Pendahuluan
Sabuk metamorfik adalah daerah kompleks di mana terdapat akresi dan kolisi
dan melibatkan kerak benua. Proses tektonik yang terjadi merupakan skala
litosferik, keterlibatan temperatur dan tekanan, dikarenakan oleh proses
magmatik pada busur depan dengan asosiasi prisma akresi dan cekungan
ekstensional pada bagian busur belakang, deformasi dan metamorfosa
umumnya berasosiasi dengan magmatisme granitoid plutonik, dan
pengangkatan serta erosi yang diikuti pembentukan cekungan dimana material
sedimen dapat terakumulasi. Endapan emas dapat terbentuk pada berbagai
tingkat dari evolusi orogenik, sehingga muncul sabuk metamorfik yang
mengandung bermacam-macam tipe endapan yang dapat saling sejajar atau
memotong.
VI-1
Groves et al. (2003) membedakan endapan emas yang terbentuk pada
sabuk metamorfik selama proses orogen pada fase kompresi berdasar genesa
dan bentuk geometri. Tipe-tipe endapan tersebut antara lain, endapan emas
orogenik, endapan emas yang berasosiasi dengan intrusi, dan endapan emas
yang berasosiasi dengan logam dasar (Gambar 6.1). Endapan emas orogenik
merupakan tipe endapan yang paling umum dijumpai pada sabuk metamorf,
sehingga pembahasan selanjutnya akan difokuskan pada endapan tersebut.
VI-2
dengan urat-urat yang mengandung bijih (Bohlke, 1988 dalam Grove et al.,
2003).
Kebanyakan dari endapan emas yang ditemukan pada jumlah yang
besar adalah jenis endapan emas orogenik. Secara garis besar endapan ini
terbagi menjadi 2, yaitu (1) endapan yang mengalami pengkayaan Cu±Mo
(contohnya adalah pada McIntyr Timmins/Kanada dan Boddington/Australia)
dan (2) endapan yang mengalami pengkayaan Cu-Zn±Pb±Ag dan/atau pirit yang
melimpah (contohnya pada Bousquet/ Kanada; Mount Gibson/Australia, dan
beberapa endapan yang ditemukan di Tanzania dan Kenya; Carolina slate
belt/USA dan endapan VMS di Mount Read/Australia, yang keduanya memiliki
unsur yang berasosiasi dengan endapan emas orogenik (contohnya: As, B, Bi, Sb,
Te,W). Endapan emas orogenik ini sangat luas penyebarannya, sehingga dibagi-
bagi lagi berdasarkan segmen kedalamannya (Gebre-Mariam et al., 1995). Secara
garis besar terbagi menjadi 3 yaitu “epizonal” pada kedalaman < 6 km,
“mesozonal” pada kedalaman 6 km – 12 km, dan “hipozonal” pada kedalaman
>12 km (Gambar 6.2).
Gambar 6.2. Pembagian zona endapan emas orogenik dan dikorelasikan dengan
derajat metamorfosa pada batuan pembawa (modifikasi dari Gebre-Mariam et
al., 1995).
VI-3
Geologi dan karakteristik endapan emas orogenik
a. Kondisi geologi host terrane dan tatanan tektonik
Satu karakteristik geologi yang pasti adalah endapan emas orogenik
pasti berasosiasi dengan daerah yang terkena proses deformasi sehingga
termetamorfkan secara regional dengan umur yang bervariasi. Observasi yang
dilakukan pada greenstone belt Archaean hingga sabuk metamorfik Phanerozoik
mengindikasikan adanya asosiasi emas dengan batuan fasies sekis hijau. Protolit
yang terbentuk sebelum metamorfosa pada Archaean greenstone belt yang
mengandung emas, penyusun utamanya merupakan daerah vulkano-plutonik,
yang mengandung oceanic back arc basalt dan batuan yang bersifat felsik hingga
mafik yang terbentuk pada busur. Daerah lain yang berumur Archaean memiliki
penyusun utama berupa batuan sedimen laut klastik yang termetamorfkan, di
mana bijih yang lebih muda ditemukan pada batuan greywacke, argilit, sekis, dan
filit (Groves et al., 1998).
VI-4
Endapan emas tipe ini terbentuk pada bagian akhir dari urutan
deformasi metamorfosa- magmatik pada perkembangan orogen. Endapan emas
tipe ini terbentuk selama proses deformasi pada batas lempeng konvergen
(orogeny) terkena proses akresi, translasi dan kolisi yang tentunya sangat
berkaitan dengan tumbukan lempeng yang terjadi (Gambar 6.3), terlepas dari
apakah endapan ini terdapat pada Archaean atau Phanerozoic greenstone belt
atau pada sekuen batuan sedimen berumur proterozoik dan panerozoik.
Perlu ditekankan bahwa endapan emas orogenik bukan merupakan
endapan syn-vulkanik, endapan ini terbentuk pada akhir siklus orogen, puluhan
juta tahun setelah vulkanisme terjadi (Gebre-Mariam et al., 1995). Selain dapat
terbentuk pada zona akresi hasil tumbukan lempeng samudera dan lempeng
benua, endapan emas orogenik juga dapat terbentuk pada zona akresi hasil
tumbukan lempeng benua dengan lempeng benua (intra continent). Terdapat
kontrol struktur yang kuat terhadap proses mineralisasi dengan skala yang
bervariasi dan biasanya ditemukan pada struktur orde kedua atau ketiga.
Terdapat sangat banyak variasi tipe struktur yang ditemukan (Groves et al,.
1998), yaitu:
1. Patahan brittle hingga ductile shear zone dengan sesar naik yang memiliki
sudut yang kecil hingga sudut yang besar, strike-slip atau oblique-slip motion
2. Fracture array, stockwork atau zona breksiasi pada batuan
3. Zona foliasi (rekahan yang terbentuk akibat tekanan), atau
4. Puncak lipatan pada sekuen turbidit yang bersifat ductile.
Struktur mineralisasi mengalami syn- atau post-mineralization
displacement, namun endapan emas biasanya memiliki penyebaran yang luas,
terus menunjam ke bawah (ratusan meter hingga kilometer). Berbagai aspek
geologi mempengaruhi bentuk mineralisasi dari endapan seperti terlihat pada
gambar 6.4.
VI-5
Gambar 6.4. Macam-macam bentuk mineralisasi pada lode gold
Proterozoik (Partington dan Williams, 2000).
VI-6
hingga 1 (sangat sedikit), dengan bijih yang terdapat pada urat dan pada batuan
samping yang tersulfidasi. Kadar emas relatif tinggi, tercatat mencapai 5-30 g/t.
Mineralogi sulfida biasanya menunjukkan litogeokimia batuan
pembawa. Arsenopirit merupakan mineral sulfida yang paling sering ditemukan
pada batuan asal metasedimen, sedangkan mineral pirit atau pirhotit ditemukan
pada batuan beku yang termetamorfkan. Urat yang mengandung sedikit emas
memperlihatkan pengkayaan akan As, B, Bi, Hg, Sb, Te dan W yang bervariasi;
konsentrasi Pb dan Zn pada umumnya hanya sedikit di atas keadaan regional
awal (Groves et al., 1998).
VI-7
anhidrit. Klorit hasil alterasi hidrotermal seringkali menunjukkan
perubahan rasio Fe : Mg yang sebanding dengan jarak dari tubuh bijih.
Perkembangan mineral klorit sekunder dapat dihasilkan dari alterasi
mineral mafik yang ada pada batuan asal atau dari magnesium dan besi
yang ada sebelumnya.
2. Karbonatisasi. Alterasi tipe karbonatisasi akan menghasilkan mineral
dolomit yang terbentuk dari aktivitas hidrotermal. Dolomit hasil alterasi
memiliki ukuran butir yang lebih kasar.
3. Serisitisasi. Tipe alterasi ini adalah tipe alterasi yang paling sering
ditemukan pada batuan yang kaya aluminium, seperti batusabak, granit,
dan lain sebagainya.
e. Fluida Bijih
Konsep sistem mineral hampir sama dengan konsep sistem minyak
bumi, dimana terdapat sumber, migrasi, trap, kontrol struktur dan lapisan
pelindung impermeabel (seal), namun konsep sistem mineral lebih kompleks.
Faktor geologi mengontrol keterdapan endapan mineral dan serta adanya gaya
yang mendorong (mobilisasi) komponen bijih dari sumber yang kemudian
terangkut dan terakumulasi ke dalam bentuk konsentrat bijih.
Berbagai macam faktor geologi antara lain, sumber energi (sumber
panas dan gradien termal dari lingkungan geodinamik) mendorong sistem pada
terrane maupun skala regional, sumber larutan mineralisasi, yang mengangkut
cairan logam dan komponen bijih lainnya, karakteristik jalur migrasi sebagai
jalan untuk mengalirkan larutan sehingga sampai pada trap, kontrol struktur
dan lapisan penutup (seal) yang impermeabel yang terdapat pada trap atau
jebakan, proses kimia dan/atau fisika yang bekerja pada jebakan (Hagemann
and Cassidy, 2000). Penelitian mengenai inklusi fluida pada endapan ini
menghasilkan kesimpulan bahwa bijih emas berasal dari fluida dengan salinitas
rendah, hampir netral, fluida H2O-CO2±CH4 mengangkut emas berupa sulfur
yang tereduksi. Fluida berasosiasi dengan endapan emas ini memiliki
VI-8
konsentrasi CO2 yang tinggi yaitu ≥ 5mol.%. Fluida hidrotermal pada greenstone
belt Archaean memiliki isotop tipe 18O sekitar 5-8 permil, sedangkan pada lode
gold Phanerozoik lebih tinggi sekitar 2 per mil (Groves et al., 1998). Penelitian
juga menunjukkan bahwa fluida bercampur dengan fluida aquaeous-carbonic,
yang jelas sangat berbeda dengan endapan emas lain pada umumnya (seperti
epitermal, porfiri Cu-Au, VMS). Walaupun demikian beberapa endapan
individual menunjukkan pengecualian. Fakta menunjukkan bahwa endapan
sinmetamorfik ditemukan pada fasies amfibolit. Ridley et al. (2000, dalam
Groves et al., 2003) menunjukkan bahwa fluida diperoleh dari puncak dari
proses metamorfosa dan berasal dari sumber sumber yang dalam. Walaupun
data mengenai isotop radiogenik dan stabil tersebar secara luas, namun
kesimpulan yang pasti mengenai asal dari fluida ini belum dapat dipastikan.
Ridley and Diamond, 2000 (dalam Groves et al., 2003) menyatakan
bahwa terdapat beberapa unsur yang mendominasi fluida pada endapan emas
orogenik ini, seperti unsur N, Br, Cl, C, dan H. Dijelaskan pula bahwa isotop H
memperlihatkan kecenderungan perpindahan, kimia N, Br, dan Cl pada kerak
yang lebih dalam tidak diketahui, dan reservoar C dalam bentuk grafit atau
alterasi karbonat sepanjang jalur fluida dapat mengubah rasio isotropik. Data
yang ditemukan mengenai inklusi fluida, geokimia dan isotropik tidak dapat
dibedakan secara jelas antara sumber metamorfik dan magmatik dalam untuk
fluida bijih pada sistem emas orogenik (Groves et al., 2003).
VI-9