Anda di halaman 1dari 8

Laporan Praktikum Survei Terestris I

Pengukuran Beda Tinggi Antartitik dan Pengecekan


Kesalahan Kolimasi pada Waterpass

Disusun oleh:
Ayuning Argya Nugrahaeni 23/522575/TK/57703
Daffa Laksa Adi Yustahab 23/516605/TK/56797
Jessica Flavindeta Dwi Kristelina 23/522533/TK/57690
Reyhan Azmy Dianasa 23/520042/TK/57301
Zalfa Salsabila 23/518642/TK/57126

Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Tujuan
1. Mengetahui cara mengoperasikan sipat datar/waterpass
2. Mengetahui cara membaca rambu ukur melalui sipat datar/waterpass
3. Mampu mengukur beda tinggi antartitik melalui sipat datar/waterpass
4. Mampu menghitung kesalahan kolimasi pada sipat datar/waterpass

B. Alat dan Bahan


1. Statif
2. Sipat datar/waterpass
3. Dua buah rambu ukur
4. Pita ukur
5. Sepatu rambu
6. Payung

C. Landasan Teori
Pengukuran beda tinggi dilakukan dengan menggunakan alat sipat datar (waterpass).
Waterpass adalah sebuah alat yang digunakan untuk menentukan apakah suatu permukaan
datar atau sejajar dengan garis horizontal atau vertikal untuk menciptakan pijakan yang stabil.
Pada waterpass, ketinggian bacaan benang diafragma mendatar atau yang sering dikenal
sebagai bacaan benang tengah yang menunjukkan ketinggian garis bidik digunakan sebagai
garis mendatar acuan. Untuk melakukan pengukuran, alat didirikan pada suatu titik yang
diarahkan pada dua buah rambu yang berdiri vertikal. Beda tinggi dapat dicari dengan
menggunakan pengurangan antara bacaan muka dan bacaan belakang.

Rumus beda tinggi antara dua titik:

ΔH = BTB – BTA

Keterangan: ΔH = Beda tinggi

BTA = Bacaan benang tengah A

BTB = Bacaan benang tengah B


Sebelum mendapatkan beda tinggi antara dua titik, diperlukan dahulu pembacaan benang
tengah titik tersebut, dengan menggunakan rumus:

(𝐵𝐴+𝐵𝐵)
BT =
2

Keterangan: BT = Bacaan benang tengah

BA = Bacaan banang atas

BB = Bacaan benang bawah

Untuk mencari jarak optis antara dua titik dapat digunakan rumus sebagai berikut:

J = (BA – BB) x 100

Keterangan: J = Jarak datar optis

BA = Bacaan benang atas

BB = Bacaan benang bawah

100 = Konstanta pesawat

Dalam setiap pengukuran tidaklah lepas dari adanya kesalahan pembacaan angka.
Kesalahan kolimasi pada sipat datar (waterpass) dapat disebabkan oleh garis bidik yang tidak
dalam keadaan mendatar sehingga diperlukan adanya koreksi antara hasil yang didapat di
lapangan dengan hasil dari perhitungan.

Pengecekan kesalahan kolimasi pada waterpass yaitu dengan cara:

∆𝐻’₂ ‒ ∆𝐻’₁
е=
2

Keterangan: ΔH’₁ = Beda tinggi titik pertama

ΔH’₂ = Beda tinggi titik kedua


Fungsi dari pengukuran beda tinggi ini, yaitu:

1. Merancang pembangunan jalan raya. Jalan baja (rel kereta api) dan saluran-saluran
yang mempunyai garis gradien paling sesuai dengan topografi yang ada.
2. Merencanakan proyek-proyek konstruksi menurut evaluasi terencana.
3. Menghitung volume pekerjaan tanah.
4. Menyelidiki ciri-ciri aliran di suatu wilayah.
5. Mengembangkan peta-peta yang menunjukkan bentuk tanah secara umum.

Syarat sipat datar:

• Syarat statis
1. Garis arah nivo tegak lurus sumbu I
2. Garis bidik sejajar garis arah nivo (perlu pengecekan kolimasi)
3. Garis mendatar diafragma tegak lurus sumbu I
Syarat yang harus diatur 1x, pendirian alat di lokasi berbeda tidak memerlukan pengaturan
ulang.
• Syarat dinamis
1. Sumbu I vertikal
BAB II
PEMBAHASAN
A. Langkah Kerja
1. Gunakan pita ukur untuk membuat garis dengan jarak 45 m. Berikan tanda setiap
15 m, sehingga ada 3 interval (3 slag). Dari 3 slag tersebut, Anda mendapatkan 4
titik (Titik 1 dan 2 sebagai tempat berdiri waterpass; titik A dan B sebagai tempat
berdiri rambu ukur).
2. Dirikan waterpass pada titik 1. Selain itu dirikan rambu pada titik A dan B secara
bersamaan.
3. Lakukan pengaturan waterpass pada titik 1, dengan cara mendirikan statif pada titik
1, lalu pasangkan waterpass pada statif. Selanjutnya, setting nivo menggunakan
kombinasi kaki statif dan sekrup ABC, seperti yang dilakukan pada theodolite.
4. Baca menggunakan benang atas (ba), benang tengah (bt), dan benang bawah (bb)
angka pada rambu A dan rambu B. Catat hasil bacaannya.
5. Pindahkan waterpass pada titik ke 2 dengan 2 rambu tetap berdiri pada titik A dan
B. Seperti langkah 3 dan 4, baca dan catat nilai yang berada pada benang tengah
pada rambu A dan rambu B.
6. Hitung kesalahan kolimasi dengan prinsip-prinsip yang telah dijelaskan
(Pengecekan Kesalahan kolimasi pada sipat datar).
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Pengukuran selisih tinggi pada rambu B dan D sudah cukup akurat. Hal ini dibuktikan
dengan selisih beda tinggi ketika di kedudukan A dan C yang hanya berkisar 0,3mm
(4,28 cm - 4,25 cm).
2. Jarak dari kedudukan A ke rambu B serta kedudukan C ke rambu D sudah akurat. Hal
ini dibuktikan dengan penghitungan menggunakan rumus (BA-BB).100 yang keduanya
tepat berada di angka 15m.
3. Jarak dari kedudukan A ke rambu D dan kedudukan C ke rambu B belum cukup akurat.
Hal ini dibuktikan dengan penghitungan menggunakan rumus (BA-BB).100 yang
masing-masing berada di angka 44,6m dan 14,8m. Penghitungan tersebut menunjukkan
bahwa terdapat selisih yang cukup besar antara jarak hasil pengukuran (15m antartitik)
dengan jarak hasil penghitungan.
4. Ketidakakuratan dalam pemberian jarak pada tiap titik disebabkan karena beberapa hal.
Diantaranya adalah tidak lurus dalam menarik pita ukur ataupun dalam memberi tanda
pada tiap titik, serta kondisi bidang tanah yang tidak datar (miring).
DAFTAR PUSTAKA

Nawawi, Gunawan. 2001. “Penentuan Beda Tinggi dan Posisi Titik” dalam Modul Program
Keahlian Mekanisasi Pertanian. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional Proyek
Pengembangan Sistem Standar Pengelolaan SMK Direktorat Pendidikan Menengah
Kejuruan.

Dewanto, Bondan Galih. “Pengukuran Beda Tinggi Antartitik dan Pengecekan Kesalahan
Kolimasi pada Waterpass”. PPT Praktikum Survei Terestris 1 Minggu 4, Universitas
Gadjah Mada, 2023.

Wordpress.com. 18 Juli 2008. Pengukuran Beda Tinggi. Diakses pada 10 September 2023, dari
https://geomatika07.wordpress.com/2008/07/18/pengukuran-beda-tinggi/
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai