Anda di halaman 1dari 24

MODUL PERKULIAHAN 11

Keselamatan dan Kesehatan


Kerja (K3)

Penanggulangan dan Statistik


Kecelakaan Kerja

Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh


Teknik Industri Teknik Mesin
11
Ir. Razul Harfi. MM,MT

Abstract Kompetensi

Teori kecelakaan Parameter kinerja K3, Perhitungan Mahasiswa diharapkan mampu mampu
kinerja K3 Aplikasi penerapan di Industri, serta menjelaskan teori kecelakaan, mampu
membantu mahasiswa dalam mempelajari mata menghitung parameter K3, Mampu
kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). menjelaskan penerapan parameter P3K
Kompetensi yang diharapkan dari modul ini, dalam bentuk statistik di Industri
mahasiswa menguasai P3K dan Penanggulangannya
Latar Belakang

Untuk mendapatkan serta menjaga Kesehatan dan keselamatan kerja cukup penting bagi
moral, legalitas, dan finansial. Semua organisasi memiliki kewajiban untuk memastikan
bahwa pekerja dan orang lain yang terlibat tetap berada dalam kondisi aman sepanjang
waktu. Praktik K3 (keselamatan kesehatan kerja) meliputi pencegahan, pemberian sanksi,
dan kompensasi, juga penyembuhan luka dan perawatan untuk pekerja dan menyediakan
perawatan kesehatan dan cuti sakit. K3 terkait dengan ilmu kesehatan kerja, teknik
keselamatan, teknik industri, kimia, fisika kesehatan, psikologi organisasi dan industri,
ergonomika, dan psikologi kesehatan kerja dalam seluruh aspek yang berhubungan dengan
keselamatan kerja.

Seperti diketahui Kecelakaan adalah suatu kejadian tak diduga dan tidak dikehendaki yang
mengacaukan proses suatu aktivitas yang telah diatur. Tidak terduga artinya dibelakang
peristiwa tersebut tidak ada unsur kesengajaan atau perencanaan. Tidak diharapkan karena
peristiwa kecelakaan yang terjadi disertai dengan kerugian material serta penderitaan bagi
korban yang terkena kecelakaan. Penderitaan ini bisa derajat yang paling ringan sampai
pada yang paling berat dan tidak diinginkan.

Kecelakaan Kerja

Keselamatan dan Kesekatan Kerja (K3)


2 Ir. Razul Harfi. MM. MT
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Angka kecelakaan kerja terus menunjukkan tren meningkat. Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencatat, pada tahun 2017 angka kecelakaan kerja yang
dilaporkan mencapai 123.041 kasus, sementara sepanjang 2018 mencapai 173.105 kasus
dengan klaim Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar Rp 1,2 triliun.

"Setiap tahunnya, rata-rata BPJS Ketenagakerjaan melayani 130 ribu kasus kecelakaan
kerja, dari kasus-kasus ringan sampai dengan kasus-kasus yang berdampak fatal. Di antara
semua kasus yang ditangani, masih didominasi oleh kasus-kasus kecelakaan kerja ringan di
lingkungan pekerjaan yang berkarakter pabrik," kata Direktur Pelayanan BPJS
Ketenagakerjaan, Krishna Syarif di sela peringatan Bulan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) Nasional Tahun 2019, di Istora Senayan, Jakarta, Selasa 15 Januari 2019.
Meski tren kecelakaan itu terus meningkat, Krishna memandang kasus-kasus yang
dilaporkan itu belum memiliki dampak besar terhadap perekonomian Indonesia. Pasalnya
kasus kecelakaan kerja pada pegawai pabrik masih didominasi oleh kasus tenaga kerja usia
produktif yang memiliki kompetensi rendah. Dengan demikian mudah digantikan oleh pasar
tenaga kerja yang masih over supply.

Kemudian, kasus-kasus dengan fatalitas tinggi masih didominasi oleh kasus kecelakaan lalu
lintas dan kecelakaan pada perusahaan di industri pengolahan dan konstruksi. "Selain itu,
kasus kecelakaan kerja yang dilaporkan masih didominasi oleh kasus-kasus kecelakaan
dilingkungan pabrik. Belum merata ke industri lainnya yang juga punya potensi risiko besar,"
ujar Krishna.

Terkait hal itu, dia mengingatkan perlunya pekerja dilindungi jaminan sosial. Pasalnya,
program jaminan sosial ketenagakerjaan memberikan perlindungan sejak pekerja berangkat
dari rumah, saat bekerja, hingga kembali lagi ke rumah. Melalui program ini, pemerintah
telah memberikan jaminan kepada seluruh pekerja Indonesia bila terjadi risiko yang tidak
diharapkan pada saat melakukan pekerjaan.

"Melalui peringatan Bulan K3 ini, kami ingin mengajak seluruh pekerja Indonesia senantiasa
memperhatikan dan menggunakan alat pelindung diri (APD) di tempat kerja sesuai dengan
bidang pekerjaannya. Bekerja sesuai standar  prosedur keamanan dan perlindungan
jaminan sosial ketenagakerjaan tentunya dapat membuat rasa aman dalam bekerja, dan
produktivitas menjadi meningkat," pungkas Krishna.

Keselamatan dan Kesekatan Kerja (K3)


3 Ir. Razul Harfi. MM. MT
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Kecelakaan kerja tidak hanya menyebabkan kematian, kerugian materi, moril dan
pencemaran lingkungan. Namun juga dapat mempengaruhi produktivitas dan kesejahteraan
masyarakat. Kecelakaan kerja juga mempengaruhi indeks pembangunan manusia dan daya
saing nasional. Oleh karena itu, dalam rangka menekan angka kecelakaan dan penyakit
akibat kerja, Kementerian Ketenagakerjaan berupaya menyempurnakan peraturan
perundang-undangan serta standar bidang K3. "Oleh sebab itu, pemerintah mengajak
seluruh pengusaha, serikat pekerja, pekerja, dan masyarakat untuk terus meningkatkan
kesadaran pentingnya K3, serta pengawasan" ujar Menaker.***

Keselamatan dan Kesekatan Kerja (K3)


4 Ir. Razul Harfi. MM. MT
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Keselamatan dan Kesekatan Kerja (K3)
5 Ir. Razul Harfi. MM. MT
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Jenis Waktu Terjadi Kecelakaan Kerja

Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Perlu dipahami Tenaga Kerja dlm JKK termasuk magang & murid yang bekerja pada
perusahaan baik yang menerima upah atau tidak, Pemborong Pekerjaan & Narapidana yang
diperjakan di perusahaan.

Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja,
termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat
kerja atau sebaliknya. (Permenaker No. 7 Tahun 2017 Tentang Program Jaminan sosial
tenaga kerja indonesia).

Kasus kecelakaan kerja  dapat dibuktikan apabila terdapat Korban/IP yang mengalami cidera
akibat suatu peristiwa atau kejadian yang tidak diinginkan dengan kriteria kecelakaan terjadi
dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya melalui jalan
yang biasa dilalui atau wajar dilalui. secara eksplisit maka ada 2 hal yang perlu diperhatikan
yaitu kecelakaan dikategorikan mulai dari IP keluar dari rumah & berada di jalan umum.
Sehingga untuk pembuktiannya harus dilengkapi "Surat Keterangan dari Pihak Kepolisian" /
" 2 Orang Saksi yang mengetahui kejadian"

Pengertian kecelakaan berhubungan dengan hubungan kerja ini punya arti luas sehingga
tidak ada batasan secara konkrit. akan tetapi pedoman dalam menentukan apakah suatu
kecelakaan termasuk kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja dapat dilihat dari: 
a. Kecelakaan terjadi di tempat kerja; 
b. Adanya perintah kerja dari atasan/pemberi kerja/pengusaha untuk melakukan
pekerjaan; 
c. Melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan kepentingan perusahaan;
dan/atau 
d. Melakukan hal yg sangat penting & mendesak dlm jam kerja atas izin/
e. sepengetahuan perusahaan.

Keselamatan dan Kesekatan Kerja (K3)


6 Ir. Razul Harfi. MM. MT
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Kondisi lain yang dapat dikategorikan sebagai kecelakaan kerja :

A) Pada hari kerja


1) Kecelakaan yang terjadi pada waktu melakukan perjalanan dinas sepanjang
kegiatan yang dilakukan ada kaitannya dengan pekerjaan dan/atau dinas untuk
kepentingan perusahaan yang dibuktikan dengan surat perintah tugas.
2) Kecelakaan yang terjadi pada waktu melakukan kerja lembur yang harus dibuktikan
dengan surat perintah lembur

 B) Diluar waktu/Jam Kerja


1) Kecelakaan yang terjadi pada waktu melaksanakan aktivitas lain yang berkaitan
dengan kepentingan perusahaan dan harus dibuktikan dengan surat tugas dari
perusahaan contoh Diklat & Pendidikan/Trainin;
2) Kecelakaan yang terjadi pada waktu yang bersangkutan sedang menjalankan
cuti mendapat panggilan atau tugas dari perusahaan, maka perlindungannya
adalah dalam perjalanan pergi dan pulang untuk memenuhi panggilan tersebut.

Keselamatan dan Kesekatan Kerja (K3)


7 Ir. Razul Harfi. MM. MT
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
C) Kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan pergi dan pulang dari Base Camp atau
anjungan yang berada di tempat kerja menuju ke tempat tinggalnya untuk menjalani
istirahat (dibuktikan dengan keterangan perusahaan dan jadwal kerja).

D) Kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan pergi dan pulang melalui jalan yang biasa
dilalui atau wajar bagi tenaga kerja yang setiap akhir pekan kembali ke rumah tempat
tinggal yang sebenarnya (untuk tenaga kerja yang sehari-hari bertempat tinggal di
rumah kost/mess/asrama dll). 

E) Penyakit Akibat Hubungan Kerja/Penyakit Terkait Kerja (work related disease) adalah
penyakit yang dicetuskan atau diperberat oleh pekerjaan atau lingkungan kerja tidak
termasuk PAK, namun yang bersangkutan memperoleh Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan (JPK). Contoh: penyakit asma yang diakibatkan keturunan, penyakit hernia
yang ada faktor bawaan. 

F) Meninggal mendadak di tempat kerja pada hakekatnya bukan kecelakaan kerja, namun
karena kejadiannya sedang bekerja di tempat kerja, maka pemerintah memberikan
suatu kebijakan perluasan perlindungan sehingga meninggal mendadak di tempat kerja
dianggap sebagai kecelakaan kerja. Untuk memperoleh jaminan kecelakaan kerja akibat
meninggal mendadak di tempat kerja harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1.) Tenaga kerja pada saat bekerja di tempat kerja tiba-tiba meninggal dunia tanpa
melihat penyebab dari penyakit yang dideritanya.
2.) Tenaga kerja pada saat bekerja di tempat kerja mendapat serangan penyakit
kemudian langsung dibawa ke dokter/unit pelayanan kesehatan/rumah sakit dan
tidak lebih dari 24 (dua puluh empat) jam kemudian meninggal dunia.

Apabila terjadi perbedaan pendapat antara para pihak mengenai kecelakaan kerja atau
bukan kecelakaan kerja mengenai:  Akibat kecelakaan kerja, Besarnya prosentase cacat
akibat kecelakaan kerja dan besarnya jaminan. maka pihak yg tidak menerima dapat
meminta penetapan kepada Pengawas Ketenagakerjaan .

Keselamatan dan Kesekatan Kerja (K3)


8 Ir. Razul Harfi. MM. MT
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Keselamatan dan Kesekatan Kerja (K3)
9 Ir. Razul Harfi. MM. MT
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Keselamatan dan Kesekatan Kerja (K3)
10 Ir. Razul Harfi. MM. MT
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pertolongan Pertama kecelakaan Kerja
Bila terjadi kecelakaan kerja maka secapat dan sesegera mungkin harus
dilakukan tindakan pertolongan terhadap korban. Tindakan ini disebut Pertolongan
Pertama pada Kecelakaan atau dalam istilah lain Firs aid. Pertolongan Pertama
adalah sebuah bentuk perawatan awal untuk sebuah penyakit atau cidera.
Pertolongan pertama biasanya dilakukan oleh seseorang yang bukan pakarnya
sambil menunggu perawatan dari pihak yang lebih ahli. Pertolongan pertama
adalah perawatan pertama yang diberikan kepada orang yang mendapat kecelakaan
atau sakit yang tiba-tiba datang sebelum mendapat pertolongan dari tenaga medis, ini
berarti :

1. Pertolongan pertama harus diberikan secara cepat walaupun


perawatan selanjutnya tertunda
2. Pertolongan pertama harus tepat sehingga akan meringankan sakit
korban bukan menambah sakit.

Pertolongan Pertama merupakan tindakan pertolongan yang diberikan


terhadap korban dengan tujuan mencegah keadaan bertambah buruk sebelum
sikorban mendapat perawatan dari tenaga medis resmi. Tindakan pertolongan
pertama bukanlah tindakan pengobatan sesungguhnya dari diagnosa penyakit agar
sipenderita sembuh dari penyakit yang dialami. Pertolongan pertama biasanya
diberikan oleh orang-orang disekitar korban yang diantaranya akan menghubungi
petugas kesehatan terdekat. Pertolongan pertama harus diberikan secara cepat
dan tepat sebab penanganan yang salah dapat berakibat buruk bahkan kematian.

Statistik Kecelakaan Kerja

Dikemukakan oleh : Suseno Hadi bahwa Secara sempit statistik dapat diartikan sebagai
data. Dalam arti yang luas statistik dapat berarti sebagai alat untuk : menentukan sampel,
mengumpulkan data, menyajikan data, menganalisa data dan menginterpretasi data,
sehingga menjadi informasi yangberguna.

JENISNYA
Statistika dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu Statistik Deskriptif dan Statistik

Keselamatan dan Kesekatan Kerja (K3)


11 Ir. Razul Harfi. MM. MT
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Inferensial. Selanjutnya statistik inferensial dibedakan menjadi Statistk Parametris dan Non-
parametrik.

 Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menggambarkan suatu hasil
observasi atau pengamatan. Juga hasil akhirnya tidak digunakan untuk menarik
kesimpulan.
 Statistik inferensial adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data/hasil
observasi dari sampel, yang hasilnya akan digeneralisasikan (diinferensikan) untuk
populasi dimana sampel tersebut diambil. Selanjutnya yang disebut sebagai Statistik
Parametris terutama digunakan untuk menganalisa data interval/rasio dan
diasumsikan distribsinya normal. (bell-shaped). Statistik non-parametrik digunakan
untuk menganalisa data nominal dan ordinal.

STATISTIK DALAM PENILAIAN KINERJA PROGRAM K3


Tujuan dan manfaat statistik dalam penerapan K3 adalah digunakan untuk menilai ‘OHS
Performance Programs’. Dengan menggunakan statistik dapat memberikan masukan ke
manajemen mengenai tingkat kecelakaan kerja serta berbagai faktor yang dapat digunakan
sebagai dasar untuk mencegah menurunnya kinerja K3.
Konkritnya statistik dapat digunakan untuk :

• Mengidentifikasi naik turunnya (trend) dari suatu timbulnya kecelakaan kerja


• Mengetahui peningkatan atau berbagai hal yang memperburuk kinerja K3
• Membandingkan kinerja antara tempat kerja dan industri yang serupa (T-Safe Score)
• Memberikan informasi mengenai prioritas pengalokasian dana K3
• Memonitor kinerja organisasi, khususnya mengenai persyaratan untuk penyediaan
sistim/tempat kerja yang aman

Jenis-Jenis Penerapan Statistik Kecelakaan Kerja

1. Ratio Kekerapan Cidera (Frequency Rate)

Frekwensi Rate digunakan untuk mengidentifikasi jumlah cidera yang menyebabkan


tidak bisa bekerja per sejuta orang pekerja. Ada dua data penting yang harus ada

Keselamatan dan Kesekatan Kerja (K3)


12 Ir. Razul Harfi. MM. MT
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
untuk menghitung frekwensi rate, yaitu jumlah jam kerja hilang akibat kecelakaan
kerja (Lost Time Injury /LTI) dan jumlah jam kerja orang yang telah dilakukan (man
hours).

Angka LTI diperoleh dari catatan lama mangkirnya tenaga kerja akibat kecelakaan
kerja. Sedang jumlah jam kerja orang yang terpapar diperoleh dari bagian absesnsi
atau pembayaran gaji. Bila tidak memungkinkan, angka ini dihitung dengan
mengalikan jam kerja normal tenaga kerja terpapar, hari kerja yang diterapkan dan
jumlah tenaga kerja keseluruhan yang beresiko.

Rumus:Frekwensi Rate = (Jumlah cidera dgn hilang waktu kerja x


1,000,000) / Total Person-hours Worked

Contoh 1 :
Organisasi dengan tenaga kerja 500 orang, jumlah jam kerja yang telah dicapai
1,150,000 juta jam kerja orang. Pada saat yang sama cidera yang menyebabkan
hilangnya waktu kerja sebanyak 46. Berapa frekwensi ratenya ?

Frekwensi Rate = 46 x 1,000,000 / 1,150,000 = 40

Nilai frekwensi rate 40 berarti, bahwa pada periode orang kerja tersebut terjadi
hilangnya waktu kerja sebesar 40 jam per-sejuta orang kerja. Angka ini tidak
mengindikasikan tingkat keparahan kecelakaan kerja. Angka ini mengindikasikan
bahwa pekerja tidak berada di tempat kerja setelah terjadinya kecelakaan kerja.

Contoh 2 
Suatu perusahaan dengan karyawan 1000 tenaga kerja, yang kegiatannya 50 minggu
dengan 40 jam perminggu, mengalami 60 kecelakaan dalam setahun. Akibat
kecelakaan tersebut tenaga kerja tidak masuk kerja 5% dari seluruh waktu
kerjanya. Berapa frekwensi ratenya ?
Besarnya jam manusia hilang = 1000 x 50 x 40 = 2.000.000 
Tidak masuk kerja 5% = 0,05 x 2.000.000 = 100.000 
maka total Jam manusia hilang sesungguhnya : 2.000.000-100.000 = 1.900.000

F = 60 x 1.000.000/ 1.900.000 = 31,58 

Keselamatan dan Kesekatan Kerja (K3)


13 Ir. Razul Harfi. MM. MT
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Artinya : dalam setahun terjadi kira-kira 32 kecelakaan pada setiap 1.000.000 jam
manusia

2. Ratio Keparahan Cidera (Severity Rate)

Indikator hilangnya hari kerja akibat kecelakaan kerja untuk per sejuta jam kerja
orang.

Rumus : Severity Rate = ( Jumlah hari kerja hilang x 1,000,000)/ Total


Person-hours Worked

Contoh 1 :
Sebuah tempat kerja telah bekerja 365,000 jam orang, selama setahun telah terjadi
5 kasus kecelakaan kerja yang menyebabkan 175 hari kerja hilang. Tentukan rate
waktu kerja hilang akibat kecelakaan kerja tersebut.

Frekwensi Rate = ( 5 x 1,000,000) / 365,000 = 13,70


Severity Rate = (175 x 1,000,000) / 365,000 = 479

Nilai severity rate 479 mengindikasikan bahwa selama kurun waktu tersebut berarti,
pada tahun tersebut telah terjadi hilangnya waktu kerja sebesar 479 hari per sejuta
jam kerja orang.

Contoh 2
Angka-angka untuk menghitung frekwensi kecelakaan diketahui: jumlah hari -hari
hilang 1200 sebagai akibat 60 kecelakaan Hitung Beratnya kecelakaan?
Sr :1.200 x 1000 /1.900.000 = 0.63
Artinya: setiap tahun kira-kira 0,63 hari (sehari) hilang pada setiap 1000 jam manusia

3. Rerata Hilangnya Waktu Kerja (Average Time Lost Rate/ALTR)

Ukuran indicator ini sering disebut juga ‘Duration Rate’ digunakan untuk
mengidikasikan tingkat keparahan suatu kecelakaan. Dengan penggunaan ALTR yang
dikombinasikan denga Frekwensi Rate akan lebih menjelaskan hasil kinerja program

Keselamatan dan Kesekatan Kerja (K3)


14 Ir. Razul Harfi. MM. MT
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
K3. ALTR dihitung dengan membagi jumlah hari yang hilang akibat kecelakaan dengan
jumlah jam kerja yang hilang (LTI).

Rumus: Average Time Lost Rate = (Number of LTI x 1,000,000) / Total


Person-hours Worked Atau Average Time Lost Rate = ( Frekwensi Rate) /
Severity Rate

Contoh:
Organisasi dengan tenaga kerja 500 orang, jumlah jam kerja yang telah dicapai
1,150,000 juta jam kerja orang dan Lost Time Injury-nya (LTI) sebesar 46. Misalkan
dari laporan Kecelakaan Kerja selama 6 bulan diperoleh informasi sbb:
10 kasus hilang waktu kerja dalam 3 hari sekali = 30
8 kasus hilang waktu kerja dalam 6 hari sekali = 48
12 kasus hilang waktu kerja dalam 14 hari sekali = 168
4 kasus hilang waktu kerja dalam 20 hari sekali = 80
10 kasus hilang waktu kerja dalam 28 hari sekali = 280
2 kasus hilang waktu kerja dalam 42 hari sekali = 84
Total keseluruhan = 690 hari kerja hilang
Dengan demikian,

Rerata Hilangnya Waktu kerja = 690 / 46 = 15


Dari informasi contoh diatas manajemen akan lebih jelas memperoleh informasi bahwa
organisasi mempunyai hilang waktu kerja kecelakaan sebesar 40 tiap sejuta jam kerja
orang dengan rata-rata menyebabkan 15 hari tidak masuk kerja. Dengan informasi ini
cukup bagi manajemen untuk membuat keputusan untuk pencegahan lebih lanjut.

4. Incidence Rate

Incidence rate digunakan untuk menginformasikan kita mengenai prosentase jumlah


kecelakaan yang terjadi ditempat kerja

Rumus: Incidence Rate = ( Jumlah Kasus x 100) / Jumlah tenaga kerja


terpapar

Keselamatan dan Kesekatan Kerja (K3)


15 Ir. Razul Harfi. MM. MT
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Contoh : Masih melanjutkan kasus diatas
Incidence Rate = ( 46 x 100 ) / 500 = 9,2%

5. Frequency Severity Indicator (FSI)

Frequency Severity Indicator adalah kombinasi dari frekwensi dan severity rate.
Rumus: FSI = ( Frekwensi Rate x Severity Rate) / 1,000
Contoh: Frekwensi Rate : Severity Rate : FSI
2 125 0,5
4 250 1,0
8 500 2,0
Nilai FSI ini dapat kita jadikan rangking kinerja antar bagian di tempat kerja.

6. Safe-T Score

Safe T score adalah nilai indikator untuk menilai tingkat perbedaan antara dua
kelompok yang dibandingkan. Apakah perbedaan pada dua kelompok tersebut
bermakna atau tidak. Dalam statistik biasanya disebut sebagai t-test. Perbedaan ini
dinilai untuk membandingkan kinerja suatu kelompok dengan kinerja sebelumnya.
Hasil perbedaan ini dapat dijadikan apakah terjadi perbedaan yang mencolok atau
tidak. Selanjutnya dapat dipakai untuk menilai kinnerja yang telah kita lakukan.

Rumus: Safe-T Score =(Frekwensi Rate Sekarang – Frekwensi Rate


Sebelumnya ) / ( ( Frekwensi Rate Sebelumnya)/ Juta jam kerja orang
sekarang))

Interpretasi :
Score positif dari Safe T Score mengindikasikan jeleknya record kejadian, sebaliknya
score negatif menunjukkan peningkatan record terdahulu. Interpretasi dari Score ini
selengkapnya sebagai berikut:

• Safe T Score diantara +2.00 dan –2.00, artinya tidak ada perbedaan atau
perbedaan tidak bermakna.

Keselamatan dan Kesekatan Kerja (K3)


16 Ir. Razul Harfi. MM. MT
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
• Safe T Score lebih besar atau sama dengan +2.00 menunjukkan menurunnya
performance/kinerja K3, atau ada sesuatu yang salah.
• Safe T Score lebih kecil atau sama dengan -2.00 menunjukkan membaikknya
performance/kinerja K3, atau ada sesuatu yang baik dan perlu dipertahankan.

Contoh :
Lokasi A
-----------------------------------
Tahun lalu
10 kasus kecelakaan
10,000 jam orang kerja
Frekwensi Rate = 1,000

Tahun ini -15 kasus kecelakaan


10,000 jam orang kerja
Frekwensi Rate = 1,500

========================
Lokasi B
-------------------------------------------------
Tahun lalu – 1000 kasus kecelakaan
1000,000 jam orang kerja
Frekwensi Rate = 1,000

Tahun ini – 1,100 kasus kecelakaan


1000,000 jam orang kerja
Frekwensi Rate = 1,000

Frekwensi rate untuk lokasi A meningkat 50%, sedang pada B hanya 10%.
Apakah ada sesuatu yang salah dari salah satu atau kedua data ini ?
Jawab:

Frekwensi Rate Sekarang – Frekwensi Rate Sebelumnya


Safe-T Score = -----------------------------------------------------------------
Frekwensi Rate Sebelumnya

Keselamatan dan Kesekatan Kerja (K3)


17 Ir. Razul Harfi. MM. MT
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Juta jam kerja orang sekarang

Lokasi A
Safe-T Score = (1,500 – 1,000)/ akar dari ( 1000/0.01) = 500/ 317 = Safe-T
Score = +1,58
Artinya peningkatan 50% jumlah kasus pada lokasi A termasuk peningkatan
yang tidak bermakna

Lokasi B
Safe-T Score = 1,100 – 1,000/ akar dari ( 1000/0.01) = 100/ 317 =Safe-T
Score = +3,17
Artinya peningkatan 10% jumlah kasus pada lokasi ini ada perbedaan yang
bermakna, artinya ada sesuatu yang salah, yang perlu mendapat perhatian.

6. Pemantauan Dengan Grafik Statistik (Control Chart Technique)

Fluktuasi kejadian dalam statistik merupakan hal yang biasa, yang menjadi pertanyaan
dalam hal ini apakah fluktuasi kejadian tersebut masih dalam rentang sesuai
ketentuan yang ditetapkan ataukah keluar dari rentang yang ditetapkan. Dengan
dasar ini kita dapat menggunakan statistik untuk aplikasi pengendalian suatu aspek
K3. Dengan diketahuinya batas-batas rentang (batas atas dan batas bawah) yang
ditentukan dapat memberikan informasi kepada pengelola, bahwa suatu aspek K3
tersebut terkendali atau tidak terkendali. Contoh penggunaan statistik untuk
pengendalian aspek K3 dapat dilihat di lampiran.

Aspek-aspek K3 yang dapat ditetapkan batas-batasnya meliputi:


• Hasil pengamatan perilaku tidak selamat, Frekwensi rate, Severity rate, FSI, Dll

Contoh penerapan Chart Control ini dapat dilihat pada lampiran.


Setelah data-data dihitung, kemudian dibuatlah grafik (chart), apabila ditemukan dari
salah satu aspek K3 yang melewati batas-batas yang ditentukan, maka hal ini
merupakan informasi untuk pengelola.

7. Safety Sampling (Survey K3)

Keselamatan dan Kesekatan Kerja (K3)


18 Ir. Razul Harfi. MM. MT
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Yang dimaksud Safety Sampling adalah mendapatkan data dengan cara observasi ke
lapangan. Sebelum dilakukan observasi, terlebih dahulu ditetapkan apa yang mau
diobservasi. Setelah itu tulis semua elemen yang akan menjadi obyek obaservasi.
Misalnya observasi cara kerja/perilaku yang tidak selamat, maka sebelumnya kita
tentukan jenis aktifitas apa saja yang tergolong '‘unsafe-act'’ Baru setelah ditentukan
maka dilakukanlah observasi dengan turun dilakukan. Setiap hasil observasi/temuan
harus dicatat dalam bentuk turus sehingga nantinya memudahkan membuat
prosentase hasil pengamatan.

Untuk mendapatkan hasil pengamatan yang akurat maka masing-masing aspek


amatan perlu divalidasi, dengan kata lain dihitung jumlah amatan minimum sehingga
hasil amatan tersebut merupakan hasil yang akurat. Untuk menentukan jumlah
amatan yang representatif digunakan rumus sebagai berikut:

N = 4 (1 – P) / Y2 (P)
Keterangan:
N = Jumlah keseluruhan pengamatan yang dibutuhkan
P = Prosentase dari unsafe observation
Y = derajat akurasi yang diinginkan (biasanya 10% atau 5%)

Contoh:
Dari hasil survey awal ditemukan 126 jumlah observasi ditemukan 32 amatan
unsafe act, dengan demikian % unsafe act = 32 x 100/126 = 0,254. Untuk
mengetahui jumlah amatan yang sebenarnya untuk hasil yang akurat, maka
dimasukkanlah ke dalam rumus sebagai berikut:

N = 4 (1 – P) / Y2 (P)
N = 4 (1 – 0,25) / 0,102 (0,25)
= 3/0,0025 = 1,200 (jumlah observasi yang sebaiknya dilakukan)

HAL PENTING UNTUK DIINGAT


Angka-angka Frekwensi Rate, Average Time Lost Rate dan Incidence Rate
merupakan tingkat pencapaian yang sifatnya specifik per tempat kerja. Artinya

Keselamatan dan Kesekatan Kerja (K3)


19 Ir. Razul Harfi. MM. MT
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
angka perhitungan dari suatu perusahaan bukan merupakan standard yang dapat
dibuat patokan, untuk tempat kerja yang lain. Ini disebabkan karena jumlah tenaga
kerja yang tidak sama dan kondisi yang berlainan.

 Angka-angka ini tidak cocok diterapkan untuk jumlah tenaga kerja yang
sedikit, karena akan kesulitan mencapai tingkat persejuta jam kerja orang
terpapar.
 Rendahnya pencapaian angka ini tidak menggambarkan performa
penerapan K3 secara keseluruhan (hanya mempertimbangkan insiden-
insiden kecelakaan kerja saja). Tapi tidak menekankan upaya-upaya apa
saja yang telah dilakukan untuk pencegahan kecelakaan kerja.
 Angka ini tidak memperhitungkan jenis-jenis kecelakaan minor (tidak
menyebabkan hilangnya hari kerja, termasuk didalamnya ‘near missess’
incident). Dengan demikian kecelakaan-kecelakaan ringan seperti, lecet
akibat terjatuh, tangan tergores, hampir kejatuhan beban atau kejadian
hampir celaka tidak masuk dalam perhitungan.

Pengukuran Kinerja K3

Perusahaan membangun metode sistematis untuk pengukuran dan pemantauan kinerja K3


secara teratur sebagai satu kesatuan bagian dari keseluruhan sistem manajemen
Perusahaan. Pemantauan melibatkan pengumpulan informasi-informasi berkaitan dengan
bahaya K3, berbagai macam pengukuran dan penelitian berkaitan dengan resiko K3, jam
lembur tenaga kerja serta penggunaan peralatan/mesin/perlengkapan/bahan/material
beserta cara-cara penggunaannya di tempat kerja.

Pengukuran kinerja K3 dapat berupa pengukuran kualitatif maupun pengukuran kuantitatif


kinerja K3 di tempat kerja.

Tujuan Pengukuran dan pemantauan

1. Melacak perkembangan dari pertemuan-pertemuan K3, pemenuhan Tujuan K3


dan peningkatan berkelanjutan.
2. Memantau pemenuhan peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya

Keselamatan dan Kesekatan Kerja (K3)


20 Ir. Razul Harfi. MM. MT
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
berkaitan dengan penerapan K3 di tempat kerja.
3. Memantau kejadian-kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).

4. Menyediakan data untuk evaluasi keefektivan pengendalian operasi K3 atau untuk


mengevaluasi perlunya modifikasi pengendalian ataupun pengenalan pilihan
pengendalian baru.
5. Menyediakan data untuk mengukur kinerja K3 Perusahaan baik secara proaktif
maupun secara reaktif.
6. Menyediakan data untuk mengevaluasi penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan kerja Perusahaan.
7. Menyediakan data untuk menilai kompetensi personil K3.

Perusahaan mendelegasikan tugas pemantauan dan pengukuran kinerja K3 kepada Ahli K3


Umum Perusahaan atau Sekretaris Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
termasuk anggota-anggota di bawah kewenangan Ahli K3 Umum Perusahaan.

Hasil dari pemantauan dan pengukuran kinerja K3 dianalisa dan digunakan untuk
mengidentifikasi tingkat keberhasilan kinerja K3 ataupun kebutuhan perlunya tindakan
perbaikan ataupun tindakan-tindakan peningkatan kinerja K3 lainnya.

Pengukuran kinerja K3 menggunakan metode pengukuran proaktif dan metode pengukuran


reaktif di tempat kerja. Prioritas pengukuran kinerja K3 menggunakan metode pengukuran
proaktif dengan tujuan untuk mendorong peningkatan kinerja K3 dan mengurangi kejadian
kecelakaan kerja di tempat kerja.

Termasuk dalam pengukuran proaktif kinerja K3 antara lain :

1. Penilaian kesesuaian dengan perundang-undangan dan peraturan lainnya yang


berkaitan dengan penerapan K3 di tempat kerja.
2. Keefektivan hasil inspeksi dan pemantauan kondisi bahaya di tempat kerja.

3. Penilaian keefektivan pelatihan K3.

4. Pemantauan Budaya K3 seluruh personil di bawah kendali Perusahaan.

5. Survey tingkat kepuasan tenaga kerja terhadap penerapan K3 di tempat kerja.

Keselamatan dan Kesekatan Kerja (K3)


21 Ir. Razul Harfi. MM. MT
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
6. Keefektivan hasil audit internal dan audit eksternal Sistem Manajemen K3.

7. Jadwal penyelesaian rekomendasi-rekomendasi penerapan K3 di tempat kerja.

8. Penerapan program-program K3.

9. Tingkat keefektivan partisipasi tenaga kerja terhadap penerapan K3 di tempat


kerja.
10.Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja di tempat kerja.

11.Penilaian aktivitas kerja yang berkaitan dengan resiko k3 Perusahaan.

Termasuk dalam pengukuran reaktif kinerja K3 antara lain :

1. Pemantauan kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).

2. Tingkat keseringan kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).

3. Tingkat hilangnya jam kerja akibat kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
(PAK).
4. Tuntutan tindakan pemenuhan dari pemerintah.

5. Tuntutan tindakan pemenuhan dari pihak ke tiga yang berhubungan dengan


Perusahaan.

Perusahaan menyediakan peralatan-peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan


pemantauan dan pengukuran kinerja K3 seperti alat pengukur tingkat kebisingan,
pencahayaan, gas beracun dan alat-alat lainnya sesuai dengan aktivitas operasi
perusahaan yang berkaitan dengan K3.

Perusahaan juga menggunakan komputer dan program-program komputer sebagai alat


untuk menganalisa hasil pemantauan dan pengukuran kinerja K3 di tempat kerja.

Keseluruhan alat-alat yang digunakan dalam pemantauan dan pengukuran kinerja K3


dikalibrasi secara berkala dan disesuaikan pengaturan nilai besaran satuannya sesuai
dengan standar nilai besaran satuan yang berlaku baik Internasional maupun secara lokal.

Keselamatan dan Kesekatan Kerja (K3)


22 Ir. Razul Harfi. MM. MT
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Perusahaan tidak menggunakan alat-alat yang tidak dikalibrasi dengan tepat ataupun yang
sudah mengalami kerusakan untuk melaksanakan pemantauan dan pengukuran kinerja K3
di tempat kerja.

Kalibrasi dan perawatan alat ukur pemantauan dan pengukuran kinerja K3 dilaksanakan
oleh personil ahli terhadap pelaksanaan kalibrasi dan perawatan alat-alat ukur yang
digunakan.

Daftar Pustaka

1. Andry Kurniawan Amd SKM (MKKK), Lead of HSE Trainer – AEJ ID 229 Australian
Embassy Compound Project
2. Pedoman Praktis Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L)
Industri Konstruksi, Ir. B Bodi Rijanto MM, Mitra Wacana Media, edisi 1 tahun 2010
3. Pedoman Pencegahan Kecelakaan Di Industry, Ir. B Bodi Rijanto MM, Mitra
Wacana Media, edisi 1 tahun 2011
4. Manajemen Risiko Operasional, Dr. Muhammad Muslich, M.B.A, Bumi Aksara,
2007
5. Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi, Dr. Bramantyo Djohanputro, M.B.A,
CRMP, QIA
6. Manajemen Risiko, Dr. Mamduh M. Hanafi, M.B.A., UPP STIM YKPM, Edisi kedua
2009.
7. Manajemen Risiko berbasis ISO 31000, leo J. Susilo, Victor Riwu Kaho, PPM
Manajemen
8. Henry Charles, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pusat Bahan Ajar dan
Elearning Mercubuana

Keselamatan dan Kesekatan Kerja (K3)


23 Ir. Razul Harfi. MM. MT
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
9. Agung Wahyudi B. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Pusat Bahan Ajar dan
Elearning Mercubuana
10. Asesmen Risiko Terintegrasi, Ronny kountur, PhD, PT. RAP Indonesia
11. Heinrich, H; 1959; Industrial Accident Prevention, 4th Edition; Mcgraw Hill, London.

12. Frank E. McElroy, P.E ., C.S.P, National Safety Council 8th Edition, Accident
Prevention Manual Industrial Operation Engineering and Technology
13. Modul Pembinaan Calon Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Umum (AK3U) ,
Direktorat pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja Direktorat
Jendral pembinaan Pengawasan Ketenaga Kerjan dan K3 Kementrian Ketenaga
Kerjaan Republik Indonesia, Tahun 2015

Keselamatan dan Kesekatan Kerja (K3)


24 Ir. Razul Harfi. MM. MT
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai