Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENGUKURAN MEMANJANG

1.1 Teori Dasar


Menyipat datar merupakan pengukuran untuk menentukan beda tinggi antara dua

titik atau lebih. Ketelitian penentuan ukuran tergantung pada alat-alat yang

digunakan serta pada ketelitian pengukuran dan yang dapat dilaksanakan. Pada

pengukuran sipat datar, umumnya menggunakan alat ukur waterpass atau level

dan rambu ukurnya. Kedua alat ini biasanya dilengkapi dengan nivo yang

memiliki fungsi untuk mendapatkan sipatan mendatar dari kedudukan alat-alat

tersebut.

Saat kita akan menentukan beda tinggi pada jarak jauh dengan teliti, garis bidik

harus kita tentukan dengan sutu alat bidik yang teliti tanpa ada paralaks dan untuk

membaca mistar diperlukan sebuah teropong. Alat penyipat datar terdiri dari

sebuah teropong dengan garis bidiknya (garis vizier) dapat dibuat horizontal

dengan sebuah nivo tabung. Sipat datar memanjang digunakan apabila jarak

antara dua stasion yang akan ditentukan beda tingginya sangat berjauhan (di luar

jangkauan jarak pandang). Dalam sipat datar memanjang, pengukuran ini

dilakukan untuk mengetahui ketinggian dari titik-titik yang dilewatinya dan

biasanya diperlukan sebagai kerangka vertikal bagi suatu daerah pemetaan. Jarak

antara kedua stasion tersebut dibagi dalam jarak-jarak pendek yang disebut seksi

atau slag. Jumlah aljabar beda tinggi tiap slag akan menghasilkan beda tinggi

antara kedua stasion tersebut. Cara menyipat datar memanjang biasa dilakukan

bila jarak antara dua titik A dan B sangat berjauhan, sehingga rambu-rambu ukur

tidak dapat dilihat dengan jelas dan pembacaan menjadi tidak teliti, atau keadaan
lapangan sedemikian rupa hingga garis bidik waterpasss tidak dapat memotong

rambu-rambu ukur. Maka hingga garis bidik waterpasss tidak dapat memotong

rambu-rambu ukur. Maka jarak antara dua titik A dan B harus dibagi dalam jarak-

jarak yang lebih pendek, sekitar 30 hingga 60 meter. Hasil akhir pekerjaan ini

adalah data ketinggian dari pilar-pilar sepanjang jalur pengukuran yang

bersangkutan, yaitu semua titik yang ditempati oleh rambu ukur tersebut.

Gambar 1.1 Pengukuran Memanjang


[ CITATION Wed13 \l 1033 ]

Sipat datar memanjang dibedakan menjadi:

a. Memanjang terbuka,

b. Memanjang keliling (tertutup),

c. Memanjang terbuka terikat sempurna,

d. Memanjang pergi pulang,

e. Memanjang double stand.

1.1.1 Sipat Datar Profil Memanjang


Pengukuran sipat datar profil dilakukan dengan membaca benang tengah pada

beberapa rambu, yaitu sebanyak yang diperlukan bagi penggambaran profil di

dalam arah tersebut. Profil yang diperlukan adalah dalam arah memanjang dan

melintang dari rencana konstruksi yang akan dikerjakan.


Demikian pula terdapat perbedaan skala untuk ketinggian dan mendatar. Hal ini

disebabkan faktor ketinggian yang lebih berpengaruh dalam perencanaan sehingga

memerlukan skala yang lebih besar. Pelaksanaan pekerjaan yang emmerlukan

ketinggian yang baik dapat menggunakan pengukuran profil datar ini. Jenis

pekerjaan yang akan dilakukan umumnya adalah desain jalan raya, saluran irigasi

dan lain sebagainya, sehingga selain diperlukan pengetahuan ke arah memanjang

(ketinggian dan arah), juga diminta informasi dalam arah melintang dari arah

tersebut.

Gambar 1.2 Arah Pengukuran Sipat Datar Profil


[ CITATION Ind92 \l 1033 ]
Dalam pelaksanaan pekerjaan lapangan, sipat datar profil ini terbagi dalam dua

bagian, yaitu potongan memanjang dan melintang. Sedangkan pada tahap

penggambaran, umumnya dilakukan penggambaran situasi sepanjang route

pengukuran, potongan memanjang dan potongan melintang.

1.1.2 Alat Ukur Waterpass


Dalam pengukuran memanjang, alat yang digunakan dalam praktikum adalah

waterpass. Terdapat beberapa bagian dalam alat waterpass, seperti teropong

dengan garis bidiknya yang dapat dibuat horizontal dengan sebuah nivo tabung.

Kemudian ada tiga sekrup pendatar yang memiliki fungsi untuk mencari target

dengan memutar body waterpass untuk mengarahkan teropong dan nivo tabung.

Dengan skrup penyetel fokus bayangan rambu ukur dapat diset tajam. Dengan
sekrup pengerak horizontal bayangan dapat di-setting tajam. Sinar cahaya yang

masuk pada objektif membentuk bayangan antara diafragma suatu bayangan

terbalik dari rambu ukur yang diperhatikan. Bayangan rambu dapat diperbesar

oleh okuler. Okuler teropong harus diputar sampai benang silang dapat dilihat

tepat dan tajam. Penyelam ini tidak usah diubah lagi untuk mata yang sama. Titik

potong pada benang silang menjadi titik pusat pada objektif dan garis bidik

teropong. Agar jarak pada benang silang dapat diukur ada tambahan dua benang

horizontal yang dinamakan benang stadia dengan jarak yang ditentukan demikian

sehingga ukuran pada rambu ukur yang dilihat diantaranya dikalikan dengan 100

adalah jarak antara alat penyipat datar dan rambu ukur. Karena jarak itu biasanya

lebih kecil dari 100 m, teropong dilengkapi dengan suatu lensa koreksi supaya

bayangan selalu dapat diset tajam. Jarak terkecil tergantung pada alat penyipat

datar adalah antara 0,8 m dan 2,2 m.

Gambar 1.3 Alat Ukur Waterpass


[CITATION Agn15 \l 1033 ]

Alat waterpass yang masih diroduksi untuk survei pengukuran sekarang ada dua

tipe, yaitu tipe otomatis dan tipe laser. Sebelum alat waterpass digunakan, perlu

kita perhatikan bahwa garis bidiknya sejajar dengan garis arah nivo. Selanjutnya,
memfokuskan diafragma agar terlihat dengan jelas dan kemudian tepatkan benang

diafragma tegak dan diafragma mendatar tepat pada sasaran yang diinginkan.

Pembacaan benang yang tepat akan menghasilkan bacaan benang stadia atas

(BA), benang stadia tengah (BT), dan benang stadia bawah (BB). Karena jarak

antara

benang diafragma mendatar ke benang stadia atas dan bawah sama, maka:

BA −BT = BT−BB (1.1)

1
BT = (BA + BB) (1.2)
2

Keterangan:

BA : Benang atas (m)

BT : Benang tengah (m)

BB : Benang bawah (m)

Dari hasil pembacaan rambu ukur yang menghasilkan BA dan BB, hasil ini juga

dapat digunakan untuk menentukan jarak yang diukur antara pesawat dengan

rambu, jarak yang diperoleh dari hitungan bacaan rambu disebut dengan jarak

optis.

D = (BA-BB)×100 (1.3)

Keterangan:

D : Jarak datar optis (m)

Dalam pengukuran menyipat datar, terdapat teknik pengukuran beda tinggi.

Dalam pengukuran beda tinggi ini, ada beberapa rumus beda tinggi yang sesuai

dengan peletakan alat waterpass, sseperti pengukuran beda tinggi untuk pesawat
yang didirikan pada salah satu titik, pesawat yang didirikan di antara dua titik, dan

pesawat yang didirikan di luar titik A dan titik B.

1. Pengukuran Beda Tinggi dengan Pesawat yang Didirikan pada Salah Satu

Titik.

Dalam pengukuran ini, pesawat ditempatkan di atas titik A, lalu diukur tinggi

pesawatnya dari permukaan tanah hingga lensa pesawat (TP). Pada titik B

didirikan rambu dan dilakukan pembacaan benang stadia tengahnya, maka beda

tinggi antara titik A dan titik B adalah tinggi pesawat dikurangi dengan nilai

benang stadia tengah.

Gambar 1.4 Pengukuran Beda Tinggi


[ CITATION Unk18 \l 1033 ]

∆H = TP -BT (1.4)

∆H = Ta - (2BA+BB ) (1.5)

Keterangan:

∆H : Beda tinggi (m)

Ta : Tinggi alat (m)

2. Pengukuran Beda Tinggi dengan Pesawat yang Didirikan di Antara Dua Titik.
Dalam pengukuran ini, pesawat ditempatkan di antara dua titik (titik A dan B).

didirikan rambu pada titik A dan B kemudian dibaca benang tengahnya, masing-

masing bacaan belakang dan bacaan muka. Beda tinggi antara titik A dan titik B

merupakan hasil dari bacaan benang tengah belakang dikurangi bacaan benang

tengah muka.

∆H= BT b - BT m (1.6)

Keterangan:

∆H : Beda tinggi (m)

BT b : Benang Tengah Belakang (m)

BT m : Benang Tengah Belakang (m)

Gambar 1.5 Pengukuran Beda Tinggi Dua Titik


[ CITATION Unk18 \l 1033 ]

3. Pengukuran Beda Tinggi dengan Pesawat yang di Luar Titik A dan Titik B.

Dalam pengukuran ini, pesawat didirikan di luar titik A dan B, letakkan rambu di

atas titik A dan B. baca benang tengahnya, masing-masing benang tengah di titik

A dan benang tengah di titik B. beda tinggi di antara dua titik A dan B sama

dengan benang tengah di A dikurangi dengan bacaan benang tengah di B.

∆H = BT m −BT b (1.7)

Keterangan:
∆H : Beda tinggi (m)

BT b : Benang Tengah Belakang (m)

BT m : Benang Tengah Belakang (m)

Gambar 1.6 Pengukuran Beda Tinggi di Luar Titik


[ CITATION Unk18 \l 1033 ]

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan dari praktikum pengukuran memanjang menggunakan

waterpass adalah untuk menentukan ketinggian titik-titik acuan, dan kemudian

digunakan sebagai penentu posisi vertikal titik acuan secara memanjang.

1.3 Alat-Alat yang Digunakan


Alat yang digunakan dalam praktikum pengukuran memanjang menggunakan

waterpass adalah sebagai berikut.

1. Pesawat waterpass

2. Statif (tripod)

3. Unting-unting

4. Bak ukur/ rambu ukur

5. Nivo

6. Payung

7. Patok/ cat sebagai penanda titik

8. Alat tulis

9. Roll meter
1.4 Langkah Kerja
Pada praktikum pegukuran memanjang menggunakan waterpass, ada beberapa

langkah kerja, seperti berikut.

1. Siapkan alat-alat yang akan digunakan untuk pengukuran memanjang;

2. Praktikan yang akan praktikum sebanyak 5-6 orang dengan tugas yang

bergantian dalam mengopperasikan alat, mencatta dan mengoreksi hasil

bacaan, memegang rambu, serta payung (jika diperlukan);

3. Membagi daerah yang akan diukur menjadi beberapa jumlah yang genap

sesuai

dengan kondisi daerah;

4. Mengatur statif (tripod) tepat diatas patok, dengan menggunakan unting-

unting untuk mempermudah penempatan statif tepat di atas patok;

5. Memasang waterpass dan mengatur nivo kontaknya agar posisi pesawat

benar-benar datar. (putar sekrup yang ada pada bagian bawah waterpass,

hingga posisi nivo benar-benar sentris);

6. Mengukur ketinggian alat dengan menggunakan meteran;

7. Mengukur jarak dari patok ke patok;

8. Meletakkan rambu ukur pada titik-titik pengukuran;

9. Mengarahkan pesawat ke rambu ukur yang sudah diletakkan pada situasi

memanjang, kemudian membaca dan mencatat bacaan benang tengah (BT),

benang atas (BA), benang bawah (BB);

10. Melanjutkan pengukuran hingga titik terakhir dengan mengulangi langkah

kerja (4 - 9) pada patok selanjutnya.


1.5 Diagram Alir
Berikut ini adalah diagram alir dari pengukuran memanjang menggunakan
waterpass.

Mulai

Menyiapkan alat-alat

Membagi daerah yang akan diukur menjadi beberapa jumlah

Mengatur statif tepat di atar patok

Memasang waterpass dan mengatur nivo kontaknya agar posisi


pesawat benar-benar datar.

Mengukur ketinggian alat dengan menggunakan roll meter.

Mengukur jarak dari patok ke patok

Meletakkan rambu ukur pada titik-titik pengukuran

Mengarahkan pesawat ke rambu ukur yang berada pada situasi


memanjang, kemudian baca dan catat benang atas dan bawah

Melanjutkan pengukuran hingga titik terakhir dengan langkah kerja


yang sama pada patok selanjutnya.

Data Pengamatan
Literatur

Pembahasan

Kesimpulan
Selesai

Gambar 1.7 Diagram Alir Pengukuran Memanjang


(Sumber: Dokumen Pribadi)

1.6 Data Pengamatan dan Data Perhitungan


1.6.1 Data Pengamatan
Tabel 1.2 Data Pengamatan Pengukuran Memanjang (Terlampir)

1.6.2 Data Perhitungan


Data percobaan yang dilakukan diketahui:

a. Dari percobaan memanjang titik P1 ke P2:

BM = 50 m

Tinggi alat titik P1 = 1,46 m

BA (benang Atas) = 1,76 m

BB (Benang Bawah) = 1,685 m

BA + BB
BT (Benang Tengah) =
2

1,76 + 1,685
=
2

= 1,7225 m

Penyelesaian:
Jarak optis secara rumus = (BA – BB) × 100

= (1,76 ─ 1,685) × 100

= 7,5 m

Beda tinggi = Tinggi alat – BT

= 1,46 m – 1,7225 m

= - 0,2625 m

Tempat tinggi = BM + beda tinggi

= 50 m + (-0,2625 m)

= 49,7375 m

b. Dari percobaan memanjang titik P1 ke P3:

BM = 50 m

Tinggi alat titik P1 = 1,46 m

BA (benang Atas) = 1,935 m

BB (Benang Bawah) = 1,8 m

BA + BB
BT (Benang Tengah) =
2

1,935 + 1,8
=
2

= 1,8675 m

Penyelesaian:

Jarak optis secara rumus = (BA – BB) × 100

= (1,935 - 1,8) × 100

= 13,5 m

Beda tinggi = Tinggi alat – BT

= 1,46 m – 1,935 m
= - 0,4075 m

Tempat tinggi = BM + beda tinggi

= 50 m + (-0,4075 m)

= 49,5925 m

c. Dari percobaan memanjang titik P1 ke P4:

BM = 50 m

Tinggi alat titik P1 = 1,46 m

BA (benang Atas) = 2,1 m

BB (Benang Bawah) = 1,9 m

BA + BB
BT (Benang Tengah) =
2

2,1+ 1,9
=
2

=2m

Penyelesaian:

Jarak optis secara rumus = (BA – BB) × 100

= (2,1 - 1,9) × 100

= 20 m

Beda tinggi = Tinggi alat – BT

= 1,46 m – 2m

= - 0,54m

Tempat tinggi = BM + beda tinggi

= 50 m + (-0,54 m)

= 49,46 m

d. Dari percobaan memanjang titik P1 ke P5:


BM = 50 m

Tinggi alat titik P1 = 1,46 m

BA (benang Atas) = 2,285 m

BB (Benang Bawah) = 2,015 m

BA + BB
BT (Benang Tengah) =
2

2,285 + 2,015
=
2

= 2,15 m

Penyelesaian:

Jarak optis secara rumus = (BA – BB) × 100

= (2,285 ─ 2,015) × 100

= 27

Beda tinggi = Tinggi alat – BT

= 1,46 m – 2,15 m

= - 0,69 m

Tempat tinggi = BM + beda tinggi

= 50 m + (-0,69 m)

= 49,31 m

1.7 Kesimpulan dan Saran


1.7.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengukuran dan perhitungan yang telah dilakukan, didapat hasil

kesimpulan seperti pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Kesimpulan Data Pengukuran Memanjang

TITIK TITIK ARAH BEDA TINGGI (m) TINGGI TEMPAT (m)


BM 50

P1 -0,2625 49,7375

P3 -0,4075 49,5925
P1
P4 -0,54 49,46

P5 -0,69 49,31

Berdasarkan hasil pengamatan dari praktikum pengukuran memanjang, diketahui

bahwa waterpass merupakan alat yang dapat digunakan untuk menentukan

ketinggian suatu temat yang telah dibagi ke dalam beberapa titik dengan

meletakkan alat waterpass di titik titik yang telah ditentukan secara memanjang.

Dalam hasil yang telah ditemukan seperti pada Tabel 1.1, diketahui bahwa

ketinggian titik-titik yang ditentukan cenderung menurun.

1.7.2 Saran
Dalam melakukan pengamatan di lapangan, praktikan perlu memperhatikan

beberapa hal, seperti:

1. Memastikan alat-alat yang akan digunakan dalam praktikum dalam kondisi

yang baik.

2. Memposisikan alat tepat di bawah titik pengukuran.

3. Memastikan bahwa posisi bak ukur telah tepat pada titik atau patok yang

telah ditentukan.

4. Membaca dan mengoreksi kembali hasil bidikan dengan tepat.

Anda mungkin juga menyukai