Oleh:
Kelompok
:4
Kelas/Hari/Tanggal
Nama (NPM)
Asisten
2. Candra Melati
(240110140057)
3. Yeyen Yulianti
(240110140061)
4. Lia Genesya S
(240110140086)
5. Istiqomah Haq
(240110140088)
: Agung Ridwan
Encep Farokhi
Mareta Gita Putri
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bola bumi pada hakikatnya mendekati bentuk ellipsoida putar, sehingga untuk
pengukuran pada permukaan bumi haruslah dipergunakan metode pengukuran
pada bidang ellipsoida. Jadi pengukuran di atas permukaan bumi dan proses
perhitungannya pun akan lebih sukar dibandingkan dengan pengukuran yang
dilakukan pada bidang datar. Pengukuran beda tinggi antara dua titik di atas
permukaan tanah merupakan bagian yang sangat penting.
Pengukuran beda tinggi adalah suatu pekerjaan pengukuran untuk menentukan
beda tinggi beberapa titik dimuka bumi terhadap tinggi muka air laut rata-rata.
Keadaan permukaan tanah yang berbeda-beda menyebabkan berbedanya tinggi
suatu dataran di tiap wilayah. Untuk mengetahui bagaimana bentuk permukaan
bumi, baik situasi maupun beda tinggi suatu titik dengan titik lain yang diamati
pada permukaan tanah yaitu dengan mengukur jarak, luas, ketinggian, dan sudut
kita dapat mengetahui keadaan dan beda tinggi titik-titik.
Pada pengukuran, sudut dan jarak menjadi unsur yang penting. Oleh sebab itu
pengukuran-pengukuran bentuk permukaan bumi difokuskan pada pengukuran
keduanya. Dalam praktikum ini, alat yang digunakan adalah waterpass. Karena
begitu pentingnya pengukuran tersebut maka dilakukannya pengukuran beda
tinggi dengan salah satu sipat ukur datar profil memanjang, dimana alat berada
diantara titik-titik bidikan membentuk suatu garis lurus.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari dilaksanakannya praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu melakukan pengukuran sipat datar profil dengan benar
1.3
Peralatan:
Peralatan yang dipakai pada praktikum kali ini adalah :
1. Alat tulis, berfungsi untuk alat bantu dalam perhitugan.
2. Formulir ukuran beda tinggi, berfungsi untuk mengisi data hasil
pengukuran.
3. Jalon, berfungsi sebagai patokan terakhir pengukuran.
4.
5.
6.
7.
8.
dengan permukaan.
9. Waterpass, berfungsi sebagai alat pengukur sipat datar.
1.4
Pelaksanaan praktikum:
Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan praktikum kali ini adalah
sebagai berikut:
1. Melakukan pematokan dengan 10 titik pada jalur yang akan diukur
disertai dengan mengukur jarak dan arah diantara patok-patok tersebut
sehingga posisinya dapat ditentukan atau digambarkan. Bila tidak
dilakukan seperti ini, maka dengan cara melakukan pematokan sambil
berjalan (ingat titik-titik untuk menempatkan rambu ini adalah lokasi
yang mewakili bentuk/perubahan bentuk lahan).
2. Mendirikan alat di titik tertentu sepanjang jalur pengukuran, kira-kira
ditengah antara rambu belakang (bidikan bawah awal) dan rambu muka
(bidikan selanjutnya).
3. Mengukur dan mencatat tinggi alat (Hi).
4. Membidikkan alat ke rambu ukur yang dipasang dititik BM (titik BM
dijadikan sebagai acuan/ingat teropong dalam keadaan mendatar).
5. Membaca dan mencatat bacaan rambu BA,BT dan BB. Bacaan bidikan
ini merupakan bidikan/bacaan belakang.
6. Memutar waterpass sebanyak 180o searah jarum jam kemudian
membidikkan alat ke rambu ukur yang dipasang di titik-titik berikutnya
sebanyak mungkin selama titik-titik tersebut masih memungkinkan
untuk dibidik.
7. Bila bidikkan sudah tidak memungkinkan terjangkau lagi, maka alat
perlu dipindahkan. Tempat alat berikutnya ini harus dapat membidik ke
titik sebelumnya yang telah dibidik pada pengukuran sebelumnya untuk
dijadikan sebagai bidikan belakang.
8. Melakukan pengukuran seperti pada langkah (5) dan (6) dengan titik
sebelumnya dijadikan sebagai bacaan belakang dan titik selanjutnya
sebagai bacaan muka.
9. Melakukan terus langkah (7) dan (8) sampai akhirnya bidikan mukanya
membidik ke titik terakhir, yaitu jalon.
10. Menghitung jarak dan beda tinggi pada setiap titik bidikan, kemudian
menghitung elevasi lahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prinsip Dan Fungsi Pengukuran Beda Tinggi
Pengukuran beda tinggi dilakukan dengan menggunakan alat sipat datar
(waterpass). Alat didirikan pada suatu titik yang diarahkan pada dua buah rambu
yang berdiri vertical. Maka beda tinggi dapat dicari dengan menggunakan
pengurangan antara bacaan muka dan bacaan belakang.
Rumus beda tinggi antara dua titik adalah sebagai berikut:
BT = BTB BTA
Keterangan : BT = beda tinggi
BTA = bacaan benang tengah A
BTB = bacaan benang tengah B
Namun, apabila beda tinggi yang dicari adalah beda tinggi antara tempat
alat dan bacaan muka terakhir dari alat tersebut maka persamaan yang dipakai
adalah:
BT = Hi BTM
Keterangan:
BT = beda tinggi
Hi = tinggi alat
BTM = bacaan tengah muka
Telah dikatakan bahwa beda tinggi antara dua titik adalah jarak antara dua
bidang nivo yang melalui titik itu sedangkan untuk beda tinggi dapat ditentukan
dengan menggunakan garis yang mendatar sembarang dan dua mistar dipasang
pada dua titik itu sedangkan beda tinggi dapat ditentukan. Untuk melakukan dan
mendapat pembacaan pada mistar dinamakan back, diperlukan suatu garis lurus,
selain itu pada pengukuran ini diperlukan juga nivo tabung.Pada nivo tabung ini
dijumpai suatu garis lurus mendatar dengan ketelitian yang tinggi (Sosrodarsono,
2005).
2.3 Waterpass
Waterpass adalah salah satu alat lapangan yang digunakan dalam ilmu ukur
wilayah yang berfungsi untuk mengukur jarak dan beda tinggi suatu daerah.
Pengukuran waterpass di antaranya digunakan untuk perencanaan jalan, jalan
kereta api, saluran, penentuan letak bangunan gedung yang didasarkan atas elevasi
tanah yang ada, perhitungan urugan dan galian tanah, penelitian terhadap saluransaluran yang sudah ada, dan lain-lain.
Fungsi dari bagian-bagian yang terdapat pada waterpass adalah sebagai
berikut:
1. Sekrup pengatur ketajaman diafragma, berfungsi untuk mengatur
ketajaman benang diafragma (benang silang).
2. Lensa pembacaan sudut horisontal, berfungsi untuk memperbesar dan
memperjelas bacaan sudut horisontal.
3. Sekrup A,B,C, berfungsi untuk mengatur kedataran pesawat (sumbu I
vertikal).
4. Sekrup pengatur fokus teropong, berfungsi untuk memperjelas obyek
yang dibidik.
5. Teropong, berfungsi untuk menempatkan lensa serta peralatan yang
berfungsi untuk meneropong atau membidik obyek pengukuran.
6. Pelindung lensa obyektif, berfungsi untuk melindungi lensa obyektif
dari sinar matahari secara langsung.
7. Lensa obyektif, berfungsi untuk menerima obyek yang dibidik.
8. Klem aldehide horisontal, berfungsi untuk mengunci perputaran pesawat
arah horisontal.
9. Sekrup penggerak
menggerakkan
halus
aldehide
horisontal,
berfungsi
untuk
Gambar 4. Waterpass
(Sumber: http://mediapancasurveying.com)
2.4 Rambu Ukur
Dalam ilmu ukur tanah, banyak sekali alat ukur yang digunakan dalam
berbagai macam pengukuran. Ada berbagai macam pengukuran, yaitu pengukuran
sipat datar, pengukuran sudut, pengukuran panjang, dan lain-lain. Alat ukur yang
digunakan pun ada yang sederhana dan modern, yang masing-masing bekerja
sesuai dengan fungsinya.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa permukaan bumi ini tidak rata, untuk
itu diperlukan adanya pengukuran beda tinggi baik dengan cara barometris,
trigonometris ataupun dengan cara pengukuran penyipatan datar. Alat yang
digunakan dalam pengukuran sipat datar salah satunya adalah rambu ukur.
Rambu ukur dapat terbuat dari kayu, campuran alumunium yang diberi
skala pembacaan. Ukuran lebarnya 4 cm, panjang antara 3m-5m pembacaan
dilengkapi dengan angka dari meter, desimeter, sentimeter, dan milimeter.
Umumnya dicat dengan warna merah, putih, hitam, kuning. Selain rambu ukur,
ada juga waterpass yang dilengkapi dengan nivo yang berfungsi untuk
mendapatkan sipatan mendatar dari kedudukan alat dan unting-unting untuk
mendapatkan kedudukan alat tersebut di atas titik yang bersangkutan. Kedua alat
ini digunakan bersamaan dalam pengukuran sipat datar. Rambu ukur diperlukan
untuk mempermudah/membantu mengukur beda tinggi antara garis bidik dengan
permukaan tanah. (Yogie, 2010)
rendahnya sesuai dengan keadaan tanah tempat alat itu berdiri. Seperti tampak
pada gambar dibawah ini.
2.8
pengukuran harus diulang atau tidak, maka akan ditentukan batas harga kesalahan
terbesar yang masih dapat diterima.
Bila pengukuran dilakukan pulang pergi, maka selisih hasil pengukuran
pulang pergi tidak boleh lebih besar dari pada:
k1 = (2,0 Skm) mm untuk pengukuran tingkat pertama (First Order Levelling)
k2 = (3,0 Skm) mm untuk pengukuran tingkat kedua (Second Order Levelling)
k3 = (4,0 Skm) mm untuk pengukuran tingkat ketiga (Third Order Levelling)
Untuk pengukuran menyipat datar yang diikat oleh dua titik yang telah
diketahui tingginya sebagai titik-titik ujung pengukuran, maka beda tinggi yang
didapat dari tinggi titik-titik ujung tertentu itu tidak boleh mempunyai selisih lebih
besar dari pada:
k1 = (2,0 2,0 Skm) mm untuk pengukuran tingkat pertama
k2 = (2,0 3,0 Skm) mm untuk pengukuran tingkat kedua
k3 = (2,0 6,0 Skm) mm untuk pengukuran tingkat ketiga
Pada rumus-rumus Skm berarti jarak pengukuran yang dinyatakan dalam kilometer.
BAB III
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
3.1
Hasil
Tinggi
Alat
(m)
Sudut
Tempat
147,5
147,1
152,2
147,2
Bacaan Muka
horizonta
Bidikan
BM
Bacaan Belakang
1
2
3
BM
4
5
6
7
6
8
9
10
7
11
l
BA
170,0
8
BT
BB
170,04
170
BA
291,55
219,85
264,6
117,2
90,6
62,2
22,6
116,5
89,3
60,5
20,1
180
1800
00
218,6
104,4
55,3
35,45
103,4
53,4
33,2
262,3
50,7
48,95
(m)
Tinggi (m)
0,08
00
105,2
57,3
37,7
266,9
132
46,1
21,2
289
117,9
91,8
63,8
25
221,1
132,75
47,45
23,35
Beda
Elevasi
BB
00
133,5
48,8
25,5
294,1
BT
Jarak
47,2
1800
00
1800
1,5
2,7
4,3
5,1
1,4
2,5
3,3
4,9
2,5
1,8
3,9
4,5
4,6
3,5
740
0,1475
1,0005
1,2415
740,1475
741,0005
741,2415
0,299
0,565
0,849
1,245
740,299
740,565
740,849
741,245
0,478
0,969
1,1675
741,723
742,214
742,4125
0,9825
743,395
12
11
5
145,7
145,8
142,8
145,6
148,2
279,7
278,45
17
14,7
277,2
112,5
111,8
14
15
16
10
17
18
16
19
20
73,6
33,7
27,5
72,1
31,7
25,3
70,6
29,7
23,2
22
23
21
24
25
267,3
252,7
254,5
250,4
232
68
34,5
66,9
32,4
1,6
0,332
744,0465
0,736
1,14
1,204
744,4505
744,8545
744,9185
0,778
1,113
745,6965
746,0315
1800
3
4
4,3
4
3,5
4,4
4,6
1,8
3,2
0,393
0,71
746,4245
746,7415
1,044
747,0755
00
4,1
4,4
2
4,2
4,2
1,6
2,4
0,345
0,861
747,4205
747,9365
0,232
0,59
748,1685
748,5265
1800
1800
00
252,2
104,4
73,4
103,5
71,8
102,6
70,2
40,4
38,4
36,3
248,3
112,2
61,5
234,1
743,7145
00
265,3
70,4
36,8
256,8
1,302
0
113,4
269,3
4,6
2,5
13
21
18
8
19,3
111,1
59,5
110,2
57,3
229,9
125,8
125
124,2
90,4
89,2
88
(Sumber: Hasil Pribadi)
1800
00
1800
Perhitungan :
A. Jarak [c(BA BB)]
1.1 Jarak Bacaan Belakang
1) 100(170,08 - 170)
= 0,08 m
2) 100(294,1 - 289)
= 5,1 m
3) 100(221,1 - 218,6)
= 2,5 m
4) 100(266,9 - 262,3)
= 4,6 m
5) 100(279,7 - 277,2)
= 2,5 m
6) 100(269,3 - 265,3)
=4m
7) 100(256,8 - 252,2)
= 4,6 m
8) 100(252,7 - 248,3)
= 4,4 m
9) 100(234,1 - 229,9)
= 4,2 m
1.2 Jarak Bacaan Muka
1) 100(133,5-132)
= 1,5 m
2) 100(48,4-46,1)
= 2,7 m
3) 100(25,5-21,2)
= 4,3 m
4) 100(117,9-116,5)
= 1,4 m
5) 100(91,8-89,3)
= 2,5 m
6) 100(63,8-60,5)
= 3,3 m
7) 100(25-20,1)
= 4,9 m
8) 100(105,2-103,4) = 1,8 m
9) 100(57,3-53,4)
= 3,9 m
10)
100(37,7-33,2)
= 4,5 m
11)
100(50,7-47,2)
= 3,5 m
12)
100(19,3-14,7)
= 4,6 m
13)
100(113,4-111,8)
= 1,6 m
14)
100(73,6-70,6)
=3m
15)
100(33,7-29,7)
=4m
16)
100(27,5-23,2)
= 4,3 m
17)
100(70,4-66,9)
= 3,5 m
18)
100(36,8-32,4)
= 4,4 m
19)
100(104,4-102,6)
= 1,8 m
20)
100(73,4-70,2)
= 3,2 m
21)
100(40,4-36,3)
= 4,1 m
22)
100(112,1-110,2)
=2m
23)
100(61,5-75,3)
= 4,2 m
24)
100(125,8-124,2)
= 1,6
25)
100(90,4-88)
= 2,4
B. Beda Tinggi = Tinggi Alat BT
Titik Bidikan 1 : 147,5 -132,75
Titik Bidikan 2 : 147,5 -47,45
Titik Bidikan 3 : 147,5 -23,35
Titik Bidikan 4 : 147,1-117,2
Titik Bidikan 5 : 147,1-90,6
Titik Bidikan 6 : 147,1 -62,2
Titik Bidikan 7 : 147,1-22,6
bacaan muka
= 0,1475 m
= 1,0005 m
= 1,2415 m
= 0,299 m
= 0,565 m
= 0,849 m
= 1,245 m
Titik Bidikan 8 :
Titik Bidikan 9 :
Titik Bidikan 10 :
Titik Bidikan 11 :
Titik Bidikan 12 :
Titik Bidikan 13 :
Titik Bidikan 14 :
Titik Bidikan 15 :
Titik Bidikan 16 :
Titik Bidikan 17 :
Titik Bidikan 18 :
Titik Bidikan 19 :
Titik Bidikan 20 :
Titik Bidikan 21 :
Titik Bidikan 22 :
Titik Bidikan 23 :
Titik Bidikan 24 :
Titik Bidikan 25 :
152,2-104,4
152,2-55,3
152,2-35,45
147,2-48,95
147,2-17
145,7 112,5
145,7-72,1
145,7-31,7
145,7-25,3
145,8-68
145,8-34,5
142,8-103,5
142,8-71,8
142,8-38,4
145,6-111,1
145,6-59,5
148,2-125
148,2 -89,2
= 0,478 m
= 0,969 m
= 1,1675 m
= 0,9825m
= 1,302 m
= 0,332 m
= 0,736 m
= 1,14 m
= 1,204 m
= 0,778 m
= 1,113m
= 0,393 m
= 0,71 m
= 1,044 m
= 0,345 m
= 0,861 m
= 0,232 m
= 0,59 m
C. Elevasi
Tempat Alat 1 : 740 + 1,2415 = 741,2415 m
Tempat Alat 2 : 740 + 1,245 = 741,245 m
Tempat Alat 3 : 741,245 +1,1675 = 742,4125 m
Tempat Alat 4 : 742,4125 + 1,302 = 743,7145 m
Tempat Alat 5 : 743,7145 + 1,204 = 744,9185 m
Tempat Alat 6 : 744,9185 + 1,113 = 746,0315 m
Tempat Alat 7 : 746,0315 + 1,044 =747,0755 m
Tempat Alat 8 : 747,0755 +0,861 = 747,9365 m
Tempat Alat 9 : 747,9365 + 0,59 = 748,5265 m
Error :
Sudut Horizontal : 6,50
Jarak dari Rambu ukur Jalon : 30 cm
Elevasi : -8,4735
Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pengukuran beda tinggi menggunakan
metode sipat ukur datar profil memanjang serta menggunakan alat ukur waterpass.
Pengukuran dengan metode sipat ukur datar profil memanjang ini dilakukan tanpa
melakukan pindah alat ukur, kecuali titik yang akan diukur sudah tidak lagi
terlihat sehingga alat perlu dipindahkan kembali ke titik bacaan terakhir. Pada
pengukuran sipat ukur datar profil memanjang ini, pengukuran dilakukan dengan
menentukan titik benchmark awal dan titik bacaan terakhir terlebih dahulu. Titik
bacaan terakhir ditandai dengan menggunakan jalon dan harus berada pada titik
180 derajat pada titik berdiri alat awal namun sebelum pengukuran dimulai
sebaiknya pengukur membuat penanda yang membentuk track lurus dari bacaan
belakang pertama ke Jalon dengan cara memasang beberapa patok secara lurus,
hal ini bertujuan untuk menentukan acuan arah horisontal dan agar pemindahan
patok dari penanda awal ke tempa yang sebenarnya saat pengukuran tidak sulit
dilakukan.. Sebelum dilakukan pengukuran beda tinggi, harus dilakukan
pembidikan dan pemfisiran jalon yang dipasang pada titik akhir apakah sudah
tepat 180 derajat atau belum, sehingga pengukuran dapat dilakukan dan dapat
dipastikan akan membentuk jalur dengan garis lurus sebesar 180 derajat.
Pemasangan alat ukur juga harus memperhatikan nivo tabung yang terdapat pada
alat ukur untuk memastikan bahwa alat ukur yang dipasang sudah tegak lurus dan
dalam posisi yang benar untuk digunakan dalam pengukuran.
Pada akhir bidikan akan didapatkan beda elevasi antara titik bawah dan titik
letak Jalon dan didapatkan juga error bidikkan horisontal dari titik awal ke titik
jalon, hasil menunjukan bahwa error bidikan horisontal hanya sebesar 2,8 derajat
sehingga bisa dikatakan perpindahan alat, penyetelan nivo, pengkondisian untingunting dan pengaturan sudut 180 derajat pada saat pembidikkan dilakukan dengan
baik karena error yang dihasilkan hanya sedikit, namun dalam membaca error
bidikkan horisontal harus dilakukan dengan cara mengukur sudut yang dibentuk
antara titik tengah rambu ukur atau bidikkan dan titik tengah jalon, bukan dengan
cara mengukur sudut dari jarak terdekat rambu ukur dan jalon, jika hal demikian
dilakukan maka pengukuran error bidikkan horisontal menghasilkan data yang
tidak valid. Hasil perhitungan beda elevasi terdapat error yang cukup besar
dimana pada data acuan yang dihasilkan dari citra satelit (GPS) beda elevasi titik
awal dan titik jalon adalah 17 meter namun pada hasil perhitungan didapatkan
beda elevasi hanya mencapai 9,9 meter, hal ini menunjukan masih banyak
kekurangan dan kurangnya ketelitian dalam proses pembidikkan atau pengukuran
dan perhitungan, namun hal tersebut belum dapat dianggap benar sepenuhnya
karena citra satelit (GPS) juga sangat mungkin memiliki kemungkinan error
pembacaan elevasi pada suatu titik.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum kali ini yaitu :
1. Pengukuran dengan metode sipat ukur datar profil memanjang dilakukan
tanpa memindahkan alat ukur, kecuali bila rambu ukur sudah tidak terlihat
lagi.
2. Pengukuran dengan metoda sipat ukur datar profil memanjang membentuk
jalur yang lurus 180 derajat menuju titik akhir pengukuran dengan
mengukur beda tinggi di beberapa titik tertentu.
3. Pengukuran beda tinggi dilakukan dengan membaca benchmark dan
menentukan sudut horisontal antara benchmark dengan titik akhir
pengukuran, kemudian baru dilakukan pengukuran.
4. Pengukuran metode spat ukur datar profil memanjang bisa digunakan
untuk mengukur beda tinggi pada lahan dengan tingkat kemiringan yang
tinggi, namun bisa memakan waktu yang lama.
4.2 Saran
Saran untuk praktikum kali ini diantaranya :
1. Ketelitian acuan data dari GPS harus dicek lagi keakuratannya.
2. Praktikan diharapkan lebih memakai perlengkapan yang lengkap demi
kelancaran praktikum.
3. Praktikan harus lebih menjaga keamanan alat, contohnya menjaga
waterpass agar tidak tersorot sinar matahari secara langsung yang bisa
menyebabkan mengapnya cairan nivo.
Candra Melati
240110140057
3.2
Pembahasan
Pengukuran beda tinggi dengan sipat ukur datar profil memanjang
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengukuran sifat datar profil memanjang digunakan untuk mengetahui
jarak serta elevasi pada suatu lahan
2. Penentuan titik dalam pengukuran sifat datar profil memanjang harus
memberikan gambaran profil dari lahan yang diukurnya
3. Hasil dari pengukuran jarak serta elevasi digunakan untuk membuat grafik
hubungan antara jarak dan elevasi dimana grafik yang dihasilkan berupa
garis linear
4. Beda tinggi digunakan untuk menghitung elevasi.
5. Pemasangan unting-unting harus benar-benar sejajar dengan patok dan
juga gelembung yang terdapat pada nivo harus dipastikan benar-benar
berada di tengah agar hasil bidikan sejajar.
6. Kesalahan membaca hasil bidikan pada rambu ukur akan berpengaruh
terhadap perhitungan beda tinggi yang nantinya akan berpengaruh
terhadap elevasi.
4.2 Saran
Saran untuk praktikum kali ini adalah sebgagai berikut:
1. Jangan terburu-buru dalam melaksanakan praktikum
dan
selalu
menerapkan SOP.
2. Sebaiknya praktikan lebih teliti lagi dalam melakukan praktikum agar data
yang diperoleh lebih akurat.
3. Kerjasama dalam kelompok sangat penting dalam pelaksanaan praktikum.
Yeyen Yulianti
240110140061
3.2
Pembahasan
Praktikum dengan sipat ukur datar profil memanjang dilakukan dengan
Kesalahan dapat terjadi pada saat nivo belum tepat ditengah tetapi pembacaan
rambu ukur telah dilakukan. Selain itu, dapat terjadi juga unting-unting tidak
berada ditengah patok sehingga sedikit demi sedikit membuat alat menjadi geser
dan tidak segaris dengan patok yang telah dipasang menuju jalon.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Kesimpulan yang diambil dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1. Pengukuran beda tinggi dengan sipat datar propil memanjang dapat
digunakan untuk kondisi lahan yang miring.
2. Pengukuran beda tinggi propil datar memanjang dilakukan dengan sudut
1800.
3. Jarak pada praktikum ini tidak harus sama dengan jarak sebelumnya,
hanya saja rambu ukur harus tetap bisa dibaca.
4. Jarak yang diambil harus pada kondisi lahan tertentu agar dapat digambar
secara detail pada grafik.
5. Kesalahan (error) yang terjadi dapat disebabkan oleh pengamat, kondisi
alam, dan alat.
4.2
Saran
Saran yang diambil dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1. Praktikan harus melakukan praktikum sesuai modul dan arahan asisten
dosen.
2. Praktikan harus menjaga alat yang digunakan.
3. Praktikan harus melakukan praktikum dengan serius.
Lia Genesya S
240110140086
3.2
Pembahasan
Pada praktikum pemetaan sumber daya lahan kali ini dilakukan
pengukuran beda tinggi dengan sipat ukur datar profil memanjang. Adapun
pengukuran dilakukan dengan cara meletakkan alat di antara dua titik lalu
membidik alat ke rambu ukur dengan data yang dibutuhkan adalah BA, BT, BB.
Dikarenakan alat yang ditempatkan berada di antara dua titik maka rumus beda
tinggi yang digunakan adalah BT bidikan belakang dikurang dengan hasil nilai BT
bidikan muka. Selain itu dilakukan pula pengukuran jarak, adapun pada
pengukuran jarak besar BA dikurang dengan besar BB lalu dikalikan dengan
konstanta yang bernilai 100 pada tiap tempat bidikan. Alat yang digunakan pada
pengukuran ini adalah waterpas dan rambu ukur.
Dari hasil pengukuran yang didapat dari tiap beda tinggi yang ada dari tiap
titik di jumlahkan untuk mengetahui tinggi keseluruhan lahan yang diukur.
Adapun tinggi keseluruhan ini diawali dengan elevasi awal 740 m lalu tiap
pengukuran yang ada pada tiap titik mempengaruhi nilai tersebut hingga berakhir
pada titik terkahir dengan elevasi 757,3665 m. Namun pada pengukuran yang
terjadi hasil yang didapat justru lebih dari elevasi yang didapat dan tidak sesuai
literatur yang ada atau nilai hasil pengukuran elevasi menggunakan gps dimana
elevasi akhir harusnya 757 m, maka pada pengukuran ini didapati nilai error
+0,3665 m. Sesuai dengan standar kekeliruan yang ada maka hasil ini dinyatakan
akurat dikarenakan standar minimal error pada pengukuran beda tinggi ini adalah
0,5 m. Meskipun belum tentu nilai elevasi yang dihitung menggunakan gps dapat
dikatakan akurat. Selain itu didapat pula nilai error sudut sebesar 6,50, sehingga
terdapat error sebesar 30 cm letak jalon dari bidikan. Nilai error sudut ini terjadi
dikarenakan letak pengukuran tidak tepat 1800 dari BM awal karena seharusnya
praktikum ini menghasilkan pengukuran pada satu jalur lurus dari bawah hingga
atas.
Kekeliruan yang ada bisa dikarenakan beberapa faktor diantaranya pada
pengukuran jarak, hasil yang didapat menggunakan pembacaan waterpas bisa saja
keliru meskipun pada waterpas nivo yang ada sudah menunjukkan lahan datar.
Hal ini bisa dikarenakan kurang telitinya praktikan dalam membaca nilai rambu
yang ada. Selain itu letak rambu ukur yang bergerak-gerak, meskipun perbedaan
nilai tersebut tidak terlalu signifikan, tetapi tetap perlu diperhatikan dan diperbaiki
karena kesalahan sekecil apapun akan mempengaruhi ketepatan pengukuran dan
keakuratan data. Selain itu pada saat menyesuaikan sudut yang ada menjadi
kesalahan yang mendomnasi nilai error yang didapat, dikarenakan penetapan
sudut ini akan mempengaruhi nilai hasil yang ada, terlebih jika perpindahan alat
tidak pada tempat yang tepat dan bidikan sumbu yang kurang pas akan
memperbesar nilai error yang ada sehingga sudut yang didapat lebih dari 1800.
Pada pembacaan bidikan di waterpas cukup sulit ketika jangkauan rambu
ukur tidak dapat terbaca dikarenakan letak antara alat dan rambu ukur cukup jauh
dan keadaan lahan dengan ketinggian yang sangat berbeda. Adapun letak rambu
ukur yang tidak berdiri tegak juga dapat mempengaruhi data yang ada. Waktu
praktikum cukup lama dikarenakan praktikan harus menyesuaikan letak alat agar
rambu ukur yang ada dapat terbaca, peletakan alat ini diantaranya juga adalah
mengatur tinggi alat, karena hal ini cukup mempengaruhi pembacaan bidikan.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Pengukuran dengan sipat ukur profil memanjang digunakan untuk
mengetahui beda tinggi, jarak dan elevasi suatu wilayah.
2. Dikarenakan alat ditempatkan di antara dua titik maka nilai beda tinggi
didapat dari bidikan belakang dikurang bidikan muka. Dalam hal ini alat
yang digunakan adalah waterpas.
3. Menurut literatur yang ada, besar nilai elevasi yaitu 740 m 757 m
4. Nilai error yang didapat adalah +0,3665 m, dengan error sudut sebesar
6,50, sehingga terdapat error sebesar 30 cm letak jalon dari bidikan.
5. Perbedaan hasil nilai pengukuran dikarenakan beberapa kekeliruan
diantaranya, kurang telitinya praktikan dalam membaca alat serta letak
daripada alat yang digunakan seperti pengaturan nivo nya dan juga letak
daripada rambu ukur yang ada dikarenakan lahan yang ada cukup curam
dan pengaturan sudut yang tidak tepat sehingga jalur lurus tidak tepat
1800..
4.2 Saran
Adapun saran dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan praktikan mempelajari materi praktikum terlebih dahulu.
2. Diharapkan praktikum dimulai tepat waktu sehingga waktu yang
digunakan dapat maksimal.
3. Diharapkan praktikan dapat
menggunakan alat yang ada.
lebih
teliti
dan
berhati-hati
dalam
Istiqomah Haq
240110140088
3.2 Pembahasan
4. Pengukuran
sipat
datar
profil
memanjang
dimaksudkan
untuk
pada titik BM dan 757 mdpl pada jalon atas, namun hasil perhitungan
didapatkan nilai elevasi pada jalon yang berbeda dengan nilai pada GPS.
Error yang didapatkan cukup besar dikarenakan jika dilihat dari sudut
akhir pada jalon tidak didapat sudut sebesar 180o dimana berarti patok
terakhir tidak berada tepat dengan jalon. Hasil pengukuran kelompok kami
didapatkan bahwa terdapat error sudut horizontal sebesar 6,5o dan jarak
patok terakhir berada 30 cm dari jalon. Seharusnya, patok terakhir berada
tepat pada jalon, jika tidak berarti hal tersebut menunjukkan bahwa patok
antara titik bidikan satu dengan titik bidikan yang selanjutnya tidak benarbenar sejajar 180o. Semakin besar error pada sudut akhirnya, maka
semakin besar pula error elevasi yang terjadi. Selain itu, perbedaan elevasi
yang jauh juga dapat dikarenakan GPS yang digunakan kurang akurat
sehingga terdapat perbedaan nilai yang cukup signifikan.
8. Faktor kesalahan lainnya dapat disebabkan oleh praktikan diantaranya
yaitu kesalahan dalam membaca skala sudut horizontal pada waterpas dan
skala
pada
rambu
ukur,
kesalahan
mencatat,
kesalahan
dalam
menempatkan alat ukur yang tidak pada garis ukur, kesalahan dalam
mendatarkan alat ukur, dan tidak tepat menghimpitkan kedua ujung alat
ukur.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini ialah:
1. Pengukuran dengan metode sipat datar profil memanjang dilakukan pada
lahan yang memiliki kemiringan berbeda-beda untuk mendapatkan
gambaran
tinggi
rendahnya
permukaan
tanah
sepanjang
jalur
pengukuran.
2. Dalam pengukuran sipat datar profil memanjang, patok yang satu dengan
patok yang lainnya harus benar-benar lurus dengan titik awal dan jalon
yang akhir sampai membentuk sudut 1800.
3. Pattok-patok ditempatkan pada setiap perubahan bentuk lahan atau
perubahan ketinggian lahan.
4. Tinggi alat dan bacaan tengah (BT) bidikan muka memperngaruhi beda
tinggi lahan.
5. Beda tinggi mempengaruhi nilai elevasi.
6. Semakin besar error yang terjadi pada sudut akhirnya, maka semakin
besar pula error elevasi yang terjadi.
7. Perbedaan selisih beda tinggi dan elevasi bisa terjadi karena faktor alat
dan kesalahan praktikan.
4.2
Saran
Saran untuk praktikum kali ini adalah:
1. Praktikan harus lebih memahami materi maupun prosedur praktikum
dengan membaca buku modul yang telah diberikan terlebih dahulu.
2. Dalam menempatkan patok-patok, praktikan harus lebih teliti agar patok
yang terpasang sesuai berada pada garis lurus dengan jalon.
3. Dalam melakukan bidikan, waterpass jangan sampai tergeser agar tetap
pada sudut 1800.
4. Praktikan harus lebih teliti dalam melakukan pembidikan dan
memperhatikan nivo pada waterpass.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2008.
Pengukuran
Beda
Tinggi.
Terdapat
pada:
http://geomatika07.wordpress.com/2008/07/18/pengukuran-beda-tinggi/
(diakses pada tanggal 5 April 2016 pukul 20.33 WIB)
Ferdian,
Feri.
2013.
Waterpass.
Terdapat
http://www.academia.edu/3790480/Waterpass (diakses pada Hari Minggu
tanggal 5 April 2016 pukul 20.31WIB).
Irvene, W. 1995. Pengujian untuk Konstruksi. Edisi kedua. Bandung:ITB Press.
Sosrodarsono, S., dan Takasaki, M. 2005. Pengukuran Topografi dan Teknik
Pemetaan. Jakarta:Pradnya Paramita.
Wahyudi, Noor. 2006. Ilmu Ukur Tanah. Lab. Dasar Ukur Tanan Teknik Sipil.
Banjarbaru.
Yogie. 2010. Rambu Ukur. Terdapat pada http://yogiecivil.blogspot.com/2010/06/rambu-ukur_14.html (diakses pada tanggal %
April 2016 pukul 21.02 WIB).