Anda di halaman 1dari 61

CIVIL ENGINEERING ‘22

SURVEY DAN PEMETAAN


BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Ilmu Ukur Tanah

Ilmu ukur tanah adalah ilmu yang berhubungan dengan bentuk muka
bumi (topografi), artinya ilmu yang bertujuan menggambarkan bentuk topografi
muka bumi dalam suatu peta dengan segala sesuatu yang ada pada permukaan
bumi seperti kota, jalan, sungai, bangunan, dll. Dengan skala tertentu sehingga
dengan mempelajari peta kita dapat mengetahui jarak, arah dan posisi tempat yang
kita inginkan.

1.2 Tujuan Praktikum Ilmu Ukur Tanah.

1. Tujuan Instruksi Umum


a) Mahasiswa dapat mengetahui syarat penggunaan, mengenal dan
menggunakan waterpass dan theodolite.
b) Mahasiswa dapat mengetahui dan mengatasi kesulitan dalam
menggunakan waterpass dan theodolite.
c) Mahasiswa terampil mengatur alat dan membaca rambu ukur dengan
tepat dalam setiap pengukuran.
d) Mahasiswa dapat melakukan atau melaksanakan pengukuran dengan
tepat.
e) Mahasiswa dapat mengukur jarak optis dan beda tinggi suatu tempat.

2. Tujuan Instruksi Khusus

a) Mahasiswa dapat membuat perhitungan dengan teliti.

b) Mahasiswa dapat menggambarkan hasil pengukuran dengan tepat.

c) Mahasiswa dapat membuat peta dengan situsi angka perbandingan


diperkecil, disebut skala peta.

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
1.3 Prinsip Dasar Pengukuran

Untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin saja terjadi, maka


tugas pengukuran harus didasarkan pada prinsip dasar pengukuran yaitu:
1) Perlu adanya pengecekan yang terpisah.
2) Tidak ada kesalahan-kasalahan yang terjadi dalam pengukuran.
3) Setiap pengukuran telah mengetahui tugas-tugas yang akan dilakukannya
dilapangan.

Dimensi-dimensi yang diukur dalam kegiatan pengukuran adalah:

1) Jarak.
Garis hubung terpendek antara 2 titik yang diukur dengan mistar, pita ukur,
waterpass dan theodolite.
2) Sudut.
Besaran antara 2 arah yang bertemu pada satu titik.

3) Ketinggian.

Jarak tegak diatas atau dibawah bidang referensi yang dapat diukur dengan
waterpass dan rambu ukur.
4) Skala Peta

Skala peta ialah suatu perbandingan antara besaran-besaran diatas peta dan
diatas muka bumi (besaran sebenarnya). Berhubungan dengan skala ini maka
peta kita bagi atas:
1) Peta teknis dengan skala 1:10.000 (skala besar).
2) Peta topografi atau peta detail dengan skala 1:10.000 sampai dengan
1:100.000 (skala medium).
3) Peta topografi atau peta iktisar lebih kecil dari 1:100.000 (skala kecil).

1.4 Skala

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
Skala merupakan perbandingan antara jarak yang mewakili sebagian
permukaan bumi yang ditunjukkan oleh sebuah kertas gambar dengan jarak yang
ada dilapangan.Skala diberikan dalam istilah jarak pada peta dalam sejumlah
satuan tertentu yang bersesuaian dengan suatu jarak tertentu dilapangan.Skala
dapat dinyatakan dengan persamaan langsung atau dengan suatu perbandingan.
Jarak dari dua buah tempat yang diperlihatkan dipeta harus diketahui

dengan suatu perbandingan yang tertentu dengan keadaan yang sesungguhnya.


Perbandingan jarak dilapangan dengan jarak diatas peta inilah yang dinamakan
dengan skala, misalnya:
a) Peta dengan skala 1:100.

Berarti 1 cm diatas kertas sama dengan 100 cm dilapangan.

b) Petadengan skala 1:250.


Berarti 1 cm diatas kertas sama dengan 250 cm dilapangan.

c) Peta dengan skala 1:2500.

Berarti 1 cm diatas keratas sama dengan 2500 cm dilapangan.

1.5 Pengukuran Menyipat Datar

1) Definisi.
Menyipat datar atau profil peta yaitu suatu irisan yang digambar tegak lurus
sumbu utama sepanjang sumbu utama dan sepanjang sumbu utama pada suatu
bidang datar dengan skala tertentu.
2) Tipe Sifat Datar.
a. Metode sifat datar langsung.
Dengan menempatkan alat ukur langsung diatas salah satu titik. Aturlah
sedemikian rupa sehingga sumbu kesatu alat tepat berada diatas patok(titik)
kemudian ukurlah tinggi garis bidik terhadap patok (titik) tersebut misalnya a,
kemudian dengan gelembung nivo ditengah-tengah garis bidik diarahkan ke
master yang terletak diatas titik satunya lagi, dan didapat pembacaan adalah
b. Sehingga dengan mudah diketahui beda kedua titik a dan b adalah t = a –m.

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
b. Metode Sifat datar tidak langsung.
Pengukuran ini dilakukan bila tidak mungkin menempatkan atau memakai

instrumen ukur langsung pada jarak atau sudut yang diukur. Oleh karenannya,
hasil ukuran ditentukan oleh hubungannya dengan suatu harga lain yang
diketahui. Jadi jarak ke seberang sungai dapat ditemukan dengan mengukur
sebagian jarak disuatusisi, sudut ditiap ujung jarak iniyang diukur ke titik
seberang dan kemudian menghitung jarak tadi dengan salah satu rumus
trigonometri baku.
a) Cara grafis.

Alat ukur menyipat datar ditempatkan antara titk A dan B, sedang


diantar titik A dan B ditempat 2 mistar. Jarak dari alat ukur menyipat
datar kedua mistar, ambillah kira-kira sama, sedang alat ukur penyipat
datar tidaklah perlu terletak perlu terletak digaris lurus yang
menghubungkan dua titk A dan B. Arahkan garis bidik dengan
gelembung ditengah-tengah mistar A (belakang) dan mistar B (muka).
Dan misalkan pembacaan pada dua mistar berturut-turut adalah B
(belakang) dan m (muka), maka beda tinggi antara titk A dan N adalah t
= b – m.

Tidaklah selalu mungkin untuk menempatkan alat ukur menyipat


datar diantara dua titk A dan B, misalnya karena antara titk A dan B ada
selokan. Maka dengan cara ketiga alat ukur menyipat datar diantara titk A
dan B tetapi sebelah kiri A atau disebelah kanan titk B, jadi diluar garis A
dan B pada gambar 1.1 alat ukur menyipat datar diletakkan disebelah
kanan titik B. Pembacaan yang dilakukan pada mistar yang diletakkan
diatas titik-titik A sekarang berturut-turut adalah b dan m, sehingga dapat
diperoleh dengan mudah, bahwa beda tinggi t = b – m

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

Gambar 1.1 Pengukuran secara grafis


(Sumber : Arsip Survei dan Pemetaan 2022 )

b) Cara Analitis

Pesawat waterpass diletakkan antara dua mistar yang memberi hasil


paling teliti, karena kesalahan yang mungkin masih ada pada pengukuran
dapat saling memperkecil, apalagi bila jarak antara pesawat waterpass
kedua mistar dibuat sama. Jadi untuk mendapatkan beda tinggi antara dua
titk selalu diambil pembacaan mistar muka, sewhingga t = b – m.Bila (b –
m) hasilnya positif, maka titik muka lebih tinggi dari titik belakang, dan
bila hasilnya negatif, maka titik muka lebih rendah dari titik belakang.

Setelah beda tinggi antara dua titik ditentukan, maka tinngi satu titik
dapat dicari bila tinggi titik lainnya telah diketahui. Suatu cara untuk
menentukan tinggi suatu titik ialah dengan menggunakan tinggi garis
bidik. Dengan diketahui tinggi garis bidik, dapatlah dengan cepat dan
mudah menentukan tinggi titik – titik yang diukur. Tempatkan saja mistar
diatas titik itu, arahkan garis bidik kemistar dengan gelembung ditengah-
tengah, lakukan pembacaan pada mistar itu, seperti dilihat pada gambar
1.2 maka tinggi titik, Tt = tGb = tinggi garis bidik = pembacaan pada
mistar.

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

Gambar 1.2 Pengukuran secara analitis


(Sumber : Arsip Survei dan Pemetaan 2022 )

1.6 Metode Pengukuran

a. Metode pembacaan muka dan belakang (loncat).

Metode ini biasanya digunakan pada pengukuran jaringan irigasi atau


pengukuran memanjang tanpa diselingi potongan melintang, karena metode
loncat, pesawat waterpass berada ditengah-tengah antara patok 1 dan 2 atau
berada pada patok genap sedangkan rambu berada pada patok ganjil. Untuk
pengukuran melintang hal ini agak sulit dilakukan karena pesawat tidak berdiri
disemua patok. Untuk itu digunakan garis bidik. Adapun keunggulan dan
kelemahan metode loncat adalah sebagai berikut :
1. Metode loncat bisa mengukur jarak dan beda tinggi
2. Tidak efisien digunakan dalam pengukuran jalan yang tiap 25 m dibuat
potongan melintang.
3. Pesawat harus pas diatas patok sehingga menyulitkan pengkuran pada areal
daerah yang padat (dalam hal ini jalan).

b. Metode garis bidik


Metode garis bidik merupakan metode yang praktis dalam menentukan
profil melintang dibanding dengan metode loncat.Prinsip kerja metode ini adalah
metode ini hanya mengukur beda tinggi. Adapun keunggulan dan kelebihannya
adalah :

1. Garis bidik sangat efisien dalam pengukuran melintang khususnya jalan.

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
2. Garis bidik hanya mampu menentukan beda tinngi suatu wilayah namun
tidak bisa membaca jarak.
3. Jarak antara patok harus diukur terlebih dahulu.
4. Pesawat bisa diletakkan dimanapun yang kita suka karena metode ini
hanya untuk menentukan garis bidik.

c. Metode Gabungan

Metode ini merupakan gabungan dari kedua metode diatas, namun


diperhatikan bahwa dalam menentukan beda tinggi suatu wilayah metode
perhitungannya harus tersendiri tidak bisa dicampur baur karena mempunyai
prinsip berbeda.

1.7 Pengukuran Poligon

1. Definisi

Poligon adalah serangkaian garis lurus yang menghubungkan titik yang


terletak diatas permukaan bumi.Pada rangkaian tersebut diperlukan jarak
mendatar yang digunakan untuk menentukan posisi horizontal dari titik
poligon, menghitung koordinat, ketinggian tiap-tiap titik poligon.Untuk itu kita
mengadakan pengukuran sudut dan jarak dengan mengingatkan pada suatu titik
tetap seperti titk tringulasi, jembatan dan lain-lain yang sudah diketehui
koordinat dan ketinggiannya.

2. Jenis – Jenis Poligon

a. Poligon terbuka

Pada poligon terbuka, keadaanya adalah terikat sebagian atau terikat


sepihak.Poligon terbuka terdiri dari dua sistem yaitu poligon bebas dan
poligon terikat.Dikatakan poligon terikat karena diikat oleh azimuth dan
koordinat titik dan poligon bebas karena tidak ada titik yang
mengikat.Keslahan dalam pengukuran sudut dan jarak tidak dapat
dikontrol.Kontrol dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran ulang

untuk keseluruhan poligon, atau melakukan pengukuran dari arah yang


berlawanan.

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
b. Poligon tertutup

Pada poligon ini titik awal dan titik akhir merupakan satu titik yang sama.
Sistem pengukuran pada poligon tertutup ini ada dua macam, antara lain :

1. Pengukuran searah jarum jam

a) Yang diukur searah jarum jam

b) Jumlah keseluruhan sudut = ( 2n + 4 ) 90

c) Toleransi : ± 40n detik

d) Bila pengukuran sudut tidak sesuai dengan rumus diatas, maka harus
diratakan hingga sesuai atau memenuhi syarat diatas.
2. Pengukuran berlawanan arah jarum jam

a) Yang diukur sudut dalam

b) Jumlah keseluruhan sudut = ( 2n – 40) 90

c) Bila hasil pengukuran tidak sesuai dengan rumus diatas, maka harus
diratakan hingga memnuhi syarat diatas.

Pengukuran dimulai dari titik AB dimana azimuth AB diketahui


dan berakhir dititik CD sebagai kontrol azimuth CD hasil hitungan
harus sama dengan azimuth CD yang diketahui, toleransinya ± 40n
detik. Disini juga harus dilakukan dengan perataan bila tidak memenuhi
ketentuan diatas.
1. Cara mengukur sudut.

Pengukuran sudut sebaiknya dilakukan sebelum pengukuran


jarak dengan alat theodolith dengan mengarahkan teropong pada arah
tertentu, dan kita akan memperoleh pembacaan tertentu pada plat
lingkaran horizontal pada alat tersebut.

Dengan bidikan kearah lainnya, selisih pembacaan kedua dan


pertama merupakan sudut dari dua arah tersebut. Pengukuran sudut

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
dilakukan dalam keadaan biasadan luar biasa, hingga kita akan
dapatkan harga rata-rata dari sudut tersebut. Berbagai cara dilakukan
dilakukan dalam mengukur sudut, atau arah garis poligon antara lain
a. Pengukuran poligon dengan sudut arah kompas.

b. Pengukuran poligon dengan sudut dalam.

c. Pengukuran poligon dengan sudut belokan.


d. Pengukuran poligon dengan sudut ke kanan.

e. Pengukuran poligon dengan sudut azimuth.

2. Memilih titik polygon

Dalam memilih lokasi titik harus memenuhi syarat sbb :

a. Memudahkan untuk melakukan pengukuran.

1. Daerah terbuka dan tidak turun naik.

2. Hindari pengukuran yang melalui daerah alang-alang.


b. Hindari pengukuran sudut pada jarak pendek. Benang silang dan
target tidak berimpit dengan sempurna pada saat pembacaan hasil
pengukuran.
c. Titik harus ditempatkan pada daerah dimana titik tersebut dapat
dibidik secara langsung.
d. Untuk memudahkan mencari titik tersebut, usahakan titik tersebut
terletak dengan obyek-obyek yang dikenal seperti pohon dan tiang
listrik.
3. Perhitungan Poligon.

a. Menentukan sudut datar.

Perhitungan sudut datar adalah menjumlahkan semua sudut yang


diukur dari titik pengukuran untuk mengetahui koreksi terhadap
sudut yang diukur. Dengan persamaan sebagai berikut :

Sudut Datar = Sudut Muka – Sudut Belakang

…....Pers(1)

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
b. Menentukan koreksi akibat sudut datar.

Apabila terjadi kesalahan setelah menjumlahkan sudut datar dari


semua titik yang didapat dari hasil pengukuran, maka harus
dikoreksi sesuai dengan banyaknya titik pengukuran. Dengan
persamaan sebagai berikut :
Sudut Datar × Koreksi
Koreksi Sudut Datar =
Sudut Koreksi

.....Pers(2)

c. Menentukan sudut datar terkoreksi.

Sudut Datar Terkoreksi = Sudut Datar + Koreksi tiap patok

.......Pers(3)
d. Menentukan Azimuth.
Untuk menghitung azimuth tiap-tiap garis penghubung haruslah
ditentukan terlebih dahulu azimuth awalnya. Penentuan azimuth
awal dapat ditentukan dengan cara kompas (magnetis) atau
pengamatan matahari. Dengan persamaan berikut :
Azimuth = Azimuth awal + Sudut Datar - 180

.......Pers(4)

e. Menentukan selisih koordinat x dan y.

Setelah azimuth dan jarak datar telah terhitung, maka kita dapat
menghitung koordinat titik poligon. Perhitungan dimulai dengan
pencari selisih koordinat x dan y. Dengan persamaan berikut:

ΔX = Jarak datar optis x sin azimuth

ΔY = Jarak datar optis x cos azimut

......Pers(5)

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

f. Menentukan Selisih koordinat x dan y dengan beberapa metode


sebagai berikut:
1. Metode Sembarang.

2. Metode aturan Crandall.

3. Metode aturan transit.

4. Metode kuadrat kecil.

5. Metode aturan kompas.

6. .Metode jarak optis.

1.8 Pengukuran peta situasi (Tachymetry)

1. Definisi

Peta situasi adalah proyeksi vertikal yang digambarkan sesuai dengan


situasi atau keadaan sebenarnya yang dilihat secara langsung.

2. Garis Kontur

a. Garis kontur adalah garis yang menghubungkan antara titik yang


mempunyai ketinggian yang sama dari suatu ketinggian/bidang acuan
tertentu. Garis ini merupakan garis yang kontinue dan tidak dapat bertemu
atau memotong garis kontur lainnya, kecuali dalam keadaan kritis seperti
jurang atau tebing. Keadaan curaman dari suatu lereng dapat ditentukan
dari jarak interval kontur dan jarak- jarak horizontal antara dua buah garis
kontur ini menyangkut beda tinggi.
b. Syarat – syarat kontur
1. Kegunaan dan pengembangan dari pengukuran apabila perencanaan
dibutuhkan untuk pekerjaan detail dan interval kontur yang kecil
sangat dibutuhkan.
Untuk daerah kecil : 0,5 m

Untuk daerah luas : 1 sampai 2 m

2. Skala dari peta

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
Biasanya untuk skala kecil interval kontur harus besar, jika tidak detail
yang penting akan tidak tergambar dikarenakan banyaknya garis
kontur yang digambarkan dengan interval yang kecil.
3. Merupakan Garis kontinue.

4. Tidak memotong garis kontur lainnya.

5. Tidak dapat bercabang menjadi garis – garis kontur lainnya atau baru.

c. Metode pengambaran garis kontur.

1. Cara Grafis.

Dengan cara ini garis kontur diikuti secara fisis pada permukaan
bumi.Pekerjaan ini kebalikan dari cara kerja sipat datar dimana titik
akhir ketinggian adalah merupakan titik yang akan diketahui dan
diperlukan pada penarikan garis kontur.
2. Cara Analitis.
Dengan cara ini garis kontur tidak dapat dibuat dengan langsung,
kecuali melaui beberapa titik tinggi yang ditentukan dan posisi garis-
garis kontur ditentukan dengan cara interpolasi. Cara ini dilakukan
dengan 3 tahap:
a. Penentuan garis (jaringan)

b. Sifat datar

c. Interpolasi garis kontur

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
BAB II
PENGUKURAN DENGAN MENGGUNAKAN WATERPASS

2.1 TUJUAN INSTRUKSI UMUM


1. Mahasiswa dapat mengetahui syarat penggunaan waterpass.
2. Mahasiswa dapat mengenal dan menggunakan alat waterpass.
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan mengatasi kesulitan – kesulitan dalam
menggunakan pesawat waterpass.
4. Mahasiswa terampil mengatur alat dan membaca rambu ukur dengan tepat
dalam setiap pengukuran.
5. Mahasiswa dapat mengukur jarak optis dan beda tinggi suatu tempat.
6. Mahasiswa dapat membaca skala lingkaran pada pesawat waterpass
2.2 TUJUAN INSTRUKSI KHUSUS
1. Mahasiswa dapat melaksanakan pengukuran profil memanjang dan profil
melintang.
2. Mahasiswa dapat melaksanakan pengukuran peta situasi dengan menyipat
datar.
3. Mahasiswa dapat melaksanakan perhitungan kuantitas / volume hasil
pekerjaan.
4. Mahasiswa dapat menggambar hasil pengukuran.
2.3 PERALATAN
2.3.1 Alat – alat yang digunakan
1. Pesawat Waterpass
2. Statif
3. Unting-unting
4. Rambu ukur
5. Pita ukur/ Roll meter
6. Patok/paku
7. Alat-alat tulis
8. Payung

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
2.3.2 Gambar Alat

Gambar 2.1 Waterpass


(Sumber : LAB Ilmu Ukur Tanah,2023)

Gambar 2.2 Tripod/Kaki Tiga


(Sumber : LAB Ilmu Ukur Tanah,2023)

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

Gambar 2.3 Unting-Unting


(Sumber : LAB Ilmu Ukur Tanah,2023)

Gambar 2.4 Rambu Ukur


(Sumber : LAB Ilmu Ukur Tanah,2023)

Gambar 2.5 Meteran


(Sumber : LAB Ilmu Ukur Tanah,2023)

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

Gambar 2.6 Patok Kayu


(Sumber : LAB Ilmu Ukur Tanah,2023)

Gambar 2.7 Alat Tulis


(Sumber : LAB Ilmu Ukur Tanah,2023 )

Gambar 2.8 Payung


(Sumber: LAB Ilmu Ukur Tanah,2023)

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
2.4 TINJAUAN PUSTAKA
Suatu tempat di permukaan bumi selain dapat ditentukan posisi mendatarnya
dapat juga ditentukan posisi tegaknya. Tinggi suatu titik dapat diartikan tinggi titik
tersebut terhadap suatu bidang persamaan yang telah ditentukan.Pengukuran-
pengukuran untuk menentukan beda tinggi suatu tempat dapat dilakukan dengan
berbagai cara mulai dari yang paling kasar sampai yang teliti, yaitu secara:
Barometris, Trigonometris dan secara waterpassing (Leveling). Namun yang akan
dibahas pada modul ini adalah mengenai pengukuran waterpass.
Pengukuran tinggi cara waterpass adalah untuk menentukan beda tinggi
secara langsung untuk membuat garis bidik horizontal. Alat yang digunakan adalah
waterpass. Pemakaian waterpass selanjutnya dapat diterapkan pada pekerjaan-
pekerjaan : pembuatan jalan, saluran irigasi, pematangan tanah, dll.
Pesawat waterpass merupakan alat yang berfungsi menentukan beda tinggi
suatu tempat dengan batas antara 0 – 3 m, untuk ketinggian di atas 3 masih bisa
hanya saja akan menghabiskan waktu yang banyak.
Pesawat Waterpass terdiri atas :
a. Teropong Jurusan
Teropong jurusan terbuat dari pipa logam, di dalamnya terdapat susunan lensa
obyektif, lensa okuler, dan lensa penyetel pusat. Di dalam teropong terdapat pula
plat kaca yang dibalut dengan bingkai dari logam (diafragma), sedang pada plat
kaca terdapat goresan benang silang.
b. Nivo
Nivo adalah suatu alat yang digunakan sebagai sarana untuk membuat arah-arah
horizontal dan vertikal. Menurut bentuknya nivo dibagi atas dua yaitu nivo
kotak dan nivo tabung. Nivo kotak berada di atas.

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
2.4.1 Pengukuran Menyipat Datar
1. Tipe Sifat Datar
a. Metode sifat datar langsung
Dengan menempatkan alat ukur langsung di atas salah satu titik.
Aturlah sedemikian rupa sehingga sumbu kesatu alat tepat berada di
atas patok(titik) kemudian ukurlah tinggi garis bidik terhadap patok
(titik) tersebut misalnya a, kemudian dengan gelembung nivo di tengah
- tengah garis bidik diarahkan ke master yang terletak diatas titik
satunya lagi, dan didapat pembacaan adalah b. Sehingga dengan mudah
diketahui beda kedua titik a dan b adalah : t = a – b.

b. Metode sifat datar tidak langsung


Pengukuran ini dilakukan bila tidak mungkin menempatkan atau
memakai instrumen ukur langsung pada jarak atau sudut yang diukur.
Oleh karenanya, hasil ukuran ditentukan oleh hubungannya dengan
suatu harga lain yang diketahui. Jadi jarak ke seberang sungai dapat
ditemukan dengan mengukur sebagian jarak di suatu sisi, sudut di tiap
ujung jarak ini yang diukur ketitik seberang, dan kemudian menghitung
jarak tadi dengan salah satu rumus trigonometri baku.
 Cara grafis
Alat ukur menyipat datar ditempatkan antara titk A dan B,
sedang diantara titik A dan B di tempat 2 mistar. Jarak dari
alat ukur menyipat datar kedua mistar, ambilah kira-kira sama,
sedang alat ukur penyipat datar tidaklah perlu terletak di garis
lurus yang menghubungkan dua titk A dan B. Arahkan garis
bidik dengan gelembung di tengah - tengah mistar A
(belakang) dan mistar B (muka). Dan misalkan pembacaan
pada dua mistar berturut-turut adalah B (belakang) dan m
(muka), maka beda tinggi antara titk A dan N adalah t = b – m.
Tidaklah selalu mungkin untuk menempatkan alat ukur
menyipat datar di antara dua titk A dan B, misalnya karena

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
antara titk A dan B ada selokan. Maka dengan cara ketiga alat
ukur menyipat datar di antara titk A dan B tetapi sebelah
kiri A atau di sebelah kanan titik B, jadi di luar garis A dan B
pada gambar 1.1 alat ukur menyipat datar diletakkan di sebelah
kanan titik B. Pembacaan yang dilakukan pada mistar yang
diletakkan di atas titik-titik A sekarang berturut-turut adalah b
dan m, sehingga dapat diperoleh dengan mudah, bahwa beda
tinggi t = b – m.

Gambar 2.9
(Sumber: LAB Ilmu Ukur Tanah,2023)

 Cara Analitis

Pesawat waterpass diletakkan antara dua mistar yang memberi


hasil paling teliti, karena kesalahan yang mungkin masih ada
pada pengukuran dapat saling memperkecil, apalagi bila jarak
antara pesawat waterpass kedua mistar dibuat sama. Jadi untuk
mendapatkan beda tinggi antara dua titk selalu diambil
pembacaan mistar muka, sehingga t = b – m.Bila (b – m)
hasilnya positif, maka titik muka lebih tinggi dari titik belakang,
dan bila hasilnya negatif, maka titik muka lebih rendah dari titik
belakang.
Setelah beda tinggi antara dua titik ditentukan, maka tinggi satu
titik dapat dicari bila tinggi titik lainnya telah diketahui. Suatu
cara untuk menentukan tinggi suatu titik ialah dengan
menggunakan tinggi garis bidik. Dengan diketahui tinggi garis

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
bidik, dapatlah dengan cepat dan mudah menantukan tinggi titik
– titik yang diukur. Tempatkan saja mistar di atas titik itu,
arahkan garis bidik ke mistar dengan gelembung di tengah -
tengah, lakukan pembacaan pada mistar itu, seperti terlihat pada
gambar 1.2 maka tinggi titik, Tt = t, Gb = tinggi garis bidik =
pembacaan pada mistar.

Gambar 2.10
(Sumber : LAB Ilmu Ukur Tanah,2023)

 Metode Pengukuran

a. Metode pembacaan muka dan belakang (loncat)


Metode ini biasanya digunakan pada pengukuran jaringan
irigasi atau pengukuran memanjang tanpa diselingi potongan
melintang, karena metode loncat, pesawat waterpass berada di
tengah-tengah antara patok 1 dan 2 atau berada pada patok
genap sedangkan rambu berada pada patok ganjil. Untuk
pengukuran melintang hal ini agak sulit dilakukan karena
pesawat tidak berdiri disemua patok. Untuk itu digunakan garis
bidik.Adapun keunggulan dan kelemahan metode loncat adalah
sebagai berikut :
 Metode loncat bisa mengukur jarak dan beda tinggi
 Tidak efisien digunakan dalam pengukuran jalan yang
tiap 25 m dibuat potongan melintang.

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
 Pesawat harus pas di atas patok sehingga menyulitkan
pengkuran pada areal daerah yang padat (dalam hal ini
jalan).

b. Metode Garis bidik


Metode garis bidik merupakan metode yang praktis dalam
menentukan profil melintang dibanding dengan metode loncat.
Prinsip kerja metode ini adalah metode ini hanya mengukur
beda tinggi. Adapun keunggulan dan kelebihannya adalah :
 Garis bidik sangat efisien dalam pengukuran melintang
khususnya jalan.
 Garis bidik hanya mampu menentukan beda tinggi suatu
wilayah namun tidak bisa membaca jarak.
 Jarak antara patok harus diukur terlebih dahulu.
 Pesawat bisa diletakkan dimanapun yang kita suka
karena metode ini hanya untuk menentukan garis bidik.

c. Metode Gabungan
Metode ini merupakan gabungan dari kedua metode di atas,
namun diperhatikan bahwa dalam menentukan beda tinggi suatu
wilayah metode perhitungannya harus tersendiri tidak bisa
dicampur baur karena mempunyai prinsip berbeda.

2.4.2 Pengukuran Poligon


1. Definisi
Poligon adalah serangkaian garis lurus yang menghubungkan titik yang
terletak di atas permukaan bumi. Pada rangkaian tersebut diperlukan jarak
mendatar yang digunakan untuk menentukan posisi horizontal dari titik
poligon, menghitung koordinat, ketinggian tiap-tiap titik poligon. Untuk itu
kita mengadakan pengukuran sudut dan jarak dengan mengingatkan pada
suatu titik tetap seperti titk tringulasi, jembatan dan lain-lain yang sudah
diketehui koordinat dan ketinggiannya.

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
2. Jenis-Jenis Poligon
a) Poligon terbuka
Pada poligon terbuka, keadaanya adalah terikat sebagian atau terikat
sepihak. Poligon terbuka terdiri dari dua sistem yaitu poligon bebas dan
poligon terikat. Dikatakan poligon terikat karena diikat oleh azimuth
dan koordinat titik dan poligon bebas karena tidak ada titik yang
mengikat. Kesalahan dalam pengukuran sudut dan jarak tidak dapat
dikontrol. Kontrol dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran
ulang untuk keseluruhan poligon, atau melakukan pengukuran dari arah
yang berlawanan.

b) Poligon tertutup
Pada poligon ini titik awal dan titik akhir merupakan satu titik yang
sama. Sistem pengukuran pada poligon tertutup ini ada dua macam,
antara lain :
1. Pengukuran searah jarum jam
 Yang diukur searah jarum jam
 Jumlah keseluruhan sudut = ( 2n + 4 ) 90
 Toleransi : ± 40n detik

Bila pengukuran sudut tidak sesuai dengan rumus di atas, maka harus
diratakan hingga sesuai atau memenuhi syarat di atas.

2. Pengukuran berlawanan arah jarum jam


 Yang diukur sudut dalam
 Jumlah keseluruhan sudut = ( 2n – 40) 90

Bila hasil pengukuran tidak sesuai dengan rumus di atas, maka harus
diratakan hingga memenuhi syarat di atas.

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
Pengukuran dimulai dari titk AB dimana azimuth Ab diketahui dan
berakhir di titik CD sebagai kontrol : azimuth CD hasil hitungan harus
sama dengan azimuth CD yang diketahui, toleransinya ± n menit.
Disini juga harus dilakukan dengan perataan bila tidak memenuhi
ketentuan di atas.

3. Cara mengukur sudut


Pengukuran sudut sebaiknya dilakukan sebelum pengukuran jarak
dengan alat theodolite dengan mengarahkan teropong pada arah
tertentu, dan kita akan memperoleh pembacaan tertentu pada plat
lingkaran horizontal pada alat tersebut. Dengan bidikan kearah
lainnya, selisih pembacaan kedua dan pertama merupakan sudut dari
dua arah tersebut. Pengukuran sudut dilakukan dalam keadaan biasa
dan luar biasa, hingga kita akan dapatkan harga rata-rata dari sudut
tersebut. Berbagai cara dilakukan dilakukan dalam mengukur sudut,
atau arah garis poligon antara lain :
 Pengukuran poligon dengan sudut arah kompas.
 Pengukuran poligon dengan sudut dalam.
 Pengukuran poligon dengan sudut belokan.
 Pengukuran poligon dengan sudut ke kanan.
 Pengukuran poligon dengan sudut azimuth.

4. Memilih titik poligon


Dalam memilih lokasi titik harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Memudahkan untuk melakukan pengukuran.
1. Daerah terbuka dan tidak turun naik.
2. Hindari pengukuran yang melalui daerah alang-alang.
3. Hindari pengukuran sudut pada jarak pendek. Benang silang dan
target tidak berimpit dengan sempurna pada saat pembacaan hasil
pengukuran.
4. Titik harus ditempatkan pada daerah dimana titik tersebut dapat
dibidik secara langsung.

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
b. Untuk memudahkan mencari titik tersebut, usahakan titik tersebut
terletak dengan obyek-obyek yang dikenal seperti pohon dan tiang
listrik.

5. Perhitungan Poligon
a. Menentukan sudut datar
Perhitungan sudut datar adalah menjumlahkan semua sudut yang
diukur dari titik pengukuran untuk mengetahui koreksi terhadap
sudut yang diukur.
b. Menentukan koreksi akibat sudut datar
Apabila terjadi kesalahan setelah menjumlahkan sudut datar dari
semua titik yang didapat dari hasil pengukuran, maka harus
dikoreksi sesuai dengan banyaknya titik pengukuran.
c. Menentukan sudut datar terkoreksi
d. Menentukan azimuth
Untuk menghitung azimuth tiap-tiap garis penghubung haruslah
ditentukan terlebih dahulu azimuth awalnya. Penentuan azimuth
awal dapat ditentukan dengan cara kompas (magnetis) atau
pengamatan matahari.
e. Menentukan selisih koordinat x dan y
Setelah azimuth dan jarak datar telah terhitung, maka kita dapat
menghitung koordinat titik poligon. Perhitungan dimulai dengan
pencari selisih koordinat x & y.
f. Menentukan Selisih koordinat x & y dengan beberapa metode sebagai
berikut :
 Metode sembarang
 Metode aturan transit
 Metode aturan kompas
 Metode aturan crandall
 Metode kuadrat kecil
 Metode jarak optis

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
2.5 PETUNJUK UMUM
1. Baca dan pelajari lembar kerja ini.
2. Penyetelan pesawat waterpass yang dimaksud adalah pengaturan pesawat disuatu
tempat sampai memenuhi syarat untuk mengadakan pengukuran.
3. Perhatikan dan ingat macam-macam sekrup penyetel dan coba bidik suatu titik
target.
4. Letak rambu ukur harus vertikal.
5. Pelajari buku petunjuk / spesifikasi pesawat yang digunakan.
6. Jangan memutar sekrup sebelum mengetahui kegunaannya.
7. Bekerja dengan hati-hati dan sabar.
8. Bersihkan semua peralatan setelah selesai digunakan.

2.6 LANGKAH KERJA


2.6.1 Mengatur / Menyetel Pesawat Waterpass
1. Dirikan statif di atas titik yang dimaksud hingga kaki statif membentuk
segitiga sama sisi, dan usahakan platnya mendatar dengan cara:
a. Buka sekrup pengunci kaki statif, panjangkan seperlunya kemudian kunci
sekedarnya.
b. Injak kaki statif seperlunya hingga cukup stabil.
c. Atur kepala statif (plat level) sedatar mungkin sambil memperhatikan
sekrup pengunci pesawat, kira-kira centering di atas titik yang dimaksud.
d. Kencangkan sekrup pengunci kaki statif.
e. Pasang pesawat dan kunci sekedarnya sehingga masih mudah digeser -
geser.
f. Pasang unting-unting sedemikian rupa hingga kira-kira 1 cm di atas titik
yang dimaksud.
g. Atur unting - unting dengan menggeser - geser pesawat di atas plat level
hingga betul-betul centering, kemudian kencangkan pengunci pesawat.
h. Sejajarkan teropong dengan dua sekrup penyetel sumbu I (sekrup A & B)
dan ketengahkan gelembung nivo dengan memutar sekrup A, B, dan C
sekaligus hingga gelembung nivo tepat berada di tengah - tengah
lingkaran nivo.

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
i. Putar teropong ke posisi mana saja, jika gelembung nivo berubah - ubah
stel kembali sekrup penyetel hingga gelembung kembali ke tengah.
j. Lakukan berulang-ulang hingga gelembung nivo tetap di tengah
kemanapun teropong diarahkan, maka sumbu I vertikal dan pesawat telah
siap dipakai.

2.6.2 Membidik dan Membaca Rambu Ukur


1. Bidik dan arahkan teropong kasar pada bak ukur yang didirikan vertikal
pada suatu titik yang telah ditentukan dengan menggunakan garis bidik kasar
yang ada di atas pesawat.
2. Bila bayangan kabur, perjelas dengan memutar sekrup pengatur lensa
obyektif, dan jika benang silang kabur perjelas dengan memutar sekrup
pengatur diafragma.
3. Impitkan benang silang diafragma dengan sumbu rambu ukur dengan cara
mengatur sekrup penggerak halus.
4. Lakukan pembacaan rambu ukur sebagai berikut:
a. Misal bacaan meter dua decimeter.
BA = 1,500
BT = 1,400
BB = 1,300

b. Pembacaan centimeter ditentukan oleh bentuk hitam putih pada rambu


ukur.
Misal : BA = 0,050
BT = 0,050
BB = 0,050
c. Pembacaan milimeter ditaksir di antara garis centimeter.
Misal : BA = 0,005
BT = 0,005
BB = 0,005
d. Maka hasil pembacaan adalah :
BA = 1,500 + 0,050 + 0,005 = 1,555

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
BT = 1,400 + 0,050 + 0,005 = 1,455
BB = 1,300 + 0,050 + 0,005 = 1,355
1. Pembacaan rambu selesai dan harus memenuhi ketentuan :

BA + BB = 2 x BT
(BA - BT) = (BT - BB)

2. Untuk mendapatkan jarak optis digunakan rumus :

Jarak = (BA – BB) x 100

dimana benang atas dan benang bawah satuannya adalah cm.


2.6.3 Membaca Skala Lingkaran
1. Perhatikan pembagian skala lingkaran pada pesawat tersebut.
2. Tiap 10° dibagi menjadi 10 bagian, berarti tiap bagian besarnya 1°.
3. Baca skala lingkaran yang ditunjuk oleh garis index.
Misal garis index menunjukan pada bilangan puluhan 60° dan antara 5
dan 6 strip bagian kecil, berarti pembacaan 60° + 5° =65°.
4. Harga bacaan menit dikira-kira sesuai dengan letak garis index.
Misal dalam gambar garis index berada ditengah antara 5 dan 6 berarti
mempunyai harga ½ ° atau 30’.
5. Pembacaan akhir pada gambarskala lingkaran di atas adalah :
60° + 5° + 30’ = 65°30’

2.6.4 Memeriksa Pesawat Waterpass


a. Mengatur/memeriksa garis arah nivo tegak lurus gbr.I
1. Tempatkan dan steel pesawat waterpass.
2. Ketengahkan nivo dengan sekrup penyetel A, B dan C.
3. Putar teropong ke arah 90° & 180°, jika gelembung nivo tetap berada di
tengah - tengah berarti garis arah nivo tegak lurus sumbu I.
4. Jika setelah teropong diputar 90° & 180°, gelembung nivo berubah
maka atur kembali sekrup penyetel A, B dan C sehingga gelembung nivo
berada di tengah - tengah.

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
5. Jika pekerjaan di A telah dikerjakan berulang kali tetapi gelembung nivo
tidak bisa di tengah, berarti garis lurus arah nivo tidak tegak lurus dengan
bagian I dan perlu diadakan koreksi nivo.
6. Koreksi nivo dilakukan dengan mengembalikan gelembung nivo
setengahnya dengan sekrup penyetel A, B dan C setengahnya
dikembalikan dengan sekrup koreksi nivo.

b. Memeriksa atau mengatur benang mendatar diafragma tegak lurus


sumbu I
1. Tempatkan dan steel pesawat sehingga sumbu I tegak lurus seperti
angka penyetelan pesawat waterpass.
2. Bidik suatu titik target sehingga titik tersebut terletak di salah satu ujung
benang mendatar diafragma.
Misal titik target terletak di ujung kiri.
3. Putar teropong ke arah titik tersebut sehingga titik tersebut terletak di
ujung kanan mendatar diafragma.
4. Bila titik tersebut berimpit dengan ujung kanan benang mendatar, berarti
benang mendatar diafragma tegak lurus sumbu I.
5. Jika titik target tersebut tidak berimpit dengan ujung kanan benang
mendatar diafragma, berarti ada kesalahan (benang mendatar diafragma
tidak tegak lurus sumbu I).
6. Untuk mengoreksinya hilangkan setengah dengan mengatur sekrup
koreksi diafragma, maka benang mendatar diafragma akan tegak lurus
sumbu I.
7. Ulangi pekerjaaan ini dari awal sehingga pada pemutaran teropong
dengan sumbu I sebagai sumbu putar titik target tetap berhimpit dengan
benang mendatar diafragma.
c. Memeriksa/mengatur garis bidik sejajar dengan garis arah nivo
1. Tentukan titik A, B, C dan D yang terletak pada satu garis lurus dan
buat jarak AC – CB = BD.
2. Letakkan pesawat dititik C, steel sehingga memenuhi syarat guna
mengadakan pengukuran.

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
3. Letakkan rambu ukur pada titik A dan B.
4. Baca rambu ukur di A & B dan catat hasil pemacaannya.
Misal : Pembacaan rambu ukur di A = a
Pembacaan rambu ukur di B = b
6. Pindahkan pesawat di D, steel sehingga memenuhi syarat pengukuran.
7. Baca rambu ukur di A & B.
Misal : Pembacaan rambu ukur di A = C
8. Hitung beda tinggi A – B berdasarkan bacaan pertama : (a - b) = h1.
9. Hitung beda tinggi A – B berdasarkan bacaan kedua : (c – d) = h2.
10. Jika h1 = h2 berarti garis bidik // garis arah nivo.
11. Jika h1 = h2 berarti garis titik tidak sejajar garis arah nivo dan harus
dikoreksi. (Seperti terlihat pada gambar, jika garis bidik tidak sejajar
dengan garis arah nivo, maka garis bidik akan membentuk sudut α
terhadap garis nivo).
12. Cari harga x dan y.
Lihat ∆ cpd dan ∆ cyt 2
∆ cpd ~ cyt 2 karena d1 = d2 = d3
Maka dx = ⅓ cy
P = d + h1
cp = c – p
dx = ½ cp → x = d – dx
y = c – cy
13. Teropong di arahkan ke rambu ukur A.
14. Dengan sekrup koreksi diafragma benang tengah dikoreksi sehingga
pembacaan sama dengan y.
15. Untuk pengecekan, arahkan teropong ke rambu ukur B dan
pembacaan harus sama dengan x.

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
2.6.5 Pelaksanaan pengukuran waterpassing (Menyipat datar)
1. Metode loncat
Hal penting dalam metode loncat :
a. Tentukan titik-titik travers yang akan dibuat.
b. Dalam pengukuran sebaiknya dilakukan dengan cara rambu muka
pada slag I menjadi rambu belakang pada slag II dan seterusnya.
c. Untuk mendapatkan ketelitian, sebaiknya pengukuran dilakukan dua
kali (pulang pergi).
d. Hitung hasil pengukuran dan bila perlu digambar profilnya.
Uraian pelaksanaan pengukuran:
a. Pengukuran jarak optis

P0 P1 P2 P3 P4

1. Tempatkan dan setel pesawat ditengah-tengah antara titik P0


dan P2 (slag), slag adalah ruas antara dua patok muka dan
belakang. Penempatan pesawat harus satu garis dengan P0
dan P2.
2. Tempatkan rambu ukur di atas patok. Titik P 0 sebagai rambu
belakang dan titik P2 sebagai rambu muka.
3. Bidik teropong ke rambu belakang P0 kemudian baca BT, BA
dan BB, kemudian dicatat pada buku ukur.
4. Turunkan rambu kemuka tanah pada titik P0 tersebut dan
lakukan pembacaan seperti pada a.3.
5. Putar teropong dan bidik rambu muka serta lakukan
pembacaan seperti pada a.3 dan a.4.
6. Pesawat dipindahkan ke slag II (antara P 2 dan P4). Dengan
cara yang sama dengan langkah a.1 s/d a.5. Lakukan
pembacaan rambu muka dan rambu belakang.
7. Begitu seterusnya sampai dengan slag terakhir.

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
8. Jarak P0 dan P2 adalah pesawat ke rambu belakang tambah
jarak pesawat ke rambu muka. Demikian juga pada slag-slag
berikutnya. Pesawat diusahakan ditempatkan tepat di tengah
antara dua titik (P0P2).

b. Perhitungan jarak optis


Perhitungan jarak secara optis dapat dilakukan pada titik-titik
utama dan titik detail.
Rumus jarak optis (D):
D = (BA – BB) x 100
dimana :
D = Jarak datar optis
BA = Bacaan benang atas
BB = Bacaan benang bawah
Bacaan benang tengah (BT) harus memenuhi persyaratan yaitu :

BT =
BA+ BW
2
Pengukuran jarak titiik-titik detail (tidak langsung) pada titik
profil melintang yang titik utamanya bukan posisi alat, dapat
dilakukan dengan cara phytagoras seperti di bawah ini :

P0 a b

P1

c. Pengukuran jarak rantai

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
1. Tempatkan dan steel pesawat kira-kira ditengah-tengah antara P 0
dan P2 (slag I)
2. Tempatkan rambu ukur di P0 sebagai rambu belakang dan di P2
sebagai rambu muka.
3. Bidik teropong ke rambu belakang, baca dan catat pembacaan
BT, BA dan BB.
4. Turunkan rambu kemuka tanah pada titik P0 tersebut dan lakukan
pembacaan seperti b.3.
5. Putar teropong dan bidik rambu muka serta lakukan pembacaan
rambu muka b.3 dan b.4.
6. Ukur jarak P0 P2 (slag I) dengan rantai ukur atau pita ukur.
7. Dengan cara yang sama pengukuran dilanjutkan pada slag II,
III,... sampai slag terakhir.

d. Perhitungan beda tingga (∆ h) pembacaan muka – belakang

a a a
P0 P1 P2
d d d

1. Menghitung beda tinggi patok utama:


Rumus perhitungan beda tinggi :
∆hP0P1 = BT – BA (untuk pembacaan ke belakang)
(BT di P0 – TA di P1)
Dan :
∆hP1P2 = TA – BT (untuk pembacaan ke depan)
(TA di P1 – BT di P2)

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
dimana : TA = Tinggi Alat

2. Menghitung beda tinggi patok-patok detail:


Rumus perhitungan beda tinggi:
∆hP0P0a = BT P0 – BT P0a (untuk melintang tanpa pesawat)
Dan :
∆hP1P1a = TA P1 – BT P1a (untuk melintang titik pesawat)

2. Metode garis bidik


a. Tentukan patok-patok yang akan diukur dan berikan tanda sesuai jarak
patok tersebut.
b. Sebelum memberikan tanda ukur jarak antara patok tersbeut dengan
menggunakan roll meter.
c. Dirikan pesawat waterpass di tempat yang kita inginkan dengan catatan
bahwa minimal ada dua titik yang bisa dilihat dari tempat berdirinya
pesawat.
d. Letakkan rambu ukur pada titik awal yang biasanya dikenal dengan sta
0+00.
e. Arahkan teropong ke arah rambu ukur dan pembacaan ini dinamakan
pembacaan belakang. Setelah itu baca rambu ukur pada benang tengah
sedangkan benang atas dan benang bawah tidak perlu dibaca. Benang
tangah ini merupakan garis bidik yang menjadi patokan untuk
perhitungan beda tinggi titik selanjutnya. Jika metodepengukuran
merupakan metode gabungan maka bacaan benang atas dan benang
bawah untuk jalur potongan memanjang harus dicatat.
f. Selanjutnya arahkan pesawat ke samping kiri kanan sta 0+00 dan
pembacaan ini dinamakan pembacaan detail melintang jalan.
g. Jika diperlukan data elevasi pada titik alat dan arah melintangnya maka
pembacaan arah melintang pada posisi titik pesawat juga harus
dilakukan untuk memperoleh ketelitian data profil.
h. Baca benang tengah dari masing-masing titik.

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
i. Setelah itu lanjutkan ke patok berikutnya, jika patok (sta) berada di
depan pesawat maka pembacaan tersebut dikatakan sebagai pembacaan
depan. Jika semuanya telah selesai pindahkan pesawat untuk melihat
titik selanjutnya.
j. Setelah pesawat dipindahkan, maka arahkan pesawat ke titik akhir
pembacaan pesawat pertama atau dalam hal ini titik yang diketahui
tingginya, karena benang tengah tersebut akan menjadi garis bidik titik
berikutnya.
k. Ulangi langkah kerja di atas sampai pengukuran selesai.

Pengukuran leveling dengan metode garis bidik hanya dapat dilakukan


pada patok-patok yang diketahui jaraknya dan jika tidak maka digunakan
metode leveling loncat dimana pesawat berada patok genap.
Adapun langkah-langkah perhitungan metode garis bidik yaitu :
a. Tentukan jarak antara patok dnegan menggunakan roll meter.
b. Garis bidik merupakan patokan untuk menentukan beda tinggi antar
patok.
Garis bidik diambil dari benang tengah belakang atau titik ikat yang telah
diketahui tingginya. Garis bidik yang telah ditentukan merupakan patokan
bagi titik yang lain sepanjang pesawat tersebut belum pindah tempat. Jika
telah pindah tempat maka yang diambil sebagai garis bidik adalah titik
yang telah diketahui tingginya.

a. Dalam pengukuran diatas pesawat diletakkan pada titik 0+75 dan yang
diambil sebagai garis bidik adalah 0+0, dengan demikian titik tersebut
sebagai patokan untuk titik yang lainnya baik untuk perhitungan beda
tinggi maupun tinggi titik.
b. Menentukan beda tinggi titik
Rumus umum menghitung tinggi garis bidik :
-Jika titik awal (P0) diketahui tingginya dan pesawat di P1 (antara P0 P2):

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

Tinggi garis bidik = Tinggi titik P0 + Benang tengah


rambu di P0
-Jika titik pesawat (P1) diketahui tingginya :

Tinggi garis bidik = Titik titik P1 + Tinggi titik alat (TA)

a. Menghitung tinggi titik

Tinggi titik = Tinggi garis bidik – Benang tengah titik yang dibidik

2.6.6 Prosedur pengukuran profil melintang


Berdirikan statif dan pasang pesawat waterpass pada bidang level/kepala
statif.
a. setel gelembung nivo kotak hingga masuk ke dalam lingkaran yang ada
pada nivo kotak dengan cara menyetel kaki statif dan sekrup pendatar.
b. Pasangkan unting-unting pada sekrup pengunci yang terdapat pada statif
agar kita dapat mengetahui apakah pesawat waterpass sudah sejajar
dengan patok.
c. Tempatkan atau setel pesawat pada patok P0 kemudian arahkan pesawat ke
arah utara .
d. Lakukan pembacaan sudut azimuth yang didapatkan pada saat pesawat
waterpass diarahkan dari arah utara ke arah P0.
e. Berdirikan bak/mistar ukur pada patok P1 untuk dilakukan pembacaan.
f. Lakukan pembacaan benang atas (BA),benang tengah (BT),benang bawah
(BB) yang didapatkan dari bak/mistar ukur yang telah didirikan dipatok
P1.
g. Cek kontrol bacaan dengan menggunakan rumus:

Ba + bb = 2 x bt
(ba - bt) = (bt - bb)

h. Jika hasil dari cek kontrol sudah benar salin data bacaan ke tabel data yang
sudah dsiapkan sebelum melakukan praktikum.
i. Lakukan prosedur pengukuran 5 s/d 9 pada pato-patok lainnya.

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
j. Jika semua patok sudah dilakukan pembacaan sudut azimuth dan
pembacaan benang atas (BA),benang tengah (BT),benang bawah (BB) dan
juga sudah disalin ke tabel data yang sudah disiapkan lakukan perhitungan
untuk mencari jarak optis,beda tinggi,dan tinggi titik.
k. Dan yang terakhir,buatkan gambar sketsanya.

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


DATA UKUR MEYIPAT DATAR
Me tode B e da Tinggi B e lakang Dan Muka

Diukur Oleh Moh Rizqiawan Putra


Hari : Sabtu Koordinat Awal E :119°53’45.74” Stambuk : F 111 20 181
Tanggal : 22 Februari 2020 Koordinat Awal S :0°49’50.00” Elevasi awal
: 64
: + 181 = 245m

Pembacaan Rambu (m) Jarak (m) Metode beda tinggi Metode tinggi garis

Belakang Detail Muka bidik

MUH.RIFQI/ F11122078
TINGGI Selisih
PATOK Sudut Beda Tinggi
ALAT (m) Mmjg Mtg koreksi Patok
Tinggi Titik Tinggi
BA BT BB BA BT BB BA BT BB Tinggi Titik
Utama Garis Bidik

P0- P1 1,41 323 0,450 0,325 0,200 25 1,085 246,065 246,065


0a 1,41 233 1,3401,3251,310 3,00 0,085 245,065 245,065
0b 1,41 233 0,9500,9200,890 6,00 0,490 245,470 245,470
0c 1,41 233 1,0451,0000,955 9,00 0,410 245,390 245,390 246,410
0,020
0d 1,41 53 1,6161,6011,586 3,00 -0,191 244,789 244,789
0e 1,41 53 1,7451,7151,685 6,00 -0,305 244,675 244,675
0f 1,41 53 1,8451,8001,755 9,00 -0,390 244,590 244,590
P1- P0 1,36 0 2,530 2,405 2,280 25 -1,045 245,000 245,000 247,425
P1- P2 1,36 126 0,335 0,210 0,085 25 1,150 247,180 247,180
1a 1,36 63 1,2381,2231,208 3,00 0,137 246,167 246,167
1b 1,36 63 1,0751,0451,015 6,00 0,315 246,345 246,345
1c 1,36 63 1,1001,0551,010 9,00 0,305 246,335 246,335 247,425
0,035
1d 1,36 243 1,3951,3801,365 3,00 -0,020 246,010 246,010
CIVIL ENGINEERING ‘22

1e 1,36 243 1,4751,4451,415 6,00 -0,085 245,945 245,945


SURVEY DAN PEMETAAN

1f 1,36 243 1,6351,5901,545 9,00 -0,230 245,800 245,800


P2- P1 1,31 0 2,515 2,39 2,265 25 -1,080 246,065 246,065 248,490
P2- P3 1,31 186 0,295 0,17 0,045 25 1,14 248,298 248,298
2a 1,31 93 1,2451,2301,215 3,00 0,080 247,238 247,238
2b 1,31 93 1,1301,1001,070 6 0,210 247,368 247,368
2c 1,31 93 1,0751,0300,985 9,00 0,280 247,438 247,438 248,490
0,023
2d 1,31 273 1,3751,3601,345 3,00 -0,050 247,108 247,108
2e 1,31 273 1,3451,3151,285 6,00 -0,005 247,153 247,153
2f 1,31 273 1,5651,5201,475 9,00 -0,210 246,948 246,948
P3- P2 1,45 0 2,67 2,545 2,42 25 -1,095 247,180 247,180 249,748
P3- P4 1,45 140 0,380 0,255 0,130 25 1,195 249,478 249,478
3a 1,45 70 1,4381,4231,408 3,00 0,027 248,310 248,310

WATERPASS
3b 1,45 70 1,4351,4051,375 6,00 0,045 248,328 248,328
3c 1,45 70 1,3951,3501,305 9,00 0,100 0,015 248,383 248,383 249,748
3d 1,45 250 1,4451,4301,415 3,00 0,020 248,303 248,303
3e 1,45 250 1,3651,3351,305 6,00 0,115 248,398 248,398
3f 1,45 250 1,4351,3901,345 9,00 0,060 248,343 248,343
P4- P3 1,28 0 2,57 2,445 2,32 25 -1,165 248,298 248,298
TABEL DATA WATERPASS

Diukur Oleh : Moh Rizqiawan Putra / F 111 20 181 Koordinat Awal :S0⁰ 49' 50,00"
Tinggi Titik Awal : 64 Koordinat Awal :E119⁰ 53' 45,74"
Tanggal : 29 Februari 2021 Elevasi Awal : 245
Lokasi Pengukuran : Universitas Tadulako Azimuth Awal : 142º
Stambuk : 181

MUH.RIFQI/ F11122078
Bacaan Rambu
Tinggi Alat Jarak Rol Meter (m)
Patok Target Belakang Detail Muka Sudutº)(
(m)
Atas Tengah Bawah Atas TengahBawah Atas TengahBawah Memanjang Melintang
P0 1,410 P1 0,450 0,325 0,200 25 323
a 1,340 1,325 1,310 3 233
b 0,950 0,920 0,890 6 233
c 1,045 1,000 0,955 9 233
d 1,616 1,601 1,586 3 53
e 1,745 1,715 1,685 6 53
f 1,845 1,800 1,755 9 53
P1 1,360 P0 2,530 2,405 2,280 25 0
P1 P2 0,335 0,210 0,085 25 126
a 1,238 1,223 1,208 3 63
b 1,075 1,045 1,015 6 53
c 1,100 1,055 1,010 9 63
d 1,395 1,380 1,365 3 243
e 1,475 1,445 1,415 6 243
f 1,635 1,590 1,545 9 243
CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

P2 1,310 P1 2,515 2,390 2,265 25 0


P3 0,295 0,170 0,045 25 186
a 1,245 1,230 1,215 3 93
b 1,130 1,100 1,070 6 93
c 1,075 1,030 0,985 9 93
d 1,375 1,360 1,345 3 273
e 1,345 1,315 1,285 6 273
f 1,565 1,520 1,475 9 273
P3 1,450 P2 2,670 2,545 2,420 25 0
P4 0,380 0,255 0,130 25 140
a 1,438 1,423 1,408 3 70
b 1,435 1,405 1,375 6 70
c 1,395 1,350 1,305 9 70
d 1,445 1,430 1,415 3 250

WATERPASS
e 1,365 1,335 1,305 6 250
f 1,435 1,390 1,345 9 250
P4 1,280 P3 2,570 2,445 2,320 25 0
a 1,445 1,430 1,415 3 90
b 1,750 1,720 1,690 6 90
c 1,175 1,130 1,085 9 90
d 1,135 1,120 1,105 3 270
e 0,995 0,965 0,935 6 270
CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

P2-P1 = ( 2.515 - 2.265 ) x 100 =


P3-P2 = ( 2.670 - 2.420 ) x 100 =
P4-P3 = ( 2.570 - 2.320 ) x 100 =

c. Patok Detail
Patok 0
P0-P0R1 = ( 1.340 - 1.310 ) x 100 =
P0-P0R2 = ( 0.950 - 0.890 ) x 100 =
P0-P0R3 = ( 1.045 - 0.955 ) x 100 =
P0-P0L1 = ( 1.616 - 1.586 ) x 100 =
P0-P0L2 = ( 1.745 - 1.685 ) x 100 =
P0-P0L3 = ( 1.845 - 1.755 ) x 100 =

Patok 1
P1-P1 R1 = ( 1.238 - 1.208 ) x 100 =
P1-P1 R2 = ( 1.075 - 1.015 ) x 100 =
P1-P1 R3 = ( 1.100 - 1.010 ) x 100 =
P1-P1L1 = ( 1.395 - 1.365 ) x 100 =
P1-P1L2 = ( 1.475 - 1.415 ) x 100 =
P1-P1L3 = ( 1.635 - 1.545 ) x 100 =

Patok 2
P2-P2R1 = ( 1.245 - 1.215 ) x 100 =
P2-P2R2 = ( 1.130 - 1.070 ) x 100 =
P2-P2R3 = ( 1.075 - 0.985 ) x 100 =

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

P3-P3R2 = ( 1.435 - 1.375 ) x 100 =


P3-P3R3 = ( 1.395 - 1.305 ) x 100 =
P3-PL1 = ( 1.445 - 1.415 ) x 100 =
P3-PL2 = ( 1.365 - 1.305 ) x 100 =
P3-PL3 = ( 1.435 - 1.345 ) x 100 =

Patok 4
P4-P4R1 = ( 1.445 - 1.415 ) x 100 =
P4-P4R2 = ( 1.750 - 1.690 ) x 100 =
P4-P4R3 = ( 1.175 - 1.085 ) x 100 =
P4-P4L1 = ( 1.135 - 1.105 ) x 100 =
P4-P4L2 = ( 0.995 - 0.935 ) x 100 =
P4-P4L3 = ( 0.940 - 0.850 ) x 100 =

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

ΔH = TA - BT

Keterangan :

ΔH = Beda Tinggi (m)


TA = Tinggi Alat (m)
BT = Bacaan Benang Tengah (m)

a. Patok Utama (Bacaan Muka)


ΔH P0-P1 = 1.410 - 0.325 = 1.085
ΔH P1-P2 = 1.360 - 0.210 = 1.150
ΔH P2-P3 = 1.310 - 0.170 = 1.140
ΔH P3-P4 = 1.450 - 0.255 = 1.195

b. Patok Utama (Bacaan Belakang)


ΔH P1-P0 = 1.360 - 2.405 = -1.045
ΔH P2-P1 = 1.310 - 2.390 = -1.080
ΔH P3-P2 = 1.450 - 2.545 = -1.095
ΔH P4-P3 = 1.280 - 2.445 = -1.165

c. Patok Detail
Patok 0
P0-P0R1 = 1.410 - 1.325 = 0.085
P0-P0R2 = 1.410 - 0.920 = 0.490
P0-P0R3 = 1.410 - 1.000 = 0.410
P0-P0L1 = 1.410 - 1.601 = -0.191
P0-P0L2 = 1.410 - 1.715 = -0.305
P0-P0L3 = 1.410 - 1.800 = -0.390

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

Patok 1
P1-P1 R1 = 1.360 - 1.223 = 0.137
P1-P1 R2 = 1.360 - 1.045 = 0.315
P1-P1 R3 = 1.360 - 1.055 = 0.305
P1-P1L1 = 1.360 - 1.380 = -0.020
P1-P1L2 = 1.360 - 1.445 = -0.085
P1-P1L3 = 1.360 - 1.590 = -0.230

Patok 2
P2-P2R1 = 1.310 - 1.230 = 0.080
P2-P2R2 = 1.310 - 1.100 = 0.210
P2-P2R3 = 1.310 - 1.030 = 0.280
P2-P2L1 = 1.310 - 1.360 = -0.050
P2-P2L2 = 1.310 - 1.315 = -0.005
P2-P2L3 = 1.310 - 1.520 = -0.210

Patok 3
P3-P3R1 = 1.450 - 1.423 = 0.027
P3-P3R2 = 1.450 - 1.405 = 0.045
P3-P3R3 = 1.450 - 1.350 = 0.100
P3-P3L1 = 1.450 - 1.430 = 0.020
P3-P3L2 = 1.450 - 1.335 = 0.115
P3-P3L3 = 1.450 - 1.390 = 0.060

Patok 4
P4-P4R1 = 1.280 - 1.430 = -0.150
P4-P4R2 = 1.280 - 1.720 = -0.440
P4-P4R3 = 1.280 - 1.130 = 0.150
P4-P4L1 = 1.280 - 1.120 = 0.160
P4-P4L2 = 1.280 - 0.965 = 0.315
P4-P4L3 = 1.280 - 0.895 = 0.385

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

B. Beda Tinggi (ΔH)

Rumus

ΔH = TA - BT

Keterangan :

ΔH = Beda Tinggi (m)


TA = Tinggi Alat (m)
BT = Bacaan Benang Tengah (m)

a. Patok Utama (Bacaan Muka)


ΔH P0-P1 = 1.410 - 0.325 = 1.085
ΔH P1-P2 = 1.360 - 0.210 = 1.150
ΔH P2-P3 = 1.310 - 0.170 = 1.140

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

Patok 1
P1-P1 R1 = 1.360 - 1.223 = 0.137
P1-P1 R2 = 1.360 - 1.045 = 0.315
P1-P1 R3 = 1.360 - 1.055 = 0.305
P1-P1L1 = 1.360 - 1.380 = -0.020
P1-P1L2 = 1.360 - 1.445 = -0.085
P1-P1L3 = 1.360 - 1.590 = -0.230

Patok 2
P2-P2R1 = 1.310 - 1.230 = 0.080
P2-P2R2 = 1.310 - 1.100 = 0.210
P2-P2R3 = 1.310 - 1.030 = 0.280
P2-P2L1 = 1.310 - 1.360 = -0.050
P2-P2L2 = 1.310 - 1.315 = -0.005
P2-P2L3 = 1.310 - 1.520 = -0.210

Patok 3
P3-P3R1 = 1.450 - 1.423 = 0.027
P3-P3R2 = 1.450 - 1.405 = 0.045
P3-P3R3 = 1.450 - 1.350 = 0.100
P3-P3L1 = 1.450 - 1.430 = 0.020
P3-P3L2 = 1.450 - 1.335 = 0.115
P3-P3L3 = 1.450 - 1.390 = 0.060

Patok 4
P4-P4R1 = 1.280 - 1.430 = -0.150
P4-P4R2 = 1.280 - 1.720 = -0.440
P4-P4R3 = 1.280 - 1.130 = 0.150
P4-P4L1 = 1.280 - 1.120 = 0.160

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

P0-P0L3 = 245 + -0.390 =

Patok 1
P1-P1 R1 = 246.065 + 0.137 =
P1-P1 R2 = 246.065 + 0.315 =
P1-P1 R3 = 246.065 + 0.305 =
P1-P1L1 = 246.065 + -0.020 =
P1-P1L2 = 246.065 + -0.085 =
P1-P1L3 = 246.065 + -0.230 =

Patok 2
P2-P2R1 = 247.180 + 0.080 =
P2-P2R2 = 247.180 + 0.210 =
P2-P2R3 = 247.180 + 0.280 =
P2-P2L1 = 247.180 + -0.050 =
P2-P2L2 = 247.180 + -0.005 =
P2-P2L3 = 247.180 + -0.210 =

Patok 3
P3-P3R1 = 248.298 + 0.027 =
P3-P3R2 = 248.298 + 0.045 =
P3-P3R3 = 248.298 + 0.100 =
P3-P3L1 = 248.298 + 0.020 =
P3-P3L2 = 248.298 + 0.115 =
P3-P3L3 = 248.298 + 0.060 =

Patok 4

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

P3-P3L1 = 248.298 + 0.020 =


P3-P3L2 = 248.298 + 0.115 =
P3-P3L3 = 248.298 + 0.060 =

Patok 4
P4-P4R1 = 249.478 + -0.150 =
P4-P4R2 = 249.478 + -0.440 =
P4-P4R3 = 249.478 + 0.150 =
P4-P4L1 = 249.478 + 0.160 =
P4-P4L2 = 249.478 + 0.315 =
P4-P4L3 = 254.478 + 0.385 =

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

= 0.170 +

= 0.193

P3-P4 = BT P3-P4 +

= 0.255 +

= 0.270

c. Tinggi Titik

Rumus

TT = TGB - BT

Keterangan :

TGB = Tinggi Garis Bidik (m)


BT = Benang Tengah Terkoreksi
TT = Tinggi Titik (m)

a. Patok Utama
H P0 - P1 = 246.410 - 0.345
H P1 - P2 = 247.425 - 0.245
H P2 - P3 = 248.490 - 0.193
H P3 - P4 = 249.748 - 0.270

b. Patok Detail
Patok 0
HP0-P1
P0R1 = 246.410 - 1.325
P0R2 = 246.410 - 0.920
P0R3 = 246.410 - 1.000

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
HP1 - P2
P1 R1 = 247.425 - 1.223 = 246.202
P1 R2 = 247.425 - 1.045 = 246.380
P1 R3 = 247.425 - 1.055 = 246.370
P1L1 = 247.425 - 1.38 = 246.045
P1L2 = 247.425 - 1.445 = 245.980
P1L3 = 247.425 - 1.590 = 245.835

Patok 2
HP2 - P3
P2R1 = 248.490 - 1.230 = 247.260
P2R2 = 248.490 - 1.1 = 247.390
P2R3 = 248.490 - 1.03 = 247.460
P2L1 = 248.490 - 1.360 = 247.130
P2L2 = 248.490 - 1.315 = 247.175
P2L3 = 248.490 - 1.520 = 246.970

Patok 3
H P3 - P4
P3R1 = 249.748 - 1.423 = 248.325
P3R2 = 249.748 - 1.405 = 248.343
P3R3 = 249.748 - 1.350 = 248.398
P3L1 = 249.748 - 1.430 = 248.318
P3L2 = 249.748 - 1.335 = 248.413
P3L3 = 249.748 - 1.390 = 248.358

Patok 4

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

HP2 - P3
P2R1 = 248.490 - 1.230 = 247.260
P2R2 = 248.490 - 1.100 = 247.390
P2R3 = 248.490 - 1.030 = 247.460
P2L1 = 248.490 - 1.360 = 247.130
P2L2 = 248.490 - 1.315 = 247.175
P2L3 = 248.490 - 1.520 = 246.970

Patok 3
HP3 - P4
P3R1 = 249.748 - 1.423 = 248.325
P3R2 = 249.748 - 1.405 = 248.343
P3R3 = 249.748 - 1.350 = 248.398
P3L1 = 249.748 - 1.430 = 248.318
P3L2 = 249.748 - 1.335 = 248.413
P3L3 = 249.748 - 1.390 = 248.358

Patok 4
HP4 - P3
P4R1 = 250.758 - 1.430 = 249.3275
P4R2 = 250.758 - 1.720 = 249.0375
P4R3 = 250.758 - 1.130 = 249.6275
P4L1 = 250.758 - 1.120 = 249.6375
P4L2 = 250.758 - 0.965 = 249.7925
P4L3 = 259.758 - 0.895 = 258.863

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
A. Perhitungan Luasan Galian - Timbunan
1. Perhitungan Luasan Galian - Timbunan Profil Melintang P 0

PROFIL MELINTANG P0

Luas Galian
Luas Timbunan TITIK X Y Xn.(Yn+1) Yn.(Xn+1)
TITIK X Y Xn.(Yn+1) Yn.(Xn+1) D 2,778 5,464 14,0872 16,3920
A 0,000 5,390 0 8,0850 E 3,000 5,071 15,2130 18,2556
B 1,500 5,871 8,8065 14,97105 F 3,600 5,071 19,3176 19,0974
C 2,550 5,871 13,9332 16,309638 G 3,766 5,366 20,5774 14,9067
D 2,778 5,464 14,9067 20,5774 G 3,000 5,470 16,392 15,19566
G 3,766 5,366 19,0748 32,1960 JUMLAH 85,5873 83,8474
H 6,000 5,065 30,0000 45,5850
I 9,000 5,000 43,1010 60 L Galian = Xn.(Yn+1) - Yn.(Xn+1)
J 12,000 4,789 56,1000 71,8350 2
K 15,000 4,675 68,8500 84,1500
L 18,000 4,590 105,6780 75,8773
M 16,531 5,871 97,0535 90,7070 = 85,5873 - 83,8474
N 15,450 5,871 78,3470 88,0650 2
O 15,000 5,071 76,0650 73,0224 = 0,869934 m²
P 14,400 5,071 84,5424 70,7405
Q 13,950 5,871 82,4445 70,4520 L = 0,8699 m²
R 12,000 5,910 72,0000 53,1900
S 9,000 6,000 53,1900 36,0000 Luasan berdasarkan Autocad = 0,8699 m²
T 6,000 5,910 35,2260 23,9355
U 4,050 5,871 21,8295 0,0000
JUMLAH 961,148089 935,6987

L Timbunan = Xn.(Yn+1) - Yn.(Xn+1)


2

- 935,6987
= 961,148089 2

= 12,7246935

L = 12,7247

Luasan berdasarkan Autocad = 12,7247 m²

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

2. Perhitungan Luasan Galian - Timbunan Profil Melintang P1

PROFIL MELINTANG P1

Luas Timbunan Luas Galian


TITIK X Y Xn.(Yn+1) Yn.(Xn+1) TITIK X Y Xn.(Yn+1) Yn.(Xn+1)
A 0,000 6,350 0 9,525 D 3,000 6,345 18,963 19,035
B 1,500 7,121 10,6815 18,15855 E 3,000 6,321 18,963 21,383943
C 2,550 7,121 16,17975 21,263306 V 3,383 6,321 21,465135 18,874506
D 2,986 6,345 18,832702 22,842 W 2,986 6,345 18,94617 19,035
F 3,600 6,307 22,1652 37,842 JUMLAH 78,337305 78,328449
G 6,000 6,157 36,39 55,413
H 9,000 6,065 54,09 72,78
I 12,000 6,010 71,34 90,15 L Galian = Xn.(Xn+1) - Yn.(Yn+1)
J 15,000 5,945 87 107,01 2
K 18,000 5,800 128,178 95,7 = 78,337305 - 78,328449
L 16,500 7,121 117,4965 110,01945 2
M 15,450 7,121 97,65945 106,815 = 0,004428 m²
N 15,000 6,321 94,815 91,0224
O 14,400 6,321 102,5424 88,17795 L = 0,004 m²
P 13,950 7,121 99,882 85,452
Q 12,000 7,160 87 64,44 Luasan berdasarkan Autocad = 0,004 m²
R 9,000 7,250 57,15 43,5
S 6,000 7,160 42,726 28,998
T 4,050 7,121 25,60005 25,6356
U 3,600 6,321 25,60005 21,383943
V 3,383 6,321 21,48205 0
JUMLAH 1216,8107 1196,1282

L Timbunan = Xn.(Xn+1) - Yn.(Yn+1)


2
= 1216,8107 - 1196,1282
2
= 10,341226 m²

L = 10,341 m²

Luasan berdasarkan Autocad = 10,341 m²

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

3. Perhitungan Luasan Galian - Timbunan Profil Melintang P2

PROFIL MELINTANG P2

Luas Galian
TITIK X Y Xn.(Yn+1) Yn.(Xn+1)
A 0,000 7,438 0 11,744602
B 1,579 5,121 8,086059 13,05855
C 2,550 5,121 9,18 15,363
D 3,000 3,600 12,963 12,96
E 3,600 4,321 18,4356 17,50005
F 4,050 5,121 20,898 30,726
G 6,000 5,160 31,5 46,44
H 9,000 5,250 46,44 63
I 12,000 5,160 61,452 71,982
J 13,950 5,121 60,27795 73,7424
K 14,400 4,321 62,2224 64,815
L 15,000 4,321 76,815 66,75945
M 15,450 5,121 79,11945 84,24045
N 16,450 5,121 114,2946 92,178
O 18,000 6,948 128,754 104,22
P 15,000 7,153 106,62 85,836
Q 12,000 7,108 86,16 63,972
R 9,000 7,180 65,142 43,08
S 6,000 7,238 44,208 21,714
T 3,000 7,368 22,314 0
JUMLAH 1054,8821 983,331502

L Galian = Xn.(Yn+1) - Yn.(Xn+1)


2
= 1054,8821 - 983,331502
2
= 35,78 m²

L = 35,78 m²

Luasan berdasarkan Autocad = 35,78 m²

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

4. Perhitungan Luasan Galian - Timbunan Profil Melintang P 3

PROFIL MELINTANG P3

Luas Galian
TITIK X Y Xn.(Yn+1) Yn.(Xn+1)
A 0,000 7,383 0 11,177862
B 1,514 4,371 6,617694 11,14605
C 2,550 4,371 9,10605 13,113
D 3,000 3,571 10,713 12,8556
E 3,600 3,571 15,7356 14,46255
F 4,050 4,371 17,8605 26,226
G 6,000 4,410 27 39,69
H 9,000 4,500 39,69 54
I 12,000 4,410 52,452 61,5195
J 13,950 4,371 49,81545 62,9424
K 14,400 3,571 51,4224 53,565
L 15,000 3,571 65,565 55,17195
M 15,450 4,371 67,53195 72,1215
N 16,500 4,371 121,1595 78,678
O 18,000 7,343 133,164 110,145
P 15,000 7,398 109,545 88,776
Q 12,000 7,303 87,576 65,727
R 9,000 7,298 65,79 43,788
S 6,000 7,310 43,968 21,93
T 3,000 7,328 22,149 0
JUMLAH 996,861144 897,035412

L Galian = Xn.(Yn+1) - Yn.(Xn+1)


2
= 996,8611 - 897,035412
2
= 49,91 m²

L = 49,91 m²

Luasan berdasarkan Autocad = 49,91 m²

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
5. Perhitungan Luasan Galian - Timbunan Profil Melintang P4

PROFIL MELINTANG P4

Luas Galian
TITIK X Y Xn.(Yn+1) Yn.(Xn+1)
A 0,000 7,613 0 11,4195
B 1,500 3,621 5,4315 9,23355
C 2,550 3,621 7,19355 10,863
D 3,000 2,821 8,463 10,1556
E 3,600 2,821 13,0356 11,42505
F 4,050 3,621 14,823 21,726
G 6,000 3,660 22,5 32,94
H 9,000 3,750 32,94 45
I 12,000 3,660 43,452 51,057
J 13,950 3,621 39,35295 52,1424
K 14,400 2,821 40,6224 42,315
L 15,000 2,821 54,315 43,58445
M 15,450 3,621 55,94445 59,7465
N 16,500 3,621 129,492 65,178
O 18,000 7,848 140,004 117,72
P 15,000 7,778 114,345 93,336
Q 12,000 7,623 89,736 68,607
R 9,000 7,478 65,817 44,868
S 6,000 7,313 42,138 21,939
T 3,000 7,023 22,839 0
JUMLAH 942,44445 813,25605

L Galian = Xn.(Yn+1) - Yn.(Xn+1)


2
= 942,44445 - 813,25605
2
= 64,59 m²

L = 64,59 m²

Luasan berdasarkan Autocad = 64,59 m²

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

B. Perhitungan Volume Galian - Timbunan


1. Perhitungan Volume Galian - Timbunan Profil Melintang P 0 - P1

Perhitungan Volume P0 -P1

V= LxS 3
Ket : V= Volume (m )
2
L= Luas (m )
S= Jarak (m)

Diketahui

2
Luas Timbunan P0 = 12,7247 m

0,8699 2
Luas Galian P0 = m

10,341 2
Luas Timbunan P1 = m

0,004 2
Luas Galian P1 = m

Penyelesaian

L Timbunan P0 + L Timbunan P1
L0-L1 (Timbuan) =
2

12,7247 + 10,341
=
2

= 11,53296 m2

L Galian P0 + L Galian P1
L0-L1 ( Galian) =
2

0,8699 + 0,004
=
2

= 0,437164 m2

V P0 -P1 (Timbunan) = L X S

= 11,53296 X 25

3
= 288,324 m

V P0 -P1 (Galian) = L X S

= 0,437164 X 25

3
= 10,9291 m

Jadi, Volume Timbunan adalah 288,324 m³ , Sedangkan Volume Galian adalah 10,9291 m³

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN
2. Perhitungan Volume Galian - Timbunan Profil Melintang P 1 - P2

Perhitungan Volume P1 -P2

V= LxS 3
Ket : V= Volume (m )
2
L= Luas (m )
S= Jarak (m)

Diketahui

2
Luas Timbunan P1 = 10,341 m

2
Luas Timbunan P2 = 0 m

0,004 2
Luas Galian P1 = m

35,78 2
Luas Galian P2 = m

Penyelesaian

L Galian P1 + L Galian P2
L1-L2 ( Galian) =
2

0,004 + 35,78
=
2

2
= 17,892 m

V P1 -P2 (Timbunan) = L X S

= 10,341 X 25

3
= 258,525 m

V P1 -P2 (Galian) = L X S

= 17,892 X 25

3
= 447,3 m

Jadi, Volume Timbunan adalah 258,525 m³ , Sedangkan Volume Galian adalah 447,3 m³

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

3. Perhitungan Volume Galian - Timbunan Profil Melintang P 2 - P3

Perhitungan Volume P2 -P3

V= LxS 3
Ket : V= Volume (m )
2
L= Luas (m )
S= Jarak (m)

Diketahui

0 2
Luas Timbunan P2 = m

35,78 2
Luas Galian P2 = m

0 2
Luas Timbunan P2 = m

49,91 2
Luas Galian P3 = m

Penyelesaian

L Galian P2 + L Galian P3
L2-L3 ( Galian) =
2

35,78 + 49,91
=
2

2
= 42,845 m

V P2 -P3 (Galian) = L X S

= 42,845 X 25

3
= 1071,125 m

Jadi, Volume Galian adalah 1071,125 m³

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

4. Perhitungan Volume Galian - Timbunan Profil Melintang P 2 - P3

Perhitungan Volume P3 -P4

V= LxS 3
Ket : V= Volume (m )
2
L= Luas (m )
S= Jarak (m)

Diketahui

0 2
Luas Timbunan P3 = m

49,91 2
Luas Galian P4 = m

0 2
Luas Timbunan P4 = m

64,59 2
Luas Galian P4 = m

Penyelesaian

L Galian P3 + L Galian P4
L3-L4 ( Galian) =
2

49,91 + 64,59
=
2

2
= 57,25 m

V P3 -P4 (Galian) = L X S

= 49,91 X 25

3
= 1247,75 m

Jadi, Volume Galian adalah 1247,75 m³

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

C. Tabel Volume Galian - Timbunan


Luasan (m²) Luasan Rata-Rata (m²) Volume (m³)
Patok Jarak (m)
Galian Timbunan Galian Timbunan Galian Timbunan

P0 0,8699 12,7247
0,437164 11,53296 25 10,9291 288,324
P1 0,004 10,341
17,892 0 25 447,3 258,525
P2 35,78 0
42,845 0 25 1071,125 0
P3 49,91 0
57,25 0 25 1247,75 0
P4 64,59 0

JUMLAH 2777,1041 546,849

Jadi, Jumlah Keseluruhan Volume Galian adalah 2777,1041 m3 , Sedangkan Jumlah


Keseluruhan Volume Timbunan adalah 546,849 m3

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS


CIVIL ENGINEERING ‘22
SURVEY DAN PEMETAAN

MUH.RIFQI/ F11122078 WATERPASS

Anda mungkin juga menyukai