Abstract Kompetensi
Teori kecelakaan Parameter kinerja K3, Perhitungan Mahasiswa diharapkan mampu mampu
kinerja K3 Aplikasi penerapan di Industri, serta menjelaskan teori kecelakaan, mampu
membantu mahasiswa dalam mempelajari mata menghitung parameter K3, Mampu
kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). menjelaskan penerapan parameter P3K
Kompetensi yang diharapkan dari modul ini, dalam bentuk statistik di Industri
mahasiswa menguasai P3K dan Penanggulangannya
Latar Belakang
Untuk mendapatkan serta menjaga Kesehatan dan keselamatan kerja cukup penting bagi
moral, legalitas, dan finansial. Semua organisasi memiliki kewajiban untuk memastikan
bahwa pekerja dan orang lain yang terlibat tetap berada dalam kondisi aman sepanjang
waktu. Praktik K3 (keselamatan kesehatan kerja) meliputi pencegahan, pemberian sanksi,
dan kompensasi, juga penyembuhan luka dan perawatan untuk pekerja dan menyediakan
perawatan kesehatan dan cuti sakit. K3 terkait dengan ilmu kesehatan kerja, teknik
keselamatan, teknik industri, kimia, fisika kesehatan, psikologi organisasi dan industri,
ergonomika, dan psikologi kesehatan kerja dalam seluruh aspek yang berhubungan dengan
keselamatan kerja.
Seperti diketahui Kecelakaan adalah suatu kejadian tak diduga dan tidak dikehendaki yang
mengacaukan proses suatu aktivitas yang telah diatur. Tidak terduga artinya dibelakang
peristiwa tersebut tidak ada unsur kesengajaan atau perencanaan. Tidak diharapkan karena
peristiwa kecelakaan yang terjadi disertai dengan kerugian material serta penderitaan bagi
korban yang terkena kecelakaan. Penderitaan ini bisa derajat yang paling ringan sampai
pada yang paling berat dan tidak diinginkan.
Kecelakaan Kerja
"Setiap tahunnya, rata-rata BPJS Ketenagakerjaan melayani 130 ribu kasus kecelakaan
kerja, dari kasus-kasus ringan sampai dengan kasus-kasus yang berdampak fatal. Di antara
semua kasus yang ditangani, masih didominasi oleh kasus-kasus kecelakaan kerja ringan di
lingkungan pekerjaan yang berkarakter pabrik," kata Direktur Pelayanan BPJS
Ketenagakerjaan, Krishna Syarif di sela peringatan Bulan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) Nasional Tahun 2019, di Istora Senayan, Jakarta, Selasa 15 Januari 2019.
Meski tren kecelakaan itu terus meningkat, Krishna memandang kasus-kasus yang
dilaporkan itu belum memiliki dampak besar terhadap perekonomian Indonesia. Pasalnya
kasus kecelakaan kerja pada pegawai pabrik masih didominasi oleh kasus tenaga kerja usia
produktif yang memiliki kompetensi rendah. Dengan demikian mudah digantikan oleh pasar
tenaga kerja yang masih over supply.
Kemudian, kasus-kasus dengan fatalitas tinggi masih didominasi oleh kasus kecelakaan lalu
lintas dan kecelakaan pada perusahaan di industri pengolahan dan konstruksi. "Selain itu,
kasus kecelakaan kerja yang dilaporkan masih didominasi oleh kasus-kasus kecelakaan
dilingkungan pabrik. Belum merata ke industri lainnya yang juga punya potensi risiko besar,"
ujar Krishna.
Terkait hal itu, dia mengingatkan perlunya pekerja dilindungi jaminan sosial. Pasalnya,
program jaminan sosial ketenagakerjaan memberikan perlindungan sejak pekerja berangkat
dari rumah, saat bekerja, hingga kembali lagi ke rumah. Melalui program ini, pemerintah
telah memberikan jaminan kepada seluruh pekerja Indonesia bila terjadi risiko yang tidak
diharapkan pada saat melakukan pekerjaan.
"Melalui peringatan Bulan K3 ini, kami ingin mengajak seluruh pekerja Indonesia senantiasa
memperhatikan dan menggunakan alat pelindung diri (APD) di tempat kerja sesuai dengan
bidang pekerjaannya. Bekerja sesuai standar prosedur keamanan dan perlindungan
jaminan sosial ketenagakerjaan tentunya dapat membuat rasa aman dalam bekerja, dan
produktivitas menjadi meningkat," pungkas Krishna.
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Perlu dipahami Tenaga Kerja dlm JKK termasuk magang & murid yang bekerja pada
perusahaan baik yang menerima upah atau tidak, Pemborong Pekerjaan & Narapidana yang
diperjakan di perusahaan.
Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja,
termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat
kerja atau sebaliknya. (Permenaker No. 7 Tahun 2017 Tentang Program Jaminan sosial
tenaga kerja indonesia).
Kasus kecelakaan kerja dapat dibuktikan apabila terdapat Korban/IP yang mengalami cidera
akibat suatu peristiwa atau kejadian yang tidak diinginkan dengan kriteria kecelakaan terjadi
dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya melalui jalan
yang biasa dilalui atau wajar dilalui. secara eksplisit maka ada 2 hal yang perlu diperhatikan
yaitu kecelakaan dikategorikan mulai dari IP keluar dari rumah & berada di jalan umum.
Sehingga untuk pembuktiannya harus dilengkapi "Surat Keterangan dari Pihak Kepolisian" /
" 2 Orang Saksi yang mengetahui kejadian"
Pengertian kecelakaan berhubungan dengan hubungan kerja ini punya arti luas sehingga
tidak ada batasan secara konkrit. akan tetapi pedoman dalam menentukan apakah suatu
kecelakaan termasuk kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja dapat dilihat dari:
a. Kecelakaan terjadi di tempat kerja;
b. Adanya perintah kerja dari atasan/pemberi kerja/pengusaha untuk melakukan
pekerjaan;
c. Melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan kepentingan perusahaan;
dan/atau
d. Melakukan hal yg sangat penting & mendesak dlm jam kerja atas izin/
e. sepengetahuan perusahaan.
D) Kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan pergi dan pulang melalui jalan yang biasa
dilalui atau wajar bagi tenaga kerja yang setiap akhir pekan kembali ke rumah tempat
tinggal yang sebenarnya (untuk tenaga kerja yang sehari-hari bertempat tinggal di
rumah kost/mess/asrama dll).
E) Penyakit Akibat Hubungan Kerja/Penyakit Terkait Kerja (work related disease) adalah
penyakit yang dicetuskan atau diperberat oleh pekerjaan atau lingkungan kerja tidak
termasuk PAK, namun yang bersangkutan memperoleh Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan (JPK). Contoh: penyakit asma yang diakibatkan keturunan, penyakit hernia
yang ada faktor bawaan.
F) Meninggal mendadak di tempat kerja pada hakekatnya bukan kecelakaan kerja, namun
karena kejadiannya sedang bekerja di tempat kerja, maka pemerintah memberikan
suatu kebijakan perluasan perlindungan sehingga meninggal mendadak di tempat kerja
dianggap sebagai kecelakaan kerja. Untuk memperoleh jaminan kecelakaan kerja akibat
meninggal mendadak di tempat kerja harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1.) Tenaga kerja pada saat bekerja di tempat kerja tiba-tiba meninggal dunia tanpa
melihat penyebab dari penyakit yang dideritanya.
2.) Tenaga kerja pada saat bekerja di tempat kerja mendapat serangan penyakit
kemudian langsung dibawa ke dokter/unit pelayanan kesehatan/rumah sakit dan
tidak lebih dari 24 (dua puluh empat) jam kemudian meninggal dunia.
Apabila terjadi perbedaan pendapat antara para pihak mengenai kecelakaan kerja atau
bukan kecelakaan kerja mengenai: Akibat kecelakaan kerja, Besarnya prosentase cacat
akibat kecelakaan kerja dan besarnya jaminan. maka pihak yg tidak menerima dapat
meminta penetapan kepada Pengawas Ketenagakerjaan .
Dikemukakan oleh : Suseno Hadi bahwa Secara sempit statistik dapat diartikan sebagai
data. Dalam arti yang luas statistik dapat berarti sebagai alat untuk : menentukan sampel,
mengumpulkan data, menyajikan data, menganalisa data dan menginterpretasi data,
sehingga menjadi informasi yangberguna.
JENISNYA
Statistika dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu Statistik Deskriptif dan Statistik
Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menggambarkan suatu hasil
observasi atau pengamatan. Juga hasil akhirnya tidak digunakan untuk menarik
kesimpulan.
Statistik inferensial adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data/hasil
observasi dari sampel, yang hasilnya akan digeneralisasikan (diinferensikan) untuk
populasi dimana sampel tersebut diambil. Selanjutnya yang disebut sebagai Statistik
Parametris terutama digunakan untuk menganalisa data interval/rasio dan
diasumsikan distribsinya normal. (bell-shaped). Statistik non-parametrik digunakan
untuk menganalisa data nominal dan ordinal.
Angka LTI diperoleh dari catatan lama mangkirnya tenaga kerja akibat kecelakaan
kerja. Sedang jumlah jam kerja orang yang terpapar diperoleh dari bagian absesnsi
atau pembayaran gaji. Bila tidak memungkinkan, angka ini dihitung dengan
mengalikan jam kerja normal tenaga kerja terpapar, hari kerja yang diterapkan dan
jumlah tenaga kerja keseluruhan yang beresiko.
Contoh 1 :
Organisasi dengan tenaga kerja 500 orang, jumlah jam kerja yang telah dicapai
1,150,000 juta jam kerja orang. Pada saat yang sama cidera yang menyebabkan
hilangnya waktu kerja sebanyak 46. Berapa frekwensi ratenya ?
Nilai frekwensi rate 40 berarti, bahwa pada periode orang kerja tersebut terjadi
hilangnya waktu kerja sebesar 40 jam per-sejuta orang kerja. Angka ini tidak
mengindikasikan tingkat keparahan kecelakaan kerja. Angka ini mengindikasikan
bahwa pekerja tidak berada di tempat kerja setelah terjadinya kecelakaan kerja.
Contoh 2
Suatu perusahaan dengan karyawan 1000 tenaga kerja, yang kegiatannya 50 minggu
dengan 40 jam perminggu, mengalami 60 kecelakaan dalam setahun. Akibat
kecelakaan tersebut tenaga kerja tidak masuk kerja 5% dari seluruh waktu
kerjanya. Berapa frekwensi ratenya ?
Besarnya jam manusia hilang = 1000 x 50 x 40 = 2.000.000
Tidak masuk kerja 5% = 0,05 x 2.000.000 = 100.000
maka total Jam manusia hilang sesungguhnya : 2.000.000-100.000 = 1.900.000
Indikator hilangnya hari kerja akibat kecelakaan kerja untuk per sejuta jam kerja
orang.
Contoh 1 :
Sebuah tempat kerja telah bekerja 365,000 jam orang, selama setahun telah terjadi
5 kasus kecelakaan kerja yang menyebabkan 175 hari kerja hilang. Tentukan rate
waktu kerja hilang akibat kecelakaan kerja tersebut.
Nilai severity rate 479 mengindikasikan bahwa selama kurun waktu tersebut berarti,
pada tahun tersebut telah terjadi hilangnya waktu kerja sebesar 479 hari per sejuta
jam kerja orang.
Contoh 2
Angka-angka untuk menghitung frekwensi kecelakaan diketahui: jumlah hari -hari
hilang 1200 sebagai akibat 60 kecelakaan Hitung Beratnya kecelakaan?
Sr :1.200 x 1000 /1.900.000 = 0.63
Artinya: setiap tahun kira-kira 0,63 hari (sehari) hilang pada setiap 1000 jam manusia
Ukuran indicator ini sering disebut juga ‘Duration Rate’ digunakan untuk
mengidikasikan tingkat keparahan suatu kecelakaan. Dengan penggunaan ALTR yang
dikombinasikan denga Frekwensi Rate akan lebih menjelaskan hasil kinerja program
Contoh:
Organisasi dengan tenaga kerja 500 orang, jumlah jam kerja yang telah dicapai
1,150,000 juta jam kerja orang dan Lost Time Injury-nya (LTI) sebesar 46. Misalkan
dari laporan Kecelakaan Kerja selama 6 bulan diperoleh informasi sbb:
10 kasus hilang waktu kerja dalam 3 hari sekali = 30
8 kasus hilang waktu kerja dalam 6 hari sekali = 48
12 kasus hilang waktu kerja dalam 14 hari sekali = 168
4 kasus hilang waktu kerja dalam 20 hari sekali = 80
10 kasus hilang waktu kerja dalam 28 hari sekali = 280
2 kasus hilang waktu kerja dalam 42 hari sekali = 84
Total keseluruhan = 690 hari kerja hilang
Dengan demikian,
4. Incidence Rate
Frequency Severity Indicator adalah kombinasi dari frekwensi dan severity rate.
Rumus: FSI = ( Frekwensi Rate x Severity Rate) / 1,000
Contoh: Frekwensi Rate : Severity Rate : FSI
2 125 0,5
4 250 1,0
8 500 2,0
Nilai FSI ini dapat kita jadikan rangking kinerja antar bagian di tempat kerja.
6. Safe-T Score
Safe T score adalah nilai indikator untuk menilai tingkat perbedaan antara dua
kelompok yang dibandingkan. Apakah perbedaan pada dua kelompok tersebut
bermakna atau tidak. Dalam statistik biasanya disebut sebagai t-test. Perbedaan ini
dinilai untuk membandingkan kinerja suatu kelompok dengan kinerja sebelumnya.
Hasil perbedaan ini dapat dijadikan apakah terjadi perbedaan yang mencolok atau
tidak. Selanjutnya dapat dipakai untuk menilai kinnerja yang telah kita lakukan.
Interpretasi :
Score positif dari Safe T Score mengindikasikan jeleknya record kejadian, sebaliknya
score negatif menunjukkan peningkatan record terdahulu. Interpretasi dari Score ini
selengkapnya sebagai berikut:
• Safe T Score diantara +2.00 dan –2.00, artinya tidak ada perbedaan atau
perbedaan tidak bermakna.
Contoh :
Lokasi A
-----------------------------------
Tahun lalu
10 kasus kecelakaan
10,000 jam orang kerja
Frekwensi Rate = 1,000
========================
Lokasi B
-------------------------------------------------
Tahun lalu – 1000 kasus kecelakaan
1000,000 jam orang kerja
Frekwensi Rate = 1,000
Frekwensi rate untuk lokasi A meningkat 50%, sedang pada B hanya 10%.
Apakah ada sesuatu yang salah dari salah satu atau kedua data ini ?
Jawab:
Lokasi A
Safe-T Score = (1,500 – 1,000)/ akar dari ( 1000/0.01) = 500/ 317 = Safe-T
Score = +1,58
Artinya peningkatan 50% jumlah kasus pada lokasi A termasuk peningkatan
yang tidak bermakna
Lokasi B
Safe-T Score = 1,100 – 1,000/ akar dari ( 1000/0.01) = 100/ 317 =Safe-T
Score = +3,17
Artinya peningkatan 10% jumlah kasus pada lokasi ini ada perbedaan yang
bermakna, artinya ada sesuatu yang salah, yang perlu mendapat perhatian.
Fluktuasi kejadian dalam statistik merupakan hal yang biasa, yang menjadi pertanyaan
dalam hal ini apakah fluktuasi kejadian tersebut masih dalam rentang sesuai
ketentuan yang ditetapkan ataukah keluar dari rentang yang ditetapkan. Dengan
dasar ini kita dapat menggunakan statistik untuk aplikasi pengendalian suatu aspek
K3. Dengan diketahuinya batas-batas rentang (batas atas dan batas bawah) yang
ditentukan dapat memberikan informasi kepada pengelola, bahwa suatu aspek K3
tersebut terkendali atau tidak terkendali. Contoh penggunaan statistik untuk
pengendalian aspek K3 dapat dilihat di lampiran.
N = 4 (1 – P) / Y2 (P)
Keterangan:
N = Jumlah keseluruhan pengamatan yang dibutuhkan
P = Prosentase dari unsafe observation
Y = derajat akurasi yang diinginkan (biasanya 10% atau 5%)
Contoh:
Dari hasil survey awal ditemukan 126 jumlah observasi ditemukan 32 amatan
unsafe act, dengan demikian % unsafe act = 32 x 100/126 = 0,254. Untuk
mengetahui jumlah amatan yang sebenarnya untuk hasil yang akurat, maka
dimasukkanlah ke dalam rumus sebagai berikut:
N = 4 (1 – P) / Y2 (P)
N = 4 (1 – 0,25) / 0,102 (0,25)
= 3/0,0025 = 1,200 (jumlah observasi yang sebaiknya dilakukan)
Angka-angka ini tidak cocok diterapkan untuk jumlah tenaga kerja yang
sedikit, karena akan kesulitan mencapai tingkat persejuta jam kerja orang
terpapar.
Rendahnya pencapaian angka ini tidak menggambarkan performa
penerapan K3 secara keseluruhan (hanya mempertimbangkan insiden-
insiden kecelakaan kerja saja). Tapi tidak menekankan upaya-upaya apa
saja yang telah dilakukan untuk pencegahan kecelakaan kerja.
Angka ini tidak memperhitungkan jenis-jenis kecelakaan minor (tidak
menyebabkan hilangnya hari kerja, termasuk didalamnya ‘near missess’
incident). Dengan demikian kecelakaan-kecelakaan ringan seperti, lecet
akibat terjatuh, tangan tergores, hampir kejatuhan beban atau kejadian
hampir celaka tidak masuk dalam perhitungan.
Pengukuran Kinerja K3
Hasil dari pemantauan dan pengukuran kinerja K3 dianalisa dan digunakan untuk
mengidentifikasi tingkat keberhasilan kinerja K3 ataupun kebutuhan perlunya tindakan
perbaikan ataupun tindakan-tindakan peningkatan kinerja K3 lainnya.
2. Tingkat keseringan kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).
3. Tingkat hilangnya jam kerja akibat kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
(PAK).
4. Tuntutan tindakan pemenuhan dari pemerintah.
Kalibrasi dan perawatan alat ukur pemantauan dan pengukuran kinerja K3 dilaksanakan
oleh personil ahli terhadap pelaksanaan kalibrasi dan perawatan alat-alat ukur yang
digunakan.
Daftar Pustaka
1. Andry Kurniawan Amd SKM (MKKK), Lead of HSE Trainer – AEJ ID 229 Australian
Embassy Compound Project
2. Pedoman Praktis Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L)
Industri Konstruksi, Ir. B Bodi Rijanto MM, Mitra Wacana Media, edisi 1 tahun 2010
3. Pedoman Pencegahan Kecelakaan Di Industry, Ir. B Bodi Rijanto MM, Mitra
Wacana Media, edisi 1 tahun 2011
4. Manajemen Risiko Operasional, Dr. Muhammad Muslich, M.B.A, Bumi Aksara,
2007
5. Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi, Dr. Bramantyo Djohanputro, M.B.A,
CRMP, QIA
6. Manajemen Risiko, Dr. Mamduh M. Hanafi, M.B.A., UPP STIM YKPM, Edisi kedua
2009.
7. Manajemen Risiko berbasis ISO 31000, leo J. Susilo, Victor Riwu Kaho, PPM
Manajemen
8. Henry Charles, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pusat Bahan Ajar dan
Elearning Mercubuana
12. Frank E. McElroy, P.E ., C.S.P, National Safety Council 8th Edition, Accident
Prevention Manual Industrial Operation Engineering and Technology
13. Modul Pembinaan Calon Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Umum (AK3U) ,
Direktorat pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja Direktorat
Jendral pembinaan Pengawasan Ketenaga Kerjan dan K3 Kementrian Ketenaga
Kerjaan Republik Indonesia, Tahun 2015