LATAR BELAKANG
Enam langkah menuju keselamatan Puskesmas adalah upaya untuk menggerakkan
program keselamatan pasien di Puskesmas CIWARINGIN yaitu diantaranya Puskesmas
mengembangkan kebijakan yang mencakup insiden yang terjadi dan minimum satu kali pertahun
melakukan Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) untuk proses risiko tinggi.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka Tim Keselamatan Pasien Puskesmas CIWARINGIN
menyusun panduan FMEA (Failure Mode Effect and analysis) sebagai tool untuk penilaian risiko
pada proses yang belum dilakukan, sedang dilakukan dan proses baru dengan pendekatan
proaktif.
TUJUAN
I. Tujuan Umum
Buku panduan ini sebagai dasar bagi tim Keselamatan Pasien Puskesmas CIWARINGIN
untuk meningkatkan mutu layanan Puskesmas melalui kegiatan redesain proses
pelayanan untuk menganalisis modus kegagalan dan dampaknya
II. Tujuan Khusus
a. Pedoman dalam melaksanakan 5 langkah melakukan Analisis Modus Kegagalan dan
Dampak
b. Panduan dalam menentukan proses-proses pelayanan yang mempunyai resiko tinggi
terjadi error.
c. Panduan dalam perbaikan sistem (re-desain proses) terhadap proses-proses pelayanan
yang mempunyai resiko tinggi terjadi error.
DEFINISI
Pada saat ini pencegahan kesalahan medis belum menjadi fokus utama untuk asuhan perawatan
pasien di Puskesmas CIWARINGIN. Sebagian besar sistem pelayanan kesehatan tidak didesain
untuk mencegah terjadinya error.
Definisi dari FMEA (Failue Mode and Effect Analysis) adalah :
1) Metode perbaikan kinerja dengan mengidentifikasi dan mencegah potensi kegagalan
sebelum terjadi.
2) Proses proaktif dimana kesalahan dapat dicegah dan diprediksi.
3) Mengantisipasi kesalahan dan meminimalkan dampak buruk.
2
BAB III
TATA LAKSANA
Tata laksana Analisis Modus Kegagalan & Dampak ( Failure Mode Effect and Analysis / FMEA )
ada 5 tahap. Yaitu :
I. Tahap 1 Pilih proses yang beresiko tinggi dan Membentuk Tim.
A. Pilih proses yang beresiko tinggi.
1. Proses yang beresiko tinggi meliputi :
a. Proses baru.
Misalnya : staf mengoperasikan alat / instrumen medis yang baru.
b. Proses yang sedang berjalan.
Misalnya : proses pengadaan, penyimpanan & distribusi tabung gas medis (O2, N2O).
c. Proses klinis.
Misalnya : proses pengambilan darah di laboratorium.
d. Proses non klinis.
Misalnya : mengkomunikasikan hasil laborat ke dokter atau identifikasi pasien yang
beresiko jatuh.
2. Proses yang beresiko tinggi biasanya memiliki satu atau lebih karakteristik.
a. Variabel individu :
Pasien : tingkat keparahan penyakit, keinginan pribadi pasien, proses pengobatan.
Pemberi layanan : tingkat ketrampilan, cara pendekatan dalam pelaksanaan tugas.
b. Kompleksitas :
Proses dalam layanan kedokteran sangat kompleks, terdiri puluhan langkah. Semakin
banyak langkah dalam suatu proses, semakin tinggi probabilitas terjadinya kesalahan.
Teori Donald Berwick bahwa :
Bila proses terdiri dari 1 langkah, kemunginan salah 1%.
Bila proses 25 langkah, kemungkinan salah 22%
Bila proses 100 langkah, kemungkinan salah 63%
c. Tidak standar.
Proses dilakukan menurut persepsi pemberi pelayanan berdasarkan kebiasaan atau
prosedur yang sudah ketinggalan jaman.
Diperlukan : SOP, alur atau Clinical Pathways untuk membatasi pengaruh dari variabel
ini.
d. Proses tanpa jeda.
Perpindahan satu langkah ke langkah lain dalam waktu berurutan tanpa jeda sehingga
seringkali baru disadari terjadi penyimpangan pada langkah berikutnya.
Keterlambatan dalam suatu langkah akan mengakibatkan gangguan pada seluruh
proses.
3
Kesalahan dalam suatu langkah akan menyebabkan penyimpangan pada langkah
berikut.
Kesalahan biasanya terjadi pada perpindahan langkah atau adanya langkah yang
diabaikan. Kesalahan pada satu langkah akan segera diikuti oleh kesalahan
berikutnya, terutama karena koreksi tidak sempat dilakukan.
e. Proses yang sangat tegantung pada intervensi petugas.
Ketergantungan yang tinggi akan intervensi seseorang dalam proses dapat
menimbulkan variasi kesalahan. Misal : penulisan resep dengan singkatan dapat
menimbulkan Medication error.
Sangat tergantung pada pendidikan dan pelatihan yang memadai sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
f. Kultur garis komando ( Hierarchical culture ).
Suatu proses akan menghadapi resiko kegagalan lebih tinggi dalam unit kerja dengan
budaya hirarki dibandingkan dengan unit kerja yang budayanya berorientasi tim.
Hal ini karena :
Staf enggan berkomunikasi & berkolaborasi satu dengan yang lain.
Perawat enggan bertanya kepada dokter atau petugas farmasi tentang medikasi,
dosis serta elemen perawatan lainnya.
g. Keterbatasan waktu.
Proses yang memiliki keterbatasan waktu cenderung meningkatkan resiko kegagalan.
3. Pertimbangkan :
Yang paling tinggi potensi resikonya.
Yang paling “saling berkaitan” dengan proses lain
Ketertarikan orang untuk memperbaiki.
B. Membentuk tim.
1. Komposisi tim.
a) Multidisiplin & multi personal
Berbagai macam profesi yang terkait dilibatkan menjadi anggota tim.
CIWARINGINapa karakter seperti : orang yang memiliki kewenangan memutuskan,
orang yang penting untuk penerapan perubahan yang mungkin diperlukan, pemimpin
yang memiliki pengetahuan-dipercaya-dihormati, orang dengan pengetahuan yang
sesuai,
b) Jumlahnya tidak lebih dari 10 orang (idealnya 4-8 orang)
2. Pembagian peran tim
a) Team leader
Pemimpin yang memiliki pengetahuan, dipercaya dan dihormati.
Mempunyai kemampuan membuat keputusan.
Orang yang memiliki ‘critical thinking’ saat perubahan akan dilaksanakan.
b) Fasilitator.
Fungsi fasilitator bisa dirangkap oleh team leader.
4
Orang yang ditunjuk sebagai fasilitator bukan berasal dari area yang dianalisis.
Memandu tim dalam proses diskusi.
Memilah temuan atau masukan yang tidak penting.
Memastikan bahwa anggota tim menyelesaikan setiap langkah dan
mendokumentasikan hasil.
Mengarahkan tim untuk fokus pada masalah yang sedang dibicarakan.
Anggota tim merasa nyaman dengan adanya fasilitator.
c) Expert.
Petugas yang menguasai dan ahli dalam bidang yang dianalisis.
Dengan keahliannya diharapkan memberikan masukan berupa perubahan proses.
d) Perwakilan dari disiplin ilmu terkait.
e) Notulen
Bertanggung jawab mencatat dan membagikan notulen.
Fungsi notulen bisa dirangkap oleh anggota secara bergantian. Fungsi notulis dapat
menghambat kemampuannya dalam mengemukakan pendapat, sehingga perlu
bergantian.
Membuat dokumentasi.
5
.
b. High-Level.
Process Map tercepat, paling sederhana dan detil
c. High--‐low (Top--‐down)
Menambahkan pada kedalaman pada high--‐level Process Map, namun tanpa
mapping yang detil
6
Charge slip & etiket Dampak pada pasien : salah
buram minum obat
Dampak pada pengunjung : -
Dampak pada staf : komplain dari
pasien
Modus kegagalan dengan nilai RPN yang tinggi, otomatis menjadi perhatian untuk diatasi
/ menjadi PRIORITAS.
Memilih skala peringkat :
JCI tidak secara spesifik menentukan “skala” mana yang harus digunakan dalam
menilai modus kegagalan.
Skala yang dipilih adalah skala 1-10
A. Severity
Yaitu efek pada pelanggan.
Nilai 10 adalah ekstrem (komplain) dan nilai 1adalah pelanggan tidak nyaman.
Contoh skala 1-10
7
RATING DESKRIPSI DEFINISI
1 Dampak minor atau Tidak akan disadari oleh orang yang
tidak ada mengalami dan tidak mempengaruhi proses
2
3 Dapat mempengaruhi orang yang mengalami
dan akan sedikit berpengaruh pada proses.
4
5 Dampak moderat Dapat berpengaruh pada orang yang
mengalami & menyebabkan dampak serius
pada proses.
6 Cedera ringan Akan berpengaruh pada orang dan
menyebabkan dampak serius pada proses.
7 B.
8 Cedera berat Akan mengakibatkan cedera serius pada B.
orang & menyebabkan dampak serius pada B.
proses. B.
9
B.
10 Bencana, cacat Sangat berbahaya : kegagalan akan
B.
seumur hidup / menyebabkan kematian pada orang yang
B.
meninggal dilayani & menyebabkan dampak serius pada
B.
proses.
B.
Occurance
Contoh skala 1-10
DESKRIPSI KEMUNGKINAN DEFINISI
1 Sangat jarang & 1 dalam 10.000 Tidak ada / sedikit diketahui terjadinya,
hampir tidak ada sangat tidak mungkin kondisi akan
pernah terjadi
2
3 Kemungkinan 1 dalam 5.000 Mungkin, tapi tidak diketahui datanya,
rendah kondisi terjadi dalam kasus terisolasi,
tetapi kemungkinannya rendah
4
5 Kemungkinan 1 dalam 200 Didokumentasikan, tetapi jarang,
moderat kondisi tersebut memiliki kemungkinan
cukup besar terjadi
6
7 Kemungkinan 1 dalam 100 Didokumentasikan & sering, kondisi
tinggi tersebut terjadi sangat teratur dan /
selama jangka waktu yang wajar.
8
8
C. Detection
Menggunakan skala 1-10
9
Prioritaskan Modus Kegagalan
Modus kegagalan harus dilakukan prioritas sesuai dengan prioritas tindakan.
Jika modus kegagalan menggunakan RPN, mungkin dapat memilih “cut off
point” untuk menentukan prioritas.
o Nilai dibawah cutoff point tidak memerlukan tindakan segera kecuali
tersedia waktu.
o Nilai di atas cutoff point , harus dilakukan eksplorasi.
11
3) Fokus pada mitigasi dampak kesalahan yang sampai ke pasien.
12
(penanggung
(Batas waktu)
jawab)
BAB IV
DOKUMENTASI
13
2
A B C D E F
Modus Kegagalan Modus Kegagalan Modus Kegagalan Modus Kegagalan Modus Kegagalan Modus Kegagalan
Langkah 4. Hitung skala prioritas kegagalan dengan tabel RPN dan Criticality
No Sub Failure Effect S Potential Cause O D RPN
Proses Mode
Dampak pada
pasien :
Dampak pada
pengunjung :
Dampak pada
staf :
Peralatan /
fasilitas : -
Dampak pada
pasien :
Dampak pada
pengunjung :
Dampak pada
staf :
14
Langkah 8. Tabel implementasi dan pemantauan.
Hasil Kegiatan
PIC
Dateline
Tindakan yg diambil (penanggung S O D RPN
(Batas waktu)
jawab)
15
BAB V
PENUTUP
Demikianlah panduan ini disusun sebagai pedoman dalam menjalankan layanan pasien
yang aman, khususnya dalam rangka mencegah kesalahan identifikasi pasien. Panduan ini masih
jauh dari sempurna, oleh sebab itu panduan akan ditinjau kembali setiap 2 sampai 3 tahun sesuai
dengan tuntutan layanan dan standar mutu pelayanan, maupun standar Internasional.
16
DAFTAR PUSTAKA
17