Anda di halaman 1dari 51

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PERUBAHAN KOGNITIF

Untuk memenuhi tugas mata ajar keperawatan Gerontik

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 6

AULIA RAHMANITA 20200910170005


DIAH AYU PITALOKA 202009101700
ENY SAYEKTININGSIH 20200910170016
I GEDE YOGI 20200910170072
IVAN BAGUS 20200910170024
KHOIRIN NIDA 20200910170025
REIZA PAHLAWAN 202009101700
RANI NOVAYANTI 202009101700
VABELA SYIFA 20200910170038

TINGKAT :
II TRANSFER B

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA


PROGRAM S1 TRANSFER B
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Perubahan Kognitif”dengan baik dan tepat pada waktunya.
Dengan adanya penyusunan makalah ini, diharapkan dapat membantu proses
pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca mengenai Hidrochepalus

Dalam penyusunan makalah ini, masih jauh dari kata sempurna karena masih banyak
kekurangan dan hambatan, namun berkat kerjasama dan dukungan dari teman-teman dan
bimbingan dari dosen pembimbing mata ajar, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak atas bantuan,
dukungan dan kerjasama yang baik serta doa nya
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca dan dapat
mengetahui tentang “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Perubahan Kognitif”. Kami mohon
maaf apabila makalah ini mempunyai banyak kekurangan, karena keterbatasan penulis yang
masih dalam tahap pembelajaran. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang
sifatnya membangun, sangat diharapkan oleh kami dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Semoga makalah sederhana ini bermanfaat bagi pembaca maupun kami.

08 Maret 2021

Kelompok

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG...............................................................................................
RUMUSAN MASALAH...........................................................................................
TUJUAN PEMBAHASAN.......................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI


.............................................................................................................................................
....................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
....................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
....................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................

BAB III KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


.............................................................................................................................................

BAB IV STUDI KASUS


KESIMPULAN ...................................................................................................................
SARAN..............................................................................................................................
DAFTARPUST

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Salah satu kemajuan suatu bangsa dipandang dari usia harapan


hidup yang meningkat pada lansia. Data WHO pada tahun 2009
menunjukan lansia berjumlah 7,49% dari data populasi , Tahun 2011
menjadi 7,69% pada tahun 2013 populasi lansia sebesar 8,1% dari total
populasi. Dan di Indonesia tahun 2014 mencapai 18 juta jiwa dan
diperkirakan akan meningkat menjadi 41 juta jiwa di tahun 2035 serta
lebih dari 80 juta jiwa di tahun 2050. Tahun 2050, satu dari empat
penduduk Indonesia adalah penduduk lansia dan lebih mudah menemukan
penduduk lansia dibandingkan bayi atau balita.

Lanjut usia pasti mengalami masalah kesehatan yang diawali


dengan kemunduran selsel tubuh, sehingga fungsi dan daya tahan tubuh
menurun serta faktor resiko terhadap penyakit pun meningkat. Masalah
kesehatan yang sering dialami lanjut usia adalah malnutrisi, gangguan
keseimbangan, kebingungan mendadak, termasuk, beberapa penyakit
sepeti hipertensi, gangguan pendengaran, penglihatan dan demensia.

Prevalensi demensia terhitung mencapai 35,6 juta jiwa di dunia.


Angka kejadian ini diperkirakan akan meningkat dua kali lipat setiap
20 tahun, yaitu 65,7 juta pada tahun 2030 dan 115,4 juta pada tahun 2050
(Alzheimer’s Disease International, 2009). Peningkatan prevalensi
demensia mengikuti peingkatan populasi lanjut usia (lansia). Berdasarkan
data tersebut dapat dilihat terjadi peningkatan prevalensi demensia setiap
20 tahun.

Deklarasi Kyoto menyatakan tingkat prevalensi dan insidensi


demensia di Indonesia menempati urutan keempat setelah China, India,
dan Jepang (Alzheimer’s Disease International, 2006). Data demensia di
Indonesia pada lanjut usia (lansia) yang berumur 65 tahun ke atas adalah
5% dari populasi lansia (Tempo, 2011). Prevalensi demensia meningkat
menjadi 20% pada lansia berumur 85 tahun ke atas. Kategori lanjut usia

4
penduduk berumur tahun ke atas angka lansia di Indonesia pada tahun
2000 sebanyak 11,28 juta. Jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi 29
juta jiwa pada tahun 2020 atau 10 persen dari populasi penduduk (Tempo,
2011).

Berdasarkan data yang diperoleh di UPT Panti Sosial


Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung, Kupang sebanyak 87 pada
tahun 2017 orang dengan jumlah laki-laki sebanyak 32 orang dan
perempuan 50 orang. Lansia yang mengalami demensia sebanyak
demensia berat 2 orang, demensia sedang 21 orang, demensia ringan 12
orang. (UPTD Budi Agung Kupang) Gangguan kognitif merupakan
kondisi atau proses patofisiologis yang dapat merusak atau mengubah
jaringan otak mengganggu fungsi serebral, tanpa memperhatikan
penyebab fisik, gejala khasnya berupa kerusakan kognitif, disfungsi
perilaku dan perubahan kepribadian (Copel, 2007). Gangguan kognitif
erat hubungannya dengan fungsi otak, karena kemampuan pasien untuk
berpikir akan dipengaruhi oleh keadaan otak. Gangguan kognitif antara
lain delirium dan demensia (Azizah, 2011).

Demensia terjadi karena adanya gangguan fungsi kognitif. Fungsi


kognitif merupakan proses mental dalam memperoleh pengetahuan atau
kemampuan kecerdasan, yang meliputi cara berpikir, daya ingat,
pengertian, serta pelaksanaan (Santoso & Ismail, 2009). Demensia juga
berdampak pada pengiriman dan penerimaan pesan. Dampak pada
penerimaan pesan, antara lain: lansia mudah lupa terhadap pesan yang
baru saja diterimanya; kurang mampu membuat koordinasi dan
mengaitkan pesan dengan konteks yang menyertai; salah menangkap
pesan; sulit membuat kesimpulan. Dampak pada pengiriman pesan, antara
lain: lansia kurang mampu membuat pesan yang bersifat kompleks;
bingung pada saat mengirim pesan; sering terjadi gangguan bicara; pesan
yang disampaikan salah (Nugroho, 2009).

Upaya yang dapat dilakukan oleh tenaga keperawatan untuk


mencegah penurunan fungsi kognitif pada lansia demensia yaitu dengan
terapi kolaboratif farmakologis dan terapi non farmakologis. Terapi
kolaboratif farmakologis yaitu donezepil, galatamine, rivastigmine, tetapi

5
masing- masing obat tersebut memiliki efek samping (Dewanto;
Suwono; Riyanto; Turana, 2009).

Terapi non farmakologis antara lain: terapi teka teki silang; brain
gym; p`uzzle; dan lain-lain. Terapi non farmakologis ini tidak memiliki
efek samping (Santoso & Ismail,2009).

Studi kasus yang pernah dilakukan menurut Musrifatul Uliyah,


Dkk yang berjudul hubungan usia dengan penurunan daya ingat
(demensia) pada lansia di panti sosial tresna werdha budi sejahtera
landasan ulin kota banjar baru kalimantan selatan menunjukkan sebagian
besar mengalami demnsia berat dengan usia (75-90) tahun dan
sebagian kecil demensia berat pada usia sangat tua (diatas 90 tahun).

Berdasarkan masalah yang telah diuraikan diatasi, maka penulis


tertarik untuk studi kasus tentang asuhan keperawatan pada lansia dengan
Demensia di UPT.

1.2. Tujuan Studi Kasus


1.2.1. Tujuan Umum
Tujuan umum Studi kasus untuk mengetahui proses pengkajian,
Analisa data, penegakan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan,
mendokumentasi dan evaluasi terhadap fungsi kognitif pada lansia
1.2.2. Tujuan Khusus
1) Mengetahui proses pengkajian fungsi kognitif pada lansia
dengan demensia sebelum diberikan terapi di Panti Werda Budi
Agunga Kupang.

2) Mengetahui proses Analisa data pada lansia dengan demensia di


Panti Wreda Budi Agunga Kupang.

3) Manpu menegakkan Diagnosa secara benar berdasarkan data


yang di kajian pada lansia degan demensia di Pabti Werda Budi
Agung Kupang.

4) Mampu merencanakan tindakan perawatan secara tepat pada

6
lansia dengan demensia di Pabti Werda Budi Agunga Kupang.

5) Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan sesuai dengan


masalah yang ditemukan pada lansia dengan demensia di Pabti
Werda Budi Agunga Kupang.

6) Melakukan Evaluasi terhadap tindakan keperawatan pada lansia


dengan demensia di Panti Werda Budi Agunga Kupang.

1.3. Manfaat Studi Kasus


1.3.1 Manfaat Teoritis
Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan ilmu terutama pada bagian ilmu gerontologi dan
keperawatan gerontik, sehingga para tenaga kesehatan dapat
mengetahui proses perawatan lansia dengan demesia secara benar.

1.3.2. Manfaat Praktisi


1) Bagi Lansia
Agar asuhan keperawatan yang diberikan kepada lansia dapat
bermanfaat untuk aktifitas sehari-hari pada lansia dengan demensia
2) Bagi Panti Werda Budi Agung
Memberikan informasi dan masukan secara objektif dalam
penanganan lansia demensia di panti
3) Bagi Perawat Gerontik
Dapat mengenal asuhan keperawatan lansia dan dapat menerapkan
asuhan keperawatan dengan baik, mempelajari kognitif lansia
Demensia.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Lansia

Lansia adalah seorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas baik pria
maupun wanita, yamg masih aktif beraktifitas yang bekerja maupun mereka
yang tidak berdaya untuk mencari nafka sendiri hingga bergantung pada
orang lain untuk menghidupi dirinya sendiri (Nugroho, 2006). Lansia adalah
seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua bukanlah suatu
penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan
perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh.

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho,
2006).

Keperawatan Gerontik adalah suatu bentuk pelayanan profesional


yang didasarkan pada ilmu dan kiat teknik keperawatan yang berbentuk bio-
psiko-sosio-spritual dan kultural yang holistik, ditujukan pada klien lanjut
usia, baik sehat maupun sakit pada tingkat individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.

2.2 Batasan Lansia


1). WHO yang lama dan yang baru
a. Yang lama
*. Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,
*. Usia tua (old) :75-90 tahun, dan
*. Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.

8
b. Yang baru:
* Setengah baya : 66- 79 tahun,

9
* Orang tua : 80- 99 tahun,
* Orang tua berusia panjang
2). Depkes RI (2005) batasan lansia dibagi menjadi tiga katagori,
a) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
b) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
c) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60
tahun ke atas dengan masalah kesehatan.

2.3 Teori Proses manua pada lansia


Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dati suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu, anak, deawasa, dan tua. Tiga
tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun secara psikologis. Memasuki
usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang
ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kuran jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat,
dan bentuk tubuh yang tidak proposional.

2.4 Ciri-ciri Lansia


1). Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran
pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam
melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran fisik,
akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka
kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
2). Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya
lansia yang lebih senang mempertahankan pendapatnya maka sikap
sosial di masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang

10
mempunyai tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial
masyarakat menjadi positif.
3). Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan, misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai
Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai ketua
RW karena usianya.
4). Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan
bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu
membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh : lansia
yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan
keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang
menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan
bahkan memiliki harga diri yang rendah.

2.4 Tujuan Keperawatan Gerontik


1). Membantu memahami individu terhadap perubahan di usia lanjut

2). Memoivasi masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan lansia 3).

3). Mengembalikan kemampuan melakukan aktifitas sehari-hari

4). Mempertahankan kesehatan serta kemampuan lansia dengan jalan perawatan


dan pencegahan.

5). Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau semangat


hidup klien lanjut usia.

6). Menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit atau mengalami
gangguan tertentu (kronis maupun akut).

7). Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan
diagnosa yang tepat dan dini apabila mereka menjumpai suatu kelainan
tertentu.

11
12
7) Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang
menderita usia penyakit/ gangguan, masih dapat mempertahankan
kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara
kemandirian secara maksimal).

2.5 Perkembangan Lansia


Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan
manusia di dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir kehidupan.
Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang akan
mengalami proses menjadi tua (tahap penuaan). Masa tua merupakan masa
hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami
kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat
melakukan tugasnya sehari-hari lagi (tahap penurunan).

Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup,


termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas
fungsional. Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan
degeneratif pada kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru- paru, saraf dan
jaringan tubuh lainnya. Dengan kemampuan regeneratif yang terbatas,
mereka lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan
dibandingkan dengan orang dewasa lain. Untuk menjelaskan penurunan pada
tahap ini, terdapat berbagai perbedaan teori, namun para ahli pada umumnya
sepakat bahwa proses ini lebih banyak ditemukan pada faktor genetik.

2.6 Permasalahan yang terjadi Lansia


1) Masalah fisik
Masalah yang hadapi oleh lansia adalah fisik yang mulai melemah, sering
terjadi radang persendian ketika melakukan aktivitas yang cukup berat,
indra pengelihatan yang mulai kabur, indra pendengaran yang mulai
berkurang serta daya tahan tubuh yang menurun, sehingga sering sakit.

13
2) Masalah kognitif ( intelektual )
Masalah yang hadapi lansia terkait dengan perkembangan kognitif, adalah
melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal (pikun), dan sulit untuk
bersosialisasi dengan masyarakat di sekitar.
3) Masalah emosional
Masalah yang hadapi terkait dengan perkembangan emosional, adalah rasa
ingin berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga tingkat perhatian
lansia kepada keluarga menjadi sangat besar. Selain itu, lansia sering
marah apabila ada sesuatu yang kurang sesuai dengan kehendak pribadi
dan sering stres akibat masalah ekonomi yang kurang terpenuhi.
4) Masalah spiritual
Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual, adalah
kesulitan untuk menghafal kitab suci karena daya ingat yang mulai
menurun, merasa kurang tenang ketika mengetahui anggota keluarganya
belum mengerjakan ibadah, dan merasa gelisah ketika menemui
permasalahan hidup yang cukup serius.

2.7 Tujuan Pelayanan Kesehatan Lansia


Pelayanan pada umumnya selalu memberikan arah dalam memudahkan
petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan sosial, kesehatan,
perawatan dan meningkatkan mutu pelayanan bagi lansia. Tujuan
pelayanan kesehatan pada lansia terdiri dari :
1) Mempertahankan derajat kesehatan para lansia pada taraf yang
setinggi-tingginya, sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.
2) Memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas-aktifitas fisik dan
mental.
3) Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lansia yang menderita
suatu penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan
kemandirian yang optimal.

4) Mendampingi dan memberikan bantuan moril dan perhatian pada


lansia yang berada dalam fase terminal sehingga lansia dapat
mengadapi kematian dengan tenang dan bermartabat. Fungsi
pelayanan dapat dilaksanakan pada pusat pelayanan sosial lansia, pusat

14
informasi pelayanan sosial lansia, dan pusat pengembangan pelayanan sosial
lansia dan pusat pemberdayaan lansia.

2.8 Prinsip Etika Pada Pelayanan Kesehatan Lansia


Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada lansia
adalah (Kane et al, 1994, Reuben et al, 1996) :
1). Empati:
Istilah empati menyangkut pengertian “simpati atas dasar pengertian
yang dalam”artinya upaya pelayanan pada lansia harus memandang
seorang lansia yang sakit dengan pengertian, kasih sayang dan memahami
rasa penderitaan yang dialami oleh penderita tersebut. Tindakan empati
harus dilaksanakan dengan wajar, tidak berlebihan, sehingga tidak
memberi kesan over protective dan belas-kasihan. Oleh karena itu semua
petugas geriatrik harus memahami peroses fisiologis dan patologik dari
penderita lansia.
2). Non maleficence dan beneficence.
Pelayanan pada lansia selalu didasarkan pada keharusan untuk
mengerjakan yang baik dan harus menghindari tindakan yang menambah
penderitaan (harm). Sebagai contoh, upaya pemberian posisi baring yang
tepat untuk menghindari rasa nyeri, pemberian analgesik (kalau perlu
dengan derivate morfina) yang cukup, pengucapan kata- kata hiburan
merupakan contoh berbagai hal yang mungkin mudah dan praktis untuk
dikerjakan.
3). Otonomi;
Suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk
menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginannya sendiri. Dalam
etika ketimuran, seringakali hal ini dibantu (atau menjadi semakin rumit )
oleh pendapat keluarga dekat. Jadi secara hakiki, prinsip otonomi
berupaya untuk melindungi penderita yang fungsional masih kapabel
(sedangkan non-maleficence dan beneficence lebih bersifat melindungi
penderita yang inkapabel). Dalam berbagai hal aspek etik ini seolah-olah
memakai prinsip paternalisme, dimana seseorang menjadi wakil dari orang
lain untuk membuat suatu keputusan (misalnya seorang ayah membuat
keputusan bagi anaknya yang belum dewasa).

15
2.9 Konsep Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Perubahan Kognitif
2.9.1 Pengkajian
1). Data subyektif:
Pasien mengatakan mudah lupa akan peristiwa yang baru saja
terjadi, dan tidak mampu mengenali orang, tempat dan waktu.
2). Data Obyektif:
Pasien kehilangan kemampuannya untuk mengenali wajah, tempat
dan objek yang sudah dikenalnya dan kehilangan suasana
keluarganya (belum spesifik), Pasien sering mengulang-ngulang
cerita yang sama karena lupa telah menceritakannya. Terjadi
perubahan ringan dalam pola berbicara; penderita menggunakan
kata-kata yang lebih sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak
tepat atau tidak mampu menemukan kata-kata yang tepat.

2.3.2 Keadaan Umum


1) Tingkat kesadaran: composmentis dengan nilai GCS 15 yang dihitung
dari linai E : 5 V:4 M: 6,tekanan darah sistolik/ diastolik 120/80
mmHg. BB: kg, TB : cm. postur tulang belakang lansia:
membungkuk, BB: 45 Kg, tinggi badan: 146 cm.
2) Identitas
Indentias klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa/latar
belakang kebudayaan, status sipil, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
3) Riwayat Psikososial Konsep diri
a) Gambaran diri, tressor yang menyebabkan berubahnya gambaran
diri karena proses patologik penyakit.
b) Identitas, bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan individu.
c) Peran, transisi peran dapat dari sehat ke sakit, ketidak sesuaian
antara satu peran dengan peran yang lain dan peran yang ragu
diman aindividu tidak tahun dengan jelas perannya, serta peran
berlebihan sementara tidak mempunyai kemmapuan dan sumber
yang cukup.
d) Ideal diri, keinginann yang tidak sesuai dengan kenyataan dan
kemampuan yang ada.

16
e) Harga diri, tidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga klien
merasa harga dirinya rendah karena kegagalannya.
4) Hubungan sosial
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang
disingkirkan atau kesepian, yang selanjutnya tidak dapat diatasi
sehingga timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi. Keadaan ini
menimbulkan kesepian, isolasi sosial, hubungan dangkal dan
tergantung.
5) Riwayat Spiritual
Keyakina klien terhadapa agama dan keyakinannya masih
kuat.a tetapi tidak atau kurang mampu dalam melaksnakan
ibadatnmya sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
6) Status mental
a) Penampilan klien tidak rapi dan tidak mampu utnuk merawat
dirinya sendiri.
b) Pembicaraan keras, cepat dan inkoheren.
c) Aktivitas motorik, Perubahan motorik dapat dinmanifestasikan
adanya peningkatan kegiatan motorik, gelisah, impulsif,
manerisme, otomatis, steriotipi.
d) Alam perasaan: klien nampak ketakutan dan putus asa.
e) Afek dan emosi.
Respon emosional klien mungkin tampak bizar dan tidak sesuai
karena datang dari kerangka pikir yang telah berubah. Perubahan
afek adalah tumpul, datar, tidak sesuai, berlebihan dan ambivalen
f) Interaksi selama wawancara
Sikap klien terhadap pemeriksa kurawng kooperatif, kontak mata
kurang.
7) Persepsi
Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman
emosional terhadap suatu obyek. Perubahan persepsi dapat terjadi
pada satu atau kebiuh panca indera yaitu penglihatan, pendengaran,
perabaan, penciuman dan pengecapan. Perubahan persepsi dapat
ringan, sedang dan berat atau berkepanjangan. Perubahan persepsi
yang paling sering ditemukan adalah halusinasi.

17
a) Proses berpikir
Klien yang terganggu pikirannya sukar berperilaku kohern,
tindakannya cenderung berdasarkan penilaian pribadi klien
terhadap realitas yang tidak sesuai dengan penilaian yang umum
terima. Penilaian realitas secara pribadi oleh klien
merupakanpenilaian subyektif yang dikaitkan dengan orang, benda
atau kejadian yang tidak logis (Pemikiran autistik). Klien tidak
menelaah ulang kebenaran realitas. Pemikiran autistik dasar
perubahan proses pikir yang dapat dimanifestasikan dengan
pemikian primitf, hilangnya asosiasi, pemikiran magis, delusi
(waham), perubahan linguistik (memperlihatkan gangguan pola
pikir abstrak sehingga tampak klien regresi dan pola pikir yang
sempit misalnya ekholali, clang asosiasi dan neologisme.
b) Tingkat kesadaran: Kesadaran yang menurun, bingung.
Disorientasi waktu, tempat dan orang.
c) Memori: Gangguan daya ingat sudah lama terjadi (kejadian
beberapa tahun yang lalu).
d) Tingkat konsentrasi Klien tidak mampu berkonsentrasi
e) Kemampuan penilaian Gangguan berat dalam penilaian atau
keputusan.
8) Kebutuhan klien sehari-hari
a) Tidur, klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau
duduk dan gelisah . Kadang-kadang terbangun tengah malam dan
sukar tidur kemabali. Tidurnya mungkin terganggu sepanjang
malam, sehingga tidak merasa segar di pagi hari.
b) Selera makan, klien tidak mempunyai selera makan atau makannya
hanya sedikit, karea putus asa, merasa tidak berharga, aktivitas
terbatas sehingga bisa terjadi penurunan berat badan.
c) Eliminasi
Klien mungkin tergnaggu buang air kecilnya, kadang- kdang lebih
sering dari biasanya, karena sukar tidur dan stres. Kadang-kadang
dapat terjadi konstipasi, akibat terganggu pola makan.
d) Mekanisme koping

18
Apabila klien merasa tridak berhasil, kegagalan maka ia akan
menetralisir, mengingkari atau meniadakannya dengan
mengembangkan berbagai pola koping mekanisme. Koping
mekanisme yang digunakan seseorang dalam keadaan delerium
adalah mengurangi kontak mata, memakai kata-kata yang cepat
dan keras (ngomel-ngomel) dan menutup diri.

2.3.3 Prinsip pengkajian heat to toe


1). Kepala : Kebersihan: untuk mengetahui adanya ketombe,
kerontokan rambut serta kebersihan secara umum..
2). Mata : adanya perubahan penglihatan
3). Hidung : untuk mengetahui hidung bersih, tidak ada luka atau
lessi, tidak ada masa, Nyeri pad sinus
4). Mulut dan tenggorokan :sakit tenggorokan, lesi dan luka pada
mulut, perubahan suara, karies.
5) Telinga : penurunan pendengaran, Telinga Perubahan
pendengaran, Rabas, Tinitus, Vertigo Sensitivitas pendengaran,
Alat-alat protesa, Riwayat infeki.
6) Dada (Torax): mengetahui Bentuk dada dari posisi anterior dan
posterior, ada tidaknya deviasi, ada tidaknya bendungan vena
pada dinding dada.
7). Abdomen: Bentuk distended/flat/lainnya, nyeri tekan, Bising
usus: kali/ menit Genetalia Kebersiha: setiap habis mandi
dibersihkan, tidak ada hemoroid
8). Ekstremitas: Kekuatan otot 5 : melawan grafitasi dengan kekuatan
penuh, tidak menggunakan alat bantu saat jalan, tidak mengalami
nyeri sendi.Integumen : dari hasil pengkajian didapat : kulit
tampak kering, seperti bersisik, kulit tampak pucat, tampak kotor
berwarna hitan karena bekas luka, sering menggaruk badan.

19
2.3.4 Pengkajian psikogerontik
1). pengkajian status fungsional .
Tabel 1 Indeks barthel

No Jenis aktivitas Kemampuan Skor


1 Makan/minum Mandiri 2
Perlu bantuan orang lain untuk
1
memotong makanan
Tergantung penuh pada
0
pertolongan orang lain
2 Pindah dari kursi roda ke Mandiri 3
tempat tidur/sebaliknya
Dibantu satu orang 2
Dibantu dua orang 1
Tidak mampu 0
3 Kebersihan diri: cuci muka, Mandiri 1
menyisir, dll Perlu pertolongan 0
4 Keluar/masuk kamar mandi Mandiri 2
Perlu pertolongan 1
Tergantung orang lain 0
5 Mandi Mandiri 1
Tergantung orang lain 0
6 Berjalan (jalan datar) Mandiri 3
Dibantu satu orang/walker 2
Dibantu kursi roda 1
Tidak mampu 0
7 Naik turun tangga Mandiri 2
Perlu pertolongan 1
Tidak mampu 0
8 Berpakaian/bersepatu Mandiri 2
Sebagian dibantu 1
Tergantung orang lain 0
9 Mengontrol BAB Kontinen teratur 2
Kadang-kadang inkontinen 1
Inkontinen 0
10 Mengontrol BAK Kontinen teratur 2
Kadang-kadang inkontinen 1
Inkontinen 0
Jumlah 20

Kesimpulan : Lansia Mandiri

20
Skor 20 = lansia mandiri, 12-19 = ketergantungan ringan, 9-11 =
ketergantungan sedang, 5-8 = ketergantungan berat, 0-4 = ketergantungan
total

Tabel 2. status kognitif Short Portable Mental Status Questsionnaire


(SPMSQ)

Nomor Pertanyaan Jawaban Nilai (+/-)

1 Tanggal berapa hari ini? Tidak tau -


2 Hari apa sekarang? Jumat +
3 Apa nama tempat ini? Tidak tau -
4 Berapa nomor telepon anda. Dipanti -
Dimana alamat anda (jika
tidak memiliki nomor
telepon)
5 Kapan Anda lahir? Tahun 42 -
6 Berapa umur Anda? Tidak tau -
7 Siapa presiden Indonesia Tidak tau -
sekarang?
8 Siapa presiden Indonesia Tidak tau -
sebelumnya?

9 Siapa nama ibu Anda? Lupa -


10 Angka 20 dikurangi 3=? Dan Tidak dapat -
seterusnya dikurangi 3 menghitung
Jumlah 5 5
Kesimpulan : Kerusakan intelektual sedang

kesalahan 0-2 = Fungsi intelektual utuh, kesalahan 3-4 =


kerusakan intelektual ringan, kesalahan 5-6 = kerusakan intelektual
sedang, kesalahan 7-10 = kerusakan intelektual berat.

Tabel 3.

21
Mini Mental Status Exam (MMSE)

TES PENILAIAN SKO SKOR


R LANSIA
MAX
Orientasi Tanyakan kepada lansia tentang waktu :
1. Tahun
2. Hari
5 0
3. Tanggal
4. Bulan
5. Tahun
Tanyakan tentang tempat (dimana kita
sekarang ).
1. Nama tempat
2. Kelurahan 5 0
3. Kecamatan
4. Kabupaten
5. Provinsi
Registrasi Pemeriksa membutuhkan 3 nama benda Meja
Kursi Lemari
(Tiap benda disebutkan dalam satudetik
3 0
kemudian meminta pasien mengingat
dan mengulang kembali tiga objek yang
disebutkan pemeriksaan).
Perhatian Menghitung mundur mulai dari angka 100
dan dikurangi 7, berhenti setelah jawaban kelima
perhitungan 1. 100-7 = 93
2. 93-7 = 86
5 0
3. 86-7 = 79
4. 79-7 = 42
5. 42-7 = 65

Mengingat Pasien diminta kembali kembali mengulang 3


kembali nama yang tadi disebutkan dinomor 3 0
sebelumnya
Meja Kursi Lemari
Bahasa Responden menyebutkan tiga benda
2 2
yang ditunjuk pemeriksa
Pengulanga Responden mengulang kata-kata yang
n diucapkan pemeriksa: NAMUN JIKA 1 1
AKAN TETAPI

22
23

Pengertian Pemeriksa meminta pasien melakukan tiga


verbal perintah.
1. Ambil kertas dengan tangan kanan 3 3
2. Lipat kertas menjadi 2 bagian
3. Letakkan kertas dilantai.
Perintah Pemeriksa menulis satu kata
tertulis “TUTUP MATA”
Minta responden melakukan perintah yang 1 0
ditulis pemeriksa
Menulis Pemeriksa meminta pasien menulis satu
kalimat kalimat yang bermakna 1 0
(Subyek+Predikat+Obyek+Keterangan)
Menggamba Pasien diminta menirukan gambar
r konstruksi dibawah ini
0
1

8
TOTAL
Kesimpulan : gangguan kognisi berat

Total skor 24-30 = kognitif normal, 17-23 = gangguan kognitif ringan, 0-


16 = gangguan kognitif berat.

23
24

BAB III
TINJUAN KASUS

3.1 Konsep kebutuhan dasar manusia


1. Kebutuhan psikososial
Manusia adalah makhluk biopsokososial yang unik dan
menerapkan sistem terbuka serta saling berinteraksi. Kebutuhan
manusia bukan hanya menyangkut fisiknya seperti makan, minum,
istirahat, eliminasi, tetapi juga kebutuhan psikologis misalnya
keinginan untuk rasa dihargai, dicintai, mencintai, serta kebutuhan
untuk saling berinteraksi. Dengan demikian, manusia yang sehat
adalah individu yang mampu menyelaraskan antara kebutuhan fisik
atau bio dengan kebutuhan psikologisnya. Tidak terpenuhinya
kebutuhan fisik akan berdampa pada gangguan psikologis dengan
demikian juga sebaliknya (Tarwoto&Wartonah, 2015).
Kebutuhan manusia bukan hanya menyangkut fisiknya seperti
makan, minum, istirahat, eliminasi, tetapi juga kebutuhan psikologis
misalnya keinginanuntuk rasa dihargai, dicintai, dan mencintai, serta
kebutuhan untuk saling berinteraksi. Dengan demikian, manusia yang
sehat adalah individu yang mampu menyelaraskan antara kebutuhan
fisik atau bio dengan kebutuhan psikososial. Ada banyak teori yang
berupaya menjelaskan perilaku manusia, kesehatan. Masing-masing
mengajukan bagaimana perkembangan normal terjadi berdasarkan
keyakinan dan asumsi para ahli teori serta pandangan dunia
(Videback, 2015). Erik Erikson dalam Kasiati & Ni Wayan (2016)
menjelaskan delapan tahap perkembangan psikososial. Pada setiap
tahap tersebut, individu harus menyelesaikan tugas kehidupan yang
esensial untuk kesejahteraan dan kesehatan jiwanya, tugas ini
memungkinkan individu mencapai nilai moral kehidupan: harapan,
tujuan, kesetiaan, cinta, kepedulian, dan kebijaksanaan.

24
25

2. Ingatan (Memori)
a. Pengertian ingatan

Menurut Nelson & Gilbert (2008, hlm 1), “ingatan bukan


hanya segala sesuatu yang diingat, namun juga kapasitas untuk
mengingat”. Ingatan yang optimal adalah basis data raksasa yang
dengan patuh merekam dan menyimpan dengan baik segala hal
yang telah dipelajari dan dialami selama hidup. Namun,
sebenarnya keadaan seperti ini tidak dapat dikatakan optimal
sama sekali.
b. Klasifikasi ingatan
Menurut (Nelson & Gilbert. 2008,), klasifikasi ingatan
dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Ingatan Jangka Pendek
Ingatan jangka pendek (short-term memory) adalah
informasi yang dibutuhkan untuk dapat mengingat selama
hanya beberapa detik atau menit. Setelah itu, ingatan jangka
pendek menghilang. Ingatan kerja (working memory)
adalah suatu bentuk ingatan jangka pendek yang sedikit
lebih rumit. Ingatan kerja terdiri dari informasi yang ada
dalam pikiran selama waktu yang singkat untuk digunakan
dalam mencapai suatu tujuan yang spesifik.
Ingatan jangka pendek seharusnya cepat berlalu.
Putarannya sangat tinggi karena ingatan jangka pendek
terus-menerus menggantikan yang lama dan hanya ada
beberapa informasi yang dapat disimpan dalam pikiran
pada saat yang bersamaan.
2) Ingatan jangka panjang
Ingatan jangka panjang (long-term memory) terdiri dari
potongan-potongan informasi yang disimpan oleh otak
selama lebih dari bebeapa menit dan yang ditarik kembali
ketika dibutuhkan. Dengan kata lain, ingatan jangka
panjang adalah jumlah total dari apa yang diketahui.
Perbedaan antara ingatan jangka pendek dan ingatan

25
26

jangka panjang bukan hanya pada jangka waktu


penyimpanannya saja, namun juga pada kapasitasnya
(seberapa banyak informasi yang dapat disimpan oleh
otak). Walaupun otak hanya mempertahankan beberapa
ingatan jangka pendek pada saat bersamaan, kapasitasnya
untuk menyimpan ingatan jangka panjang tak terbatas.

Ingatan jangka panjang juga tidak serapuh ingatan


jangka pendek, yang artinya ingatan jangka panjang kurang
lebih menetap meskipun ada sesuatu yang mengganggu alur
pemikiran. Ingatan jangka panjang masuk kedalam salah
satu dari dua kategori umum berikut: ingatan deklaratif dan
ingatan prosedural. Ingatan deklaratif lebih mudah
melemah akibat pengaruh usia dan juga penyakit otak
(misalnya penyakit Alzheimer) dibandingkan dengan
ingatan prosedural.
b. Pengkajian status kognitif
Pengkajian status kognitif merupakan status pemeriksaan
status mental sehingga dapat memberikan gambaran perilaku
dan kemampuan mental dan fungsi intelektual. Pengkajian
status mental ditekankan pada pengkajian tingkat kesadaran,
keterampilan berbahasa, ingatan interpretasi bahasa,
keterampilan menghitung dan menulis, serta kemampuan
konstruksional. Adapun pengkajian status kognitif yaitu :
1) Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)
Pengkajian yang digunakan untuk mendeteksi adanya
tingkat kerusakan intelektual, instrumen SPMSQ terdiri dari
10 pertanyaan tentang orientasi, riwayat pribadi, memori
dalam hubungannya dengan kemampuan perawatan diri,
memori jauh dan kemampuan matematis. Penilaian dalam
pengkajian SPMSQ adalah nilai 1 jika rusak/salah dan nilai
0 tidak rusak/benar.

26
27

Tabel 4
Short Portable Mental Status Questionnare
(SPMSQ)
Benar Salah Nomor Pertanyaan
1. Tanggal berapa hari ini ?
2. Hari apa sekarang ?
3. Apa nama tempat ini ?
4. Dimana alamat anda?
5. Berapa anak anda?
6. Kapan anda lahir?
7. Siapakah presiden indonesia saat ini ?
8. Siapakah presiden indonesia
sebelumnya?
9. Siapakah nama ibu anda?
10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap
pengurangan 3 dari setiap angka baru
semua secara menurun.
Sumber : (Sunaryo, 2016)

Interpretasi :
Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh
Salah 4-5 : fungsi intelektual rusak ringan
Salah 6-8 : fungsi intelektual kerusakan
sedang Salah 9-10 : fungsi intelektual
kerusakan berat
2) Mini Mental State Exam (MMSE)
Mini Mental State Exam (MMSE) digunakan untuk
menguji aspek kognitif dari fungsi mental: orientasi,
registrasi, perhatian, kalkulasi, mengingat kembali, dan
bahasa. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melengkapi dan
menilai, tetapi tidak dapat digunakan untuk tujuan
diagnostik, namun berguna untuk mengkaji kemajuan
klien.

27
28

Tabel 5
Mini Mental State Exam (MMSE)

No. Aspek kognitif Nilai Nilai klien kriteria


maksimal
1. Orientasi 5 Menyebutkan
a. Tahun
b. Musim
c. Tanggal
d. Hari
e. Bulan
2. Orientasi 5 Dimana sekarang kita bera
a. Negara
b. Provinsi
c. Kabupaten
Sebutkan 3 nama ob
Registrasi 3
(kursi,meja,kertas), kemud
ditanyakan kepada kl
menjawab :
1. Kursi
2. Meja
3. kertas
3. Perhatian dan 5 Meminta klien berhit mulai dari 100,
kalkulasi kemud dikurangi 7 sampai 5 tingk
1. 100,93.....

4. Mengingat 3 Meminta klien un menyebutkan objek


pada p 3.
1. Kursi
2. Meja
3. ...

5. Bahasa 9 Menanyakan kepada klie tentang


benda ( menunjuk benda tersebut).
1. Jendela
2. Jam dinding 3. ...
Meminta klien untuk mengulang
Kata tanpa, jika, dan, atau, teta

28
Meminta klien untuk mengikuti perintah
berikut yang terdiri dari 3 langkah
Ambil pulpen di tangan a ambil kertas,
menulis “s mau tidur”`
1. Ambil pulpen
2. Ambil kertas
3. ...
Perintahkan klien untuk berikut (bila
aktivitas se perintah nilai 1 poin):
“tutup mata anda”
1. Klien menutup mata
Perintahkan pada klien untuk menulis
satu kalimat menyalin gambar (2 buah 5)

Tota 30
l
Sumber :
(Sunaryo,2016) Skor:
24-30 : Normal
17-33 : Probable gangguan
kognitif 0-16 : Definitif
gangguan kognitif
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Nasrullah (2016) dan Aspiani (2014), pengkajian yang
dilakukan untuk asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan
psikososial gangguan memori pada lansia dengan demensia sebagai
berikut :
a. Anamnesa
1) Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku
bangsa/latar belakang, status sipil, pendidikan, pekerjaan, dan
alamat.

29
2) Keluhan utama atau sebab utama yang menyebabkan klien datang
berobat (menurut klien dan atau keluarga).
3) Riwayat Kesehatan Sekarang berupa uraian mengenai keadaan klien
saat ini, mulai timbulnya keluhan yang dirasakan sampai saat
dilakukan pengkajian.
4) Riwayat Kesehatan dahulu seperti adanya masalah psikososial.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga dikaji apakah dalam keluarga ada yang
mengalami gangguan psikologi seperti yang dialami klien.
b. Pemeriksan fisik
1) Keadaan Umum klien lansia yang mengalami masalah psikososial
Demensia biasanya lemah.

2) Kesadaran klien biasanya composmentis.

3) Tanda-tanda Vital dengan memeriksa suhu, nadi, tekanan darah, dan


frekuensi pernafasan.
4) Pemeriksaan Review Of System (ROS) dilakukan dengan memeriksa
sistem pernafasan, sistem sirkulasi, sistem persyarafan, sistem
perkemihan, sistem pencernaan, sistem muskuloskeletal.
c. Pola Fungsi Kesehatan
Pola yang perlu dikaji adalah aktifitas apa saja yang biasa dilakukan,
meliputi :
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat apakah klien mengalami
gangguan persepsi, klien mengalami gangguan dalam memelihara
dan menangani masalah kesehatannya.
2) Pola nutrisi apakah klien dapat mengalami makan berlebih /
kurang karena kadang lupa sudah makan atau belum.
3) Pola eliminasi
4) Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami insomnia
5) Pola aktivitas dan istirahat apakah klien mengalami gangguan
dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari karena penurunan minat.
Pengkajian klien dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari
dapat menggunakan indeks KATZ. Pengkajian juga dilakukan dengan
instrument tertentu untuk membuat penilaian secara objektif. Instrument
yang biasa digunakan adalah barthel indeks.

30
c. Pola hubungan dan peran yang menggambarkan dan mengetahui
hubungan dan peran klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat
tempat tinggal, pekerjaan, tidak punya rumah, dan masalah keuangan.
d. Pola sensori dan kognitif untuk mengetahui status mental klien dapat
dilakukan pengkajian menggunakan Tabel Short Portable Mental Status
Quesionare (SPMSQ).
e. Pola Persepsi Dan Konsep Diri klien biasanya mengalami gangguan
persepsi, tidak mengalami gangguan konsep diri.
f. Pola Seksual dan Reproduksi klien mengalami penurunan minat terhadap
pemenuhan kebutuhan seksual.
g. Pola Penanggulangan stress dan koping klien menggunakan mekanisme
koping yang tidak efektif dalam menangani stres yang dialami.
h. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan klien tidak mengalami gangguan dalam
spiritual.
2. Diagnosa keperawatan
Menurut buku Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (2016)
diagnosa yang muncul pada kasus kebutuhan psikososial gangguan
memori dengan kondisi klinis demensia adalah :

Tabel 8
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Definisi Faktor Gejala dan tanda Kondisi klinis
penyebab Mayor minor

Gangguan Ketidak 1. Ketidak- Subjektif: Subjektif: 1. Stroke


memori mampuan adekuatan 2. Cedera
mengingat stimulasi 1. 1. Lupa kepala
beberapa intelektual Melaporkan melakuk 3. Kejang
informasi pernah an 4. Penyakit
mengalami perilaku Alzheimer

31
atau 2. Gangguan pengalaman pada 5. Depresi
perilaku sirkulasi lupa waktu 6. Intoksikasi
keotak 2. Tidak yang alkohol
3. Gangguan mampu telah 7. Penyalahg
volume mempelajari dijadwal unaan obat
cairan/ keterampila kan
elektrolit n baru 2. Merasa
4. Proses 3. Tidak mudah
penuaan mampu lupa
5. Hipoksia mengingat Objektif:
6. Gangguan informasi (tidak
Neurologis faktual tersedia)
7. Efek agen 4. Tidak
farmakolo mampu
gi mengingat
8. Penyalahg perilaku
unaan zat 5. Tidak
9. Faktor mampu
psikologis mengingat
(mis. peristiwa
kecemasan
, depresi, Objektif:
stres 1.Tidak
berlebihan, mampu
berduka, melakukan
gangguan kemampuan
tidur) yang
10.Distraksi dipelajari
lingkungan sebelumnya

Defisit Tidak 1. gangguan Subjektif : Subjektif : 1.stroke


perawatan mampu muskuloskel
diri me- etal 1. menolak (tidak 2.cedera
lakukan melakukan tersedia) medulla
atau me- 2. gangguan perawatan diri spinalis
neuro- Objektif :
nyelesaika Objektif :
n aktivitas muskuler (tidak 3.depresi
perawatan 3. kelemahan 1. tidak tersedia)
4.Arthritis
diri. mampu
4. penurunan mandi/ reumatoid
motivasi/ mengenakan 5.delirium
minat pakaian/maka
n/ketoilet/berh 6.retardasi
ias secara mental
mandiri
7. demensia
2. minat
melakukan 8.gangguan
amnestic

32
perawatan diri 9.skizoferinia
kurang dan gangguan
psikotik lain
8.fungsi
penilaian
terganggu

Isolasi Ketidak- 1. Keter- Subjektif: Subjektif 1. Alzheimer


sosial mampuan lambatan 2. AIDS
per- 1. Merasa 1. Merasa 3. Tuberkulosis
untuk
membina kembangan ingin berbeda 4. Kondisi
hubungan 2. Ketidak- sendirian dengan yang
yang erat, mampuan 2. Merasa orang lain menyebab-
hangat, menjalin tidak 2. Merasa kan
terbuka, hubungan aman di asik gangguan
dan yang tempat dengan mobilisasi
memuaska umum pikiran 5. Gangguan
n sendir psikiatrik
Objektif : 3. Merasa
3. Ketidak-
sesuaian 1. Menarik tidak
minat diri mempuny
dengan 2. Tidak ai tujuan
tahap berminat yang jelas
perkemban atau Objektif :
gan menolak
4. Ketidak- ber- 1. Afek
sesuaian interaksi datar
nilai-nilai dengan 2. Afek
dengan orang sedih
norma lain atau 3. Riwayat
5. Ketidak- lingkung ditolak
sesuaian an 4. Menunju
perilaku kan per-
sosial musuhan
dengan 5. Tidak
norma mampu
6. Perubahan memenu
penampila hi
n fisik harapan
7. Perubahan orang
status lain
mental 6. Kondisi
8. Ketidakade difabel
kuatan 7. Tindaka
sumber n tidak
daya berarti
personal 8. Tidak
ada

33
kontak
mata
9. Perkemb
angan
terlamba
t
10. Tidak
bergaira
h/lesu

34
3. Intervensi Keperawatan
Menurut buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2018) dan
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (2019) intervensi keperawatan
yang muncul pada lansia dengan pemenuhan kebutuhan psikososial
gangguan memori dengan demensia yaitu:
Tabel 2 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Intervensi utama Intervensi pendukung


Gangguan Latihan memori 1. Dukungan
memori emosional
Observasi 2. Dukungan
Tujuan: kepatuhan program
1. Identifikasi indikasi
Setelah dilakukan dilakukan pengobatan
intervensi 3. Manajemen cairan
keperawatan maka latihan otogenik 4. Manajemen
gangguan memori delerium
meningkat dengan Terapeutik 5. Manajemen
kriteria: demensia
a) Siapkan lingkungan
6. Manajemen
a. Verbalisasi yang tenang dan
elektroensefalogr afi
kemampuan nyaman
7. Manajemen
mempelajari hal b) Kenakan
elektrolit
baru meningkat pasien pakaian yang
8. Manajemen
b. Verbalisasi nyaman dan tidak
lingkungan
kemampuan membatasi pergerakan
9. Manajemen
mengingat informasi c) Bacakan pernyataan
medikasi
faktual meningkat (skrip) yang
10. Pemantauan cairan
c. Verbalisasi disiapkan, berhenti
11. Pemantauan
kemampuan sejenak minta
elektrolit
mengingat perilaku mengulang secara
12. Pemantauan
tertentu yangpernah internal
neurologis
dilakukan d) Gunakan pernyataan
13. Pemetaan otak
meningkat yang menimbulkan
14. Perawatan jantung
perasaan senang,
15. Reduksi ansietas
Verbalisasi ringan, atau rasa
16. Stimulasi
kemampuan melayang pada bagian
kognitif
mengingat tubuh tertentu
17. Surveilens
peristiwa
Edukasi 18. Transcutaneous Electical
meningkat
Nerve Stimulation
1. Jelaskan tujuan dan (TENS)
prosedur
latihan otogenik
2. Anjurkan duduk di
kursi atau berbaring
dalam posisi telentang
3. Anjurkan mengulangi
pernyataan kepada diri
sendiri
untuk

35
mendapatkan perasaan 19. Terapi Mileu
lebih dalam pada 20. Terapi Oksigen
bagian tubuh yang 21. Terapi reminisen
dituju 22. Terapi validasi
4. Anjurkan
latihan selama 15-20
menit
5. Anjurkan tetap rileks
selama 15-20 menit
6. Anjurkan berlatih tiga
kali sehari
Orientasi realita
Observasi
a) Monitor
perubahan orientasi
b) Monitor
perubahan kognitif
Terapeutik
a) Perkenalkan nama
saat interaksi
b) Orientasikan orang,
tempat dan waktu
c) Hadirkan realita (mis.
beri
penjelasan alternatif,
hindari perdebatan)
d) Sediakan lingkungan
dan rutinitas secara
konsisten
e) Atur stimulus
sensorik dan
lingkungan (mis.
kunjungan,
pemandangan,
suara, pencahayaan,
bau dan sentuhan)
f) Gunakan
simbol dalam
mengorientasikan
lingkungan
(mis. tanda, gambar,
warna)
g) Libatkan dalam terapi
kelompok orientasi
h) Berikan
waktu istirahat dan
tidur yang cukup,
sesuai kebutuhan
i) Fasilitasi akses
informasi (mis.

36
televisi, surat kabar,
radio), jika perlu
Edukasi
a) Anjurkan perawatan
diri secara mandiri
b) Anjurkan penggunaan
alat bantu (mis.
kacamata, alat bantu
dengar, gigi palsu)
c) Ajarkan keluarga
dalam perawatan
orientasi realita

Defisit Perawatan Dukungan perawatan diri 1. Dukungan perawatan


diri diri: BAB/BAK
Observasi 2. Dukungan
Tujuan: kepatuhan program
1) Identifikasi kebiasaan
Setelah dilakukan aktivitas perawatan diri pengobatan
intervensi sesuai usia 3. Edukasi
keperawatan maka kemoterapi
defisit perawatan diri 2) Monitor 4. Konsultasi
meningkat tingkat kemandirian 5. Irigasi kolostomi
dengan kriteria: 6. Insersi intravena
3) Identifikasi kebutuhan alat
7. Manajemen cairan
a. Kemampu an bantu kebersihan diri,
8. Manajemen
mandi berpakaian, berhias dan
elektrolit
meningkat makan
9. Manajemen eliminasi
b. Kemampu an Terapeutik fekal
mengenak an 10. Manajemen
pakaian 1) Sediakan lingkungan kemoterapi
meningkat yang terapeutik (mis. 11. Manajemen
c. Kemampu an Suasana hangat, rileks lingkungan
makan dan privasi) 12. Manajemen
meningkat 2) Siapkan keperluan medikasi
d. Kemampu an pribadi (mis. Parfum, 13. Manajemen nutrisi
ketoilet sikat gigi dan sabun 14. Manajemen nutrisi
(BAB/BA K) mandi) parenteral
meningkat 15. Pemantauan
e. Verbalisas i 3) Dampingi elektrolit
keinginan dalam melakukan 16. Pemberian makanan
melakuka n perawatan diri sampai enteral
perawatan mandiri 17. Pemberian obat
18. Pemberian obat
4) Fasilitasi untuk intradermal
menerima keadaan
ketergantungan
5) Fasilitasi kemandirian,
bantu jika tidak mampu
melakukan perawatan
diri

37
diri 6) Jadwalkan 19. Pemberian obat
meningkat intravena
f. Minat rutinitas perawatan diri 20. Pemberian obat oral
melakuka n 21. Pengontrolan infeksi
Edukasi 22. Perawatan kateter
perawatan diri
meningkat 1. Anjurkan melakukan sentral perifer
perawatan diri secara 23. Perawatan
konsisten perineum
sesuai kemampuan 24. Perawatan selang
gastrointestinal
Dukungan perawatan diri 25. Perawatan stoma
BAB/BAK 26. Promosi berat badan
27. Reduksi ansietas
Observasi
28. Terapi intravena
1) Identifikasi kebiasaan
BAB/BAK
2) Monitor integritas kulit
pasien
Terapeutik
1) Buka pakaian yang
diperlukan
untuk memudahkan
eliminasi
2) Dukung penggunaan
toilet/commode/pispot/ur
inal secara konsisten
3) Jaga privasi selama
eliminasi
4) Ganti pakaian pasien
setelah eliminasi, jika
perlu
5) Bersihkan alat bantu
BAB/BAK,
setelah digunakan
6) Latih BAB/BAK sesuai
jadwal, jika perlu
7) Sediakan alat bantu (mis.
Kateter eksternal, urinal),
jika perlu
Edukasi
1) Anjurkan
BAB/BAK secara rutin
2) Anjurkan ke
kamar mandi/toilet, jika
perlu

38
Dukungan perawatan diri:
berpakaian
Observasi
1. Identifikasi usia dan
budaya
dalam membantu
berpakaian/berhias

Terapeutik
1) Sediakan pakaian
pada tempat yang
mudah dijangkau
2) Sediakan pakaian
pribadi,

sesuai kebutuhan
3) Fasilitasi mengenakan
pakaian, jika perlu
4) Fasilitasi berhias
(mis. Menyisir
rambut, merapikan
kumis/jenggot)
5) Jaga privasi
selama berpakaian
6) Tawarkan
laundry, jika perlu
7) Berikan
pujian terhadap
kemampuan
berpakaian secara
mandiri
Edukasi
1) Informasikan pakaian
yang tersedia untuk
dipilih, jika perlu
2) Ajarkan mengenakan
pakaian, jika perlu
Dukungan perawatan diri :
makan/minum
Observasi

39
1) Identifikasi diet yang
dianjurkan
2) Monitor
kemampuan menelan
3) Monitor status hidrasi,
pasien
Terapeutik
1) Ciptakan lingkungan yang
menyenangkan selama
makan
2) Atur posisi yang nyaman
untuk makan/minum
3) Lakukan oral hygine
sebelum makan, jika perlu
4) Letakan makanan disisi
mata yang sehat
5) Sediakan sedotan untuk
minum, sesuai kebutuhan
6) Sediakan makanan dengan
suhu yang dapat
meningkatkan

nafsu makan.
7) Sediakan makanan dan
minuman yang disukai
8) Berikan bantuan saat
makan/minum
sesuai tingkat kemandirian,
jika perlu
9) Motivasi untuk makan
diruang makan, jika
tersedia
Edukasi
1. Jelaskan posisi makanan
pada pasien yang
mengalami

gangguan
pengelihatan

dengan menggunakan arah


jarum jam (mis. Sayur
dijam 12, rendang di jam
3)
Kolaborasi

40
41
1. Kolaborasi pemberian obat
(mis.

Analgesik, antiemetik),
sesuai indikasi
Dukungan perawatan diri:
mandi
Observasi
1) Identifikasi usia dan
budaya dalam
membantu kebersihan diri
2) Identifikasi jenis bantuan
yang dibutuhkan
3) Monitor kebersihan tubuh
(mis. Rambut, mulut, kulit
dan kuku)
4) Monitor intergritas
kulit Terapeutik
1) Sediakan peralatan mandi (
mis. Sabun, sikat gigi,
shampo, pelembab kulit)
2) Sediakan lingkungan yang
aman dan nyaman
3) Fasilitasi menggosok gigi
sesuai kebutuhan
4) Fasilitasi mandi sesuai
kebutuhan
5) Pertahankan kebiasaan
kebersihan diri
6) Berikan bantuan sesuai
tingkat kemandirian
Edukasi
1) Jelaskan manfaat mandi
dan dampak tidak mandi
terhadap kesehatan
2) Ajarkan kepada keluarga
cara memandikan pasien,
jika perlu

42
Isolasi sosial Promosi sosialisasi : 1. Dukungan emosi-
Tujuan : Observasi onal
Setelahdilakukan 1. Identifikasi 2. Dukungan kelom-
intervensi kemampuan pok
melakukan interaksi 3. Dukungan pemuli-han
keperawatan maka dengan oranglain. penyalahguna-an
keterlibatan sosial 2. Identifikasi hambatan alkohol
meningkat melakukan interaksi 4. Dukungan pemu- lihan
dengan dengan orang lain penyalahgu-naan zat
kriteria: Terapeutik 5. Dukungan proses
1. Motivasi berduka
1. Minat meningkatkan 6. Dukungan proses
interaksi keterlibatan dalam berduka : kema- tian
meningkat sua-tu hubungan perinatal
2. Verbalisasi 2. Motivasi kesabaran 7. Edukasi
isolasi dalam menejem-en stres
menurun mengembang-kan 8. Edukasi penyala-
3. Verbalisasi suatu hubungan hgunaan alkohol
ketidakmampu 3. Motivasi 9. Edukasi penyala-
an di tempat berpartisipasi dalam hgunaan zat
umum aktivitas baru dan 10. Manajemen eli- minasi
menurun kegiatan kelompok fekal
4. Perilaku 4. Motivasi 11. Manajemen eli- minasi
menarik diri berinteraksi diluar urine
menurun lingkungan 12. Manajemen ling- kungan
5. Kontak 5. Diskusikan 13. Manajemen mood
mata membaik kekuatan dan 14. Manajemen putus
6. Tugas keterbatasan dalam zat
perkembangan berkomunikasi 15. Manajemen stress
sesuai dengan oranglain. 16. Modifikasi perilaku
usia membaik 6. Diskusikan keterampilan sosial
perencanaan 17. Pemberian obat oral
kegiatan dimasa 18. Penentuan tujuan
depan bersama
7. Berikan umpan 19. Promosi citra tubuh
balik positif dalam 20. Promosi
perawatan diri dukungan
8. Berikan umpan baik keluarga
positif pada setiap 21. Promosi
peningkatan dukungan sosial
kemampuan 22. Promosi harapan
Edukasi 23. Promosi harga diri
1. Anjurkan berinteraksi 24. Promosi
kepada oranglain hubungan positif
secara bertahap
2. Anjurkan ikut serta
kegiatan sosial dan
kemasyarakatan
3. Anjurkan berbagi
pengalaman dengan
orang lain
4. Anjurkan
meningkatkan
kejujuran diri dan

43
44
menghormati hak 25. Promosi
oranglain kesadaran diri
5. Anjurkan penggunaan 26. Promosi
alat bantu keutuhan
6. Anjurkan membuat keluarga
perencanaan kelompok 27. Promosi latihan fisik
kecil untuk kegiatan 28. Terapi bantuan hewan
khusus 29. Terapi
7. Latih bermain peran diversional
untuk meningkatkan 30. Terapi kelompok
keterampilan 31. Terapi keluarga
komunikasi 32. Terapi rekreasi
8. Latih 33. Terapi
mengekspresikan reminisens
marah dengan tepat 34. Terapi seni
Terapi aktivitas :
Observasi
1. Identifikasi defisit
tingkat aktivitas
2. Identifikasi
kemampuan
berpartisipasi dalam
aktivitas tertentu
3. Identifikasi sumber
daya untuk aktivitas
yang diinginkan
4. Identifikasi strategi
meningkatkan
partisipasi dalam
aktivitas.
5. Identifikasi makna
aktivitas rutin dan
waktu luang.
6. Monitor respons
emosional, fisik,
sosial dan spiritual
terharadap aktivitas.
Terapeutik
1. Fasilitasi fokus pada
kemampuan, bukan
defisit yang dialami.
2. Sepakati komitmen
untuk meningkatkan
frekuensi dan rentang
aktivitas
3. Fasilitasi memilih
aktivitas dan tetapkan
tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai

45
kemampuan fisik,
psikologis, dan sosial
4. Koordinasikan
pemilihan aktivitas
sesuai usia
5. Fasilitasi makna
aktivitas yang dipilih
6. Fasilitasi transpotasi
untuk menghadiri
aktivitas, jika sesuai
7. Fasilitasi pasien dan
keluarga dalam
menyesuaikan
lingkungan untuk
mengakomodasi
aktivitas yang di pilih
8. Fasilitasi aktivitas
fisik rutin
9. Fasilitasi aktivitas
pengganti saat
mengalami
keterbatasan waktu,
energi dan gerak.
10. Fasilitasi aktivtas
motorik kasar untuk
pasien hiperaktif
11. Tingkatkan aktivitas
fisik untuk
memelihara berat
badan, jika sesuai
12. Fasilitasi aktivitas
motorik untuk
merelaksaksi otot
13. Fasilitasi aktivitas
dengan komponen
memori implisit dan
emosional untuk
pasien demensia, jika
sesuai
14. Libatkan dalam
permainan kelompok
yang tidak kompetitif,
terstruktur dan aktif.
15. Tingkatkan
keterlibatan dalam
aktivitas rekreasi dan
diversifikasi untuk
menurunkan
Kecemasan

46
16. Libatkan keluarga
dalam aktivitas,
jika perlu
17. Fasilitasi
mengembangkan
motivasi dan
penguatan diri
18. Fasilitasi pasien
dan keluarga
memantau
kemajuannya
sendiri untuk
mencapai tujuan
19. Jadwalkan
aktivitas dalam
rutinitas sehari-
hari
20. Berikan
penguatan positif
atas partisipasi
dalam aktivitas
Edukasi
1. Jelaskan
metode aktivitas
fisik sehari- hari,
jika perlu
2. Ajarkan
cara melakukan
aktivitas yang
dipilih
3. Anjurkan
melakukan
aktivitas fisik,
sosial, spiritual
dan kognitif
kesehatan
4. Anjurkan terlibat
akti- vitas
kelompok atau
terapi
5. Anjurkan keluarga
untuk
memberi
penguatan positif
atas partisipasi
dalam aktivitas
Kolaborasi
1) Kolaborasi
dengan terapis
okupasi dalam
merencanakan
dan memonitor
program akti-
vitas, jika
sesuai

47
2) Rujuk pada
pusat atau
program
aktivitas
komunitas, jika
perlu

48
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari pengumpulan data dapat dibuat kesimpulan secara


umum sebagai berikut :
1. Pengkajian terhadap masalah gangguan pemenuhan kebutuhan kognitif pada
kedua subjek dilakukan secara komprehensif dan diperoleh hasil yaitu keluhan
utama yaitu perubahan proses pikir atau gangguan kognitif.
2. Diagnosa keperawatan yang ada yaitu dengan memfokuskan satu diagnosa
keperawatan pada klien lansia yang mengalami keluhan perubahan proses pikir
atau gangguan kognitif.
3. Intervensi keperawatan yang direncanakan untuk kedua klien lansia sesuai
dengan teori yang penulis buat yaitu:
a. Kaji derajat kognitif.
b. Perkanlan nama saat memulai interaksi
c. Orientasi orang, tempat dan waktu
d. Atur stimulasi sesnsorik dan lingkungan (misalnya, kunjungan,
pemandangan, suara, pencahayaan, bau, sentuhan)
e. Gunakan simbol dalam mengorientasikan lingkungan (misalnya, tanda,
gambar dan warna)
f. Libatkan dalam terapi kelompok orientasi
g. Fasilitasi mengingat kembali pengalaman masalalu
h. Stimulasi menggunakan memori pada pristiwa yang baru terjadi ( misalnya,
hal-hal apa saja yang telah dilakukan hari ini)
i. Ajatkan teknik memori yang tepat (misalnya, membuat daftar jadwal
harian)
j. Berikan waktu istirahat dan tidur yang cukup

49
4.2 SARAN

1. Untuk Institusi Pendidikan

Diharapkan lebih meningkatkan pelayanan pendidikan yang lebih tinggi


dan menghasilkan tenaga kesehatan yang profesional berwawasan global.
2. Bagi Pelayanan Kesehatan

Lebih meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya dalam memberikan


asuhan keperawatan lansia dengan kerusakan memori Demensia.
3. Untuk Penulis

Sebagai pembanding antara teori yang didapat selama perkuliahan


dengan praktik keterampilan dan pengalaman.
4. Untuk Panti Werda

Melanjutkan perawatan terhadap masalah kerusakan memori, hambatan


komunikasi, defisit perawatan diri: mandi, risiko jatuh yang belum
teratasi

50
DAFTAR PUSTAKA

Azizah. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha ILmu


Boedhi – Darmojo. 2009. Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi 4. Jakarta: FKUI
Bulechek, G Dkk ., 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). 6th ed.
Copel,L,C. (2007). Kesehatan jiwa dan psikiatri. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Corwin, J. Elizabeth. 2009. Buku Saku : Patofisiologi. Ed.3. Jakarta : EGC
Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba Medika.
Nugroho, H. wahjudi. (2006).Keperawatan Gerontik dan Geriatrik Edisi 3. Jakarta:
EGC
Nugroho, H. wahjudi. (2009).Keperawatan Gerontik dan Geriatrik Edisi 3. Jakarta:
EGC Santoso, H Dan Ismail A.(2009). Memahami krisis lanjut usia. Jakarta : Gunung
Mulia.

PDF Alzheimer’s Disease International, (2009). The global voice on Dementia.


Diunduh tanggal 22 juni 2018.
PDF. Kemenkes RI.(2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta
di unduh tanggal 23 juni 2018
Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik Edisi
4 vol 1. Jakarta: EGC
Worl Healt Organitation (2010). Proposes definitation of An Order person in word.
Di unduh tanggal 23 juni 2018.

51

Anda mungkin juga menyukai