Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRATIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


(VIAL)

NAMA : DEVI SEPTIANI


NIM : 1900007
KELAS : D3 3A
JADWAL : KAMIS ( 08.00-11.00 )
DOSEN :Apt . WILDAN KHAIRI MUKHTADI M,SC
ASISTEN DOSEN : 1. INDAH KUSUMA DEWI
2. NINA RISANTI
3. YULINDA ANGGRAINI

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020/2021
PEMBUATAN SEDIAAN STERIL
(VIAL)

I. TUJUAN
1. Mampu mengetahui serta melakukan sterilisasi alat dan bahan secara baik dan tepat
2. Mengetahui cara pembuatan sedian steril vial
3. Untuk mengetahui cara evaluasi sediaan vial
II. FORMULA

R/ efedhrin 5 mg / ml
Benzalkonium clorida 0,01 %
Aqua pi ad 10 ml

Mf inj in ampul (20 vial )

III. Formulasi pendukung

( Menurut fornas Ed II tahun 1978 hal 119 )


Komposisi : Tiap ml mengandung :

Ephedrini Sulfas 50 mg
Aqua pro injection ad 1 ml

Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda, terlindung dari
cahaya
Dosis : Sekali ½ ml sampa 1 ml
Catatan :
1. pH 4,5 – 7,0
2. Digunakan air untuk injeksi bebas udara
3. Disterilkan dengan cara sterilisasi A
4. Sediaan berkekuatan lain 25 mg

IV. TINJAUAN PUSTAKA


Produk steril adalah sediaan teraseptis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik diantara bentuk
obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa
kebagian dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh
yang paling efisien, yakni membran kulit dan mukosa, sediaan tersebut harus bebas dari
kontaminasi mikroba dan dari komponen toksik dan harus mempunyai tingkat kemurniaan
tinggi dan luar biasa. Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan produk ini
harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik, kimia
atau mikrobiologi. (Lachman, 1989;1292).

Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam
kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lender. Injeksi dapat berupa larutan, emulsi,
suspensi, atau serbuk steril yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum
digunakan. Syarat-syarat obat suntik yaitu, aman, harus jernih, tidak berwarna, sedapat
mungkin isohidris, sedapat mungkin isotonis, harus steril, bebas pirogen (Anief, Moh, 2006).

Air yang digunakan untuk injeksi adalah Aqua pro Injectione. Air untuk injeksi, dibuat
dengan menyuling kembali air suling segar dengan alat gelas netral atau wadah logam yang
cocok dengan labu percik. Hasil sulingan pertama dibuang dan sulingan selanjutnya
ditampung dan segera digunakan harus disterilkan dengan cara Sterilisasi A atau C segera
ditampung. Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan air untuk injeksi segar
selama 10 menit sambil dicegah hubungan dengan udara sesempurna mungkin, didinginkan
dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut untuk injeksi, harus disterilkan
dengan cara sterilisasi A, segera setelah diwadahkan (Anief, Moh, 2006).

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril ierupa larutan,
emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu
sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau
melalui kulit atau melalui selaput lendir.(FI.III.1979)

Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang
dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya laruitan obat dalam air yang
bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat
menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler.(FI.IV.1995)
Sediaan steril injeksi dapat berupa ampul, ataupun berupa vial. Injeksi vial adalah salah
satu bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas
atau volume 0,5 mL – 100 mL. Injeksi vial pun dapat berupa takaran tunggal atau ganda
dimana digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume
sebanyak 5 mL atau pun lebih. (Anonim.Penuntun Praktikum Farmasetika I.2011)

Berdasarkan R.VOIGHT(hal 464) menyatakan bahwa, botol injeksi vial ditutup dengan
sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan
injeksi. Injeksi intravena memberikan beberapa keuntungan :

1. Efek terapi lebih cepat .


2. Dapat memastikan obat sampai pada tempat yang diinginkan.
3. Cocok untuk keadaan darurat.
4. Untuk obat-obat yang rusak oleh cairan lambung.
Syarat-syarat injeksi vial sebagai berikut :
1. Steril, yaitu sediaan vial harus bebas dari mikroorganisme yang bersifat pathogen
yang dapat mengurangi khasiat sediaan vial.
2. Bebas bahan partikulat, yaitu bebas dari bahan asing atau bahan yang tidak larut agar
tidak terjadi penyumbatan pada pembuluh darah saat digunakan.
3. Mengandung zat pengawet, sediaan vial memungkinkan pengambilan secara
berulang. Umtuk itu, harus digunakan bahan pengawet untuk mempertahankan
khasiat zat aktif.
4. Stabil, tidak berubah khasiat obat setelah pengambilan obat secara berulang kali dan
tidak berubah bentuk atau pH dari sediaan vial.
5. Harus isotonis, sediaan vial merupakan sediaan parenteral. Untuk itu, sediaan vial
harus isotonis atau sesuai dengan pH darah agar tidak terjadi hipertonis (penyempitan
pembuluh darah) atau hipotonis (pembesaran pembuluh darah) yang dapat
menyebabkan pecahnya pembuluh darah
Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada
dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml. Vial dapat berupa takaran
tunggal atau ganda. Digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi
dengan volume sebanyak 5 mL atau lebih besar. Bila diperdagangan, botol ini ditutup dengan
sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan
injeksi. (R. Voight, 1994;464).
Dosis ganda (multiple doses) adalah wadah yang tertutup kedap, tetapi memungkinkan
pengambilan isinya perbagian, tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas, atau kemurnian
bagian yang tertinggal. Pada umumnya, wadah dosis ganda ini dapat berbentuk vial atau
flakon dengan ukuran 2-20 ml atau bentuk botol dengan ukuran 50-1000 ml untuk sediaan
berupa larutan, emulsi, suspense atau padatan kering (Stefanus Lucas, 2006;32).

Efedrin sulfat adalah simpatomimetik potent yang merangsang kedua αdan β reseptor dan
mempunyai kegunaan klinis yang bersangkutan dengankedua aksi. Aksi yang berhubungan
dengan system syaraf yang manamemperlihatkan bagian untuk melepaskan norepinefrin
respon tiruan didapatketika syaraf adrenergi" dirangsang.

Struktur efedhrin adalh sebagai berikut :

V. DATA PENDUKUNG ZAT AKTIF

Nama Kelarutan Pemba pH E- Nacl Khasiat Cara Rut


zat wa stabil sterilisasi e
Efedhri Sangat Air 4,5 – 7 0,23 Cara IV
n sulfat mudah ( FI (FI Ed ( FI ED Simpatomimetiku sterilisasi A
larut dalam ED VI Hal IV Hal m ( Fornas Ed
air, sedikit VI hal 482) 1242) FI Ed III hal 236) II,hal 119)
larut dalam 482)
etanol ( FI
ED VI hal
482)
V. PERMASALAHAN DALAM FORMULA
1. Efedrin sulfat jika terkena cahaya akan bewarna gelap
2. Karena dalam sediaan vial digunakan dosis ganda maka diperlukan penambahan
pengawet untuk mencegah timbulnya bakteri dan jamur
3. Larutan obat belum isotonis
4. Volume dilebihkan
VI. USUL PENYEMPURNAAN
1. Karena efedrin sulfat tidak stabil oleh cahaya maka sediaan ini dikemas dalam vial
bewarna coklat
2. Digunakan benzalkonium klorida sebagai pengawet
3. Volume dilebihkan 0,5 ml untuk evaluasi ( FI edisi IV hal 2044 )
VII. TINJAUAN FARMAKOLOGI

Ephedrine sulfat

Mekanisme Kerja : Efedrin secara langsung berperan sebagai agonis pada reseptor alfa
adrenergik dan beta adrenergik, serta secara tidak langsung
menyebabkan pelepasan norepinefrin pada persarafan simpatis. Hal ini
menyebabkan efek peningkatan tekanan darah, denyut jantung, cardiac
output serta peningkatan resistensi perifer

Indikasi : Anastesi lokal anestesi infiltrasi, dengan injeksi , Anestesi regional


intravena dan blokade syaraf, Anestesi permukaan, kekuatan yang
biasa 2- 4%,juga anestesi dental

Kontra indikasi : Efedrin dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki riwayat


hipersensitivitas terhadap obat ini, glaukoma sudut tertutup, dan
penggunaan bersama siklopropan atau halotan.Karena efeknya terhadap
reseptor alfa dan beta adrenergik, efedrin juga kontraindikasi pada
individu dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi, dan hipertiroid.
Pasien yang sedang menjalani pengobatan dengan MAOI (monoamin
oksidase inhibitor) maupun yang baru dihentikan kurang dari 14 hari,
tidak boleh menerima terapi efedrin karena dapat berujung fatal. Pada
pasien dengan gangguan ginjal serta pembesaran prostat, penggunaan
efedrin harus diawasi dengan ketat.
Dosis :Pada kondisi bronkospasme akut, pemberian efedrin parenteral
menggunakan jenis efedrin sulfat dapat dilakukan pada pasien dewasa
dengan dosis 12,5-25 mg melalui jalur intravena, intramuskular,
maupun subkutan. Dosis selanjutnya dapat diberikan berdasarkan
respon pasien.Memblokade kanal natrium, sehingga mencegah
konduksi impuls

Efek samping : palpitasi, insomnia, dan tremor.

Peringatan : Penggunaan efedrin sebagai bronkodilator kurang disarankan. Terdapat


banyak pilihan bronkodilator lain dengan efikasi dan keamanan yang
lebih baik.Penggunaan efedrin jangka panjang dapat memicu efek
ansietas dan gejala schizophrenia paranoid. Toleransi terhadap efedrin
dapat terbentuk pada penggunaan berulang, jangka lama, atau dosis
besar. Penghentian sementara dapat mengatasi hal ini.

Interaksi Obat : Penggunaan efedrin bersamaan dengan obat paroxetine dapat


menyebabkan serotonin sindrom, yaitu lonjakan kadar serotonin
mendadak yang dapat mengakibatkan agitasi, nyeri kepala, hingga
halusinasi. Efedrin bersifat antagonis jika digunakan bersama
penghambat alpha atau beta.

Penyimpanan : Simpan pada suhu antara 20-25 derajat Celcius, di tempat kering dan
terlindung dari cahaya.

VIII. PERHITUNGAN
 Volume yang direncanakan = ( 20 + 2 ) x ( 10 ml x 0,5 ML )
= ( 20 + 2 ) x ( 10,5 ml )
= 22 x 10,5
= 231 ml ( untuk 20 vial )
= 11,55 ml ( untuk 1vial )
 Perhitungan bahan bahan :
5 mg
1. Ephedrin sulfat = x 10 ml=50 mg/10 ml
1 ml
50 mg
= x 231 ml=¿ 1155 mg = 1,155 g
10 ml
( untuk 20 vial)
= 0,0577 g ( untuk 1 vial)
0,01
2. Benzal konium cl = x 231 ml=0,0231 g ( untuk20 vial )
100
= 0,001155 g ( untuk 1 vial )

 Perhitungan isotonis
V = ( W1 x e1 x 111,1 ) + ( W2 x e2 x 111,1 )
= ( 1,155 g x 0,23 x 111,1 ) + ( 0,0231 x 0,18 x 111,1 )
= 29, 51 + 0,4619
= 29,97 ml ~ 30 ml ( volume yg sudah isotonis )
 Volume yang belum isotonis

= 231 ml – 29,97 ml
= 201,03 ml

 Nacl yang diperlukan


0,9
= x 201,03 ml=1,809 g 1809 mg ( untuk 20 vial)
100
= 0,09 g ( untuk 1 vial)

IX. DATA ZAT TAMBAHAN

Nama zat Kelarutan pH Khasiat Cara sterilisasi


Benzalkonium Sangat mudah larut 7 Zat pengawet Sterilisasi cara
klorida dalam air dan etanol
A/C
( fi edisi IV hal 130 )
NaCl Larut dalam 2,8 5 – 7,3 Pengisotonis Sterilisasi cara
A/ C
bagian air , 2,7 bagian
air mendidih dan ± 10
bagian gliserol ( FI
edisi III hal 403 )
X. FORMULASI AKHIR

R/ efedhrin 57,7 mg / ml
Benzalkonium clorida 0,09 g
Aqua pi ad 10,5 ml

Mf inj in ampul (20 vial )

XI. PENIMBANGAN
5 mg
1. Ephedrin sulfat = x 10 ml=50 mg/10 ml
1 ml
50 mg
= x 231 ml=¿ 1155 mg = 1,155 g
10 ml
( untuk 20 vial)
= 0,0577 g ( untuk 1 vial)
0,01
2. Benzal konium cl = x 231 ml=0,0231 g ( untuk20 vial )
100
= 0,001155 g ( untuk 1 vial )
0,9
3. Nacl = x 201,03 ml=1,809 g 1809 mg
100
( untuk 20 vial)
= 0,09 g ( untuk 1 vial )
4. Aqua PI Ad 231 ml

XII. STERILISASI ALAT DAN BAHAN


A. Sterilisasi alat

No Nama Alat Cara Sterilisasi


1 vial Oven (1700C selama 30 menit )
2 Erlenmeyer Swd (1210C selama 15 menit)
3 Beker gelas Oven (1700C selama 30 menit )
4 Gelas ukur Oven (1700C selama 30 menit )
6 Corong Swd (1210C selama 15 menit)
7 Timbangan -
8 Spatel Flamber ( selama 20 detik )
9 Batang pengaduk Flamber ( selama 20 detik )
10 Kertas saring Swd (1210C selama 15 menit)
11 Kaca arloji Flamber ( selama 20 detik )
12 Spuit Swd (1210C selama 15 menit)
13 Tutup vial Penggodokan dalam air mendidih
selama 30 menit

B. Sterilisasi bahan

Nama bahan Cara sterilisasi


Ephedrin C
Bencalkoium cl A/C
Nacl A/C
Aqua PI Dididihkan selama
30 menit

XIII. CARA KERJA


1. Siapkan alat dan bahan
2. Sterilisasi secara aseptis
3. Timbang semua bahan yang dibutuhkan ephedrine sulfat sebanyak 1,155 g ,
Benzal konium cl0,0231 g, dan nacl sebanyak 1,809 g
4. Kalibrasi beker gelas sebanyak 231 ml , dan vial sebanyak 10 ml
5. Buat larutan aqua PI dengan cara didihkan aquadest selama 30 menit
6. Larutkan ephedrin dengan aqua pi hingga larut, tambahkan benzalkonium cl
dan homogengan, kemudian tambahkan nacl larutkan dan tambahkan aqua
pi ad 231 ml
7. Kemudian cek ph larutan
8. Saring larutan obat dengan kertas saring
9. Masukkan larutan obat ke dalam vial ( tiap vial = 10 ml ) menggunakan
spuit
10. Tutup vial
11. Evaluasi sediaan vial
12. Beri etiket dan brosur
XIV. EVALUASI

Evaluasi Tujuan Cara Kerja Syarat


Uji Organoleptis Untuk menentukan Mengamati secara Bening , tidak berbau
sifat fisika dari visual
sediaan
pH Untuk mengetahui pH Menggunakan pH = 4,5 – 7 (FI Ed
larutan indikator universal : VI Hal 482)
kertas dicelupkan
Notte : 10 ml
pada sediaan yang
® telah dibuat dan
Apopril bandingkam dengan
Inj Ephedrine sulfat
Vial pH indikator
KOMPOSIS :
Tiap 10Uji Kejernihan:
ml mengandung Untuk melihat Disenter ditempat / Harus jernih tdak
Efedrin sulfat ...........................................5mg/ml
sediaan/ larutan latar belakang gelap boleh ada partikel
Benzalkonium Chlorida............................. 0,01 % atau zat pengotor
mengandung partikel/
Mekanisme kerja : kotoran atau tidak
Efedrin sulfat adalah agonis α dan β adrenergik, obat ini
meningkatkan pelepasan norepinefrin. Ini termasuk peningkatan
tekanan darah, perangsangan otot jantung arteriol konstriksi,
Keseragaman
relaksasi otot polos Volume Secara
bronki dan saluran visual untuk
gastrointestinal. Efedrin Letakkan sediaan Harus Seragam
sulfat juga mempunyai efek poten di susunan syaraf pusat.
mengetahui volume pada bidang datar ,
Indikasi: yang seragam dr lihat apakah seragam
Untuk mengobati tekanan darah sediaan
rendah injeksi
( hipotonis ) selama atau tidak
prosedur pembedahan tertentu, reaksi alergi ( misalnya
bronkospasme atau asma bronchial ) , ampul
masalah jantung ,
narkolepsi , dan myasthenia gravis.
Uji Kebocoran Diamati kebocoran -Metilen blue yang Tidak ada satupun
Dosis :
sediaan dengan dilarutkan dalam air yang bocor
Pada kondisi bronkospasme akut, pemberian efedrin parenteral
memperhatikan
menggunakan jenis efedrin sulfat dapat dilakukan pada pasien
dimasukkan ke dalam
dewasa dengan dosis 12,5-25 mg perubahan
melalui jalurwarna
intravena, beaker glass.
intramuskular, maupun subkutan. Dosis padaselanjutnya
cairan. dapat
diberikan berdasarkan respon pasien.Memblokade kanal natrium, - Kemasan berisi
sehingga mencegah konduksi impuls sediaan riboflavin
(berwarna kuning) dan
Peringatan dan perhatian : antalgin dimasukkan
Penggunaan efedrin sebagai bronkodilator kurang disarankan. ke dalam masing-
Terdapat banyak pilihan bronkodilator lain dengan efikasi dan masing beaker glass
keamanan yang lebih baik.Penggunaan efedrin jangka panjang
berisi larutan metilen
dapat memicu efek ansietas dan gejala schizophrenia paranoid
blue.
Netto : 10 ml
Efek samping : ®
palpitasi, insomnia, dan tremor. Apopril
Inj Ephedrine sulfat
Kontra indikasi : Vial
Efedrin dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki riwayat KOMPOSIS :
hipersensitivitas terhadap obat ini, glaukoma sudut tertutup, dan Tiap 10 ml mengandung :
penggunaan bersama siklopropan atau halotan Efedrin sulfat ...........................................5mg/ml
Benzalkonium Chlorida............................. 0,01
Cara penyimpanan : %
Simpan
XV.pada suhu 15˚ - 30 ˚ CDAN
ETIKET terlindungi dari cahaya
BROSUR
No.Reg : DKL 2100500743A15
HARUS DENGAN RESEP DOKTER No.Batch : 12401215
Mfg : 24 Januari 2021
Exp.Date : 24 januari 2024
Kemasan : Dus, 20 vial @ 10 ml
No. Reg : DKL2100500743A15 HARUS DENGAN RESEP DOKTER

Diproduksi oleh :
PT. DEVIS FARMA DiproduksiOleh :
Pekanbaru – Riau PT. DEVIS PHARMA
PEKANBARU - RIAU
XVI . KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 2006, Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.

Depkes RI.2020. Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta: Depkes RI

Depkes RI. 1978. Farmularium nasional Edisi III. Jakarta: Depkes RI.

Lachman, Leon dkk. 2008. Teori Dan Praktek Farmasi Industri Edisi III Jilid 2. Jakarta :
UI Press.

Voigt, Rudolf. 1994.  Buku pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM

Anda mungkin juga menyukai