DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6
TINGKAT :
II TRANSFER B
Dalam penyusunan makalah ini, masih jauh dari kata sempurna karena masih banyak
kekurangan dan hambatan, namun berkat kerjasama dan dukungan dari teman-teman dan
bimbingan dari dosen pembimbing mata ajar, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak atas bantuan,
dukungan dan kerjasama yang baik serta doa nya
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca dan dapat
mengetahui tentang “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Perubahan Kognitif”. Kami mohon
maaf apabila makalah ini mempunyai banyak kekurangan, karena keterbatasan penulis yang
masih dalam tahap pembelajaran. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang
sifatnya membangun, sangat diharapkan oleh kami dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Semoga makalah sederhana ini bermanfaat bagi pembaca maupun kami.
08 Maret 2021
Kelompok
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG...............................................................................................
RUMUSAN MASALAH...........................................................................................
TUJUAN PEMBAHASAN.......................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
penduduk berumur tahun ke atas angka lansia di Indonesia pada tahun
2000 sebanyak 11,28 juta. Jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi 29
juta jiwa pada tahun 2020 atau 10 persen dari populasi penduduk (Tempo,
2011).
5
masing- masing obat tersebut memiliki efek samping (Dewanto;
Suwono; Riyanto; Turana, 2009).
Terapi non farmakologis antara lain: terapi teka teki silang; brain
gym; p`uzzle; dan lain-lain. Terapi non farmakologis ini tidak memiliki
efek samping (Santoso & Ismail,2009).
6
lansia dengan demensia di Pabti Werda Budi Agunga Kupang.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Lansia adalah seorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas baik pria
maupun wanita, yamg masih aktif beraktifitas yang bekerja maupun mereka
yang tidak berdaya untuk mencari nafka sendiri hingga bergantung pada
orang lain untuk menghidupi dirinya sendiri (Nugroho, 2006). Lansia adalah
seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua bukanlah suatu
penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan
perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh.
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho,
2006).
8
b. Yang baru:
* Setengah baya : 66- 79 tahun,
9
* Orang tua : 80- 99 tahun,
* Orang tua berusia panjang
2). Depkes RI (2005) batasan lansia dibagi menjadi tiga katagori,
a) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
b) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
c) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60
tahun ke atas dengan masalah kesehatan.
10
mempunyai tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial
masyarakat menjadi positif.
3). Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan, misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai
Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai ketua
RW karena usianya.
4). Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan
bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu
membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh : lansia
yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan
keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang
menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan
bahkan memiliki harga diri yang rendah.
6). Menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit atau mengalami
gangguan tertentu (kronis maupun akut).
7). Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan
diagnosa yang tepat dan dini apabila mereka menjumpai suatu kelainan
tertentu.
11
12
7) Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang
menderita usia penyakit/ gangguan, masih dapat mempertahankan
kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara
kemandirian secara maksimal).
13
2) Masalah kognitif ( intelektual )
Masalah yang hadapi lansia terkait dengan perkembangan kognitif, adalah
melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal (pikun), dan sulit untuk
bersosialisasi dengan masyarakat di sekitar.
3) Masalah emosional
Masalah yang hadapi terkait dengan perkembangan emosional, adalah rasa
ingin berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga tingkat perhatian
lansia kepada keluarga menjadi sangat besar. Selain itu, lansia sering
marah apabila ada sesuatu yang kurang sesuai dengan kehendak pribadi
dan sering stres akibat masalah ekonomi yang kurang terpenuhi.
4) Masalah spiritual
Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual, adalah
kesulitan untuk menghafal kitab suci karena daya ingat yang mulai
menurun, merasa kurang tenang ketika mengetahui anggota keluarganya
belum mengerjakan ibadah, dan merasa gelisah ketika menemui
permasalahan hidup yang cukup serius.
14
informasi pelayanan sosial lansia, dan pusat pengembangan pelayanan sosial
lansia dan pusat pemberdayaan lansia.
15
2.9 Konsep Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Perubahan Kognitif
2.9.1 Pengkajian
1). Data subyektif:
Pasien mengatakan mudah lupa akan peristiwa yang baru saja
terjadi, dan tidak mampu mengenali orang, tempat dan waktu.
2). Data Obyektif:
Pasien kehilangan kemampuannya untuk mengenali wajah, tempat
dan objek yang sudah dikenalnya dan kehilangan suasana
keluarganya (belum spesifik), Pasien sering mengulang-ngulang
cerita yang sama karena lupa telah menceritakannya. Terjadi
perubahan ringan dalam pola berbicara; penderita menggunakan
kata-kata yang lebih sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak
tepat atau tidak mampu menemukan kata-kata yang tepat.
16
e) Harga diri, tidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga klien
merasa harga dirinya rendah karena kegagalannya.
4) Hubungan sosial
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang
disingkirkan atau kesepian, yang selanjutnya tidak dapat diatasi
sehingga timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi. Keadaan ini
menimbulkan kesepian, isolasi sosial, hubungan dangkal dan
tergantung.
5) Riwayat Spiritual
Keyakina klien terhadapa agama dan keyakinannya masih
kuat.a tetapi tidak atau kurang mampu dalam melaksnakan
ibadatnmya sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
6) Status mental
a) Penampilan klien tidak rapi dan tidak mampu utnuk merawat
dirinya sendiri.
b) Pembicaraan keras, cepat dan inkoheren.
c) Aktivitas motorik, Perubahan motorik dapat dinmanifestasikan
adanya peningkatan kegiatan motorik, gelisah, impulsif,
manerisme, otomatis, steriotipi.
d) Alam perasaan: klien nampak ketakutan dan putus asa.
e) Afek dan emosi.
Respon emosional klien mungkin tampak bizar dan tidak sesuai
karena datang dari kerangka pikir yang telah berubah. Perubahan
afek adalah tumpul, datar, tidak sesuai, berlebihan dan ambivalen
f) Interaksi selama wawancara
Sikap klien terhadap pemeriksa kurawng kooperatif, kontak mata
kurang.
7) Persepsi
Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman
emosional terhadap suatu obyek. Perubahan persepsi dapat terjadi
pada satu atau kebiuh panca indera yaitu penglihatan, pendengaran,
perabaan, penciuman dan pengecapan. Perubahan persepsi dapat
ringan, sedang dan berat atau berkepanjangan. Perubahan persepsi
yang paling sering ditemukan adalah halusinasi.
17
a) Proses berpikir
Klien yang terganggu pikirannya sukar berperilaku kohern,
tindakannya cenderung berdasarkan penilaian pribadi klien
terhadap realitas yang tidak sesuai dengan penilaian yang umum
terima. Penilaian realitas secara pribadi oleh klien
merupakanpenilaian subyektif yang dikaitkan dengan orang, benda
atau kejadian yang tidak logis (Pemikiran autistik). Klien tidak
menelaah ulang kebenaran realitas. Pemikiran autistik dasar
perubahan proses pikir yang dapat dimanifestasikan dengan
pemikian primitf, hilangnya asosiasi, pemikiran magis, delusi
(waham), perubahan linguistik (memperlihatkan gangguan pola
pikir abstrak sehingga tampak klien regresi dan pola pikir yang
sempit misalnya ekholali, clang asosiasi dan neologisme.
b) Tingkat kesadaran: Kesadaran yang menurun, bingung.
Disorientasi waktu, tempat dan orang.
c) Memori: Gangguan daya ingat sudah lama terjadi (kejadian
beberapa tahun yang lalu).
d) Tingkat konsentrasi Klien tidak mampu berkonsentrasi
e) Kemampuan penilaian Gangguan berat dalam penilaian atau
keputusan.
8) Kebutuhan klien sehari-hari
a) Tidur, klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau
duduk dan gelisah . Kadang-kadang terbangun tengah malam dan
sukar tidur kemabali. Tidurnya mungkin terganggu sepanjang
malam, sehingga tidak merasa segar di pagi hari.
b) Selera makan, klien tidak mempunyai selera makan atau makannya
hanya sedikit, karea putus asa, merasa tidak berharga, aktivitas
terbatas sehingga bisa terjadi penurunan berat badan.
c) Eliminasi
Klien mungkin tergnaggu buang air kecilnya, kadang- kdang lebih
sering dari biasanya, karena sukar tidur dan stres. Kadang-kadang
dapat terjadi konstipasi, akibat terganggu pola makan.
d) Mekanisme koping
18
Apabila klien merasa tridak berhasil, kegagalan maka ia akan
menetralisir, mengingkari atau meniadakannya dengan
mengembangkan berbagai pola koping mekanisme. Koping
mekanisme yang digunakan seseorang dalam keadaan delerium
adalah mengurangi kontak mata, memakai kata-kata yang cepat
dan keras (ngomel-ngomel) dan menutup diri.
19
2.3.4 Pengkajian psikogerontik
1). pengkajian status fungsional .
Tabel 1 Indeks barthel
20
Skor 20 = lansia mandiri, 12-19 = ketergantungan ringan, 9-11 =
ketergantungan sedang, 5-8 = ketergantungan berat, 0-4 = ketergantungan
total
Tabel 3.
21
Mini Mental Status Exam (MMSE)
22
23
8
TOTAL
Kesimpulan : gangguan kognisi berat
23
24
BAB III
TINJUAN KASUS
24
25
2. Ingatan (Memori)
a. Pengertian ingatan
25
26
26
27
Tabel 4
Short Portable Mental Status Questionnare
(SPMSQ)
Benar Salah Nomor Pertanyaan
1. Tanggal berapa hari ini ?
2. Hari apa sekarang ?
3. Apa nama tempat ini ?
4. Dimana alamat anda?
5. Berapa anak anda?
6. Kapan anda lahir?
7. Siapakah presiden indonesia saat ini ?
8. Siapakah presiden indonesia
sebelumnya?
9. Siapakah nama ibu anda?
10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap
pengurangan 3 dari setiap angka baru
semua secara menurun.
Sumber : (Sunaryo, 2016)
Interpretasi :
Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh
Salah 4-5 : fungsi intelektual rusak ringan
Salah 6-8 : fungsi intelektual kerusakan
sedang Salah 9-10 : fungsi intelektual
kerusakan berat
2) Mini Mental State Exam (MMSE)
Mini Mental State Exam (MMSE) digunakan untuk
menguji aspek kognitif dari fungsi mental: orientasi,
registrasi, perhatian, kalkulasi, mengingat kembali, dan
bahasa. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melengkapi dan
menilai, tetapi tidak dapat digunakan untuk tujuan
diagnostik, namun berguna untuk mengkaji kemajuan
klien.
27
28
Tabel 5
Mini Mental State Exam (MMSE)
28
Meminta klien untuk mengikuti perintah
berikut yang terdiri dari 3 langkah
Ambil pulpen di tangan a ambil kertas,
menulis “s mau tidur”`
1. Ambil pulpen
2. Ambil kertas
3. ...
Perintahkan klien untuk berikut (bila
aktivitas se perintah nilai 1 poin):
“tutup mata anda”
1. Klien menutup mata
Perintahkan pada klien untuk menulis
satu kalimat menyalin gambar (2 buah 5)
Tota 30
l
Sumber :
(Sunaryo,2016) Skor:
24-30 : Normal
17-33 : Probable gangguan
kognitif 0-16 : Definitif
gangguan kognitif
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Nasrullah (2016) dan Aspiani (2014), pengkajian yang
dilakukan untuk asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan
psikososial gangguan memori pada lansia dengan demensia sebagai
berikut :
a. Anamnesa
1) Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku
bangsa/latar belakang, status sipil, pendidikan, pekerjaan, dan
alamat.
29
2) Keluhan utama atau sebab utama yang menyebabkan klien datang
berobat (menurut klien dan atau keluarga).
3) Riwayat Kesehatan Sekarang berupa uraian mengenai keadaan klien
saat ini, mulai timbulnya keluhan yang dirasakan sampai saat
dilakukan pengkajian.
4) Riwayat Kesehatan dahulu seperti adanya masalah psikososial.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga dikaji apakah dalam keluarga ada yang
mengalami gangguan psikologi seperti yang dialami klien.
b. Pemeriksan fisik
1) Keadaan Umum klien lansia yang mengalami masalah psikososial
Demensia biasanya lemah.
30
c. Pola hubungan dan peran yang menggambarkan dan mengetahui
hubungan dan peran klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat
tempat tinggal, pekerjaan, tidak punya rumah, dan masalah keuangan.
d. Pola sensori dan kognitif untuk mengetahui status mental klien dapat
dilakukan pengkajian menggunakan Tabel Short Portable Mental Status
Quesionare (SPMSQ).
e. Pola Persepsi Dan Konsep Diri klien biasanya mengalami gangguan
persepsi, tidak mengalami gangguan konsep diri.
f. Pola Seksual dan Reproduksi klien mengalami penurunan minat terhadap
pemenuhan kebutuhan seksual.
g. Pola Penanggulangan stress dan koping klien menggunakan mekanisme
koping yang tidak efektif dalam menangani stres yang dialami.
h. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan klien tidak mengalami gangguan dalam
spiritual.
2. Diagnosa keperawatan
Menurut buku Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (2016)
diagnosa yang muncul pada kasus kebutuhan psikososial gangguan
memori dengan kondisi klinis demensia adalah :
Tabel 8
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Definisi Faktor Gejala dan tanda Kondisi klinis
penyebab Mayor minor
31
atau 2. Gangguan pengalaman pada 5. Depresi
perilaku sirkulasi lupa waktu 6. Intoksikasi
keotak 2. Tidak yang alkohol
3. Gangguan mampu telah 7. Penyalahg
volume mempelajari dijadwal unaan obat
cairan/ keterampila kan
elektrolit n baru 2. Merasa
4. Proses 3. Tidak mudah
penuaan mampu lupa
5. Hipoksia mengingat Objektif:
6. Gangguan informasi (tidak
Neurologis faktual tersedia)
7. Efek agen 4. Tidak
farmakolo mampu
gi mengingat
8. Penyalahg perilaku
unaan zat 5. Tidak
9. Faktor mampu
psikologis mengingat
(mis. peristiwa
kecemasan
, depresi, Objektif:
stres 1.Tidak
berlebihan, mampu
berduka, melakukan
gangguan kemampuan
tidur) yang
10.Distraksi dipelajari
lingkungan sebelumnya
32
perawatan diri 9.skizoferinia
kurang dan gangguan
psikotik lain
8.fungsi
penilaian
terganggu
33
kontak
mata
9. Perkemb
angan
terlamba
t
10. Tidak
bergaira
h/lesu
34
3. Intervensi Keperawatan
Menurut buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2018) dan
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (2019) intervensi keperawatan
yang muncul pada lansia dengan pemenuhan kebutuhan psikososial
gangguan memori dengan demensia yaitu:
Tabel 2 Intervensi Keperawatan
35
mendapatkan perasaan 19. Terapi Mileu
lebih dalam pada 20. Terapi Oksigen
bagian tubuh yang 21. Terapi reminisen
dituju 22. Terapi validasi
4. Anjurkan
latihan selama 15-20
menit
5. Anjurkan tetap rileks
selama 15-20 menit
6. Anjurkan berlatih tiga
kali sehari
Orientasi realita
Observasi
a) Monitor
perubahan orientasi
b) Monitor
perubahan kognitif
Terapeutik
a) Perkenalkan nama
saat interaksi
b) Orientasikan orang,
tempat dan waktu
c) Hadirkan realita (mis.
beri
penjelasan alternatif,
hindari perdebatan)
d) Sediakan lingkungan
dan rutinitas secara
konsisten
e) Atur stimulus
sensorik dan
lingkungan (mis.
kunjungan,
pemandangan,
suara, pencahayaan,
bau dan sentuhan)
f) Gunakan
simbol dalam
mengorientasikan
lingkungan
(mis. tanda, gambar,
warna)
g) Libatkan dalam terapi
kelompok orientasi
h) Berikan
waktu istirahat dan
tidur yang cukup,
sesuai kebutuhan
i) Fasilitasi akses
informasi (mis.
36
televisi, surat kabar,
radio), jika perlu
Edukasi
a) Anjurkan perawatan
diri secara mandiri
b) Anjurkan penggunaan
alat bantu (mis.
kacamata, alat bantu
dengar, gigi palsu)
c) Ajarkan keluarga
dalam perawatan
orientasi realita
37
diri 6) Jadwalkan 19. Pemberian obat
meningkat intravena
f. Minat rutinitas perawatan diri 20. Pemberian obat oral
melakuka n 21. Pengontrolan infeksi
Edukasi 22. Perawatan kateter
perawatan diri
meningkat 1. Anjurkan melakukan sentral perifer
perawatan diri secara 23. Perawatan
konsisten perineum
sesuai kemampuan 24. Perawatan selang
gastrointestinal
Dukungan perawatan diri 25. Perawatan stoma
BAB/BAK 26. Promosi berat badan
27. Reduksi ansietas
Observasi
28. Terapi intravena
1) Identifikasi kebiasaan
BAB/BAK
2) Monitor integritas kulit
pasien
Terapeutik
1) Buka pakaian yang
diperlukan
untuk memudahkan
eliminasi
2) Dukung penggunaan
toilet/commode/pispot/ur
inal secara konsisten
3) Jaga privasi selama
eliminasi
4) Ganti pakaian pasien
setelah eliminasi, jika
perlu
5) Bersihkan alat bantu
BAB/BAK,
setelah digunakan
6) Latih BAB/BAK sesuai
jadwal, jika perlu
7) Sediakan alat bantu (mis.
Kateter eksternal, urinal),
jika perlu
Edukasi
1) Anjurkan
BAB/BAK secara rutin
2) Anjurkan ke
kamar mandi/toilet, jika
perlu
38
Dukungan perawatan diri:
berpakaian
Observasi
1. Identifikasi usia dan
budaya
dalam membantu
berpakaian/berhias
Terapeutik
1) Sediakan pakaian
pada tempat yang
mudah dijangkau
2) Sediakan pakaian
pribadi,
sesuai kebutuhan
3) Fasilitasi mengenakan
pakaian, jika perlu
4) Fasilitasi berhias
(mis. Menyisir
rambut, merapikan
kumis/jenggot)
5) Jaga privasi
selama berpakaian
6) Tawarkan
laundry, jika perlu
7) Berikan
pujian terhadap
kemampuan
berpakaian secara
mandiri
Edukasi
1) Informasikan pakaian
yang tersedia untuk
dipilih, jika perlu
2) Ajarkan mengenakan
pakaian, jika perlu
Dukungan perawatan diri :
makan/minum
Observasi
39
1) Identifikasi diet yang
dianjurkan
2) Monitor
kemampuan menelan
3) Monitor status hidrasi,
pasien
Terapeutik
1) Ciptakan lingkungan yang
menyenangkan selama
makan
2) Atur posisi yang nyaman
untuk makan/minum
3) Lakukan oral hygine
sebelum makan, jika perlu
4) Letakan makanan disisi
mata yang sehat
5) Sediakan sedotan untuk
minum, sesuai kebutuhan
6) Sediakan makanan dengan
suhu yang dapat
meningkatkan
nafsu makan.
7) Sediakan makanan dan
minuman yang disukai
8) Berikan bantuan saat
makan/minum
sesuai tingkat kemandirian,
jika perlu
9) Motivasi untuk makan
diruang makan, jika
tersedia
Edukasi
1. Jelaskan posisi makanan
pada pasien yang
mengalami
gangguan
pengelihatan
40
41
1. Kolaborasi pemberian obat
(mis.
Analgesik, antiemetik),
sesuai indikasi
Dukungan perawatan diri:
mandi
Observasi
1) Identifikasi usia dan
budaya dalam
membantu kebersihan diri
2) Identifikasi jenis bantuan
yang dibutuhkan
3) Monitor kebersihan tubuh
(mis. Rambut, mulut, kulit
dan kuku)
4) Monitor intergritas
kulit Terapeutik
1) Sediakan peralatan mandi (
mis. Sabun, sikat gigi,
shampo, pelembab kulit)
2) Sediakan lingkungan yang
aman dan nyaman
3) Fasilitasi menggosok gigi
sesuai kebutuhan
4) Fasilitasi mandi sesuai
kebutuhan
5) Pertahankan kebiasaan
kebersihan diri
6) Berikan bantuan sesuai
tingkat kemandirian
Edukasi
1) Jelaskan manfaat mandi
dan dampak tidak mandi
terhadap kesehatan
2) Ajarkan kepada keluarga
cara memandikan pasien,
jika perlu
42
Isolasi sosial Promosi sosialisasi : 1. Dukungan emosi-
Tujuan : Observasi onal
Setelahdilakukan 1. Identifikasi 2. Dukungan kelom-
intervensi kemampuan pok
melakukan interaksi 3. Dukungan pemuli-han
keperawatan maka dengan oranglain. penyalahguna-an
keterlibatan sosial 2. Identifikasi hambatan alkohol
meningkat melakukan interaksi 4. Dukungan pemu- lihan
dengan dengan orang lain penyalahgu-naan zat
kriteria: Terapeutik 5. Dukungan proses
1. Motivasi berduka
1. Minat meningkatkan 6. Dukungan proses
interaksi keterlibatan dalam berduka : kema- tian
meningkat sua-tu hubungan perinatal
2. Verbalisasi 2. Motivasi kesabaran 7. Edukasi
isolasi dalam menejem-en stres
menurun mengembang-kan 8. Edukasi penyala-
3. Verbalisasi suatu hubungan hgunaan alkohol
ketidakmampu 3. Motivasi 9. Edukasi penyala-
an di tempat berpartisipasi dalam hgunaan zat
umum aktivitas baru dan 10. Manajemen eli- minasi
menurun kegiatan kelompok fekal
4. Perilaku 4. Motivasi 11. Manajemen eli- minasi
menarik diri berinteraksi diluar urine
menurun lingkungan 12. Manajemen ling- kungan
5. Kontak 5. Diskusikan 13. Manajemen mood
mata membaik kekuatan dan 14. Manajemen putus
6. Tugas keterbatasan dalam zat
perkembangan berkomunikasi 15. Manajemen stress
sesuai dengan oranglain. 16. Modifikasi perilaku
usia membaik 6. Diskusikan keterampilan sosial
perencanaan 17. Pemberian obat oral
kegiatan dimasa 18. Penentuan tujuan
depan bersama
7. Berikan umpan 19. Promosi citra tubuh
balik positif dalam 20. Promosi
perawatan diri dukungan
8. Berikan umpan baik keluarga
positif pada setiap 21. Promosi
peningkatan dukungan sosial
kemampuan 22. Promosi harapan
Edukasi 23. Promosi harga diri
1. Anjurkan berinteraksi 24. Promosi
kepada oranglain hubungan positif
secara bertahap
2. Anjurkan ikut serta
kegiatan sosial dan
kemasyarakatan
3. Anjurkan berbagi
pengalaman dengan
orang lain
4. Anjurkan
meningkatkan
kejujuran diri dan
43
44
menghormati hak 25. Promosi
oranglain kesadaran diri
5. Anjurkan penggunaan 26. Promosi
alat bantu keutuhan
6. Anjurkan membuat keluarga
perencanaan kelompok 27. Promosi latihan fisik
kecil untuk kegiatan 28. Terapi bantuan hewan
khusus 29. Terapi
7. Latih bermain peran diversional
untuk meningkatkan 30. Terapi kelompok
keterampilan 31. Terapi keluarga
komunikasi 32. Terapi rekreasi
8. Latih 33. Terapi
mengekspresikan reminisens
marah dengan tepat 34. Terapi seni
Terapi aktivitas :
Observasi
1. Identifikasi defisit
tingkat aktivitas
2. Identifikasi
kemampuan
berpartisipasi dalam
aktivitas tertentu
3. Identifikasi sumber
daya untuk aktivitas
yang diinginkan
4. Identifikasi strategi
meningkatkan
partisipasi dalam
aktivitas.
5. Identifikasi makna
aktivitas rutin dan
waktu luang.
6. Monitor respons
emosional, fisik,
sosial dan spiritual
terharadap aktivitas.
Terapeutik
1. Fasilitasi fokus pada
kemampuan, bukan
defisit yang dialami.
2. Sepakati komitmen
untuk meningkatkan
frekuensi dan rentang
aktivitas
3. Fasilitasi memilih
aktivitas dan tetapkan
tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai
45
kemampuan fisik,
psikologis, dan sosial
4. Koordinasikan
pemilihan aktivitas
sesuai usia
5. Fasilitasi makna
aktivitas yang dipilih
6. Fasilitasi transpotasi
untuk menghadiri
aktivitas, jika sesuai
7. Fasilitasi pasien dan
keluarga dalam
menyesuaikan
lingkungan untuk
mengakomodasi
aktivitas yang di pilih
8. Fasilitasi aktivitas
fisik rutin
9. Fasilitasi aktivitas
pengganti saat
mengalami
keterbatasan waktu,
energi dan gerak.
10. Fasilitasi aktivtas
motorik kasar untuk
pasien hiperaktif
11. Tingkatkan aktivitas
fisik untuk
memelihara berat
badan, jika sesuai
12. Fasilitasi aktivitas
motorik untuk
merelaksaksi otot
13. Fasilitasi aktivitas
dengan komponen
memori implisit dan
emosional untuk
pasien demensia, jika
sesuai
14. Libatkan dalam
permainan kelompok
yang tidak kompetitif,
terstruktur dan aktif.
15. Tingkatkan
keterlibatan dalam
aktivitas rekreasi dan
diversifikasi untuk
menurunkan
Kecemasan
46
16. Libatkan keluarga
dalam aktivitas,
jika perlu
17. Fasilitasi
mengembangkan
motivasi dan
penguatan diri
18. Fasilitasi pasien
dan keluarga
memantau
kemajuannya
sendiri untuk
mencapai tujuan
19. Jadwalkan
aktivitas dalam
rutinitas sehari-
hari
20. Berikan
penguatan positif
atas partisipasi
dalam aktivitas
Edukasi
1. Jelaskan
metode aktivitas
fisik sehari- hari,
jika perlu
2. Ajarkan
cara melakukan
aktivitas yang
dipilih
3. Anjurkan
melakukan
aktivitas fisik,
sosial, spiritual
dan kognitif
kesehatan
4. Anjurkan terlibat
akti- vitas
kelompok atau
terapi
5. Anjurkan keluarga
untuk
memberi
penguatan positif
atas partisipasi
dalam aktivitas
Kolaborasi
1) Kolaborasi
dengan terapis
okupasi dalam
merencanakan
dan memonitor
program akti-
vitas, jika
sesuai
47
2) Rujuk pada
pusat atau
program
aktivitas
komunitas, jika
perlu
48
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
49
4.2 SARAN
50
DAFTAR PUSTAKA
51