2. Anisa Damayanti (121370171) Kelas : RA Mata Kuliah : Genesa Bahan Galian
KLASIFIKASI ENDAPAN BAHAN GALIAN
Bahan galian dapat diklasifikasikan berdasarkan pada bentuk endapannya. Akan tetapi selain pada endapannya, bahan galian juga dapat dikelompokkan berdasar wall rock dan control strukturnya seperti bijih yang terbentuk pada sesar, lipatan, kontak batuan beku, dan lain-lain. A. Klasifikasi endapan mineral menurut Waldemar Lindgren (1933) Menurut Waldemar Lindgren (1860-1939) klasifikasi endapan dapat dibagi secara garis besar menjadi endapan oleh proses mekanik dan endapan oleh proses kimiawi. Dimana endapan oleh proses mekanik terbentuk pada suhu dan tekanan sedang hingga rendah dan endapan oleh proses kimiawi disebabkan oleh naiknya air magmatik. Endapan ini dikelompokkan menjadi a. Endapan hipotermal Endapan hipotermal sebagai bagian endapan yang paling dalam yang menandakan jika endapan ini terbentuk pada wilayah yang cukup dalam dan pada temperatur yang relatif panas. Endapan hipotermal terbentuk pada kedalaman 3000 m -15000m dengan temperatur 300˚C-600˚C dan berasosiasi dengan dike (korok) atau vein (urat), biasanya endapan ini terdapat wall rock alteration yang dicirikan oleh adanya replacement yang kuat. b. Endapan mesothermal Endapan mesotermal terbentuk pada kedalaman dan temperatur diantara endapan hipotermal dan epitermal. Tepatnya endapan ini terletak di atas hipotermal berupa cavity filling yang terkadang mengalami proses replacement dan pengayaan. Ciri khas dari endapan ini yakni memiliki tekanan dan temperatur medium sekitar 200˚C-300˚C. c. Endapan epitermal Endapan epitermal merupakan endapan yang terbentuk di dekat permukaan dengan kondisi temperatur yang rendah. Lebih tepatnya endapan ini terbentuk di permukaan hingga kedalaman 1500 m dan pada temperatur 50˚C - 200˚C. Endapan ini diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu high sulfidation (acid sulfite type) dan low sulfidation (adularia-series type). Pembentukannya pada batuan sedimen atau batuan beku terutama pada batuan yang berasosiasi dengan batuan beku intrusif (dekat permukaan) atau batuan beku ekstrusif, biasanya disertai oleh sesar turun. Secara genetik, endapan mineral dibagi menjadi menjadi endapan yang disebabkan oleh proses magmatik, hidrotermal, metamorfisme, dan proses-proses di permukaan. Endapan magmatik terbentuk langsung dari hasil pembekuan magma ataupun setelah terjadinya proses diferensiasi magma. Endapan magmatik dapat dibedakan berdasar proses gravitational settling, liquid immisvibility, maupun pegmatik. Endapan hidrotermal terbentuk karena sirkulasi fluida hidrotermal yang naik, mentransport, dan kemudian mengendapkan mineral-mineral sebagai respon dari perubahan fisik maupun kimiawi. Proses hidrotermal ini tentunya dipengaruhi oleh proses magmatik. Adanya interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan-batuan (wall rock) yang dilewatinya saat berproses menyebabkan terubahnya mineral-mineral primer menjadi mineral ubahan (alteration minerals) (Rizal Dwi F, 2014). Endapan hidrotermal meliputi endapan porfiri, greisen, massive sulphide deposit, epitermal, dan skarn. Endapan metamorfisme merupakan endapan yang mengganti unsur-unsur yang telah ada dalam suatu batuan dengan unsur baru dari larutan hidrotermal.
B. Klasifikasi Niggli (1929)
Niggli (1929) menyampaikan konsep pengelompokan mineral dengan mengaitkan konsep tahapan magmatisme dengan jenis bahan baku logam. Kelompok pertama adalah endapan yang berasosiasi dengan batuan plutonik, yang kemudian dibagi menjadi kelompok ortomagmatik, kelompok pneumatolitik-pegmatik, dan kelompok hidrotermal. a) Hydrothermal 1. Iron-copper-gold-arsenic 2. Lead-zinc-silver 3. Nickel-cobalt-arsenic-silver 4. Carbonates-oxides-sulfates-fluorides b) Pegmatitic-pneumatolytic 1. Heavy metals-alkaline earths-phosphorus-titanium 2. Silicone-alkali-fluorine-boron-tin-molybdenum-tungsten 3. Tourmaline-quartz association c) Orthomagmatic 1. Diamond, platinum-chromium 2. Titanium-iron-nickel-copper Sedangkan kelompok endapan yang terkait dengan vulkanik atau ekstrusif terbagi lagi menjadi: a) Tin-perak-bismut b) Logam-logam berat c) Emas-perak d) Antimoni-merkuri e) Tembaga murni (native) f) Endapan subaquatic-volcanic and biochemical
C. Klasifikasi Schneiderhorn (1941)
Klasifikasi endapan menurut Schneiderhorn (1941) dikelompokkan berdasarkan asal dari fluida pembawa bijih, assosiasi mineral (mineral association), letak/posisi lingkungan pengendapan (terendapkan dekat permukaan dan terendapkan jauh di bawah permukaan),tipe endapan, host rock, dan gangue mineral. Dalam klasifikasi ini, telah dikategorikan menjadi : a) Intrusive and liquid-magmatic deposits b) Pneumatolytic deposits 1. Pegmatititc veins 2. Pneumatolytic veins and impregnations 3. Contact pneumatolytic replacements c) Hydrothermal deposits 1. Gold and silver association 2. Pyrite and copper associations 3. Lead-silver-zinc associations 4. Silver-cobalt-nickel-bismuth-uranium association 5. Tin-silver-tungsten-bismuth association 6. Antimony-mercury-arsenic-selenium associations 7. Nonsulfide associations 8. Nonmetallic associations d) Exhalation deposits D. Endapan Permukaan Endapan permukaan merupakan endapan-endapan bijih yang relatif terbentuk di permukaan, yang dipengaruhi oleh pelapukan dan pergerakan air tanah. diketahui bahwa endapan permukaan terbagi menjadi endapan alohton (allochthonous) dan endapan autohton (autochthonous). Endapan alohton adalah endapan yang ditransport dari luar lingkungan pengendapan, sedangkan endapan autohton adalah endapan yang terbentuk secara insitu, Sedangkan endapan autohton yang terkait dengan bijih biasa dikenal sebagai endapan residual dan endapan presipitasi kimia atau evaporasi. Sedangkan pengkayaan supergen (supergen enrichment) meskipun tidak terbentuk di dekat permukaan, tetapi pembentukannnya terkait dengan proses-proses di permukaan. a) Endapan Placer Endapan placer secara umum dapat terbagi menjadi empat golongan, yaitu endapan placer eluvial, endapan placer colluvial, endapan placer aluvial, dan endapan placer aeolian. Secara tradisional, istilah endapan placer residual juga sering digunakan untuk endapan yang terbentuk dan berada di atas batuan sumbernya. Endapan ini biasanya terbentuk pada daerah yang mempunyai morfologi yang relatif datar. Penggunaan istilah endapan placer colluvial tidak begitu populer, beberapa penulis menyebut endapan ini terbentuk di dasar suatu tebing (cliff) dan sering diartikan sama dengan endapan talus. Endapan placer eluvial umumnya terbentuk pada daerah yang memiliki morfologi bergelombang. Mineral mineral berat akan terkonsentrasi di lereng-lereng dekat batuan sumber. Komoditi penting yang terbentuk sebagai endapan placer yaitu emas (Au), platina (Pt) dan Timah (Sn). b) Endapan residual Endapan-endapan placer, seperti yang telah dibahas di atas terbentuk dari material yang terlepas dari batuan sumbernya baik secara mekanik maupun kimiawi. Seringkali material atau unsur yang tertinggal oleh karena proses tersebut mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Endapan-endapan sisa tersebut dikenal sebagai endapan residual. Untuk dapat terjadi endapan residual, pelapukan kimia yang intensif terutama untuk daerah tropis dengan curah hujan yang tinggi sangat diperlukan. Dalam kondisi tersebut sebagian besar batuan akan menghasilkan soil yang kehilangan materialmaterial yang mudah larut. Soil seperti ini dikenal sebagai laterit (laterites). Besi (Fe) dan aluminium (Al) hidroksid adalah sebagaian dari material yang paling tidak mudah larut, dan laterit umumnya mengandung material ini. Laterit yang sebagian besar mengandung aluminium hidroksid disebut sebagai bauxite dan merupakan bijih aluminium yang paling penting. Beberapa endapan bauxite mengalami melapukan dan terendapkan kembali membentuk bauxite sedimen (sedimentary bauxites).Selama lateritisasi, nikel yang terkandung dalam batuan peridotit dan serpentinit (0,25% Ni) pada awalnya terlarut, tetapi kemudian secara cepat mengalami presipitasi kembali ke dalam mineral-mineral oksida besi pada zona laterit atau zona limonit (1- 2% Ni) atau dalam garnierit pada zona saprolit (2-3% ,zona lapuk di bawah zona laterit). DAFTAR PUSTAKA Hartosuwarno, S. (2015). Panduan Kuliah dan Praktikum Endapan Mineral. Yogyakarta. Lindgren, W. (1933). mineral deposits. new york: McGraw-Hill Book Company inc. Niggli, P. (1929). Ore Deposits of Magmatic Origin: Their Genesis and Natural Classification. T.Murby & Company. Rizal Dwi F, Y. A. (2014). Geologi Dan Alterasi Hidrotermal Daerah Bantar Karet Dan Sekitarnya, Kecamatan Nanggung, Kabuaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Geological Engineering E-Journal, vol.6, hlm.3.