MODUL - 2
KERANGKA DASAR VERTIKAL
PELATIHAN
SURVEY DAN PEMETAAN
(1) / (15)
(b)
datum vertikal
yaitu geoid
(c)
geoid
: bidang ekipotensial gayaberat bumi yang paling
mendekati muka laut rata-rata
(d)
titik datum
: titik yang mempunyai nilai tinggi terhadap datum
vertikal dan dipilih sebagai titik pangkal (origin) untuk jaring kontrol
vertikal
(e)
(f)
kelas
: atribut yang menunjukkan ketelitian internal
(internal accuracy) jaring sebagai fungsi metode dan alat pengukuran
desain jaring, dan metode hitungan. Kelas dinilai melalui analisis
ketelitian hasil proses perataan terkendala minimal
(g)
orde
: atribut yang menunjukkan ketelitian eksternal
(external accuracy) jaring sebagai fungsi kelas jaring, kedekatan
(kesesuaian) data ukuran terhadap jaring kontrol yang digunakan
untuk ikatan dan ketelitian proses transformasi datum
(h)
slag
: jalur pengukuran antara dua titik berdiri rambu
ukur dengan sekali berdiri instrumen
(i)
seksi
: alur pengukuran antara dua Tanda Tinggi Geodesi
(TTG) atau Bench Mark (BM) yang berurutan
(j)
kring
: jalur pengukuran yang membentuk rangkaian
tertutup (berawal dan berakhir pada titik kontrol vertikal yang sama)
bidang
SP
(denny s. permana)
(2) / (15)
Sipatdatar memanjang
R (mm) = c d (km)
Kelas
Orde
c (untuk 1)
LAA
LA
LB
LC
LD
L0
L1
L2
L3
L4
2
4
8
12
18
Orde KDV ditentukan oleh ketelitian tinggi titik hasil perataan jaring
terkendala penuh (full constrain) terkait dengan faktor-faktor:
a)
kelas pengukuran;
b)
c)
d)
besar perbedaan antara tinggi baru dengan tinggi titik kontrol pada
pertemuan jaring lama dan baru.
SP
(denny s. permana)
(3) / (15)
B1
A1
A0
B0
Garis datar 3 =
garis bidik
Garis datar 2
h = beda tinggi
Garis tegak
Garis datar 1
SP
(denny s. permana)
(4) / (15)
Titik A tempat kita mulai berjalan dinamakan titik belakang, dan rambu-nya
dinamakan titik belakang (x=b). Sedangkan titik B adalah titik muka dan
rambu-nya adalah disebut rambu muka (y=m).
Jarak antara alat ke rambu dapat ditentukan dari hasil pembacaan benang
atas diafragma dan benang bawah. Jarak ini disebut dengan jarak optis yang
ditentukan dari rumus:
D
, BB = benang bawah
BA = benang atas
Jarak optis ini adalah merupakan jarak datar dari alat ke rambu. Hal ini
dikarenakan garis bidik pada alat sipat datar yang digunakan adalah garis
datar. Oleh pabrik, benang-benang mendatar dibuat sedemikan rupa,
sehingga BB terletak di tengah-tengah antara BA dan BB.
BB BT
2BT
= BT BA
= (BB + BA)
Umumnya, jika jarak ke rambu tidak terlalu jauh dan pembacaan dilakukan
dengan baik, akan sering tercapai
| 2BT (BB + BA) | 2mm
Rambu ukur yang digunakan untuk pengukuran mempunyai panjang 3m atau
4m, dan pembacaan pada rambu dapat dilakukan dengan baik apabila jarak
rambu ke sipat datar tidak melebihi 50m
Kalau beda tinggi atau jarak antara titik A dan titik B sedemikian besar.
Sehingga dilakukanlah pengukuran seperti pada gambar di bawah ini.
B4
b1
m1
B2
B3
M2
M4
B
M3
Arah Pergerakan
Sipat Datar Memanjang
Misalkan jalur pengukuran beda tinggi A dan B terdiri dari n bagian, dan
masing-masing bagian berturut-turut mempunyai beda tinggi h1, h2, h3,
= h1 + h2 + h3 + h4 +......... + hn =
SP
(denny s. permana)
hi
(5) / (15)
bi
mi
= HB HA
HB
= HA + h
HB
= HA +
HB
= HA + (
hi
bi
mi )
Persamaan ini terkadang tidak dapat dipenuhi karena adanya kesalahan pada
waktu pengukuran. Oleh karena itu beda tinggi hasil pengukuran harus diberi
koreksi. Jika beda tinggi hasil ukuran total adalah hu dan beda tinggi
seharusnya adalah h. Koreksi beda tinggi ukuran adalah kh.
= hu + kh
kh = h hu
Koreksi untuk masing-masing slag
(kh)i
= ( di /
di ) x kh
SP
(denny s. permana)
(6) / (15)
BM 2
BM 1
BM A
BM 3
BM 5
BM 4
1 seksi
1 slag
1 slag
1 slag
1 slag
B4
b1
m1
B2
B3
M2
M4
BM B
M3
3
2
1
BM A
1 Seksi terdiri dari 2 atau beberapa
Slag (bilangan genap)
SP
(denny s. permana)
(7) / (15)
b4
b1
m1
b2
m2
m3
b3
m4
Pembacaaan Rambu
belakang
muka
BB
BT ( =m)
BT ( =b)
BA
BB
BA
A
I
0.771
0.995
0.547
1.078
1.345
0.812
0.985
1.248
0.723
1.242
1.532
0.952
1.307
1.609
1.007
0.898
1.124
0.672
1.549
1.824
1.274
1.123
1.360
0.885
1
II
2
III
3
IV
B
Tahap Penghitungan
a) Hitung kontrol bacaan benang:
| 2BT (BB + BA) | 2mm
SP
(denny s. permana)
(8) / (15)
| 2(0.771) (0.995+0.547) |
| 1.542 1.542 |
2mm
2mm
(masuk toleransi)
| 2(1.078) (1.345+0.812) |
| 2.156 2.157 |
2mm
2mm
(masuk toleransi)
| 2(0.985) (1.248+0.723) |
| 1.970 1.971 |
2mm
2mm
(masuk toleransi)
| 2(1.242) (1.532+0.952) |
| 2.484 2.484 |
2mm
2mm
(masuk toleransi)
| 2(1.307) (1.609+1.007) |
| 2.614 2.616 |
2mm
2mm
(masuk toleransi)
| 2(0.898) (1.124+0.672) |
| 1.796 1.796 |
2mm
2mm
(masuk toleransi)
| 2(1.549) (1.824+1.274) |
| 3.098 3.098 |
2mm
2mm
(masuk toleransi)
| 2(1.123) (1.360+0.885) |
| 2.246 2.245 |
2mm
2mm
(masuk toleransi)
c)
=
=
=
=
Hitung hAB
0.771
0.985
1.307
1.549
1.078
1.242
0.898
1.123
=
=
=
=
- 0.307
- 0.257
+ 0.409
+ 0.426
d) Hitung Koordinat B
HB
= HA + hAB
= 573.216 + (+0.271)
= 573.487
SP
(denny s. permana)
(9) / (15)
No
Titik
Pembacaaan Rambu
belakang
No
Slag
BT ( =b)
2BT
muka
BB
BA
BB + BA
BT ( =m)
2BT
Beda
Tinggi
(h)
BB
BA
BB + BA
Tinggi Titik
573.216
0.995
1.345
0.771
0.547
1.078
0.812
1.542
1.542
2.156
2.157
0.985
1.970
1.248
0.723
1.971
1.242
2.484
1.532
0.952
2.484
1.307
2.614
1.609
1.007
2.616
0.898
1.796
1.124
0.672
1.796
1.549
1.824
1.274
1.123
1.360
0.885
3.098
3.098
2.246
2.245
- 0.307
1
II
572.909
- 0.257
2
III
572.652
+ 0.409
3
IV
573.061
+ 0.426
573.487
bAB = 4.612
mAB = 4.341
hu = t
AB
= +0.271
Pembacaaan Rambu
belakang
muka
BB
BT ( =m)
BT ( =b)
BA
BB
BA
A
I
0.771
0.995
0.547
1.078
1.345
0.812
0.985
1.248
0.723
1.242
1.532
0.952
1.307
1.609
1.007
0.898
1.124
0.672
1.549
1.824
1.274
1.123
1.360
0.885
1
II
2
III
3
IV
B
SP
(denny s. permana)
(10) / (15)
Tahap Penghitungan
a) Hitung h = HB HA = 573.480 - 573.216
= + 0.264
b) Hitung
hAB
= 0.264 0.271
= -0.007 m
d) Hitung Koreksi beda tinggi untuk masing-masing slag
(kh)i
= ( di /
(kh)A1
= ( dA1 /
di ) x kh
(kh)12
= ( d12 /
di ) x kh
(kh)23
= ( d23 /
di ) x kh
(kh)3B
= ( d3B /
di ) x kh
di ) x kh
(kh)12
=
=
=
=
(0.771
(0.985
(1.307
(1.549
1.078)
1.242)
0.898)
1.123)
+
+
+
+
((((-
0.002)
0.001)
0.002)
0.002)
= - 0.309
= - 0.258
= + 0.407
= + 0.424
(11) / (15)
H1= HA + hA1
= 573.216 + (- 0.309)
= 572.907 m
H2= H1 + h12
= 572.907 + (- 0.258)
= 572.649 m
H3= H2 + h23
HB= H3 + h3B
= 572.649 + (+ 0.407)
= 573.056 m
= 573.056 + (+ 0.424)
= 573.480 m
Beda Tinggi
(h)
Jarak
No
Slag
Koreksi
belakang
muka
Jumlah
44..8
53.3
98.1
- 0.307
- 0.002
52.5
58.0
110.5
- 0.257
-0.001
60.2
45.2
105.4
+ 0.409
-0.002
55.0
47.5
102.5
+ 0.426
-0.002
A
I
Tinggi Titik
573.216
572.907
1
II
572.649
2
III
573.056
3
IV
573.480
D = 416.5
h =
+ 0.207
Kh =
- 0.007
Kesalahan
Kesalahan
Kesalahan
Kesalahan
SP
(denny s. permana)
membaca
mendengar
mencatat
menempatkan rambu
(12) / (15)
Cara mengatasinya:
Melakukan kontrol bacaan dan menghitung dengan ketiga benang: 2BT
= BB + BA, sebelum alat diangkat
Penulis mengulang kembali bacaan yang disebut surveyor
Jangan melakukan pengukuran jika sudah lelah
2. kesalahan alat
yaitu kesalahan yang bersumber pada alat sipat datar dan rambu ukur,
diantaranya:
garis bidik tidak sejajar dengan garis acuan nivo
kesalahan pada nivo rambu
Cara mengatasinya:
Pasang alat pada tengah-tengah slag, jarak alat ke rambu belakang
sama dengan jaraka alat ke rambu muka, sehingga Db Dm = 0
Gunakan nivo rambu dalam keadaan baik
3. kesalahan alam
yaitu kesalahan yang bersumber pada alam, diantaranya:
kesalahan
kesalahan
kesalahan
kesalahan
kesalahan
karena
karena
karena
karena
karena
Cara mengatasinya:
Pasang alat pada tengah-tengah slag, jarak alat ke rambu belakang
sama dengan jaraka alat ke rambu muka, sehingga Db Dm = 0
Gunakan
metode
pengukuran
double
stand
(dua
kali
berdiri/pengukuran pada satu slag di tempat yang berbeda)
Gunakan metode pengukuran yang kedua berupa metode pergi-pulang
untuk setiap satu atau beberapa seksi.
Gunakan payung untuk melindungi alat sipat datar dari panasnya sinar
matahari
Lakukan pengukuran pergi pada pagi hari, dan pulang pada sore hari
H. Kesimpulan Pengukuran Sipat Datar Memanjang Pergi-Pulang
Setelah mempelajari tentang sumber kesalahan dan bagaimana cara untuk
mengatasinya, maka ada beberapa ketentuan berikut yang harus
diperhatikan oleh surveyor:
1. Jumlah jarak ke rambu belakang harus sama dengan jumlah jarak ke
rambu muka, ( bi - mi ) = 0
SP
(denny s. permana)
(13) / (15)
2. Jalur sipat datar (slag) harus dibagi menjadi genap bagian. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara menempatkan rambu belakang pada
bagian awal menjadi rambu muka pada bagian akhir. bA menjadi mB.
3. Nivo rambu yang digunakan harus dalam keadaan baik.
4. Pengukuran setiap slag harus dilakukan secara double-stand (dua kali
berdiri pengukuran di tempat yang berbeda, bergeser ke kiri atau
kanan dari posisi alat semula)
5. Pengukuran dilakukan dalam keadaan udara yang tenang, yaitu pagi
hari dan/atau sore hari
6. Pengukuran sipat datar memanjang harus dilakukan secara pergipulang
7. Untuk mengurangi pengaruh getaran udara, pembacaan BT rambu
diusahakan jangan lebih rendah dari 1.000 m. Untuk mengurangi
pengaruh kemungkinan masih ada kesalahan sisa dari nivo rambu,
pembacaan BT rambu jangan lebih dari 2.000 m.
8. Alat sipat datar dilindungi dengan payung
SP
(denny s. permana)
(14) / (15)
Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
SP
(denny s. permana)
(15) / (15)