Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

GEOMATIKA

Di Susun Oleh :

KELOMPOK IV

1. ALBERIKUS ERIK PAMBUDI ( 10013005 )


2. ADI ZAENAL ARIFIN ( 10013002 )
3. ARI PUTRA S.P ( 10013006 )
4. AGUNG YULIANTO ( 10013004 )
5. MIFTAKHUL S.C ( 10013017 )
6. DADANG SUTADI ( 10013022 )

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA YOGYAKARTA
2011

1
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktikum pengukuran beda tinggi ini disusun sebagai syarat
menempuh mata kuliah Geomatika pada Fakultas Teknik Prodi Teknik Sipil
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta

Laporan ini diterima dan disahkan pada:

Hari :

Tanggal :

Oleh Dosen mata kuliah pengmpu dan Asisten Dosen kuliah Geomatika Fakultas
Teknik Prodi Teknik Sipil Universita Sarjanawiyata TamanSiswa Yogyakarta

Dosen Pengampu,

Drs. Hadi Pangestu R, ST. MT

Asisten Dosen,

Thitit Bangkit Suwantoro

KATA PENGANTAR

2
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
berkat yang telah di karuniakannya sehingga laporan Praktikum Geomatika dapat
kami selsaikan dengan baik.

Praktik ini sangat berguna bagi kami karena, disamping kami dapat langsung
mengenal alat alat yang di pakai untuk pengukuran di lapangan, juga
mempermudah pemahaman teori teori yang telah kami peroleh dari kuliah.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan


kekurangan dalam penyusunan laporan ini, oleh karena itu kritikan yang bersifat
membangun dari semua pihak sangat kami harapkan.

Akhir kata kami menyampaikan terima kasih setulus tulusnya kepada :

1. Drs. Hadi Pangestu R ST, MT


2. Thitit Bangkit Suwantoro
3. Dan semua pihak yang telah membantu kami dalam praktikum sehingga
tersusunnya laporan ini.

Demikian laporan ini kami susun untuk memenuhi tugas perkuliahan dan
kirannya segala pengetahuan yang kami peroleh dalam praktikum ini akan
bermanfaat bagi kami di kemudian hari.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL1

3
HALAMAN PENGESAHAN.. 2

KATA PENGANTAR..3

DAFTAR ISI4

BAB I WATERPASING.5

BAB II HASIL PENGUKURAN 17

LAMPIRAN FOTO.18

BAB 1

WATERPASSING

4
A. LANDASAN TEORI
1. Definisi

Yang dimaksud dengan waterpassing adalah suatu cara pengukuran tinggi antara
dua titik atau lebih yang berdekatan,yang ditentukan dengan garis visirhorisontal
yang ditunjukan ke baak-baak yang vertical.

Pada pengukuran beda tinggi sikenal tiga cara yaitu:

a. Waterpassing
b. Trigonometris
c. Barometris

2.Syarat-syarat Waterpassing

- Utama : garis visir teropong // garis arah nivo

-Tambahan : a. Garis arah nivo tegak lurus sumbu I

b. Benang silang horizontal tegak lurus sumbu I

3.Cara Mengukur Alat Waterpassing

a. Garis arah nivo tegak lurus sumbu I


- Kedudukan nivo I adalah // AB diseimbangkan
dengan sekrup penyetel AB dengan gerak putar
berlawanan.

5
- Kedudukan nivo 2 adalah // AB tetapi
diputar180. Nivo diseimbangkan dengan
setengah penyimpangan gelembung dihilangkan
dengan sekrup A atau B, dengan setengah
penyimpangan lagi dihilangkan dengan sekrup
koreksi nivo.
- Kedudukan nivo 3 adalah tegak lurus sekrup
penyetel AB kesakahan dihilangkan dengan
sekrup penyetel C.
b. Benang silang horizontal tegak lurus sumbu I
Teropong diarahkan kesuatu titik pada tembok atau baak atau
yang lain ,dan ujung yang kiri benang silang dibuat
berhimpitan dengan titik ini.Jika selalu berhimpit dengan titik
tersebut (apabila teropong diputar dengan sumbu I sebagai
putaran ) maka benang silang norizontal tegak lurus sumbu I.
jika tidak demikian,maka diafragma dengan benang silang di
putar sedikit dengan tangan, sesudah sekrup kecil yang terletak
pada sisi diafragma dilepas sedikit.
c. Garis araf nivo // garis fisir ( syarat utama )
Untuk memeriksa syarat ini, diadakan penyelidikan terhadap
selisih tinggi antara dua titik.

6
Mula-mula indstrumen sitempatkan di tengah-tengah A dan B.
berhubung tidak dipenuhnya syarat diatas, maka sewaktu nivo
seimbang, garis visir membuat sudut alfa ( ) dengan garis
horizontal.

Pembacaan baak A = pa

Pembacaan baak B = pb, sehingga h = pa pb

Misalkan jarak AB = 2L

Kemusian instrument dipindahkan ke Q dimana BQ = 1

Berhubung adanya kesalahan sudut alfa ( ) tadi,maka


pada baak A dibaca qa dan pada baak B dibaca qb dan ternyata qa
qb tidak sama dengan h.

Pada teropong tanpa scrup helling,maka koreksi dilakukan dengan benang


vertical sedangnivo tetap seimbang.pada teropong dengan sekrup helling ada dua
kemungkinan,yaitu koreksi pada garis visir atau koreksi pada nivo.

7
Rumus umum waterpassing

Dengan pertolongan nivo,maka garis visir dibuat horizontal.Garis visir yang


horizontal tersebut diarahkan ke dua baak yang ditempatkan pada titik-titik yang akan
ditentukan selisih tingginya

Pada gambar A dibaca mula-mula tinggi garis visir horizontal sebesar Ha dan
hB pada baak B

Selisih tinggi antara titk A dan B adalah

h = hA hB

Baak A dinamakan baak belakang dan baak B dinamakan baak muka . selisih tinggi
selalu diperoleh dari baak belakang-muka. Jika hA > hB maka waterpassing ini baik
dan sebaliknya hA < hB berarti waterpassing menurun.

8
Dalam menentukan tinggi garis visi, selain dibaca benang tangah (bt), juga
dibaca benang atas (ba) dan benang bawah (bb) karena bt = (ba +bb)

Berhubung garis visir merupakan garis horinzontal, maka untuk jarak terjauh
terdapat penyinpangan karena adanya permukaan bumi yang melengkung

Macam-macam waterpassing

Ada tiga macam pekerjaan waterpassing yaitu :

a. Waterpassing Memanjang atau Waterpasing Berantai

Yang dimaksud waterpassing memanjang atau waterpassing berantai adalah suatu


pekerjaan waterpassing untuk memperoleh suatu rangkaian atau jaring-jaring titik
tinggi tetap (seperti pekerjaan pengukuran titik dasar)

b. Wterpassing Profil

Khusus mengenai suatu jalur memanjang, untuk memperoleh profil-profil


memanjang dan melintangnya

9
c. Waterpassing Lapangan

Mengenai medan sembarang untuk memperoleh situasi tinggi rendahnya


lapangan.

Misalnya untuk menentukan rencana pembuangan air dilapangan

Sumber-sumber kesalahan waterpassing

a) Kesalahan yang ada pada alat yang dipergunakan


1. Tidak sejajarnya garis nivo

Pengaruh dari kesalahan ini dapat ditiadakan dengan jalan menempatkan


instrument tepat di tengah-tengah antara kedua baak yang di bidik meskipun
instrument tidak terletak dalam satu garis lurus yang menghubungkan keduan alas
kedua baak, asal d1 = d2

Misal nya antara garis nivo dan garis visir terdapat kesalahan jarak ke baak
belakan a dan e bak muka b dan terdapat selisih tinggi dalam selang di h, maka :

Dh1 = a1 b1

Dh2 = a2-b2

Dhn = an-bn

dh = a - b( - b)

Dh = 0, jika = 0 = b, maka garis lurus arah nivo // garis visir

Tetapi dalam praktek tidak selalu memungkinkan, maka di cari jalan lain, yaitu
tempatkan instrument sedemikian rupa sehingga di antara dua titik ujung yang akan
di tentukan beda tinggi nya, jumlah jarak kemistar belakang kemuka adalah sama

10
d belakang = d muka

2. Perubahan penyetelan teropong antara 2 pembacaan dalam

selang jika instrument bediri ditengah-tengah juga mempunyai keuntungan,


bahwa pembacaan kedua baak muka, pada selang keduan menjadi baak belakang

3. Perbedaan titik nol dari pembagian pada masing-masing baak

titik nol dari penbagian pada keduan baak harus terdapat pada tinggi yang
sama dari ujung bawah baak. Kalau baak=baak tersebut mempunyai kesalahan titik
nol dan . Maka pengaruh kesalahan ini dapat hilang jika dari jumlah selisih tinggi
pada kedua slag pertama menjadi baak muka, pada slag kedua menjadi baak belakang

dh1 = -

dh2 = 1 - 2

pada jumlah selisih h = 0

4. Tidak teraturnya nivo

11
jika baak tidak berdiri vertical maka akibat nya samadengan baak yang
melengkung. Oleh karena itu nivo kotak harus benar-benar teratur dan sering di
control.

b) Kesalahan karena keadaan alam


1. Lengkungnya permukaan bumi

Pada gambar, instrument diletakkan tegak lurus di atas titik A, dan mistar
diletakkan di titik B. Garis CA dan EB selalu ke arah titik pusat P. Garis CD adalah
bidang nivo yang melalui garis bidik C, dan memotong di titik D. Garis CE yang
mendatar memotong di titik E. Pembacaan pada mistar seharusnya di titik D, karena
tinggi garis bidik CA dan EB sangat kecil terhadap jari jari bumi maka CD dan DP
dapat di anggap sama dengan R = ( RA+ RB ).

Maka di dalam CEP yang siku siku di C dapat di tulis :

EP = CP + CE atau ( ED + DP ) = CP + CE

Misalkan ED = P, CE = AB = S, maka jarak antara A dan B :

( P + R ) = R + S

Karena P kecil maka dapat di abaikan sehingga P = S : 2R

2. Karena melengkungnya sinar cahaya ( Refraksi )

Sinar yang dating dari benda yang di teropong harus melalui lapisan lapisan
udara yang tidak sama padatnya, karena suhu dan yekanan yang tidak sama. Maka
pada pembatasan lapisan lapisan udara sinar cahaya akan dibias sedemikian rupa,
sehingga untuk jarak yang tidak jauh dari permukaan bumi, sinar cahaya menjadi
melengkung dengan bagian cembungnya ke arah permukaan bumi. Keadaan lapisan
lapisan udara tentang tebal, suhu, padat, dan sebagainya sukar di tentukan, dan sinar

12
cahaya melengkung seperti melengkungnya permukaan bumi, maka pengaruh
melengkungnya sinar cahaya dapat di nyatakan dengan rumus yang sama seperti pada
pengaruh melengkungnya muka bumi, tetapi harus di perbanyak dengan suatu
koefisien yang dinamakan koefisien refraksi dan di beri tanda minus.

P = - S / 2R

Koefisien refraksi dapat di ambil sebesar 0,14.

3. Getaran udara ( Ondurasi )

Karena adanya permindahan panas dari permukaan bumi ke atas, maka bayangan
dari mistar yang di lihat dengan teropong akan bergetar, sehingga pembacaan pada
mistar tidak dapat di lakukan dengan teliti. Maka bila keadaan udara telah demikian,
sebaiknya pengukuran pengukuran di hentikan terlebih dahulu. Karena selain
ketelitian pembacaan kurang, getaran bayangan akan membuat mata sakit dan cepat
lelah.

4. Masuknya statif dan mistar ke dalam tanah

Di usahakan statif dan tempat berdiri baak di tempatkan di atas tanah yang keras.

5. Tidak ratanya pemanasan instrument

Pemanasan yang tidak merata menyebabkan terjadinya tegangan tegangan yang


di sebabkan pemuaian, terutama pada montur nivo sehingga mudah menimbulkan
satu sudut antar garis visir dan garis arah nivo.

c) Kesalahan pada manusia


1. Kesalahan pada mata
2. Kesalahan pada pembacaan

13
B. PELAKSANAAN
1. Instrument dan kelengkapan
a. Instrument : Theodolit Top Con
b. Rool meter
c. Jalon
d. Mistar ukur
e. Unting unting
f. Payung
g. Statif
h. Alat tulis
2. Langkah kerja
a. Waterpassing pergi

Mula mula instrument di dirikan di titik I, kemudian di lakukan pengaturan :

Garis visir teropong // garis arh nivo


Garis arah nivo tegak lurus sumbu I
Benang silang horizontal tegak lurus sumbu I

Selanjutnya didirikan mistar / baak pada titik A, teropong di dirikan ke arah A dan
kemudian di lakukan pembacaan benang atas ( ba ) benang tengah ( bt ), benng
bawah ( bb ).

Kemudian baak / mistar di pindah ke titik A. Klem horizontal di kendorkan,


teropong di putar ke titik A sehingga tepat. Skrup horizontal di matikan dan di
lakukan pembacaan benang atas ( ba ), benang tengah ( bt ), dan benang bawah ( bb )
lalu hasilnya di catat.

Instrument di pindah ke titik II dan di atur sedemikian rupa sehingga siap pakai
seperti penyetelan di titik I. selanjutnya instrument di arahkan ke titik A, kemudian
setelah tepat klem di matikan dan di lakukan pembacaan ( ba ), (bt ), ( bb ). Klem
horizontal di buka dan teropong di arahkan ke titik B. yang telah didirikan rambu
ukur. Di lakukan pembacaan, besar sudut di catat, tinggi pesawat juga di catat.

Begitu seterusnya hingga sampai titik akhir.

14
b. Waterpassing pulang

Cara kerja waterpassing ini sama dengan waterpassing pergi. Hanya saja
pengukuran di lakukan dari titik B hingga titik A.

Pada setiap kedudukan pesawat di lakukan waterpassing profil.

c. Waterpassing profil

Pelaksanaannya bersamaan dengan waterpassing pulang. Pada setiap kedudukan


instrument di ukur penampang melintang.

Perhitungan Koreksi Peil pulang pergi

Perhitungan di buat karena titik awal A pada waterpassing pergi dan ttik A pada
waterpassing pulang tidak berhimpit, dimana :

beda tinggi waterpassing pergi : 114,7

beda tinggi waterpassing pulang : -104,4

Jumlah titik ( n ) =

Sehingga di dapat h =

Jadi :

Beda tinggi koreksi masing masing di kurangi dengan


Dari beda tinggi koreksi akan di peroleh peil koreksi tinggi titik awal dengan
memakai rumus

I = I/n h Dimana I = tempat titik

15
n= n/n h n = jumlah titik pergi pulang

16
HASIL

PENGUKURAN

FOTO FOTO PRAKTEK GEOMATIKA

17
18

Anda mungkin juga menyukai