Dalam pembuatan jalan maupun pembangunan diperlukan suatu pengukuran beda tinggi agar
dapat diketahui perbedaan tinggi yang ada dipermukaan tanah.
Sipat datar (levelling) adalah suatu operasi untuk menentukan beda tinggi antara dua titik di
permukaan tanah. Sebuah bidang datar acuan, atau datum, ditetapkan dan elevasi diukur
terhadap bidang tersebut. Beda elevasi yang ditentukan dikurangkan dari atau ditambah
dengan nilai yag ditetapkan tersebut, dan hasilnya adalah elevasi titik-titik tadi.
Pengukuran beda tinggi dilakukan dengan menggunakan alat sipat datar (waterpass). Alat
didirikan pada suatu titik yang diarahkan pada dua buah rambu yang berdiri vertical. Maka beda
tinggi dapat dicari dengan menggunakan pengurangan antara bacaan muka dan bacaan
belakang.
BT = BTB – BTA
Sebelum mendapatkan beda tinggi antara dua titik, diperlukan dulu pembacaan benang tengah
titik tersebut, dengan menggunakan rumus :
BT = BA + BB / 2
Pengukuran sipat datar profil banyak digunakan dalam perencanaan suatu wilayah. Pengukuran
ini terbagi menjadi dua macam, yaitu profil memanjang dan profil melintang. Dengan
pengukuran profil ini, banyak manfaat yang bisa diperoleh dari data yang dihasilkan karena
beda tinggi di setiap bagian di wilayah tersebut dapat diketahui. Informasi mengenai beda
tinggi sangat berguna dalam cut dan fill suatu permukaan tanah yang tidak rata, misalnya saja
dalam pengerjaan jalan raya atau jalur kereta api.
Mengingat begitu besarnya manfaat sipat datar profil, maka pengukuran ini mutlak harus
dikuasai oleh surveyor ataupun mahasiswa teknik Geomatika. Salah satu cara untuk menguasai
pengukuran sipat datar profil adalah dengan pelaksanaan praktikum secara sungguh-sungguh
atau dengan memperbanyak jam terbang pengukuran.
a) Merancang jalan raya, jalan baja, dan saluran-saluran yang mempunyai garis gradien
paling sesuai dengan topografi yang ada.
Operasi sifat datar membutuhkan kerja sama dari dua petugas, yaitu pemegang alat dan
pemegang rambu ukur pada saat pembacaan demi dicapainya hasil yang konsisten. Ketepatan
survey tergantung dari ketelitian membuat garis bidik horizontal, kemampuan pemegang
rambu ukur dalam memegang rambu ukur secara vertical, dan presisi rambu ukur yang dibaca.
Ketepatan alat yang memakai nivo gelembung gas juga harus memperhatikan penyetelan
tabung nivo dan presisi sejajar suatu nivo dan garis bidik. Tidak boleh terjadi penurunan alat di
antara waktu bidik belakang dan bidik muka pada stasiun alat. (Wirshing, 1995)