Urutan persyaratan statis memang demikian. Namun agar pengaturannya lebih sistematis dan
tidak berulang-ulang, urutan pengaturannya dibalik dari poin 3 ke 1.
Pada alat ukur waterpass tipe semua tetap tanpa skrup ungkit, syarat ini penting sekali.
Namun pada alat dengan skrup ungkir, syarat ini agak sedikit longgar karena apabila ada
sedikit pergeseran nivo dalam pengukuran, dapat diseimbangkan dengan skrup ungkir ini.
Adapun maksud dari persyaratan ini adalah apabila sumbu I telah dibuat vertikal, kemana pun
teropong diputar, gelembung nivo akan tetap seimbang. Ini berarti garis bidik selalu mendatar
karena garis bidik telah dibuat sejajar dengan garis arah nivo
Pada alat ukur waterpass, yang diperlukan adalah garis bidik mendatar. Untuk mengetahui
apakah garis bidik sudah betul-betul mendatar atau belum, digunakan nivo tabung. Jika
gelembung nivo seimbang, garis arah nivo pasti mendatar. Dengan demikian, jika kita bisa
membuat garis bidik sejajar dengan garis arah nivo, garis arah nivo pasti mendatar.
Jarak bidik optimum waterpass berkisar antara 40-60 m. Berikut contoh pengukuran dengan
alat ukur waterpass.
Apabila alat didirikan di antara dua buah rambu, maka antara dua buah rambu
dinamakan slag yang terdiri dari bidikan ke rambu muka dan rambu belakang. Selain garis
bidik atau benang tengah (BT), teropong juga dilengkapi dengan benang stadia yaitu benang
atas (BA) dan benang bawah (BB). Selain untuk pengukuran jarak optis, pembacaan BA dan
BB juga sebagai kontrol pembacaan BT di mana seharusnya pembacaan 2BT=BA+BB
Apabila jarak antara dua buah titik yang akan diukur beda tingginya relatif jauh, maka
dilakukan pengukuran berantai.Pada metode ini, pengukuran tak dapat dilakukan dengan satu
kali berdiri alat. Oleh karena itu antara dua buah titik kontrol yang berurutan dibuat
beberapa slag dengan titik-titik bantu dan pengukurannya dibuat secara berantai (differential
lavelling).
Seperti halnya pengukuran jarak dan sudut, pengukuran beda tinggi juga tidak cukup
dilakukan dengan sekali jalan, tetapi dibuat pengukuran pergi pulang, yang pelaksanaannya
dapat dilakukan dalam satu hari (dinamakan seksi), serta dimulai dan diakhiri pada titik tetao.
Gabungan beberapa seksi dinamakan trayek.
Keterangan gambar :
Apabila alat didirikan di antara dua buah rambu, maka antara dua buah rambu
dinamakan slag yang terdiri dari bidikan ke rambu muka dan rambu belakang. Selain garis
bidik atau benang tengah (BT), teropong juga dilengkapi dengan benang stadia yaitu benang
atas (BA) dan benang bawah (BB). Selain untuk pengukuran jarak optis, pembacaan BA dan
BB juga sebagai kontrol pembacaan BT di mana seharusnya pembacaan 2BT=BA+BB
Apabila jarak antara dua buah titik yang akan diukur beda tingginya relatif jauh, maka
dilakukan pengukuran berantai.Pada metode ini, pengukuran tak dapat dilakukan dengan satu
kali berdiri alat. Oleh karena itu antara dua buah titik kontrol yang berurutan dibuat
beberapa slag dengan titik-titik bantu dan pengukurannya dibuat secara berantai (differential
lavelling).
Seperti halnya pengukuran jarak dan sudut, pengukuran beda tinggi juga tidak cukup
dilakukan dengan sekali jalan, tetapi dibuat pengukuran pergi pulang, yang pelaksanaannya
dapat dilakukan dalam satu hari (dinamakan seksi), serta dimulai dan diakhiri pada titik tetao.
Gabungan beberapa seksi dinamakan trayek.
Keterangan gambar :
Bidang mendatar adalah bidang yang tegak lurus garis vertikal pada setiap titik.
Bidang horisontal berbentuk melengkung mengikuti permukaan laut.
Banch Mark (BM) adalah titik yang tetap yang telah diketahui elevasinya terhadap
datum yang dipakai, untuk pedoman pengukuran elevasi daerah sekelilingnya.
Prinsip cara kerja dari alat ukur waterpass adalah membuat garis sumbu teropong
horisontal. Bagian yang membuat kedudukan menjadi horisontal adalah nivo, yang berbentuk
tabung berisi cairan dengan gelembung di dalamnya.
Urutan persyaratan statis memang demikian. Namun agar pengaturannya lebih sistematis dan
tidak berulang, urutan pengaturannya dibalik dari poin 3 ke 1.
1. Mengatur Garis Mendatar Diafragma Tegak Lurus Sumbu I
Pada umumnya garis mendatar diafragma (benang silang mendatar) telah dibuat tegak
lurus sumbu I oleh pabrik yang memproduksi alat ukur.
Pada alat ukur waterpass tipe semua tetap tanpa skrup ungkit, syarat ini penting sekali.
Namun pada alat dengan skrup ungkir, syarat ini agak sedikit longgar karena apabila
ada sedikit pergeseran nivo dalam pengukuran, dapat diseimbangkan dengan skrup
ungkir ini.Adapun maksud dari persyaratan ini adalah apabila sumbu I telah dibuat
vertikal, kemana pun teropong diputar, gelembung nivo akan tetap seimbang. Ini
berarti garis bidik selalu mendatar karena garis bidik telah dibuat sejajar dengan garis
arah nivo.
Pada alat ukur waterpass, yang diperlukan adalah garis bidik mendatar. Untuk
mengetahui apakah garis bidik sudah betul-betul mendatar atau belum, digunakan
nivo tabung. Jika gelembung nivo seimbang, garis arah nivo pasti mendatar. Dengan
demikian, jika kita bisa membuat garis bidik sejajar dengan garis arah nivo, garis arah
nivo pasti mendatar..
Pada penggunaan alat ukur waterpass selalu harus disertai dengan rambu ukur (baak).
Yang terpenting dari rambu ukur ini adalah pembagian skalanya harus betul-betul teliti untuk
dapat menghasilkan pengukuran yang baik. Di samping itu cara memegangnya pun harus
betul-betul tegak (vertikal). Agar letak rambu ukur berdiri dengan tegak, maka dapat
digunakan nivo rambu . Jika nivo rambu ini tidak tersedia, dapat pula dengan cara
menggoyangkan rambu ukur secara perlahan-lahan ke depan, kemudian ke belakang,
kemudian pengamat mencatat hasil pembacaan rambu ukur yang minimum. Cara ini tidak
cocok bila rambu ukur yang digunakan beralas berbentuk persegi.
Pada saat pembacaan rambu ukur harus selalu diperhatikan bahwa :
2BT = BA + BB
Adapun : BT = Bacaan benang tengah waterpass
BA = Bacaan benang atas waterpass
BB= Bacaan benang bawah waterpass
Bila hal diatas tidak terpenuhi, maka kemungkinan salah pembacaan atau pembagian skala
pada rambu ukur tersebut tidak benar.
Dalam praktikum Ilmu Ukur Tanah ada dua macam pengukuran waterpass yang
dilaksanakan, yaitu :
1. Pengukuran Waterpass Memanjang
2. Pengukuran Waterpass Melintang
B. MAKSUD
Pengukuran ini mempunyai maksud untuk :
· Menentukan beda tinggi dari setiap titik pada jalan yang lurus serta menentukan
elevasi setiap titik tersebut dari titik tetap (Bench Mark) yang telah ditetapkan.
· Menentukan kedalaman dasar saluran, tinggi tanggul kiri dan kanan serta tinggi as
jalan di setiap titik yang berbeda agar dapat menggambarkan profil melintang.
C. PERALATAN
Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran waterpass ini adalah sebagai berikut:
· Waterpass.
· Statip.
· Unting-unting.
· Payung.
· Dua buah rambu ukur.
· Meteran.
· Paku.
· Palu
· Cat.
· Kuas kecil.
D. CARA PELAKSANAAN
Urut-urutan pelaksanaan dari pengukuran waterpass adalah sebagai berikut:
Pengukuran Waterpass Memanjang :
1. Menentukan titik awal pengukuran serta titik tetap (Banch Mark) yang digunakan.
2. Memberi tanda pada titik awal tersebut dengan menggunakan paku dan cat sebagai
titik P1.
3. Menentukan titik A yang berjarak 25 meter didepan titik P1, dan titik P2 yang berjarak
25 meter didepan titik A dan seterusnya dengan memberi tanda dengan cat hingga titik
terakhir, yaitu titik P11 sejauh 500 m dari titik awal.
4. Mendirikan tripod tepat diatas titik P1 dan meletakkan alat ukur waterpass diatas
tripod tersebut dengan menyekrup bagian bawahnya.
5. Memasang Unting-unting dan mengusahakan agar unting-unting tersebut tepat
menunjuk ke titik P1.
6. Mengatur sekrup pengungkit agar gelembung nivo terletak di tengah-tengah tabung.
7. Setelah nivo dalam keadaan seimbang, bak diletakkan di titik BM kemudian ditembak
dari titik P1 tersebut (usahakan letak bak vertikal)
8. Kemudian benang horisontal dibaca oleh pengamat dan hasilnya dicatat oleh pencatat
secara teliti agar memenuhi dua rumus waterpass, yaitu : d = 100 x (BA-BB) dan 2 x BT
= BA + BB. Jika hasil pembacaan tidak memenuhi rumus diatas, pembacaan rambu ukur
diulang kembali.
9. Setelah titik BM diukur, waterpas dipindahkan ke titik A kemudian titik P1 dan P2
ditembak/diukur. Setelah itu alat dipindahkan ke titik B untuk penembakan/pengukuran ke
titik P2 dan P3,dan seterusnya hingga titik terakhir yaitu titik J dan melakukan
penembakan kembali ketitik awal untuk bacaan pulang hingga titik A.
10. Melakukan penghitungan dan kesalahan yang diperbolehkan. Jika selisih beda tinggi
antara pengukuran pergi dengan pengukuran pulang melampaui kesalahan ynag diijinkan,
maka Pengukuran harus diulang kembali.
Urutan persyaratan statis memang demikian. Namun agar pengaturannya lebih sistematis dan
tidak berulang-ulang, urutan pengaturannya dibalik dari poin 3 ke 1.
Pada umumnya garis mendatar diafragma (benang silang mendatar) telah dibuat tegak lurus
sumbu I oleh pabrik yang memproduksi alat ukur.
Pada alat ukur waterpass tipe semua tetap tanpa skrup ungkit, syarat ini penting sekali.
Namun pada alat dengan skrup ungkir, syarat ini agak sedikit longgar karena apabila ada
sedikit pergeseran nivo dalam pengukuran, dapat diseimbangkan dengan skrup ungkir ini.
Adapun maksud dari persyaratan ini adalah apabila sumbu I telah dibuat vertikal, kemana pun
teropong diputar, gelembung nivo akan tetap seimbang. Ini berarti garis bidik selalu mendatar
karena garis bidik telah dibuat sejajar dengan garis arah nivo
Pada alat ukur waterpass, yang diperlukan adalah garis bidik mendatar. Untuk mengetahui
apakah garis bidik sudah betul-betul mendatar atau belum, digunakan nivo tabung. Jika
gelembung nivo seimbang, garis arah nivo pasti mendatar. Dengan demikian, jika kita bisa
membuat garis bidik sejajar dengan garis arah nivo, garis arah nivo pasti mendatar.
Jarak bidik optimum waterpass berkisar antara 40-60 m. Berikut contoh pengukuran dengan
alat ukur waterpass.
Apabila alat didirikan di antara dua buah rambu, maka antara dua buah rambu
dinamakan slag yang terdiri dari bidikan ke rambu muka dan rambu belakang. Selain garis
bidik atau benang tengah (BT), teropong juga dilengkapi dengan benang stadia yaitu benang
atas (BA) dan benang bawah (BB). Selain untuk pengukuran jarak optis, pembacaan BA dan
BB juga sebagai kontrol pembacaan BT di mana seharusnya pembacaan 2BT=BA+BB
Apabila jarak antara dua buah titik yang akan diukur beda tingginya relatif jauh, maka
dilakukan pengukuran berantai.Pada metode ini, pengukuran tak dapat dilakukan dengan satu
kali berdiri alat. Oleh karena itu antara dua buah titik kontrol yang berurutan dibuat
beberapa slag dengan titik-titik bantu dan pengukurannya dibuat secara berantai (differential
lavelling).
Seperti halnya pengukuran jarak dan sudut, pengukuran beda tinggi juga tidak cukup
dilakukan dengan sekali jalan, tetapi dibuat pengukuran pergi pulang, yang pelaksanaannya
dapat dilakukan dalam satu hari (dinamakan seksi), serta dimulai dan diakhiri pada titik tetao.
Gabungan beberapa seksi dinamakan trayek.
Keterangan gambar :