Anda di halaman 1dari 14

[Type text]

Pengertian Jarak
Jarak adalah angka yang menunjukkan seberapa jauh suatu benda berubah posisi
melalui suatu lintasan tertentu. Dalam fisika atau dalam pengertian sehari-hari, jarak dapat
berupa estimasi jarak fisik dari dua buah posisi berdasarkan kriteria tertentu (misalnya jarak
tempuh antara Jakarta-Bandung). Dalam bidang matematika, jarak haruslah memenuhi kriteria
tertentu.Berbeda dengan koordinat posisi, jarak tidak mungkin bernilai negatif. Jarak
merupakan besaran skalar, sedangkan perpindahan merupakan besaran vektor.Jarak yang
ditempuh oleh kendaraan (biasanya ditunjukkan dalam odometer), orang, atau obyek, haruslah
dibedakan dengan jarak antara titik satu dengan lainnya.
Pada ukur tanah yang umumnya bertujuan untuk pembuatan peta, jarak yang dimaksud
adalah jarak horizontal atau jarak mendatar. Di dunia pertanian luas lahan yang ditentukan oleh
jarak ini ada kaitan dengan luasan lahan yang dapat ditanami dan produksi yang akan diperoleh,
maka jarak sesuai dengan kondisi lahan itulah yang paling cocok, atau dengan kata lain bila
lahannya miring jarak miringlah yang sebaiknya diukur.Jarak horizontal atau jarak mendatar
adalah jarak antara dua titik yang diproyeksikan pada bidang horizontal

[Type text]











Selain dikenal dengan jarak miring dan jarak mendatar dikenal pula istilah jarak lurus dan jarak
sesuai dengan jarur yang ditempuh, seperti pada Gambar 1.2.Jarak lurus ditunjukan oleh tanda
panah, sementara jarak sesuai jalur adalahjarak mengikuti jalur, misalnya jalur jalan antara titik-
titik yang diukur
Metode Pengukuran Jarak
Metode atau cara pengukuran digunakan untuk perhitungan, pengolahan, dan koreksi
data untuk menentukan posisi (koordinat) setiap titik yang terukur dalam wilayah pemetaan.
Secara umum metode ini dapat dibagi sebagai berikut :
Metode pengukuran pada alat ukur sederhana :
Metode pengukuran pada alat ukur sederhana :
1. Pengukuran jarak
[Type text]

Apabila jarak antara dua titik yang akan diukur lebih panjang dari alat ukur yang ada maka dua
tahapan yang harus dilakukan :
- pelurusan (pembanjaran)
Pembanjaran dilakukan oleh dua orang, seorang membidik sementara yang lain menancapkan
yalon sesuai dengan komando dari si pembidik. Seprti yang terlihat pada gambar x, misalnya
akan diukur jarak AB, dua buah yalon harus ditancapkan di atas titik A dan B. Selanjutnya
pembidik berdiri di belakang yalon A dan mengatur agar mata pembidik satu garis dengan yalon
A dan B. Keadaan ini dapat diketahui jika mata si pembidik hanya melihat satu yalon saja. Di
antara yalon A dan B harus ditancapkan beberapa yalon atau patok yang jaraknya terjangkau
oleh alat ukur.
Seringkali dijumpai rintangan pada areal yang akan diukur sehingga pembanjaran tidak dapat
dilakukan seperti gambar diatas. Maka pembanjaran disini perlu perlakuan yang berbeda,
dikarenakan :
1. Kondisi lapangan yang bergelombang/curam/berbatasan dengan tembok tinggi.
2. Ada bangunan/rintangan di tengah areal yang akan diukur, dan sebagainya.
- pengukuran jarak secara langsung
Pengukuran jarak dua titik dapat dilakukan dengan menggunakan kayu meter, rantai meter,
pita meter.
Untuk permukaan tanah yang miring, pengukuran dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
dengan pita/kayu ukur yang diatur horizontal dengan bantuan nineau serta mengukur langsung
tanah yang miring.
2. Pengukuran sudut miring
Pengukuran sudut miring sangat diperlukan dalam memperoleh informasi jarak (D) dan beda
tinggi (BT) secara tidak langsung.
[Type text]

Alat yang biasanya digunakan adalah abney level, yang penggunaannya dengan membidik
langsung pada puncak obyek yang diinginkan kemudian menggerakkan niveau yang
dihubungkan dengan penunjuk skala hingga berada pada posisi tengah benang. Hasilnya dapat
dibaca langsung pada penunjuk skala tersebut.
3. Pengukuran Beda Tinggi (BT)
Pengukuran beda tinggi antara dua titik di lapangan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara
langsung dengan menggunakan alat ukur yang dipasang mendatar, serta cara tidak langsung
dengan mengukur panjang miringnya dan sudut yang terbentuk terhadap lereng.
Pengukuran dengan waterpass instrumen
1. Pengukuran Jarak dan Beda Tinggi
Pada waterpass pengukuran jarak memiliki rumus :
D = 100. (Ca Cb)
Untuk pengukuran beda tinggi (BT) antar dua titik dapat dihitung berdasarkan tinggi alat dan
nilai kurva tengah, sehingga dirumuskan menjadi :
BT = TA-Ct
2 . Pembacaan sudut horizontal
Sudut arah adalah sudut horizotal yang dibentuk oleh perpotongan suatu garis dengan meridian
bumi (utara-selatan) . dalam pengukuran , untuk menyatakan besarnya sudut dikenal dua cara
yaitu :bearing dan azimuth
Biaring merupakan sudut arah yang diukur dari utara atau selatan magnet bumi ke titik lain
searah atau berlawanan dengan arah putaran jarum jam dengan sudut kisaran antara 0- 90.
[Type text]

Azimut merupakan sudut arah yang diukur dari utara magnet bumi ke titik yang lain searah
jarum jam. Sehingga mempunyai kisaran attara 0-360
Pengukuran Dengan Theodolit
1. Pembacaan sudut horizontal (Az)
Sudut arah adalah sudut horisontal yang dibentuk oleh perpotongan suatu garis dengan
meridian bumi ( utara-selatan). Dalam pengukuran, untuk menyatakan besarnya sudut dikenal
dua cara, yaitu : Bearing dan Azimuth.
Bearing merupakan sudut arah yang diukur dari utara atau selatan magnet bumi ke titik lain
yang searah/berlawanan dengan arah putaran jarum jam, dengan sudut kisaran antara 0-90.
Azimuth merupakan sudut arah yang diukur dari utara magnet bumi ke titik yang lain searah
jarum jam sehingga mempunyai kisaran antara 0-360.
2. Pembacaan sudut miring (V)
Sudut miring merupakan sudut yang dibentuk oleh garis bidik teropong dengan bidang
horisontal. Pada umumnya besarnya sudut horisontal dan vertikal terdapat dalam satu
mikrometer, namun adapula yang dipisahkan.
3. Pengukuran jarak (D) dan beda tinggi (BT)
Jarak horisontal (H) dan Jarak (D)
D = 100 ( Ca-Cb). Cos
H = D. Cos
H = 100 ( Ca Cb). Cos2
Beda Tinggi (BT)
[Type text]

BT = H. Tg h
4. Penggambaran posisi tiap titik kenampakan pada peta
Penggambaran dapat dilakukan secara grafis dengan busur derajat untuk menentukan sudut
arah dan jaraknya dengan mistar (sesuai skala). Cara lain adalah menggunakan sistem koordinat
yang terdiri atas dua saling tegak lurus. Posisi tiap sasaran yang diukur digambarkan dengan
menghitung harga absis dan ordinatnya.
5. Poligon
Poligon adalah rangkaian titik-titik yang dihubungkan secara berurutan. Jika titik awal dan titik
akhir bertemu, disebut sebagai poligon tertutup. Sebaliknya jika titik awal dan titik akhir tidak
bertemu maka disebut sebagai poligon terbuka.
Poligon digunakan sebagai kerangka dasar di dalam pengukuran kenampakan di lapangan.
Poligon terbuka lebih sering untuk pekerjaan perencanaan/perbaikan jalan, saluran, irigasi dll.
Poligon tertutup untuk pembuatan peta areal/wilayah dan kontur.
Untuk pembuatan poligon tertutup, pengukuran sudut arah cukup dilakukan pada awal
pengukuran saja. Sudut arah untuk titik berikutnya didasarkan pada sudut arah awal (titik
sebelumnya) dari sudut dalam bersangkutan. Sudut dalam untuk menghitung sudut arah
(azimuth) adalah sudut dalam terkoreksi. Tiga parameter yang digunakan sebagai pedoman
adanya penyimpanan dan perlu koreksi adalah :
1. sudut dalam = (n-2) x 180
2. D sin = 0
3. D cos = 0
Jika data pengukuran menyompang dari syarat di atas, maka poligon tidak tertutup dan perlu
adanya koreksi.
Persamaan umum dalam menghitung sudut arah adalah :
[Type text]

Azimuth ()
n
= (n-1) + 180
0
Sn
Untuk koreksi secara grafis, maka polygon yang tidak tertutup setelah tergambar dapat
dikoreksi dengan menghitung sudut atau cara graphical plot.
Dengan metode kira-kira
Metode ini digunakan untuk menentukan jarak secara kasar, yaitu melakukan kira-kira,
misalnya dengan pandangan secara fisual, melalui waktu tempuh dan kecepatan jalan atau
kendaraan. Contoh : Waktu tempuh antara kota A dan B = 2,5 jam
Kecepatan kendaraan rata-rata 60 km/jam
Jarak antara kota A dan B = 2,5 jam x 60 km/jam = 150 km
Dengan Metode Langkah (Pacing)
Metode ini juga tergolong kasar, yaitu dilakukan dengan menghitung langkah anatara titik-titik
yang diukur dan mengetahui standar panjang langkah dari pelaksana. Jarak diperoleh dengan
mengalikan jumlah langkah antara titik yang diukur dengan panjang langkah yang
bersangkutan. Contoh : Antara titik A dan B ditempuh dengan 120 langkah Rata-rata panjang
langkah = 60 cm.Jarak antara titik A dan B = 120 langkah x 60cm/langkah = 7.200 cm = 72 m
Metode Skala Peta
Metode ini juga tergolong kasar, yaitu menentukan jarak dari peta. Dengan mengetahui jarak
lurus atau jarak jalur yang menghubungkan antara dua titik dan skala petanya, maka jarak lurus
atau jarak sesuai jalur dapat dihitung, dengan persamaan berikut :
Jarak di lapangan (sebenarnya) antara dua titik = jarak di peta x skala peta
Contoh : Jarak antara dua titik di peta = 6,2 cm Skala peta 1 : 25.000, maka Jarak sebenarnya
antara dua titik itu = 6,2 cm x 25.000 = 155.000 cm = 1,55 km
Pengukuran Jarak Dengan Odometer
Metode pengukuran jarak dengan Odometer merupakan metode sederhana hampir mirip
dengan metode langkah, yaitu mengukur jarak dengan menghitung jumlah putaran roda yang
kelilingnya diketahui, bila roda tersebut digelindingkan antara dua titik pengukuran.
Jarak dihitung dengan persamaan berikut :
Jarak = Jumlah putaran roda x keliling roda
[Type text]

Contoh : Antara titik A dan B ditempuh dengan 120 putaran Keliling lingkaran = 60 cm Jarak
antara titik A dan B = 120 putaran x 60cm/putaran = 7.200 cm = 72 m
Alat ini sangat praktis untuk mengukur jarak suatu jalur dimana jalurnyaberbelok-belok dan
naik turun, seperti halnya jalur jalan dalam rangka pengaspalan atau di pertanian sendiri pada
pengukuran luas lahan bergelombang dan bentuk petakannya tidak beraturan.
Pengukuran Jarak Dengan Meteran
Pengukuran jarak dengan meteran biasa disebut dengan istilah Taping, yaitu pengukuran jarak
menggunakan tape atau pita ukur berupa rol meter atau rantai ukur. Rol meter merupakan alat
yang paling umum digunakan.
Cara melakukan pengukuran dengan meteran ini ditentukan berdasarkan :
(a) Kondisi lahan, miring atau datar
(b) Jarak yang dikehendaki, jarak mendatar atau jarak miring
Pengukuran jarak mendatar
(a) Pada lahan datar
Pengukuran jarak mendatar pada lahan datar relatif lebih mudah dibanding dengan pada
lahan miring. Caranya dapat dilakukan sebagai berikut (Lihat Gambar 1.3)
a. Pasang atau letakan angka nol meteran ke patok di titik 1
b. Tarik atau rentangkan rol meter ke titik 2, selurus dan sedater mungkin dengan tarikan
yang cukup, sehingga meteran tidak melengkung atau meral memanjang. (Pada lahan atau
objek yang diukur datar dan rata pita ukur dapat ditempelkan pada permukaan objek yang
diukur tersebut, tapi bila tidak rata, maka meteran harus direntangkan dengan jarak
tertentu dan sejajar dengan rata-rata permukaan lahan atau objek yang di ukur tadi)
c. Letakan atau impitkan pita meteran ke patok di titik 2
d. Baca angka meteran yang tepat dengan patok di titik 2 tersebut.
Bacaan ini menunjukkan jarak antara titik 1 dan titik 2 yang
Diukur



[Type text]




Gb. 1.3. Pengukuran Mendatar Pada Lahan datar

(b) Pada lahan miring
Pengukuran jarak mendatar pada lahan miring tidak sesederhana seperti pada lahan datar.
Ada 3 metode memperoleh jarak mendatar dengan meteran, yaitu :
Metode Koreksi
Metode ini hanya digunakan untuk pemperoleh data secara kasar. Pada metode ini yang diukur
adalah jarak miringnya dan untuk memperoleh jarak mendatar dilakukan koreksi.
Metode Taping Bertingkat
Metode ini digunakan untuk mengukur jarak yang cukup jauh, sehingga pengukuran pada jarak
tersebut dilakukan pengukuran per segmen dan pada setiap kali melakukan dilakukan sebagai
berikut :
(a) Sampai mendekati titik akhir pengukuran dilakukan dengan
jarak yang sama, misalnya 25 m
(b) Pada setiap ujung meteran digunakan unting-unting
Contoh dapat dilihat pada Gambar 1.4.

[Type text]

Metode Takimeter


Pengukuran titik-titik detail dengan metode Tachymetri ini adalah cara yang paling banyak
digunakan dalam praktek, terutama untuk pemetaan daerah yang luas dan untuk detail-detail
yang bentuknya tidak beraturan. Untuk dapat memetakan dengan cara ini diperlukan alat yang
dapat mengukur arah dan sekaligus mengukur jarak, yaitu Teodolite Kompas atau
BTM (Boussole Tranche Montage). Pada alatalat tersebut arah-arah garis di lapangan diukur
dengan jarum kompas sedangkan untuk jarak digunakan benang silang diafragma pengukur
jarak yang terdapat pada teropongnya. Salah satu theodolite kompas yang banyak digunakan
misalnya theodolite WILD TO. Tergantung dengan jaraknya, dengan cara ini titik-titik detail
dapat diukur dari titik kerangka dasar atau dari titik-titik penolong yang diikatkan pada titik
kerangka dasar.

Selain benang silang tengah, diafragma transit atau theodolite untuk tachymetri mempunyai
dua benang horizontal tambahan yang ditempatkan sama jauh dari tengah interval antara
benang. Benang stadia itu pada kebanyakan instrumen memberikan perpotongan vertikal 1 ft
pada rambu yang dipasang sejauh 100 ft ( 1 m pada jarak 100 m). Jadi jarak ke rambu yang
[Type text]

dibagi secara desimal dalam feet, persepuluhan dan perseratusan dapat langsung dibaca
sampai foot terdekat. Ini sudah cukup seksama untuk menentukan detail-detail fotografi,
seperti; sungai, jembatan, dan jalan yang akan digambar pada peta dengan skala lebih kecil
daripada
1 in = 100 ft, dan kadang-kadang untuk skala lebih besar misalnya; 1 in = 50 ft


Metode tachymetri didasarkan pada prinsip bahwa pada segitiga-segitiga sebangun, sisi yang
sepihak adalah sebanding. Pada gambar di atas, yang menggambarkan teropong pumpunan-
luar, berkas sinar dari titik A dan B melewati pusat lensa membentuk sepasang segitiga
sebangun AmB dan amb. Dimana ; AB = R adalah perpotongan rambu (internal stadia) dan
ab adalah selang antara benang-benang stadia.
Simbol-simbol baku yang dipakai dalam pengukuran tachymetri :
f = jarak pumpun lensa (sebuah tatapan untuk gabungan lensa objektif tertentu).
Dapat ditentukan dengan pumpunan pada objek yang jauh dan mengukur jarak antara pusat
lensa objektif (sebenarnya adalah titik simpul dengan diafragma), (jarak pumpun = focal length).
f1 = jarak bayangan atau jarak dari pusat (titik simpul) lensa obyektif ke bidang benang silang
sewaktu teropong terpumpun pada suatu titik tertentu.
F2 = jarak obyek atau jarak dari pusat (titik simpul) dengan titik tertentu sewaktu teropong
terpumpun pada suatu titik itu. Bila f2 tak terhingga atau amat besar, maka f1 = f.
i. = selang antara benang benang Stadia.
f/i .= faktor penggali, biasanya 100 (stadia interval factor).
[Type text]

c = jarak dari pusat instrumen (sumbu I) ke pusat lensa obyektif
Harga c sedikit beragam sewaktu lensa obyektif bergerak masuk atau keluar untuk pembidikan
berbeda, tetapi biasa dianggap tetapan.
C = c + f. C disebut tetapan stadia, walaupun sedikit berubah karena c d. = jarak dari titik
pumpun di depan teropong ke rambu.
D = C + d = jarak dari pusat instrumen ke permukaan rambu

Benang-benang silang jarak optis tetap pada transit, theodolite, alat sipat datar dan dengan
cermat diatur letaknya oleh pabrik instrumennya agar faktor pengali f/i. Sama dengan 100.
Tetapan stadia C berkisar dari kira-kira 0,75 sampai 1,25 ft untuk teropongteropong pumpunan
luar yang berbeda, tetapi biasanya dianggap sama dengan 1 ft.

Satu-satunya variabel di ruas kanan persamaan adalah R yaitu perpotongan R adalah 4,27 ft,
jarak dari instrumen ke rambu adalah 427 + 1 = 428 ft. Yang telah dijelaskan adalah
teropong pumpunan luar jenis lama, karena dengan gambar sederhana dapat
ditunjukkan hubungan-hubungan yang benar. Lensa obyektif teropong pumpunan dalam
(jenis yang dipakai sekarang pada instrumen ukur tanah) mempunyai kedudukan
terpasang tetap sedangkan lensa pumpunan negatif dapat digerakkan antara lensa obyektif
dan bidang benang silang untuk mengubah arah berkas sinar. Hasilnya, tetapan stadia menjadi
demikian kecil sehingga dapat dianggap nol.
Benang stadia yang menghilang dulu dipakai pada beberapa instrumen lama untuk menghindari
kekacauan dengan benang tengah horizontal. Diafragma dari kaca yang modern dibuat dengan
garisgaris stadia pendek dan benang tenaga yang penuh (gambar 2) memberikan hasil yang
sama secara lebih berhasil guna. Faktor pengali harus ditentukan pada pertama kali instrumen
yang dipakai, walaupun harga tepatnya dari pabrik yang ditempel di sebelah dalam kotak
pembawa tak akan berubah kecuali benang silang, diafragma, atau lensa-lensa diganti
atau diatur pada model-model lama. Untuk menentukan faktor pengali, perpotongan rambu R
dibaca untuk bidikan horizontal berjarak diketahui sebesar D.
Kemudian, pada bentuk lain persamaan faktor pengali adalah f/i.= (D-C)/R.
[Type text]

Pengukuran dengan stadia
Pengukuran dengan stadia atau dikenal juga dengan istilah pengukuran jarak optik dilakukan
dengan menggunakan teropong, dimana di dalam teropong tersebut pa lensa objektifnya
dilengkapi dengan 2 garis horizontal yang disebut benang stadia. Alat yang dilengkapi dengan
fasilitas ini adalah waterpas dan teodolit. Metode pengukuran dengan alat ini akan di bahas di
modul berikutnya.
Pengukur Jarak Elektronik (Electric Distance Meter = EDM)
Alat yang lebih modern lagi dari waterpas dan teodolit adalah EDM, yaitu alat ukur yang
menggunakan gelombang elektronik. Alat terdiri dari Transmitter sebagai sumber listrik dan
reseiver sebagai penangkap gelombang listrik yang dipancarkkan tadi dan dikembalikan oleh
cermin kristal yang dipasang di titik pengukuran lainnya.


















[Type text]

DAFTAR PUSTAKA
Iffah, 2009, Land Surveying, tersedia di http://geodesigeomatika
blogspot.com/2009/05/pengukuran-jarak-elektronik-pje.html, di akses pada 28 september
2014
h Sudaryatno,2013,tersedia di ttp://pratamaismail.wordpress.com/2012/04/18/metode-
pengukuran-pemetaan/,diakses pada tanggal 28 september
Gunawan nawawi, ir., ms,2001, Modul Program Keahlian Mekanisasi Pertanian Kode modul
smkp2k02-03mkp Mengukur Jarak dan Sudut

Anda mungkin juga menyukai