Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kulit merupakan organ tubuh terbesar dan memiliki banyak fungsi penting, di
antaranya adalah fungsi proteksi, termoregulasi, respons imun, sintesis senyawa
biokimia, dan peran sebagai organ sensoris. Terapi untuk mengkoreksi berbagai
kelainan fungsi tersebut dapat dilakukan secara topikal, sistemik, intralesi, atau
menggunakan radiasi ultraviolet. Pengobatan topikal akan dibahas lebih banyak
karena merupakan terapi yang serring digunakan di departemen kulit dan kelamin.
Pengobatan topikal dilakukan bila lesinya sedikit, dan jika didapatkan hasil
laboratorium tiidak normal, misalnya menurunnya fungsi hati dan ginjal. Sedangkan
pengobatan sistemik dilakukan apabila lesinya luas, predileksinya sulit untuk
pengobatan topikal, jika pengobatan topikal belum memadai, pasien
imunokompremais dan hasil laboratorium normal.
Terapi topikal didefinisikan sebagai aplikasi obat dengan formulasi tertentu
pada kulit yang bertujuan mengobati penyakit kulit atau penyakit sistemik yang
bermanifestasi pada kulit. Metode pengobatan topikal telah lama digunakan pada
berbagai kebudayaan kuno di dunia. Bangsa Mesir kuno menggunakan sejenis rumput
papyrus yang dicampur dengan berbagai minyak binatang dalam pengobatan alopesia.
Sementara bangsa Indian kuno menggunakan senyawa arsen dalam pengobatan kusta.
Campuran merkuri dan sulfur juga mereka gunakan dalam pengobatan pedikulosis,
sedangkan pasta yang mengandung besi sulfat, empedu, tembaga sulfat, sulfur, arsen,
dan antimoni digunakan dalam pengobatan pruritus (Asmara, 2012)
Terapi topikal merupakan metode yang nyaman, namun keberhasilannya
bergantung pada pemahaman kita mengenai fungsi sawar kulit. Keuntungan utamanya
adalah dapat memintas jalur metabolisme obat pertama (first-pass metabolism) di hati.
Terapi topikal juga dapat menghindari risiko dan ketidaknyamanan seperti pada terapi
yang diberikan secara intravena, serta berbagai hal yang mempengaruhi penyerapan
obat pada terapi peroral, misalnya perubahan pH, aktivitas enzim, dan pengosongan
lambung. Keuntungan lain, yaitu karena penyerapan sistemik pada terapi topikal dapat
diabaikan maka efek samping maupun interaksi obat pada terapi topikal jarang terjadi.
(Asmara, 2012)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Terapi dermatoterapi dapat dibagi menjadi :


1. Topikal,
2. Sistemik,
3. Intralesi.
B. Terapi Topikal
Terapi topikal didefinisikan sebagai aplikasi obat dengan formulasi tertentu
pada kulit yang bertujuan mengobati penyakit kulit atau penyakit sistemik yang
bermanifestasi pada kulit. Terapi topikal juga dapat menghindari risiko dan
ketidaknyamanan seperti pada terapi yang diberikan secara intravena, serta berbagai
hal yang mempengaruhi penyerapan obat pada terapi peroral, misalnya perubahan pH,
aktivitas enzim, dan pengosongan lambung. Keuntungan lain, yaitu karena
penyerapan sistemik pada terapi topikal dapat diabaikan maka efek samping maupun
interaksi obat pada terapi topikal jarang terjadi. Meskipun demikian, pengobatan
topikal juga memiliki berbagai kelemahan misalnya dapat menimbulkan iritasi dan
alergi (dermatitis kontak), permeabilitas beberapa obat melalui kulit yang relatif
rendah, sehingga tidak semua obat dapat diberikan secara topikal, dan terjadinya
denaturasi obat oleh enzim pada kulit.
1. Bentuk Sediaan Topikal
a) Zat pembawa
Secara umum, zat pembawa dibagi atas 3 ke-lompok,
cairan, bedak, dan salep. Ketiga pembagian tersebut merupakan
bentuk dasar zat pembawa yang disebut juga sebagai bentuk
monofase. Bahan pembawa yang banyak dipakai :
- Lanolin (deps lanae)
Lanolin merupakan lemak bulu domba. Banyak
digunakan pada produk kosmetik dan pelumas.
Sebagai bahan dasar salep lanolin yang bersifat
hipoalergik diserap oleh kulit, memfasilitasi bahan
aktif obat yang dibawa
- Paraben (para hidroksibenzoat)
Banyak digunakan sebagai pengawet pada sediaan
topikal. Paraben memiliki sifat sebagai fungisid dan
bakterisid lemah. Paraben banyak dipakai pada
shampo, sediaan pelembab, gel, pelumas, dan pasta
gigi.
- Petrolatum
Petrolatum merupakan sediaan semisolid yang
terdiri dari hidrokarbon. Contoh petrolatum yaitu
vaselin album.
- Gliserin
Berupa senyawa cairan kental, tidak berwarna, tidak
berbau. Gliserin memiliki 3 kelompok hidroksil
hidrofi lik yang berperan sebagai pelarut dalam air.
b) Macam-macam zat pembawa
- Cairan
Cairan adalah bahan pembawa dengan komposisi
air. Jika bahan pelarutnya murni air disebut sebagai
solusio. Jika bahan pela-rutnya alkohol, eter, atau
kloroform disebut tingtura. Cairan digunakan
sebagai kompres dan antiseptik. Bahan aktif yang
dipakai dalam kompres biasanya bersifat astringen
dan antimikroba. Inikasi cairan, penggunaan
kompres terutama kompres terbuka dilakukan pada :
 Dermatitis eksudatif; pada dermatitis akut
atau kronik yang mengalami eksaserbasi.
 Infeksi kulit akut dengan eritema yang
mencolok. Efek kompres terbuka ditujukan
untuk vasokontriksi yang berarti mengurangi
eritema seperti eritema pada erisipelas.
 Ulkus yang kotor: ditujukan untuk me-
ngangkat pus atau krusta sehingga ulkus
menjadi bersih.
- Bedak
Merupakan sediaan topikal berbentuk pa-dat terdiri
atas talcum venetum dan oxydum zincicum dalam
komposisi yang sama. Bedak memberikan efek
sangat superfi sial karena tidak melekat erat
sehingga hampir tidak mempunyai daya penetrasi.
Inikasi bedak, bedak dipakai pada daerah yang luas,
pada daerah lipatan.
- Salep
Salep merupakan sediaan semisolid berbahan dasar
lemak ditujukan untuk kulit dan mukosa. Dasar
salep yang digunakan sebagai pem-bawa dibagi
dalam 4 kelompok yaitu :
 Dasar salep hidrokarbon : Dasar salep ini
dikenal sebagai dasar salep berlemak seperti
vaselin album (petrolatum),parafin liquidum.
 Dasar salep serap : dasar salep serap dibagi
dalam 2 tipe, yaitu bentuk anhidrat dan
bentuk emulsi yang dapat bercampur dengan
sejumlah larutan tambahan.
 Dasar salep yang dapat dicuci dengan air :
dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam
air misalnya salep hidrofilik.
 Dasar salep larut dalam air : kelompok ini
disebut juga “dasar salep tak ber-lemak”
terdiri dari komponen cair.
- Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang
mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Indikasi
krim yaitu krim dipakai pada lesi kering dan superfi
sial, lesi pada rambut, daerah intertriginosa.
- Pasta
Pasta ialah campuran salep dan bedak sehing-ga
komponen pasta terdiri dari bahan untuk salep
misalnya vaselin dan bahan bedak seperti talcum,
oxydumzincicum. Pasta merupakan salep padat,
kaku yang tidak meleleh pada suhu tubuh dan
berfungsi sebagai lapisan pelindung pada bagian
yang diolesi.
- Bedak kocok
Bedak kocok adalah suatu campuran air yang di
dalamnya ditambahkan komponen bedak dengan
bahan perekat seperti gliserin. Bedak kocok ini
ditujukan agar zat aktif dapat diapli-kasikan secara
luas di atas permukaan kulit dan berkontak lebih
lama dari pada bentuk sediaan bedak serta
berpenetrasi kelapisan kulit.
- Gel
Gel merupakan sediaan setengah padat yang terdiri
dari suspensi yang dibuat dari partikel organik dan
anorganik. Gel dikelompokkan ke dalam gel fase
tunggal dan fase ganda. Gel fase tunggal terdiri dari
makromolekul organik yang tersebar dalam suatu
cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya
ikatan antara molekul besar yang terdispersi dan
cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari
makromolekul sintetik (misalnya karbomer) atau
dari gom alam (seperti tragakan).
- Pasta pendingin
Pasta pendingin disebut juga linimen merupakan
campuran bedak, salep dan cairan.Sediaan ini telah
jarang digunakan karena efeknya seperti krim.
- Jelly
Jelly merupakan dasar sediaan yang larut dalam air,
terbuat dari getah alami seperti traga-kan, pektin,
alginate, borak gliserin.
- Losion
Losion merupakan sediaan yang terdiri dari
komponen obat tidak dapat larut terdispersi dalam
cairan dengan konsentrasi mencapai 20%.
Komponen yang tidak tergabung ini menyebabkan
dalam pemakaian losion dikocok terlebih dahulu.
Beberapa keistimewaan losion, yaitu mudah
diaplikasikan, tersebar rata, favorit pada anak.
Contoh losion yang tersedia seperti losion calamin,
losion steroid, losion faberi.
- Foam aerosol
Foam aerosol merupakan emulsi yang me-ngandung
satu atau lebih zat aktif menggunakan propelen
untuk mengeluarkan sediaan obat dari wadah. Foam
aerosol merupakan sediaan baru obat topikal. Foam
dapat berisi zat aktif dalam formulasi emulsi dan
surfaktan serta pelarut. Sediaan foam yang pernah
dilaporkan antara lain ketokonazol foam dan
betametasone foam.
- Cat
Cat merupakan bentuk lain solusio yang berisi
komponen air dan alkohol. Penggabungan
komponen alkohol dan air menjadikan sediaan ini
mampu bertahan lama. Sediaan baru pernah
dilaporkan berupa solusio ciclopirox 8% sebagai cat
kuku untuk terapi onikomikosis
C. Mekanisme Kerja
Senyawa yang diaplikasikan pada permukaan kulit, termasuk obat topikal,
masuk ke dalam kulit mengikuti suatu gradien konsentrasi (difusi pasif). Gradien
konsentrasi ditimbulkan oleh perbedaan konsentrasi obat aktif dalam sediaan yang
diaplikasikan pada kulit dan konsentrasi obat aktif dalam jaringan kulit serta jaringan
di bawahnya (dermis dan subkutan). Analisis farmakokinetik dari suatu sediaan
topikal yang diaplikasikan pada kulit meliputi pembahasan mengenai tiga
kompartemen yang dilalui obat aktif, yaitu vehikulum sebagai pembawa obat aktif,
stratum korneum, dan lapisan epidermis serta dermis. (Yanhendri,2012)
Untuk dapat masuk ke dalam lapisan kulit, bahan/obat aktif dalam suatu
sediaan topikal harus dilepaskan dari vehikulumnya setelah sediaan obat topikal
diaplikasikan. Pelepasan/disolusi bahan aktif dari vehikulumnya ditentukan oleh
koefisien partisinya. Makin besar nilai koefisien partisi, maka bahan aktif makin
mudah terlepas dari vehikulum. (Yanhendri, 2012)
Bahan aktif yang telah terlepas dari vehikulumnya akan berinteraksi dengan
permukaan kulit/stratum korneum. Bahan aktif yang telah berinteraksi dengan stratum
korneum akan segera berdifusi ke dalam stratum korneum. Difusi yang terjadi
dimungkinkan dengan adanya gradien konsentrasi. Pada awalnya, difusi bahan aktif
terutama berlangsung melalui folikel rambut (jalur transfolikular). Setelah tercapai
keseimbangan (steady state), difusi melalui stratum korneum menjadi lebih dominan.
(Yanhendri, 2012)
1. alur transfolikular. Bahan aktif yang masuk ke dalam folikel rambut
akan berpartisi dan selanjutnya berdifusi ke dalam sebum yang
terdapat di dalam folikel rambut hingga mencapai lapisan epitel pada
bagian dalam folikel dan kemudian berdifusi menembus epitel folikel
hingga mencapai lapisan epidermis.
2. Jalur transkorneal (transepidermal). Hingga saat ini, penyerapan obat
interselular (melalui celah di antara korneosit) menjadi jalur utama
pada penyerapan obat transkorneal.
Difusi bahan/obat aktif melalui kedua jalur di atas pada akhirnya akan
mencapai lapisan yang lebih dalam yaitu epidermis hingga kemudian dermis. Dengan
adanya pembuluh darah dalam dermis, bahan aktif yang mencapai lapisan dermis
kemudian akan diresorpsi oleh sistem sirkulasi. (Yanhendri, 2012)
DAFTAR PUSTAKA

Hamzah M. Dermato-terapi. In Menaldi SLS, Bramono K, Indriatmi W, editors. Ilmu


penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: FKUI; 2015. p. 426-435.

Asmara A, Daili SF, Noegrohowati T, Zubaedah I. Vehikulum dalam dermatoterapi topikal.


MDVI. 2012; 39(1): p. 25-35.

Yanhendri , Yenny SW. Berbagai bentuk sediaan topikal dalam dermatologi. CDK. 2012 Aug
06; 39(6): p. 423-429.

Anda mungkin juga menyukai