proporsi, kemudian mencari sintesa dan relasi
antara proporsi yang berbeda-beda tadi.

2. Perkembangan Sosial - Emosional pada masa dewasa tengah

a) Masa dewasa madya merupakan periode yang ditakuti dilihat dari seluruh kehidupan
manusia.

b) Masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita
meninggalkan ciri-ciri jasmani dan prilaku masa dewasanya dan memasuki suatu
periode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan prilaku yang baru.

c) Masa dewasa madya adalah masa berprestasi. Menurut Erikson, selama usia madya
ini orang akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka berhenti (stagnasi).
d) Pada masa dewasa madya ini perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan
dengan masa sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan perhatiannya terhadap
agama ini dilandasi kebutuhan pribadi dan sosial.

Perkembangan Psikososial pada Masa Dewasa Madya


Erikson menekankan teori pada pengaruh sosial terhadap perkembangan individu. Beliau
menekankan pada konflik-konflik yang dihadapi individu, yang berada dalam 2 titik (positif dan
negatif), yang menimbulkan krisis. Terselesainya suatu krisis akan berpengaruh baik dalam
perkembangan individu, jika krisis tidak terselesaikan maka yang terjadi adalah sebaliknya.
Menurut Erikson, masa dewasa madya berada dalam tahapan “generativity versus stagnation”.
Krisis yang dihadapi individu pada masa ini adalah membantu orang lain dalam keluarganya,
pengabdian masyarakat, dan manusia pada umumnya. Pengalaman masa lalu akan membuat
individu dapat berkarya bagi masyarakat. Jika pengalaman sebelumnya negatif, maka individu
akan terkurung dalam kebutuhannya sendiri (Hurlock, 2003).
Masa dewasa madya ini berkisar antara usia 40-60 tahun. Pada umumnya manusia pada
periode ini sudah mapan, berkeluarga, dan memiliki anak. Untuk manusia yang berkarir,
periode ini merupakan periode puncak keberhasilan dimana manusia dapat mempengaruhi
orang lain. Fisiknya sudah tidak sekuat periode sebelumnya dan seringkali penyakit fisik
muncul. Pada wanita di periode ini (sekitar usia 50 tahun) akan mengalami menopause, dan
laki-laki (sekitar usia 60 tahun) akan mengalami climacteric syndrome (Hurlock, 2003).

Dewasa Madya dalam Keluarga


Di luar keluarga inti, kakek dan nenek merupakan sosok terpenting dalam kebanyakan
keluarga. Kakek dan nenek memengaruhi cucu secara langsung ketika mereka berperan
sebagai pengasuh, teman bermain, dan pencerita sejarah keluarga yang mewariskan informasi
yang memperkuat rasa keberlanjutan generasi. Mereka merupakan pengaruh langsung ketika
mereka bertindak sebagai mentor bagi cucu mereka dan ketika mereka bernegosiasi antara
orangtua dan anak. Mereka memengaruhi cucunya secara tidak langsung ketika mereka
memberikan dukungan psikologis dan materi pada orangtua, yang kemudian mendapat lebih
banyak sumber daya dalam pengasuhan. Karena keluarga kaum minoritas berinteraksi lebih
banyak dengan keluarga besar, banyak informasi mengenai peran kakek dan nenek dalam
keluarga tersebut tersedia dibandingkan dengan keluarga lainnya. Keluarga besar mencakup
salah satu atau kedua kakek dan nenek. Nenek membantu keluarga menjaga dan mengasuh
anak dengan cara yang tidak terlalu terstruktur dan lebih spontan ketika hanya ada dua gene-
rasi. Peran kakek tergantung pada apakah salah satu orangtua atau keduanya tinggal di rumah
(Brooks, 2011).
Biasanya, kontak antara kakek, nenek, dan cucunya bervariasi tergantung pada usia,
kesehatan, dan kedekatan dengan kakek dan nenek. Kakek dan nenek biasanya menengok
cucunya satu atau beberapa kali dalam sebulan. Meski beberapa penelitian menunjukkan
bahwa hanya persentase kecil kakek dan nenek yang menikmati hubungan yang dekat dan
memuaskan dengan cucunya, banyak penelitian lain yang menunjukkan bahwa orang dewasa
muda biasanya dekat dengan kakek dan neneknya (rata-rata nilai 4 dalam skala 5 mengenai
kedekatan emosional) dan bahwa ikatan kakek, nenek, dan cucunya terus menguat secara
mengejutkan hingga tahapan dewasa (Brooks, 2011).
Kedekatan geografis merupakan hal terpenting dalam menjaga hubungan tersebut. Ketika
kakek dan nenek tinggal berdekatan, kontak secara alamiah akan meningkat. Ketika kakek dan
nenek cukup muda dan sehat untuk beraktivitas, cucu merasakan kedekatan karena ada
kebahagiaan yang dibagi. Di saat yang sama, ketika kakek dan nenek sudah tua dan tidak
terlalu sehat, cucu merasa dekat karena dapat membantu mereka. Gender memainkan peranan
penting dalam hubungan ini. Nenek cenderung terlibat dengan cucunya dibandingkan kakek,
dan mereka turut memainkan peran penting dalam kesejahteraan anak. Penelitian antropologis
yang dipresentasikan dalam konferensi internasional mengenai nenek menunjukkan bahwa
keterlibatan nenek dan kerabat wanita yang sudah tua memperkuat kehidupan cucunya. Dalam
satu penelitian, hadirnya nenek dari pihak ibu meningkatkan ketahanan masa kecil anak usia 6
tahun sebanyak 96 persen. Ketahanan tanpa nenek ialah 83 persen. Kehadiran nenek dari
pihak ayah tidak mengubah rata-rata ketahanan masa kecil (Brooks, 2011).
Ketika cucu masih sangat kecil, mereka melihat kakek dan nenek sebagai sumber kesenangan
dan hadiah. Ketika cucu berada di sekolah dasar, mereka mencari kakek dan nenek untuk
berbagi kegiatan yang menyenangkan, dan pada usia awal remaja, mereka juga senang
berbagi kegiatan bersama kakek dan nenek. Cucu sering melihat kakek dan nenek sebagai
sosok yang lebih sabar dan lebih memahami dibandingkan orangtua, dan kakek nenek pun
mencoba memenuhi harapan tersebut. Mereka menjadi sosok pendukung cucunya, bukan
sosok pengganggu kritis. Kakek dan nenek dapat menjadi dekat saat adanya perubahan dalam
keluarga dan berperan sebagai orang kepercayaan dan pendamping anak (Brooks, 2011).

Usia madya merupakan masa sepi sehingga disebut dengan fase “sarang kosong “ akibatnya
orang tua pada masa ini mengalami sindrom sarang kosong.Perubahan yang muncul akibat sindrom
sarang kosong yaitu melakukan penyesuaian terhadap perubahan peran ( yang dulunya anggota
keluarga lengkap menjadi berkurang seperti keadaaan anak yang menikah dll).Dampak psikologinya
yaitu perasaan cemas,sedih,depresi atau kehilangan.Penyesuaian yang tepat dan efektif pada masa ini
akan berpengaruh pada usia lanjut. Hurlock (1980) mengungkapkan bahwa penyesuaian diri
merupakan salah satu faktor penyebab munculnya kecemasan.

Karir dan kerja


1) Perubahan kondisi bekerja yang mempengaruhi pekerja usia madya
2) Kondisi yang mempengaruhi penyesuaian pekerjaan pada usia madya
3) Kondisi yang menunjang kepuasan kerja pada usia madya
1. Apa definisi masa dewasa tengah atau biasa disebut usia madya?
2. Apa saja karakteristik (ciri khas) dari usia dewasa tengah(usia madya)?
3. Berapakah perubahan yang muncul pada dewasa madya?
4. Bagaimana kondisi usia madya dapat merumitkan penyesuaian diri terhadap
perubahan pola keluarga dan pekerjaan ?
5. Bagaimana kondisi yang mempersulit penyesuaian diri dengan pasangan anak-anak
pada usia madya?
6. Apa yang akan terjadi pada orang dewasa madya pada penyesuaian diri dengan ambang
pensiun ?
7. Apa alasan yang mendasari usia madya dapat disebut sebagai “Tahap Mengecilnya
Daur Keluarga”?
8. Bagaimana Analisis kelompok terhadap relevansi tahap perkembangan dengan kondisi
saat ini?

(Nurwijayanti, Qomarullah, and Iqomh 2020)Nurwijayanti, Andriyani Mustika, Ridaya Sis Qomarullah,
and Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh. 2020. “Status Psikososial Berhubungan Dengan Kualitas
Hidup Lansia.” Jurnal Keperawatan 12(4): 661–72.

(Kiik, Sahar, and Permatasari 2018)Kiik, Stefanus Mendes, Junaiti Sahar, and Henny
Permatasari. 2018. “Peningkatan Kualitas Hidup Lanjut Usia (Lansia) Di Kota Depok
Dengan Latihan Keseimbangan.” Jurnal Keperawatan Indonesia 21(2): 109–16.
(Mendoko, Katuuk, and Rompas 2016)Mendoko, Febriyanti, Mario Katuuk, and Sefti Rompas.
2017. “Perbedaan Status Psikososial Lanjut Usia Yang Tinggal Di Panti Werdha Dengan
Lansia Yang Tinggal Di Keluarga Di Minahasa Utara.” e-Journal Keperawatan (e-Kp) 5(1):
6–9.

Anda mungkin juga menyukai