Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam manajemen, fungsi organisasi terutama dalam hal pengawasan, organisasi perlu
memantau para pekerjanya terhadap sikap, dan hubungannya dengan perilaku. Adakah kepuasan
atau ketidak puasan karyawan dengan pengaruh pekerjaan di tempat kerja. Dalam organisasi,
sikap amatlah penting karena komponen perilakunya. Pada umumnya, penelitian menyimpulkan
bahwa individu mencari konsistensi diantara sikap mereka serta antara sikap dan perilaku
mereka.

Seseorang bisa memiliki ribuan sikap, sikap kerja berisi evaluasi positif atau negatif yang
dimiliki oleh karyawan tentang aspek-aspek lapangan kerja mereka, ada tiga sikap yaitu,
kepuasan kerja, keterlibatan pekerjaan, dan komitmen organisasional. Seseorang dengan tingkat
kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan tersebut,
sementara seseorang yang tidak puas memiliki perasaan-perasaan yang negatif tentang pekerjaan
tersebut. Keterlibatan pekerjaan , mengukur tingkat sampai mana individu secara psikologis
memihak pekerjaan mereka dan menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk
penghargaan diri. Karyawan yang mempunyai tingkat keterlibatan pekerjaan yang tinggi sangat
memihak dan benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan. Tingkat
keterlibatan pekerjaan dan pemberian wewenang yang tinggi benar-benar berhubungan dengan
kewargaan organisasional dan kinerja pekerjaan. Keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti
memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisosial yang tingi
berarti memihak organisasiyang merekrut individu tersebut.

Penilaian seorang karyawan tentang seberapa ia merasa puas atau tidak puas dengan
pekerjaan merupakan penyajian yang rumit dari sejumlah elemen pekerjaan yang berlainan.
Berbagai studi independen, yang diadakan diantara para pekerja AS selama 30 tahun terakhir,
pada umumnya menunjukkan bahwa mayoritas pekerja merasa puas dengan pekerjaan mereka.
Meskipun jarak persentasinya lebar, tetapi lebih banyak individu melaporkan bahwa mereka
merasa puas dibandingkan tidak puas. Apakah yang menyebabkan kepuasan kerja ? dari segi
kepuasan kerja (kerja itu sendiri, bayaran, kenaikan jabatan, pengawasan, dan rekan kerja),
menikmati kerja itu sendirihampir selalu merupakan segi yang paling berkaitan erat dengan
tingkat kepuasan kerja yang tinggi secara keselruhan. Dengan perkataan lain, sebagian besar
individu lebih menyukai kerja yang menantang dan membangkitkan semangat daripada kerja
yang dapat diramalkan dan rutin.

1.2. Pokok Pembahasan


Adapun yang menjadi pokok pembahasan pada materi ini adalah sebagai berikut :
1. Pengertian Sikap dan Kepuasan Kerja
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Sikap dan Kepuasan Kerja

2.1.1 Pengertian Sikap

Sikap adalah suatu pikiran, kecenderungan dan perasaan seseorang untuk mengenal
aspek-aspek tertentu pada lingkungan yang seringnya bersifat permanen karena sulit diubah.
Komponen yang dimaksud adalah pengetahuan yang selama ini diperoleh semasa hidup, dimana
sangat mempengaruhi perilaku saat bertindak. Sikap merupakan kecondongan evaluatif
seseorang terhadap suatu subjek maupun objek. Sikap yang dimiliki setiap individu memberikan
warna tersendiri untuk seseorang bertingkah laku.

Menurut G.W Alport dalam (Tri Rusmi Widayatun, 1999 :218) sikap adalah kesiapan
seseorang untuk bertindak. Seiring dengan pendapat G.W. Alport di atas Tri Rusmi Widayatun
memberikan pengertian sikap adalah “keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur
melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu
pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya”.

Menurut Jalaluddin Rakhmat ( 1992 : 39 ) mengemukakan lima pengertian sikap, yaitu:

1. sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi
objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk
berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda,
orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok.

2. sikap mempunyai daya penolong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu,
tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa
yang disukai, diharapkan, dan diinginkan; mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa
yang harus dihindari.
3. sikap lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan sikap politik kelompok cenderung
dipertahankan dan jarang mengalami pembahan.

4. sikap mengandung aspek evaluatif: artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak
menyenangkan.

5. sikap timbul dari pengalaman: tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar.
Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah.

Menurut La Pierre (dalam Azwar, 2003) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola
perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi
sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah
terkondisikan. Sedangkan menurut Soetarno (1994), sikap adalah pandangan atau perasaan yang
disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan
kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang,
peritiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.

Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian tentang sikap, tetapi berdasarkan pendapat-
pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam
manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan
perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya.
Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif
terhadap obyek atau situasi.

2.1.2. Komponen Sikap

Ada tiga komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude) yaitu :

a. Kognitif (cognitive).

Merupakan aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia, berisi
kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali
kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat
diharapkan dari obyek tertentu. (segmen opini atau keyakinan dari sikap)
b. Afektif (affective)

Merupakan aspek emosional dari faktor sosio psikologis, didahulukan karena erat kaitannya
dengan pembicaraan sebelumnya, aspek ini menyangkut masalah emosional subyektif seseorang
terhadap suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang
dimiliki obyek tertentu. (segmen emosional atau perasaan dari sikap)

c. Konatif (conative)

Komponen aspek vohsional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.

Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana
perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan
obyek sikap yang dihadapi (Notoatmodjo ,1997). (niat untuk berperilaku dalam cara tertentu
terhadap seseorang atau sesuatu).

Ketiga komponen tersebut sangat berkaitan. Secara khusus, dalam banyak cara antara
kesadaran dan perasaan tidak dapat dipisahkan. Sebagai contoh, seorang karyawan tidak
mendapatkan promosi yang menurutnya pantas ia dapatkan, tetapi yang malah mendapat promosi
tersebut adalah rekan kerjanya. Sikap karyawan tersebut terhadap pengawasnya dapat
diilustrasikan sebagai berikut : Opini, (karyawan tersebut berpikir ia pantas mendapat promosi
itu), perasaan (karyawan tersebut tidak menyukai pengawasnya), dan perilaku (karyawan
tersebut mencari pekerjaan lain). Jadi, opini / kesadaran menimbulkan perasaan yang kemudian
menghasilkan perilaku ,dan pada kenyataannya komponen-komponen ini berkaitan dan sulit
untuk dipisahkan.

Pada umumnya, penelitian menyimpulkan bahwa individu mencari konsistensi diantara


sikap mereka serta antara sikap dan perilaku mereka. Ini berarti bahwa individu berusaha untuk
menetapkan sikap yang berbeda serta meluruskan sikap dan perilaku mereka sehingga mereka
terlihat rasional dan konsisten. Ketika terdapat ketidakkonsistenan, timbulah dorongan untuk
mengembalikan individu tersebut ke keadaan seimbang dimana sikap dan perilaku kembali
konsisten. Ini bisa dilakukan dengan dengan cara mengubah sikap maupun perilaku, atau dengan
mengembangkan rasionalisasi untuk ketidaksesuaian. Leon Festinger mengemukakan teori
ketidaksesuaian kognitif (cognitive dissonance). Teori ini berusaha menjelaskan hubungan antara
sikap dan perilaku. Ketidaksesuaian berarti ketidakkonsistenan. Ketidaksesuaian kognitif
merujuk pada ketidaksesaian yang dirasaka oleh seorang individu antara dua sikap atau lebih,
atau antara perilaku dan sikap. Festinger berpendapat bahwa bentuk ketidakkonsistenan apapun
tidaklah menyenangkan dan karena itu individu akan berusaha mengurangi ketidaksesuaian, dan
tentunya ketidaknyamana tersebut. Oleh karena itu individu akan mencari keadaan yang stabil,
dimana hanya ada sedikit ketidaksesuaian. Dan tidak ada individu yang bisa sepenuhnya
menghindari ketidaksesuaian.

Penelitian yang sebelumnya tentang sikap menganggap bahwa sikap mempunyai


hubungan sebab akibat dengan perilaku; yaitu sikap yang dimiliki individu menentukan apa yang
mereka lakukan. Namun pada akhir tahun 1960-an hubungan yang diterima tentang sikap dan
perilaku ditentang oleh sebuah tinjauan dari penelitian. Berdasarkan evaluasi sejumlah penelitian
yang menyelidiki hubungan sikap-perilaku, peninjau menyimpulkan bahwa sikap tidak
berhubungan dengan perilaku, atau paling banyak ada hubungan tapi sedikit . Penelitian baru-
baru ini menunjukkan bahwa sikap memprediksi perilaku masa depan secara signifikan dan
memperkuat keyakinan semula dari Festinger bahwa hubungan tersebut bisa ditingkatkan dengan
memperhitungkan variable-variabel pengait , yakni pentingnya sikap, kekhususannya,
aksesibilitasnya, apakah ada tekanan-tekanan sosial, dan apakah seseorang mempunyai
pengalaman langsung dengan sikap tersebut. Sikap yang penting adalah sikap yang
mencerminkan nilai-nilai fundamental, minat diri, atau identifikasi dengan individu atau
kelompok yang dihargai oleh seseorang. Sikap-sikap yang dianggap penting oleh individu
cenderung menunjukkan yang kuat dengan perilaku. Semakin khusus sikap tersebut maka
semakin khusus perilaku tersebut , dan semakin kuat hubungan antara keduanya. Sikap yang
mudah diingat cenderung lebih bisa digunakan untuk memprediksi perilaku bila dibandingkan
sikap yang tidak bisa diakses dalam ingatan. Ketidaksesuaian antara sikap dan perilaku
keungkinan besar muncul ketika tekanan social untuk berperilaku dalam cara-cara tertentu
memiliki kekuatan yang luar biasa. Kesimpulannya , hubungan sikap-perilaku mungkin sekali
mejadi jauh lebih kuat apabila sebuah sikap merujuk pada sesuatu, dimana individu tersebut
mempunyai pengalaman pribadi secara langsung.
Teori persepsi diri (self-perception theory), adalah pandangan tentang sikap yang
digunakan setelah melakukan sesuatu untuk memahami tindakan yang telah terjadi. Sikap kerja
berisi evaluasi positif atau negative yang dimiliki oleh karyawan tentang aspek-aspek lingkungan
kerja mereka , aspek-aspek lingkungan kerja meliputi tiga sikap, yaitu:

1. Sikap kepuasan kerja (job satisfaction), yaitu sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan
seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Seseorang memiliki
tingkat kepuasan kerja yang tinggi, berarti memiliki perasaan positif tentang pekerjaan itu.

2. Sikap keterlibatan pekerjaan (job involvement), yaitu keterlibatan pekerjaan yang mengukur
tingkatan sampai mana individu secara psikologis memihak pekerjaan mereka dan
menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diri. Tingkat
keterlibatan pekerjaan dan pemberian wewenang yang tinggi benar-benar berhubungan
dengan organisasional dan kinerja pekerjaan., dan telah diketahui bahwa keterlibatan
pekerjaan yang tinggi berhubungan dengan ketidakhadiran yang lebih sedikit dan angka
pengunduran diri yang lebih rendah. Karyawan yang memiliki tingkat keterlibatan pekerjaan
yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan yang mereka
lakukan.

3. Sikap Komitmen Organisasional (organizational commitment), yaitu suatu keadaan dimana


seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk
mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Jadi keterlibatan pekerjaan yang
tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen
organisasional yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut.

Dalam komitmen organisasional ada tiga dimensi yang terpisah :

1. Komitmen Afektif (affective commitment), perasaan emosional untuk organisasi dan


keyakinan dalam nilai-nilainya. Contoh: seorang karyawan Petco mungkin memiliki
komitmen aktif untuk perusahaannya karena keterlibatannya dengan hewan-hewan.

2. Komitmen berkelanjutan (continuance commitment), nilai ekonomi yang dirasa sebagai


akibat dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan
organisasi tersebut. Contoh : seorang karyawan mungkin berkomitmen kepada seorang
pemberi kerja karena ia dibayar tinggi dan merasa bahwa pengunduran diri dari perusahaan
akan menghancurkan keluarganya.

3. Komitmen normative (normative commitment), kewajiban untuk bertahan dalam organisasi


untuk alasan-alasan moral atau etis. Contoh : seorang karyawan yang memelopori sebuah
inisiatif baru, mungkin bertahan dengan seorang pemberi kerja karena ia merasa “
meninggalkan seseorang dalam keadaan yang sulit “ bila ia pergi.

Suatu penelitian menemukan bahwa komitmen afektif adalah pemrediksi berbagai hasil
( persepsi karakteristik tugas, kepuasan karier, dan niat untuk pergi). Hasil-hasil yang lemah
untuk komitmen berkelanjutan adalah masuk akal karena hal ini sebenarnya bukan merupakan
sebuah komitmen yang kuat .

Sikap kerja yang lain, dukungan organisasional yang dirasakan (perceived organizational
support - POS) adalah, tingkat sampai mana karyawan yakin organisasi menghargai kontribsi
mereka dan peduli dengan kesejahteraan mereka. Contoh : seorang karyawan yakin bahwa
organisasinya akan mengakomodasi dirinya apabila ia mempunyai masalah pengasuhan anak
atau akan memaafkan kesalahan yang jujur dipihaknya. Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa individu merasa organisasi mereka bersikap suportif ketika penghargaan dipertimbangkan
dengan adil, karyawan mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, dan pengawas mereka
dianggap suportif. Sebuah konsep yang paling baru adalah keterlibatan karyawan (employee
engagement), yaitu keterlibatan, kepuasan, dan antusiasme individual dengan kerja yang mereka
lakukan. Contoh : seseorang mungkin mengajukan pertanyaan kepada para karyawan tentang
ketersediaan sumber dan peluang untuk mempelajari keterampilan-keterampilan baru, apakah
mereka merasa kerja mereka penting dan berarti , dan apakah interaksi mereka dengan rekan-
rekan kerja dan pengawas mereka menguntungkan.

Survei sikap, adalah upaya mendapatkan respon dari karyawan mealui kuesioner mengenai
peraasaan mereka terhadap pekerjaan, tim kerja, penyelia dan, organisasi. Hasil survei sikap
seringkali mengejutkan manajemen. Contoh : manajer di Heavy-Duty Dvision Springfield
Remanufacturing berpikir bahwa segalanya sangat bagus, karena karyawan terlibat secara aktif
didalam keputusan divisi dan profitailitas adalah tertinggi dalam sebuah perusahaan, manajemen
beranggapan bahwa moral yang ada juga tinggi. Untuk meyakinkan karyawan, manajemen
mengadakan sebuah sirvei sikap yang singkat. Karyawan ditanyai apakah mereka setuju atau
tidak dengan pernyataan-pernyataan berikut : (1). Di tempat kerja opini anda berarti; (2). Anda
sekalian yang ingin menjadi seorang pemimpin diperusahaan ini mempunyai peluang untuk
menjadi seorang pemimpin; dan (3). Dalam enam bulan terakhir, seseorang berbicara kepada
anda tentang perkembangan pribadi anda. Dalam survei tersebut, 43 persen tidak setuju dengan
pernyataan yang pertama, 48 persen dengan yang kedua, dan 63 persen dengan yang ketiga.
Manajemen sangat terkejut, bagaimana hal ini dapat terjadi ? Penggunaan survei sikap secara
teratur memberi manajer umpan balik yang berharga mengenai bagaimana karyawan menerima
kondisi kerja mereka. Kebijaksanaan dan praktek yang dianggap objektif dan adil oleh
manajemen mungkin dianggap tidak adil oleh karyawan pada umumnya atau oleh kelompok
karyawan tertentu. Apabila persepsi yang menyimpang ini menimbulkan sikap negatif tentang
pekerjaan dan organisasi, adalah penting bagi manajemen untuk mengetahuinya. Penggunaan
survey sikap regular bisa lebih awal menyiagakan manajemen terhadap masalah-masalah
potensial dan niat-niat para karyawan sehingga tindakan bisa diambil untuk mencegah berbagai
akibat negatif.

Seperti apakah program keberagaman di tempat kerja dan bagaimana hal ini menyampaikan
perubahan sikap ? Hampir semuanya meliputi fase evaluasi diri . Individu didesak untuk
memeriksa diri sendiri serta menghadapi stereotip etnis dan cultural yang mungkin merek miliki.
Aktivitas tambahan yang dirancang untuk mengubah sikap termasuk mengatur individu untuk
melakukan pekerjaan sukarela di pusat-pusat layanan soaial atau masyarakat guna bertemu
secara langsung dengan individu atau kelompok dari latar balakang yang berbeda serta
mengguakan latihan yang membiarkan para patisipan merasakan seperti apakah menjadi berbeda
itu. Contoh : ketika individu berpartisipasi dalam latihan Blue Eyes – Brown Eyes (mata biru –
mata coklat), dimana individu dipisahkan dan dipandang sebagai strereotip menurut warna mata
mereka, para partisipan mengetahui seperti apakah rasanya dinilai oleh sesuatu atas mana mereka
tidak mempunyai kendali. Bukti menyatakan latihan ini mengurangi sikap negatif terhadap
individu yang berbeda dari para partisipan.

2..2. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang
yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Sebuah pekerjaan menuntut
interaksi dengan rekan kerja dan atasan-atasan, mengikuti peraturan dan kebijaksanaan-
kebijaksanaan organisasional, memenuhi standar-standar kinerja, menerima kondisi-kondisi
kerja yang acapkali kurang ideal dan sebagainya. Jadi penilaian seorang karyawan tentang
seberapa ia merasa puas atau tidak puas dengan pekerjaan merupakan penyajian yang rumit dari
sejumlah elemen pekerjaan yang berlainan.

Ada dua pendekatan yang digunakan dalam mengukur konsep tentang kepuasan kerja:

1. Penilaian tunggal secara umum, dengan cara meminta individu untuk merespon satu
pertanyaan, seperti “Dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puaskah diri anda dengan
pekerjaan anda?”Kemudian para responden menjawab dengan cara melingkari sebuah angka
antara 1 dan 5 yang cocok dengan jawaban dari “sangat puas” sampai “sangat tidak puas”.
Metode ini tidak memakan waktu.

2. Penyajian akhir aspek pekerjaan, ini lebih rumit, dengan mengidentifikasi elemen-elemen
penting dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan tentang setiap elemen.
Faktor-faktor yang akan dimasukkan adalah sifat pekerjaan, pengawasan, bayaran saat ini,
peluang promosi, dan hubungan dengan rekan-rekan kerja. Semua faktor dinilai berdasarkan
skala standar kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan nilai kepuasan kerja. Metode ini
berfokus pada keberadaan masing-masing masalah sehingga lebih mudah untuk menangani
karyawanyang tidak bahagia serta menyelesaikan masalah dengan lebih cepat dan akurat.

Hasil perbandingan penilaian global satu pertanyaan dengan metode penyajian akhir
dengan faktor-faktor pekerjaan yang lebih panjang , menunjukkan bahwa pada dasarnya yang
pertama sama validnya dengan yang terakhir. Penjelasan terbaik untuk hasil ini adalah konsep
kepuasan kerja yang pada dasarnya begitu luas sehingga satu pertanyaan menangkap intinya.

Pada kenyataannya, dari segi kepuasan kerja (kerja itu sendiri, bayaran, kenaikan jabatan,
pengawasan, dan rekan kerja), menikmati kerja itu sendiri hamper selalu merupakan segi yang
paling berkaitan erat dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi secara keseluruhan. Pekerjaan
menarik yang memberikan pelatihan, variasi, kemerdekaan, dan kendali memuaskan sebagian
besar karyawan. Ini berarti sebagian besar individu lebih menyukai kerja yang menantang dan
membangkitkan semangat dari pada kerja yang dapat diramalkan dan rutin.
Masalah bayaran acapkali diutarakan ketika mendiskusikan kepuasan kerja, karena
keduanya memiliki suatu hubungan yang menarik . Untuk individu yang miskin yang hidupya
dibawah garis kemiskinan, atau yang hidup di negara-negara miskin , upah sangat berhubungan
dengan kepuasan kerja dan kebahagiaan secara keseluruhan. Tetapi setelah seorang individu
mencapai satu tingkat kehidupan yang nyaman (di AS sekitar $40.000 per tahun) hubungan
tersebut sebenarnya menghilang. Dengan kata lain individu yang mendapat $80.000, rata-rata
tidak lebih bahagia dengan pekerjaan mereka bila dibandingkan dengan mereka yang
mendapatkan bayaran mendekati $40.000. Seorang peneliti tidak dapat menemukan berbedaan
yang signifikan ketika ia membandingkan kesejahteraan orang-orang paling kaya dalam daftar
Forbes 400 dengan para peternak Maasai di Afrika Timur.

Kepuasan kerja tidak hanya berkaitan dengan kondisi pekerjaan, tetapi kepribadian juga
berperan. Contoh : beberapa individu dipengaruhi untuk menyukai hampir segala hal, dan
individu lain merasa tidak senang bahkan dalam pekerjaan yang tampaknya sangat hebat.
Penelitian menunjukkan bahwa individu yang mempunyai kepribadian negative (mereka yang
cenderung galak, kritis dan negatif) biasanya kurang puas dengan pekerjaan mereka.

Ada Konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika
karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Ada empat respons kerangka tersebut,yang berbeda
dari satu sama lain bersama dengan dua dimensi : konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, berikut
adalah respons tersebut :

1. Keluar (exit), perilaku yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari
posisi baru dan mengundurkan diri)

2. Aspirasi (voice), secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk
menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan dan beberapa bentuk
aktivitas serikat kerja.

3. Kesetiaan (loyalty), secara pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya kondisi,


termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan
mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang benar”
4. Pengabdian (neglect), secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk
ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, kurang usaha, dan meningkatnya
angka kesalahan.

Berikut adalah hasil yang lebih spesifik dari kepuasan dan ketidakpuasan kerja :

1. Kepuasan Kerja dan Kinerja.

Menurut mitos, Pekerjaan yang bahagia cenderung lebih produktif, meskipun sulit
untuk mengatakan kemana arah hubungan sebab akibat tersebut, akan tetapi beberapa
peneliti percaya bahwa hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja pekerjaan adalah
sebuah mitos manajemen. Hal ini terlihat pada penelitian ketika kita pindah dari tingkat
individual ketingkat orgnisasi, kita juga menemukan dukungan untuk hubungan kepuasan
kerja. Ketika data produktivitas dan kepuasan kerja keseluruhan dikumpulkan untuk
organisasi, kita menemukan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan lebih puas
cenderung lebih efektif bila dibandingkan organisasi yang mempunyai karyawan yang
kurang puas.

2. Kepuasan Kerja dan OCB (organizational citizenship behavior).

Karyawan yang puas cenderung berbicara secara positif tentang organisasi, membantu
individu lain, dan melewati harapan normal dalam pekerjaan mereka. Selain itu karyawan yang
puas mungkin lebih mudah berbuat lebih dalam pekerjaan karena mereka igin merespon
pengalaman positif mereka. Bukti terbaru menunjukkan bahwa kepausan mempengaruhi OCB,
tetapi melalui persepsi-persepsi keadilan. Terdapat hubungan keseluruhan yang sederhana antara
kepuasan kerja dan OCB, tetapi kepuasan tidak berkaitan dengan OCB ketika keadilan
diperhitugkan karena kepuasan kerja tergantung pada gambaran mengenai hasil, perlakuan, dan
prosedur-prosedur yang adil. Kepuasan anda cenderung menurun dan tidak signifikan ketika
anda tidak merasa bahwa pengawas anda, prosedur organisasi atau kebijaksanaan bayaran tidak
adil.

3. Kepuasan Kerja dan Kepuasan pelanggan.


Bukti menunjukkan bahwa karyawan yang puas bisa meningkatkan kepuasan dan
kesetiaan pelanggan, karena dalam organisasi, jasa pemeliharaan dan peninggalan pelanggan
sangat bergantung pada bagaimana karyawan garis depan berhubungan dengan pelanggan.
Karyawan yang merasa puas cenderung lebih ramah, ceria, dan responsif yang dihargai oleh para
pelanggan, karena karyawan yang puas tidak mudah berpindah kerja, dan pelanggan akan
menemui wajah-wajah yang familiar dan menerima layanan yang berpengalaman. Kualitas ini
membangunkepuasan dan kesetian pelanggan. Hubungan tersebut juga dapat diterapkan
sebaliknya, pelanggan yang tidak puas bisa meningkatkan ketidakpuasan kerja seorang
karyawan. Karyawan yang mempunyai hubungan tetap dengan pelanggan melaporkan bahwa
pelanggan yang kasar, tidak mempertimbangkan orang lain, atau menuntut dengan tidak masuk
akal akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Contohnya terlihat pada perusahaan yang
berorientasi jasa, sepertiFedEx, Southwest Airlaines, Four Seasons Hotels, American Express,
dan Office Depot, terobsesi untuk menyenangkan pelanggan mereka. Perusahaan ini berusaha
mempekerjakan karyawan yang ceria dan ramah, melatih karyawan demi kepentingan layanan
pelanggan, menghargai layanan pelanggan, memberikan suasana kerja yang positif, dan
memantau kepuasan karyawan secara tetap melalui survei-survei sikap.

5. Kepuasan Kerja dan Ketidakhadiran.

Karyawan yang tidak puas cenderung melalaikan pekerjaan dan factor-faktor lain
memiliki pengaruh pada hubungan tersebut dan mengurangi koefisien korelasi. Contoh :
Organisasi yang memberikan tunjangan cuti sakit secara bebas berupaya membesarkan
hati semua karyawan mereka, termasuk mereka yang merasa sangat puas untuk
mengambil cuti. Anggap saja bahwa seorang karyawan mempunyai sejumlah minat yang
beragam, karyawan itu merasa kerja tersebut memuaskan namun masih meninggalkan
kerja untuk menikmati tamasya akhir pekan selama tiga hari tanpa sanksi. Sebuah
penelitian di Chicago menunjukkanbahwa pekerja yang mempunyai skor kepuasan tinggi
memiliki kehadiran yang jauh lebih tinggi dari pada mereka yang mempunyai tingkat
kepuasan yang lebih rendah. Penemuan ini benar-benar apa yang kita harapkan apabila
kepuasan berhubungan secara negative dengan ketidakhadiran.

6. Kepuasan Kerja dan Perputaran Karyawan.


Bukti menunjukkan bahwa sebuah pengait penting dari hubungan kepuasan
perputaran karyawan adalah tingkat kinerja karyawan, khususnya tingkat kepuasan tidak
begitu penting dalam memprediksi perputaran karyawan untuk pekerja-pekerja ulung.
Organisasi biasanya melakukan banyak upaya untuk mempertahankan orang-orang ini,
mereka mendapatkan kenaikkan bayaran, pujian, pengakuan, peluang promosi yang
meningkat dan lain-lain. Hal sebaliknya terjadi pada pekerja yang tidak baik, organisasi
hanya mengerahkan sedikit usaha untuk memelihara mereka, bahkan mungkin ada
tekanan-tekanan halus untuk mendorong mereka keluar. Oleh karena itu kita akan
berharap bahwa kepuasan kerja lebih penting dalam memengaruhi pekerja yang tidak
baik untuk tinggal bila dibandingkan dengan pekerja-pekerja ulung. Tanpa memerhatikan
tingkat kepuasan, yang terakhir memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk tinggal
dengan organisasi karena pengakuan, pujian dan penghargaan-penghargaan lain memberi
mereka lebih banyak alasan untuk tinggal.

7. Kepuasan Kerja dan Perilaku Menyimpang di Tempat Kerja.

Para peneliti berpendapat bahwa perilaku adalah indicator sebuah sindrom yang
lebih luas, yang disebut perilaku menyimpang di tempat kerja (penarikan diri karyawan).
Kuncinya adalah apabila karyawan tidak menyukai lingkungan kerja mereka, entah
bagaimana mereka akan merespons, dan tidak selalu mudah untuk meramalkan dengan
pasti bagaimana mereka akan merespons. Seorang pekerja mungkin akan keluar, tetapi
untuk pekerja yang lain mungkin merespons dengan menggunakan jam kerja untuk
menjelajahi internet, membawa pulang persediaan ditempat kerja untuk penggunaan
pribadi, dan sebagainya. Apabila para pemberi kerja ingin mengendalikan konsekuensi
yang tidak diinginkan dari ketidakpuasan kerja, mereka lebih baik menyelesaikan sumber
masalahnya, dan ketidakpuasannya daripada berusaha mengendalikan respons-respons
yang berbeda.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Seorang manajer harus tertarik pada sikap para karyawan, karena sikap tersebut memberikan
peringatanakan masalah-masalah potensial dan pengaruh terhadap perilaku, mereka juga akan
melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Mengingat manajer ingin menekan angka pengunduran
diri dan ketidakhadiran terutama diantara karyawan yang lebih produktif , mereka ingin
melakukan hal- hal yang akan menghasilkan sikap kerja positif. Hal terpenting yang bisa
dilakukan para manajer untuk meningkatkan kepuasan karyawan adalah berfokus pada bagian-
bagian intrinsic pekerjaan, seperti membuat kerja tersebut menjadi menantang dan menarik.
Meskipun bayaran yang rendah kemungkinan besar tidak akan menarik karyawan berkualitas
tinggi atau mempertahankan pakerja-pekerja baik, para manajer harus sadar bahwa bayaran yang
tinggi tidak mungkin menghasilkan lingkungan kerja yang memuaskan. Manajer juga harus sadar
bahwa karyawan akan berusaha mengurangi ketidaksesuaian kognitif, lebih penting
ketidaksesuaian bisa diatur. Apabila karyawan diharuskan terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang
tampaknya tidak konsisten dengan mereka atau yang berlawanan dengan sikap mereka, tekanan-
tekanan untuk mengurangi ketidaksesuaian berkurang ketika karyawan merasa bahwa
ketidaksesuaian tersebut dibebankan secara eksternal dan berada di luar kendali mereka atau
apabila penghargaan-penghargaan tersebut cukup signifikan untuk mengimbangi katidaksesuaian
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Robbins Stephen. P – Judge Timothy A. , “Perilaku Organisasi” Organizational Bahavior, Buku


I, Edisi 12, Penerbit Salemba Empat, Jakarta 2008

Anda mungkin juga menyukai