Anda di halaman 1dari 31

TUGAS ENDAPAN MINERAL

JENIS ENDAPAN MINERAL BERDASARKAN


TATANAN TEKTONIK

DISUSUN OLEH :
ZULFIQRI RAMADHAN
410017075

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA
2020
PENDAHULUAN

Sebagian besar magmatisme, hidrotermal, vulkanisme terbentuk pada


batas lempeng tektonik. Batuan beku ultrabasa – basa terbentuk pada Midge
Oceanic Ridge (MOR), serta Transform Fault. Sedangkan batuan beku
intermediet terbentuk pada bagian Magmatic Arc yang terkait dengan zona
subduksi. Sebagian besar bahan galian dikontrol oleh magmatisme-hidrotermal.
Oleh karena itu terdapat hubungan yang khas antara tipe batuan beku dengan jenis
bahan galian logam.

Batas-batas lempeng tektonik tersebut di atas, membentuk lingkungan


tektonik yang beragam, secara umum dikenal sebagai

1. Mid-oceanic ridge dan back arc rifting dan transform faults, yang
membentuk batas lempeng konstruktif
2. Subduction zone, yang merupakan batas lempeng destruktif,
menghasilkan island arcs dan active continental margins
3. Oceanic intra-plate, menghasilkan oceanic island (hot spots)
4. Continental intra-plate, yang menghasilkan continental flood basalt
dan continental rift zone

Dari Grooves et al, 1998 Hubungan zona subduksi dan busur belakang terhadap
pembentukan deposit bijih.
1. Mineralisasi pada Convergent Margin

1.1. Endapan Mineral Epitermal


1.1.1 Proses Epithermal
Endapan epitermal didefinisikan sebagai salah satu endapan dari sistem
hidrotermal yang terbentuk pada kedalaman dangkal yang umumnya pada busur
vulkanik yang dekat dengan permukaan (Simmons et al, 2005 dalam Sibarani,
2008). Penggolongan tersebut berdasarkan temperatur (T), tekanan (P) dan
kondisi geologi yang dicirikan oleh kandungan mineralnya. Secara lebih detailnya
endapan epitermal terbentuk pada kedalaman dangkal hingga 1000 meter dibawah
permukaan dengan temperatur relatif rendah (50-200)0C dengan tekanan tidak
lebih dari 100 atm dari cairan meteorik dominan yang agak asin (Pirajno, 1992).
Tekstur penggantian (replacement) pada mineral tidak menjadi ciri khas
karena jarang terjadi. Tekstur yang banyak dijumpai adalah berlapis (banded) atau
berupa fissure vein. Sedangkan struktur khasnya adalah berupa struktur
pembungkusan (cockade structure). Asosiasi pada endapan ini berupa  mineral
emas (Au) dan perak (Ag) dengan mineral penyertanya berupa mineral kalsit,
mineral zeolit dan mineral kwarsa. Dua tipe utama dari endapan ini adalah low
sulphidation dan high sulphidation yang dibedakan terutama berdasarkan pada
sifat kimia fluidanya dan berdasarkan pada alterasi dan mineraloginya.
Endapan epithermal umumnya ditemukan sebagai sebuah pipe-seperti
zona dimana batuan mengalami breksiasi dan teralterasi atau terubah tingkat
tinggi. Veins juga ditemukan, khususnya sepanjang zona patahan., namun
mineralisasi vein mempunyai tipe tidak menerus (discontinuous).
Pada daerah volcanic, sistem epithermal sangat umum ditemui dan
seringkali mencapai permukaan, terutama ketika fluida hydrothermal muncul
(erupt) sebagai geyser dan fumaroles. Banyak endapan mineral epithermal tua
menampilkan fossil ‘roots’ dari sistem fumaroles kuno. Karena mineral-mineral
tersebut berada dekat permukaan, proses erosi sering mencabutnya secara cepat,
hal inilah mengapa endapan mineral epithermal tua relatif  tidak umum secara
global. Kebanyakan dari endapan mineral epithemal berumur Mesozoic atau lebih
muda.
Mineralisasi epitermal memiliki sejumlah fitur umum seperti hadirnya
kalsedonik quartz, kalsit, dan breksi hidrotermal. Selain itu, asosiasi elemen juga
merupakan salah satu ciri dari endapan epitermal, yaitu dengan elemen bijih
seperti Au, Ag, As, Sb, Hg, Tl, Te, Pb, Zn, dan Cu. Tekstur bijih yang dihasilkan
oleh endapan epitermal termasuk tipe pengisian ruang terbuka (karakteristik dari
lingkungan yang bertekanan rendah), krustifikasi, colloform banding dan struktur
sisir. Endapan yang terbentuk dekat permukaan sekitar 1,5 km dibawah
permukaan ini juga memiliki tipe berupa tipe vein, stockwork dan diseminasi.
Dua tipe utama dari endapan ini adalah low sulphidation dan high
sulphidation yang dibedakan terutama berdasarkan pada sifat kimia fluidanya dan
berdasarkan pada alterasi dan mineraloginya (Hedenquist et al., 1996:2000 dalam
Chandra,2009).
Dibawah ini digambarkan ciri-ciri umum endapan epitermal (Lingren, 1933
dalam Sibarani,2008) :
 Suhu relatif rendah (50-250°C) dengan salinitas bervariasi antara 0-5 wt.
%
 Terbentuk pada kedalaman dangkal (~1 km)
 Pembentukan endapan epitermal terjadi pada batuan sedimen atau
batuan beku, terutama yang berasosiasi dengan batuan intrusiv dekat
permukaan atau ekstrusif, biasanya disertai oleh sesar turun dan kekar.
 Zona bijih berupa urat-urat yang simpel, beberapa tidak beraturan
dengan pembentukan kantong-kantong bijih, seringkali terdapat pada
pipa dan stockwork. Jarang terbentuk sepanjang permukaan lapisan, dan
sedikit kenampakan replacement (penggantian).
 Logam mulia terdiri dari Pb, Zn, Au, Ag, Hg, Sb, Cu, Se, Bi, U
 Mineral bijih berupa Native Au, Ag, elektrum, Cu, Bi, Pirit, markasit,
sfalerit, galena, kalkopirit, Cinnabar, jamesonite, stibnite, realgar,
orpiment, ruby silvers, argentite, selenides, tellurides.
 Mineral penyerta adalah kuarsa, chert, kalsedon, ametis, serisit, klorit
rendah-Fe, epidot, karbonat, fluorit, barite, adularia, alunit, dickite,
rhodochrosite, zeolit
 Ubahan batuan samping terdiri dari  chertification (silisifikasi),
kaolinisasi, piritisasi, dolomitisasi, kloritisasi
 Tekstur dan struktur yang terbentuk adalah Crustification (banding)
yang sangat umum, sering sebagai fine banding, vugs, urat terbreksikan.

Karakteristik umum dari endapan epitermal (Simmons et al, 2005 dalam


Sibarani, 2008) adalah :
 Jenis air berupa air meteorik dengan sedikit air magmatik
 Endapan epitermal mengandung mineral bijih epigenetic yang pada
umumnya memiliki batuan induk berupa batuan vulkanik.
 Tubuh bijih memiliki bentuk yang bervariasi yang disebabkan oleh
kontrol dan litologi dimana biasanya merefleksikan kondisi paleo-
permeability pada kedalaman yang dangkal dari sistem hidrotermal.
 Sebagian besar tubuh bijih terdapat berupa sistem urat dengan dip yang
terjal yang terbentuk sepanjang zona regangan. Beberapa diantaranya
terdapat bidang sesar utama, tetapi biasanya pada sesar-sesar minor.
 Pada suatu jaringan sesar dan kekar akan terbentuk bijih pada urat.
 Mineral gangue yang utama adalah kuarsa sehingga menyebabkan bijih
keras dan realtif tahan terhadap pelapukan.
 Kandungan sulfida pada urat relatif sedikit (<1 s/d 20%).

1.1.2. Klasifikasi Endapan Epithermal


Pada lingkungan epitermal terdapat 2 (dua) kondisi sistem hidrotermal yang
dapat dibedakan berdasarkan reaksi yang terjadi dan keterdapatan mineral-mineral
alterasi dan mineral bijihnya yaitu epitermal low sulfidasi dan high sulfidasi
(Hedenquist et al .,1996; 2000 dalam Sibarani, 2008).  Pengklasifikasian endapan
epitermal masih merupakan perdebatan hingga saat ini, akan tetapi sebagian besar
mengacu kepada aspek mineralogi dan gangue mineral, dimana aspek tersebut
merefleksikan aspek kimia fluida maupun aspek perbandingan karakteristik
mineralogi, alterasi (ubahan) dan bentuk endapan pada lingkungan epitermal.
Aspek kimia dari fluida yang termineralisasi adalah salah satu faktor yang
terpenting dalam penentuan kapan mineralisasi tersebut terjadi dalam sistem
hidrotermal.

a. Karakteristik Endapan Epitermal Sulfida Rendah / Tipe Adularia-Serisit


(Epithermal Low Sulfidation )
 Tinjauan Umum
Endapan epitermal sulfidasi rendah dicirikan oleh larutan
hidrotermal yang bersifat netral dan mengisi celah-celah batuan. Tipe ini
berasosiasi dengan alterasi kuarsa-adularia, karbonat, serisit pada
lingkungan sulfur rendah dan biasanya perbandingan perak dan emas
relatif tinggi. Mineral bijih dicirikan oleh terbentuknya elektrum, perak
sulfida, garam sulfat, dan logam dasar sulfida. Batuan induk pada deposit
logam mulia sulfidasi rendah adalah andesit alkali, dasit, riodasit atau
riolit. Secara genesa sistem epitermal sulfidasi rendah berasosiasi dengan
vulkanisme riolitik. Tipe ini dikontrol oleh struktur-struktur pergeseran
(dilatational jog).
 Genesa dan Karakteristik
Endapan ini terbentuk jauh dari tubuh intrusi dan terbentuk melalui
larutan sisa magma yang berpindah jauh dari sumbernya kemudian
bercampur dengan air meteorik di dekat permukaan dan membentuk jebakan
tipe sulfidasi rendah, dipengaruhi oleh sistem boiling sebagai mekanisme
pengendapan mineral-mineral bijih. Proses boiling disertai pelepasan unsur
gas merupakan proses utama untuk pengendapan emas sebagai respon atas
turunnya tekanan. Perulangan proses boiling akan tercermin dari tekstur
“crusstiform banding” dari silika dalam urat kuarsa. Pembentukan jebakan
urat kuarsa berkadar tinggi mensyaratkan pelepasan tekanan secara tiba-tiba
dari cairan hidrotermal untuk memungkinkan proses boiling. Sistem ini
terbentuk pada tektonik lempeng subduksi, kolisi dan pemekaran
(Hedenquist dkk., 1996 dalam Pirajno, 1992).
Kontrol utama terhadap pH cairan adalah konsentrasi CO2 dalam
larutan dan salinitas. Proses boiling dan terlepasnya CO2 ke fase uap
mengakibatkan kenaikan pH, sehingga terjadi perubahan stabilitas mineral
contohnya dari illit ke adularia. Terlepasnya CO2 menyebabkan
terbentuknya kalsit, sehingga umumnya dijumpai adularia dan bladed calcite
sebagai mineral pengotor (gangue minerals) pada urat bijih sistem sulfidasi
rendah
Endapan epitermal sulfidasi rendah akan berasosiasi dengan alterasi
kuarsa–adularia, karbonat dan serisit pada lingkungan sulfur rendah.
Larutan bijih dari sistem sulfidasi rendah variasinya bersifat alkali hingga
netral (pH 7) dengan kadar garam rendah (0-6 wt)% NaCl, mengandung
CO2 dan CH4 yang bervariasi. Mineral-mineral sulfur biasanya dalam
bentuk H2S dan sulfida kompleks dengan temperatur sedang (150°-300° C)
dan didominasi oleh air permukaan
Batuan samping (wallrock) pada endapan epitermal sulfidasi rendah
adalah andesit alkali, riodasit, dasit, riolit ataupun batuan – batuan alkali.
Riolit sering hadir pada sistem sulfidasi rendah dengan variasi jenis silika
rendah sampai tinggi. Bentuk endapan didominasi oleh urat-urat kuarsa
yang mengisi ruang terbuka (open space), tersebar (disseminated), dan
umumnya terdiri dari urat-urat breksi (Hedenquist dkk., 1996). Struktur
yang berkembang pada sistem sulfidasi rendah berupa urat, cavity filling,
urat breksi, tekstur colloform, dan sedikit vuggy (Corbett dan Leach, 1996),
lihat Tabel.
Tabel Karakteristik endapan  epitermal sulfidasi rendah (Corbett dan Leach,
1996).
Tipe endapan Sinter breccia, stockwork
Posisi tektonik Subduction, collision, dan rift
Tekstur Colloform atau crusstiform
Asosiasi mineral Stibnit, sinnabar, adularia, metal sulfida
Mineral bijih Pirit, elektrum, emas, sfalerit, arsenopirit
Contoh endapan Pongkor, Hishikari dan Golden Cross

 Interaksi Fluida
Epithermal Low Sulphidation terbentuk dalam suatu sistem
geotermal yang didominasi oleh air klorit dengan pH netral dan terdapat
kontribusi dominan dari sirkulasi air meteorik yang dalam dan
mengandung CO2, NaCl, and H2S

 Model Konseptual Endapan Emas Epitermal Sulfidasi Rendah

  
Gambar Model endapan emas epitermal sulfidasi rendah (Hedenquist dkk., 1996
dalam Nagel, 2008).

Gambar diatas merupakan model konseptual dari endapan emas


sulfidasi rendah. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa endapan
ephitermal sulfidasi rendah berasosiasi dengan lingkungan volkanik,
tempat pembentukan yang relatif dekat permukaan serta larutan yang
berperan dalam proses pembentukannya berasal dari campuran air
magmatik dengan air meteorit

b. Karakteristik Endapan Epitermal Sulfida Tinggi (Epithermal High


Sulfidation) atau Acid Sulfate
 Tinjauan Umum
Endapan epitermal high sulfidation dicirikan dengan host
rock berupa batuan vulkanik bersifat asam hingga intermediet dengan
kontrol struktur berupa sesar secara regional atau intrusi subvulkanik,
kedalaman formasi batuan sekitar 500-2000 meter dan temperatur 1000C-
3200C. Endapan Epitermal  High Sulfidation terbentuk oleh sistem dari
fluida hidrotermal yang berasal dari intrusi magmatik yang cukup dalam,
fluida ini bergerak secara vertikal dan horizontal menembus rekahan-
rekahan pada batuan dengan suhu yang relatif tinggi (200-3000C), fluida
ini didominasi oleh fluida magmatik dengan kandungan acidic yang tinggi
yaitu berupa HCl, SO2, H2S .
  

Gambar Keberadaan sistem sulfidasi tinggi


Gambar Penampang Ideal Endapan Epitermal Menurut Buchanan (1981)

 Genesa dan Karakteristik


Endapan epitermal high sulfidation terbentuk dari reaksi batuan
induk dengan fluida magma asam yang panas, yang menghasilkan
suatu karakteristik zona alterasi (ubahan) yang akhirnya membentuk
endapan Au+Cu+Ag. Sistem bijih menunjukkan kontrol permeabilitas
yang tergantung oleh faktor litologi, struktur, alterasi di batuan
samping, mineralogi bijih dan kedalaman formasi.High
sulphidation berhubungan dengan pH asam, timbul dari bercampurnya
fluida yang mendekati pH asam dengan larutan sisa magma yang
bersifat encer sebagai hasil dari diferensiasi magma, di kedalaman
yang dekat dengan tipe endapan porfiri dan dicirikan oleh jenis sulfur
yang dioksidasi menjadi SO.

 Interaksi Fluida
Epithermal High Sulphidation terbentuk dalam suatu sistem
magmatic-hydrothermal yang didominasi oleh fluida hidrothermal
yang asam, dimana terdapat fluks larutan magmatik dan vapor yang
mengandung H2O, CO2, HCl, H2S, and SO2, dengan variabel input
dari air meteorik lokal.

c. Potensi Dan Keberadaan Endapan Epithermal


Jenis endapan epitermal yang terletak 500 m bagian atas dari suatu
sistem hidrotermal ini merupakan zone yang menarik dan terpenting.
Disini terjadi perubahan-perubahan suhu dan tekanan yang maksimum
serta mengalami fluktuasi-fluktuasi yang paling cepat. Fluktuasi-fluktuasi
tekanan ini menyebabkan perekahan hidraulik (hydraulic fracturing),
pendidihan (boiling), dan perubahan-perubahan hidrologi sistem yang
mendadak. Proses-proses fisika ini secara langsung berhubungan dengan
proses-proses kimiawi yang menyebabkan mineralisasi.
Terdapat suatu kelompok unsur-unsur yang umumnya berasosiasi
dengan mineralisasi epitermal, meskipun tidak selalu ada atau bersifat
eksklusif dalam sistem epitermal. Asosiasi klasik unsur-unsur ini adalah:
emas (Au), perak (Ag), arsen (As), antimon (Sb), mercury (Hg), thallium
(Tl), dan belerang (S).
Dalam endapan yang batuan penerimanya karbonat (carbonat-
hosted deposits), arsen dan belerang merupakan unsur utama yang
berasosiasi dengan emas dan perak (Berger, 1983), beserta dengan
sejumlah kecil tungsten/wolfram (W), molybdenum (Mo), mercury (Hg),
thallium (Tl), antimon (Sb), dan tellurium (Te); serta juga fluor (F) dan
barium (Ba) yang secara setempat terkayakan.  Dalam endapan yang
batuan penerimanya volkanik (volcanic-hosted deposits) akan terdapat
pengayaan unsur-unsur arsen (As), antimon (Sb), mercury (Hg), dan
thallium (Tl); serta logam-logam mulia (precious metals) dalam daerah-
daerah saluran fluida utama, sebagaimana asosiasinya dengan zone-zone
alterasi lempung. Menurut Buchanan (1981), logam-logam dasar (base
metals) karakteristiknya rendah dalam asosiasinya dengan emas-perak,
meskipun demikian dapat tinggi pada level di bawah logam-logam
berharga (precious metals) atau dalam asosiasi-nya dengan endapan-
endapan yang kaya perak dimana unsur mangan juga terjadi. Cadmium
(Cd), selenium (Se) dapat berasosiasi dengan logam-logam dasar;
sedangkan fluor (F), bismuth (Bi), tellurium (Te), dan tungsten (W) dapat
bervariasi tinggi kandungannya dari satu endapan ke endapan yang
lainnya; serta boron (B) dan barium (Ba) terkadang terkayakan.
Mineral-mineral ekonomis yang dihasilkan dari epitermal  antara
lain Au, Ag, Pb, Zn, Sb, Hg, arsenopirit, pirit, garnet, kalkopirit,
wolframit, siderit, tembaga, spalerite, timbal, stibnit, katmiun, galena,
markasit, bornit, augit, dan topaz. Berikut ini adalah beberapa contoh
logam hasil dari endapan epitermal yang memiliki nilai ekonomi yang
tinggi, antara lain: Emas (Au) dan Perak (Ag).

1.2. Endapan Skarn


Skarn adalah sebuah terminology pada dunia pertambangan untuk
mengidentifikasikan suatu lapisan seperti seam yang berwarna gelap
(kehitaman) akibat dari adanya intrusi (terobosan) oleh fluida pembawa
bijih. Endapan skarn juga dikenal dengan beberapa terminology lain, yaitu :
hydrothermal metamorphic, igneous metamorphic, dan contact
metamorphic. Umumnya terbentuk (namun tidak selalu) pada kontak antara
intrusi plutonik dengan batuan induk (country rock) karbonat.
Pada saat kontak dengan batuan karbonat, maka batuan samping
tersebut terubah (altered) menjadi marbel, calc-silicate hornfelses, dan/atau
skarn akibat dari kontak metamorfik ini. Temperatur pembentukan endapan
skarn ini berkisar sekitar 650-440 °C. Beberapa mineral bijih (oksida
ataupun sulfide) dan fluorite biasanya muncul (terbentuk) pada lingkungan
skarn ini. Umumnya dijumpai fluorite (CaF2) mendukung pendapat bahwa
silika dan beberapa logam bereaksi dengan batuan gamping.

a. Mineralisasi Endapan Skarn


Mineral-mineral penting yang terbentuk (terdapat) pada skarn
antara lain: andradite (Ca3Fe2Si3O12)-garnet, hedenbergite(CaFeSi2O6)
diopside (CaMgSi2O6), iron-rich hornblende, dan actionalite
(Ca2(Mg,Fe)5Si8O22(OH)2)-tremolite (Ca2Mg5Si8O22(OH)2). Pada
umumnya mineral-mineral di atas merupakan mineral-mineral yang umum
terbentuk pada lingkungan metamorfik.

b. Mineralisasi Endapan Skarn


Sebagai contoh, berikut bagaimana andradite dan flourite terbentuk :
2FeF3 + 2SiO2 + 6CaCO3 → Ca3Fe2Si3O12 + 3CaF2 + 6CO2
Bijih-bijih oksida sangat umum dijumpai pada skarn. Contohnya
adalah pembentukan hematite :
2FeF3 + 3CaCO3 → Fe2O3 + 3CaF2 + 3CO2

c. Klasifikasi Endapan Skarn


Skarn dapat dikelompokkan sesuai dengan batuan yang
digantikannya. Ada dua terminologi pembagian utama, yaitu Eksoskarn
dan Endoskarn.
 Exoskarn : digunakan jika replacement yang terjadi pada batuan
karbonat metasedimen (mumnya berupa marble).
 Endoskarn : digunakan jika replacement terhadap batuan intrusi.
Beberapa ahli mengembangkannya untuk jenis batuan lain,
termasuk shales, vulkanik, dll.

d. Genesa Endapan Skarn


a. Initial isochemical metamorphism (stage 1)
o Tahapan ini mengakibatkan rekristalisasi dari batuan
samping akibat adanya intrusi. Batugamping → marbel;
shale → hornfles; serta Batupasir→ kuarsit
o Reaksi-reaksi terbentuknya skarn dapat terjadi di sepanjang
kontak batuan.
o Secara prinsip, proses-proses ini membentuk adanya
isokimia metamorfisme akibat dari difusi unsur-unsur
akibat pergerakan fluida, dan merupakan bagian dari
pergerakan air metamorfik.
o Batuan akan menjadi lebih brittle dan menjadi media yang
lebih baik untuk infiltrasi fluida-fluida pada tahapan
selanjutnya (stage 2).
Gambar Initial isochemical metamorphism (stage 1)

b. Multiple stages of metasomatism (stage 2)


 Adanya infiltrasi antara fluida hidrothermal-metamorfik
mengakibatkan terubahnya yang sebelumnya sudah terbentuk
pada tahapan pertama menjadi skarn.
 Proses ini terjadi pada temperatur 800-400 °C, mineral bijih
akan mulai terendapkan pada saat pluton mulai mengalami
pendinginan.
 Mineral-mineral yang terbentuk pada tahapan ini relatif
bersifat anhydrous.
 Pengendapan mineral-mineral oksida (magnetite dan
kasiterit) dan disusul oleh sulfida-sulfida mulai terbentuk
pada tahapan akhir di stage ini.

Gambar Multiple stages of metasomatism (stage 2)


c. Retrograde alteration (stage 3)
 Tahapan ini merupakan retrograde (perusakan) yang diikuti oleh
pendinginan pluton dan menyebabkan terjadinya alterasi hydrous
akibat infiltrasi air meteorik.
 Kalsium akan terlindikan (leached) dan menghasilkan
mineralmineral seperti epidot (low-iron), klorit, aktinolit, dll.
 Penurunan temperatur akan menyebabkan terbentuknya mineral-
mineral sulfida.
 Kontak reaksi dengan marbel akan mengakibatnya netralisasi
larutan hidrothermal, sehingga mengakibatkan terbentuk bijih
sulfida dengan kadar yang tinggi.
 Proses retrograde yng akan menghasilkan alterasi ini akan lebih
intensif berlangsung pada kedalaman yang dangkal.

Gambar Retrograde alteration (stage 3)

1.3. Endapan Porfiri

1.3.1. Ganesa Endapan Porfiri

Endapan tembaga porfiri adalah endapan Cu-Mo-Au yang memiliki


kadar rendah tetapi tonase yang besar, dibentuk oleh sistem hydrothermal
yang berasosiasi dengan proses intrusi batuan beku dangkal. Pembentukan
endapan ini berhubungan langsung dengan proses tumbukan dan
penunjaman lempeng, misalnya tumbukan lempeng Samudera Hindia
dengan lempeng Asia Tenggara.

Endapan Porfiri adalah endapan mineral yang terjadi akibat suatu


intrusi yang bersifat intermedier-asam, yang kemudian terjadi kontak
dengan batuan samping yang mengakibatkan terjadinya mineralisasi. Porfiri
bersifat epigenetik. Produk utama dari Porfiri adalah Cu-Au atau Cu-Mo.
Endapan Porfiri adalah endapan penghasil tembaga (Cu) terbesar, lebih dari
50 %. Endapan porfiri umumnya terbentuk pada jalur orogenik, contohnya
pada lingkar Pasifik.

Gambar 2.3: Proses Pembentukan Endapan Porfiri

Endapan bahan galian ini erat hubungannya dengan intrusi batuan


Complex Subvolcanic Calcaline yang bertekstur porfitik. Pada umumnya
berkomposisi granodioritik, sebagian terdeferensiasi ke batuan granitik dan
monzonit. Bijih tersebar dalam bentuk urat-urat sangat halus yang
membentuk meshed network sehingga derajat mineralisasinya merupakan
fungsi dari derajat retakan yang terdapat pada batuan induknya (hosted
rock). Akibat dari pembentukannya yang bersal dari intrusi hidrotermal
maka mineralisasi bijih tembaga porfiri berasosiasi dengan batuan metamorf
kontak seperti kuarsit, marmer dan skarn.
Ketika struktur mineralisasi tumpang tindih satu sama lain dalam sebuah
batuan bervolume besar, kombinasi dari struktur mineralisasi individual
menghasilkan zona dengan kadar bijih yang lebih tinggi dan karakteristik
dari endapan porfiri berukuran besar. Endapan porfiri adalah suatu endapan
primer (hipogen) yang berukuran relatif besar dengan kadar rendah sampai
medium, Pada umumnya dikontrol oleh struktur geologi, Secara spasial dan
genetik berhubungan dengan intrusi porfiritik felsik sampai dengan
intermediet.

Endapan Porfiri adalah endapan penghasil tembaga (Cu) terbesar,


lebih dari 50%. Endapan porfiri umumnya terbentuk pada jalur orogenic.
Alterasi hidrotermal sangat luas baik untuk ukuran cebakan dan berada di
sekitar urat-urat dan rekahan. Pada beberapa cebakan porfiri, zona alterasi
pada cebakan terdiri dari bagian dalam zona potasik dicirikan oleh biotite
dan / atau K-feldspar (± amphibole ± magnetit ± anhydrite) dan zona luar
alterasi propilitik yang terdiri dari kuarsa, klorit, epidote, kalsit, dan lokal
albite berasosiasi dengan pirit. Zona alterasi filik (kuarsa + sericite + pirit)
dan alterasi argillik (kuarsa + illite + kaolinit ± pirit ± smectite ±
montmorillonite ± kalsit) bisa menjadi zona antara zona potasik dan
propilitik, bisa juga tak beraturan dan tabular, zona yang lebih muda
menindih alterasi dan kumpulan mineral yang lebih tua .
Zona sulfida ekonomis sangat erat berkaitan dengan alterasi potasik,
seperti ditunjukkan oleh Carson dan Jambor (1974) pada sejumlah cebakan
porfiri Cu dan Cu-Mo. Alterasi sodic (utamanya albite sekunder) berasosiasi
alterasi potasik pada beberapa cebakan porfiri Cu-Au seperti pada Copper
Mountain dan Ajax, British Columbia (Preto, 1972; Barr et al., 1976; Ross
et al., 1995).
Sebagian alterasi albitik tumpang tindih dengan alterasi potasik dan
Cu di bagian utara cebakan Ingerbelle di Copper Mountain; pada cebakan
Ajax, Cu kadar tinggi terbentuk dekat, tapi bukan di dalam, batuan alterasi
albitik yang intens. Eaton dan Setterfield (1993) menunjukkan bahwa
cebakan porfiri Cu Nasivi 3 porphyry di tengah-tengah kaldera shoshonitik
Tavua bersebelahan dengan tambang epitermal Emperor Au di Fiji, berisi
albitik, inti Cu berada di sekitar tepian alterasi propilitik dan menempati
alterasi filik yang lebih muda. Alterasi sodic-calcic (oligoclase + kuarsa +
sphene + apatit ± actinolite ± epidote) yang berada di bagian bawah zona di
bawah alterasi seperti potasik pada cebakan porfiri Cu Yerington dan Ann-
Mason, Nevada.
Alterasi mineralogi dikontrol oleh sebagian komposisi batuan induk.
Pada batuan yang mafic dengan besi dan magnesium yang signifikan,
biotite, hornblende adalah mineral alterasi yang dominan pada zona alterasi
potasik, sedangkan K.feldsfar dominan di batuan yang lebih felsic. Pada
batuan yang karbonatan, mineral calc-silikat seperti garnet dan diopside
berlimpah.
Alterasi mineralogi juga dikontrol oleh sistem komposisi
mineralisasi. Pada lingkungan yang lebih oksida, mineral seperti pirit,
magnetit (± bijih besi) dan anhydrite sangat umum, sedangkan pyrrhotite
hadir dalam lingkungan yang kurang oksida. Sistem kaya-fluorine seperti
yang berhubungan dengan banyak cebakan porfiri Sn dan W Mo, beberapa
cebakan porfiri Mo, umumnya mengandung mineral-mineral pembawa
fluorine sebagai bagian dari kumpulan alterasi.
Pada Mount Pleasant, sebagai contoh, alterasi potasik jarang dan
laterasi utama berasosiasi dengan cebakan W-Mo yang terdiri dari kuarsa,
topaz, fluorit dan sericite, dan di sekitar alterasi propilitik terdiri dari klorit
+ sericite. Seperti halnya alterasi pada cebakan Sn kadar rendah di Australia
(misalnya, Ardlethan) nilai kadar keluar dari zona tengah kuarsa + topaz ke
zona klorit ± sericite dan karbonat . alterasi lithium silicate (mis. mica kaya-
lithium dan tourmaline) yang menyertai Sn, W dan Mo pada beberapa granit
yang terkait dengan cebakan, adalah analogi perubahan potasik pada
cebakan porfiri Cu dan Au.
Alterasi pilik tidak hadir pada semua cebakan porfiri. Pada banyak
cebakan dimana mereka hadir, bagaimanapun alterasi pilik berada di atas
kumpulan alterasi potasik awal. Pada Chuquicamata di Chili, misalnya, zona
yang intens alterasi pilik meluas sampai ke dalam inti cebakan dan menindih
alterasi potasik awal dan sejumlah kecil asosiasi sulfida Cu dengan kadar Cu
rendah. Zona plik ini mengandung kadar lebih tinggi daripada rata-rata
kadar Cu dan berasosiasi dengan arsen-pembawa Cu dan Molybdenite.
Endapan porfiri adalah suatu endapan primer (hipogen) yang
berukuran relatif besar dengan kadar rendah sampai medium, Pada
umumnya dikontrol oleh struktur geologi, Secara spasial dan genetik
berhubungan dengan intrusi porfiritik felsik sampai dengan intermediet.
1.3.2. Sub-tipe endapan porfiri
a) Endapan Porfiri Cu (± Au, Mo, Ag, Re, PGE)
b) Endapan Porfiri Cu-Mo (± Au, Ag)
c) Endapan Porfiri Cu-Mo-Au (± Ag)
d) Endapan Porfiri Cu-Au (± Ag, Mo)
e) Endapan Porfiri Mo (± W, Sn)
f) Endapan Porfiri Sn (± W, Mo, Ag, Bi, Cu, Zn, In)
1.3.3. Jenis mineral
a) Porfiri tembaga
b) Chalcopyrite, Pyrite, Chalcocite, Bornite, Molybdenite, Galena,
Magnetite, Gold, Copper
c) Porfiri timah Arsenopyrite, Frankeite, Pyrrhotite, Sphalerite,
Chalcopyrite, Galena, Stannite,FluoriteTetrahedrite-Tennantite,
Sheelite
1.3.4. Tipe alterasi
a) Porfiri tembaga
- Propylitic
- Argillic
- Phyllic/Sericitization
- Potassic
b) Porfiri timah
- Propylitic
- Argillic
- Phyllic/Sericitization
- Tourmalinization
1.3.5. Zona Alterasi

 Potassic Zone

Selalu hadir dalam endapan porfiri. Dicirikan oleh: K-felspar k


ketedapatan sekunder, biotit, dan atau klorit yang menggantikan K-felspar.

 Phyllic Zone

Tidak selalu ada dalam endapan porfiri. Dicirikan oleh: vein


quartz, sericite and pyrite and minor chlorite, illite dan rutile
menggantikan K-spar and biotite.

 Argillic Zone

Tidak selalu ada dalam endapan porfiri. Dicirikan oleh: mineral


lempung kaolinite dan montmorillonite dengan sedikit disseminated pirit.
Plagioclase teralterasi kuat, K-spar tidak terpengaruh, dan biotit
mengalami kloritisasi.

 Propylitic Zone

Selalu ada dalam endapan porfiri. Dicirikan oleh: klorit, kalsit dan
minor epidote. Mineral mafik terubah sangat kuat sedangkan plagioklas
sedikt terubah.

Sedangkan berdasarkan mineral bijihnya, endapan porfiri dibagi menjadi


beberapa zona, yaitu:

 Inner Zone – bersamaan dengan zona alterasi potasik. Mengandung


sedikit sulfida, tapi paling banyak mengandung Molybdenum. Pyrite
2-5% dan rasio py/cp sekitar 3:1. Mineralisasi lebih banyak
disseminated daripada stockwork.

 Ore Zone – berada pada perbatasan zona potasik dan filik. Pyrite 5-
10% dan rasio py/cp sekitar 2.5:1. Mineral bijih utama: chalcopyrite
yang hadir sebagai stockwork veinlet. Mineral bijih lainnya: bornite,
enargite and chalcocite.

 Pyrite Zone lebih banyak terdapat pada zona filik dan argilik.
Kandungan pirit tinggi (10-15%) dan rasio py/cp sekitar 15:1.
Mineralisasi hadir sebagai urat dan disseminasi.

 Outer Zone – hadir bersamaan dengan propylitic zone. Pyrite minor,


dan mineralisasi copper sangat jarang. Sphalerite dan galena sangat
umum dijumpai, tapi biasanya sub-ore grade. Mineralisasi hadir
berupa vein sebenarnya (mirip vein epithermal).

Gambar : Model Endapan Cu-Au Porfiri


2. Spreading centre and convergent margin extension

2.1. Volcanogenic Massive Sulphide (VMS)


VMS merupakan endapan yang terbentuk pada lingkungan
vulkanik dangkal yang berada di dasar lantai kerak samudera, terutama di
belakang busur dan busur vulkanik submarin juga dekat dengan tatanan
punggungan tengah samudera. Pemahaman tentang endapan VMS ini
meningkat berkat studi dari black and white smokers (sulfida & anhidrit)
pada urat hidrotermal lantai samudera (Franklin et al., 2005; de Ronde et
al., 2014).

Hampir semua deposit VMS berukuran kecil, umunya terkandung


beberapa juta ton bijih Cu-Pb-Zn, tetapi ada beberapa juga yang berukuran
besar (>100 Mt) dan dapat memiliki grade yang cukup tinggi. VMS
merupakan endapan sulfida logam dasar yang berhubungan dengan
vulkanisme terkait dengan proses hidrotermal di lingkungan bawah laut.

Endapan ini terjadi sebagai lensa polymetallic masif sulfida yang


terbentuk pada atau mendekati dasar laut di lingkungan vulkanik
submarine. Sebagian besar endapan VMS berupa akumulasi mineral
sulfida berlapis yang mengendap dari cairan hidrotermal di bawah dasar
laut dalam berbagai setting geologi dari masa terbentuknya hingga
sekarang. Adapun beberapa hal yang khas dari endapan VMS
adalahEndapan bijih dengan kadar sulfida sangat tinggi (mencapai 95%)
Kandungan barit dan anhidrit yang dominan. Kandungan logam dasar
mempunyai nilai ekonomis yang lebih besar daripada deposit emasnya.

Proses pembentukannya karena adanya tekanan hidrostatis, air laut


meresap melalui rekahan-rekahan yang terbentuk di lantai samudera
(recharge). Air laut ini mempunyai karakter kimiawi tertentu. Fluida
tersebut dipanaskan oleh batuan bagian dalam yang melebur pada kerak
samudera sampai ketinggian temperatur 400°C. Reaksi fluida magmatis
dengan air laut menyebabkan tingginya kadar sulfida dan sulfat. Fluida
yang panas perlahan naik ke permukaan dikarenakan adanya perbedaan
suhu (discharge). Lalu memancar ke permukaan dan terbentuklah black
smoker.

Gambar pembentukan VMS

2.3 Mississipi Valley Type (MVT)


Merupakan tipe endapan yang berasosiasi dengan batuan karbonat pada
kedalaman dangkal. MVT merupakan satu tubuh bijih karbonat yang
berkomposisi umumnya tersusun dari sfalerit, galena, sulfida besi, dan karbonat.
Endapan ini bila menyumbang sekitar 27 % sebagai sumber dari timah dan seng
didunia (Tikkanen, 1986).

2.4 Sedimentary Exhalative Sulphide (SEDEX)


SEDEX (sedimentary exhalative) adalah suatu jenis endapan sulfida masif
yang berasosiasi dengan batuan sedimen. Sulfida masif terbentuk dari hasil
presipitasi larutan hidrotermal yang dialirkan ke dasar laut melalui suatu saluran
(“vent”). Saluran ini berupa zona yang memotong bagian bawah perlapisan batuan
sedimen (“footwall”) dan memasuki horizon sulfida masif diatasnya.
Sedimentary Exhalative sulphide (SEDEX) merupakan endapan melensa
stratabound masif suldifa kecil (0.5 km) terbentuk oleh bukaan sistem hidrotermal
bawah laut dari air saturasi tinggi melapisi cekungan punggungan epikontinental
dan intrakontinental selama ekstensi berlangsung.
SEDEX ditambang untuk diambil Zn dan Pb, namun pirit dan pirhotit
seringkali menjadi sulfida dominan. SEDEX terdiri dari perlapisan (layers) sulfida
masif yang interbedded dengan perlapisan batuan sedimen termasuk sedimen
kimia seperti rijang, barit dan karbonat serta sedimen klastik seperti lanau,
mudstone dan argilit, dimana pegendapannya terjadi di dasar laut.
Mineralisasi sulfida terbentuk ketika fluida hidrotermal yang kaya logam
melewati sedimen induk dan menggantikan pirit hasil tahap awal diagenesa.
sirkulasi air laut masuk kedalam kerak dan berinteraksi dengan host rock batuan
sediment (Russel, et.al., 1981 digambar ulang dalam modul praktikum endapan
mineral teknik geologi ITB), contoh pada tatanan intracratonic.

Sirkulasi air laut yang berinteraksi dengan host rock berupa batuan sedimen
(Russel et al., 1981 dimodifikasi)
Kebanyakan Endapan SEDEX juga dikelilingi oleh sedimen hidrotermal
yang membentang hingga beberapa kilometer dari zona sulfida. Endapan SEDEX
merupakan sumber daya penting untuk Zn dan Pb dan menyumbang lebih dari
50% dan 60% dari cadangan dunia akan unsur-unsur tersebut (Tikkanen, 1986).
Sebagian besar mineralisasi dalam endapan SEDEX berada pada fasies
lapisan bijih. Bijih mineral dalam fasies ini dalam banyak kasus berbutir halus dan
intergrown, yang mengarah pada recovery rendah selama pemanfaatan bijih.
Walaupun rekristalisasi dari endapan sulfida berbutir halus akibat metamorfosis
atau proses hidrotermal menghasilkan bijih berbutir kasar dan diperoleh recovery
yang lebih tinggi, hasil rata-rata dari endapan SEDEX jauh lebih rendah
dibandingkan endapan MVT, BHT dan VMS, jenis lain dari endapan Zn dan Pb
(Goodfellow et al, 1993.).

3. Tipe endapan nikel Laterit

Batuan induk bijih nikel adalah batuan peridotit. Menurut


Vinogradov batuan ultra basa rata-rata mempunyai kandungan nikel sebesar
0,2 %. Unsur nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi kristal mineral olivin
dan piroksin, sebagai hasil substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Proses
terjadinya substitusi antara Ni, Fe dan Mg dapat diterangkan karena radius
ion dan muatan ion yang hampir bersamaan di antara unsur-unsur tersebut.
Proses serpentinisasi yang terjadi pada batuan peridotit akibat pengaruh
larutan hydrothermal, akan mengubah batuan peridotit menjadi batuan
serpentinit atau batuan serpentinit peroditit. Sedangkan proses kimia dan
fisika dari udara, air serta pergantian panas dingin yang bekerja kontinu,
menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk.

Pada pelapukan kimia khususnya, air tanah yang kaya akan CO2
berasal dari udara dan pembusukan tumbuh-tumbuhan menguraikan
mineral-mineral yang tidak stabil (olivin dan piroksin) pada batuan ultra
basa, menghasilkan Mg, Fe, Ni yang larut; Si cenderung membentuk koloid
dari partikel-partikel silika yang sangat halus. Didalam larutan, Fe
teroksidasi dan mengendap sebagai ferri-hydroksida, akhirnya membentuk
mineral-mineral seperti geothit, limonit, dan haematit dekat permukaan.
Bersama mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur cobalt dalam jumlah
kecil.

Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si terus menerus kebawah


selama larutannya bersifat asam, hingga pada suatu kondisi dimana suasana
cukup netral akibat adanya kontak dengan tanah dan batuan, maka ada
kecenderungan untuk membentuk endapan hydrosilikat. Nikel yang
terkandung dalam rantai silikat atau hydrosilikat dengan komposisi yang
mungkin bervariasi tersebut akan mengendap pada celah-celah atau rekahan-
rekahan yang dikenal dengan urat-urat garnierit dan krisopras. Sedangkan
larutan residunya akan membentuk suatu senyawa yang disebut saprolit
yang berwarna coklat kuning kemerahan. Unsur-unsur lainnya seperti Ca
dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa kebawah sampai
batas pelapukan dan akan diendapkan sebagai dolomit, magnesit yang biasa
mengisi celah-celah atau rekahan-rekahan pada batuan induk. Dilapangan
urat-urat ini dikenal sebagai batas petunjuk antara zona pelapukan dengan
zona batuan segar yang disebut dengan akar pelapukan (root of weathering).

3.1. Faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan bijih nikel laterit.

a. Batuan asal. Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk


terbentuknya endapan nikel laterit, macam batuan asalnya adalah batuan
ultra basa. Dalam hal ini pada batuan ultra basa tersebut: - terdapat
elemen Ni yang paling banyak di antara batuan lainnya - mempunyai
mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil, seperti olivin
dan piroksin - mempunyai komponen-komponen yang mudah larut dan
memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.

b. Iklim. Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana


terjadi kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat
menyebabkan terjadinya proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur.
Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu terjadinya
pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan
yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan.

c. Reagen-reagen kimia dan vegetasi. Yang dimaksud dengan reagen-


reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang membantu
mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2
memegang peranan penting di dalam proses pelapukan kimia. Asam-
asam humus menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat mengubah pH
larutan. Asam-asam humus ini erat kaitannya dengan vegetasi daerah.
Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan:
• penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti
jalur akar pohon-pohonan

• akumulasi air hujan akan lebih banyak

• humus akan lebih tebal Keadaan ini merupakan suatu petunjuk,


dimana hutannya lebat pada lingkungan yang baik akan terdapat
endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi.
Selain itu, vegetasi dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan
terhadap erosi mekanis.

d. Struktur. Struktur yang sangat dominan yang terdapat didaerah Polamaa


ini adalah struktur kekar (joint) dibandingkan terhadap struktur
patahannya. Seperti diketahui, batuan beku mempunyai porositas dan
permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka
dengan adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih memudahkan
masuknya air dan berarti proses pelapukan akan lebih intensif.

e. Topografi. Keadaan topografi setempat akan sangat memengaruhi


sirkulasi air beserta reagen-reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka
air akan bergerak perlahan-lahan sehingga akan mempunyai kesempatan
untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau
pori-pori batuan. Akumulasi andapan umumnya terdapat pada daerah-
daerah yang landai sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan
bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada daerah
yang curam, secara teoretis, jumlah air yang meluncur (run off) lebih
banyak daripada air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan
kurang intensif.

f. Waktu. Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang


cukup intensif karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi.

3.2. Profil Nikel Laterit

Profil nikel laterit keseluruhan terdiri dari 5 zona gradasi sebagai berikut:
1. Iron Capping: Merupakan bagian yang paling atas dari suatu penampang
laterit. Komposisinya adalah akar tumbuhan, humus, oksida besi dan sisa-
sisa organik lainnya. Warna khas adalah coklat tua kehitaman dan bersifat
gembur. Kadar nikelnya sangat rendah sehingga tidak diambil dalam
penambangan. Ketebalan lapisan tanah penutup rata-rata 0,3 s/d 6 m.
berwarna merah tua, merupakan kumpulan massa goethite dan limonite.
Iron capping mempunyai kadar besi yang tinggi tapi kadar nikel yang
rendah. Terkadang terdapat mineral-mineral hematite, chromiferous.

2. Limonite Layer: Merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan beku


ultrabasa. Komposisinya meliputi oksida besi yang dominan, goethit, dan
magnetit. Ketebalan lapisan ini rata-rata 8–15 m. Dalam limonit dapat
dijumpai adanya akar tumbuhan, meskipun dalam persentase yang sangat
kecil. Kemunculan bongkah-bongkah batuan beku ultrabasa pada zona ini
tidak dominan atau hampir tidak ada, umumnya mineral-mineral di batuan
beku basa-ultrabasa telah terubah menjadi serpentin akibat hasil dari
pelapukan yang belum tuntas. fine grained, merah coklat atau kuning,
lapisan kaya besi dari limonit soil menyelimuti seluruh area. Lapisan ini
tipis pada daerah yang terjal, dan sempat hilang karena erosi. Sebagian dari
nikel pada zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide, lithiophorite.
Terkadang terdapat mineral talc, tremolite, chromiferous, quartz, gibsite,
maghemite.

3. Silika Boxwork: putih – orange chert, quartz, mengisi sepanjang fractured


dan sebagian menggantikan zona terluar dari unserpentine fragmen
peridotite, sebagian mengawetkan struktur dan tekstur dari batuan asal.
Terkadang terdapat mineral opal, magnesite. Akumulasi dari garnierite-
pimelite di dalam boxwork mungkin berasal dari nikel ore yang kaya silika.
Zona boxwork jarang terdapat pada bedrock yang serpentinized.

4. Saprolite: Zona ini merupakan zona pengayaan unsur Ni. Komposisinya


berupa oksida besi, serpentin sekitar <0,4% kuarsa magnetit dan tekstur
batuan asal yang masih terlihat. Ketebalan lapisan ini berkisar 5–18 m.
Kemunculan bongkah-bongkah sangat sering dan pada rekahan-rekahan
batuan asal dijumpai magnesit, serpentin, krisopras dan garnierit. Bongkah
batuan asal yang muncul pada umumnya memiliki kadar SiO2 dan MgO
yang tinggi serta Ni dan Fe yang rendah. campuran dari sisa-sisa batuan,
butiran halus limonite, saprolitic rims, vein dari endapan garnierite,
nickeliferous quartz, mangan dan pada beberapa kasus terdapat silika
boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari limonite ke bedrock.
Terkadang terdapat mineral quartz yang mengisi rekahan, mineral-mineral
primer yang terlapukkan, chlorite. Garnierite di lapangan biasanya
diidentifikasi sebagai kolloidal talc dengan lebih atau kurang nickeliferous
serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.

5. Bedrock: bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah yang
lebih besar dari 75 cm dan blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum
sudah tidak mengandung mineral ekonomis (kadar logam sudah mendekati
atau sama dengan batuan dasar). Batuan dasar merupakan batuan asal dari
nikel laterit yang umumnya merupakan batuan beku ultrabasa yaitu
harzburgit dan dunit yang pada rekahannya telah terisi oleh oksida besi 5-
10%, garnierit minor dan silika > 35%. Permeabilitas batuan dasar
meningkat sebanding dengan intensitas serpentinisasi.Zona ini
terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh mineral garnierite dan
silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab adanya root zone
yaitu zona high grade Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi
DAFTAR PUSTAKA

Arndt, N. T., Fontboté, L., Hedenquist, J. W., Kesler, S. E., Thompson, J. F., &
Wood, D. G. (2017). Future global mineral resources. Geochemical
Perspectives, 6(1), 1-171.
Buchanan, 1981; Heald et at., 1987; and White et at.Epithermal deposits include a
broad range of precious metal, base metal.
Corbett, G. J., & Leach, T. M. (1998). Southwest Pacific Rim gold-copper
systems: structure, alteration, and mineralization (No. 6). Boulder, Co:
Society of Economic Geologists.
Einaudi, M. T., MT, E., & LD, M. (1981). Skarn deposits.
Franklin, J. M., Gibson, H. L., Jonasson, I. R., & Galley, A. G. (2005).
Volcanogenic massive sulfide deposits. Economic Geology 100th
anniversary volume, 98, 523-560.
Goodfellow, W. D. (1993). Geology and genesis of stratiform sediment-hosted
(SEDEX) zinc-lead-silver sulphide deposits. Geol. Assoc. Can. Spec.
Paper, 40, 201-252.
Nakano, T., Shimazaki, H., & Shimizu, M. (1990). Strontium isotope systematics
and metallogenesis of skarn deposits in Japan. Economic Geology, 85(4),
794-815.
Nolan, T. B. (1933). Epithermal precious-metal deposits. Ore Deposits of the
Western States, Lindgren Volume.
Paradis, S., Hannigan, P. E. T. E. R., & Dewing, K. E. I. T. H. (2007). Mississippi
Valley-type lead-zinc deposits. Mineral deposits of Canada: A synthesis
of major deposit-types, district metallogeny, the evolution of geological
provinces, and exploration methods: Geological Association of Canada,
Mineral Deposits Division, Special Publication, 5, 185-203.
Pirajno, F. (2008). Hydrothermal processes and mineral systems. Springer Science
& Business Media.
Pirajno, F., & Smithies, R. H. (1992). The FeO/(FeO+ MgO) ratio of tourmaline:
a useful indicator of spatial variations in granite-related hydrothermal
mineral deposits. Journal of Geochemical Exploration, 42(2-3), 371-381.
Seedorf, E. (2005). Porphyry deposits: Characteristics and origin of hypogene
features. Econ. Geol., 100, 251-298.
Sillitoe, R. H. (2010). Porphyry copper systems. Economic geology, 105(1), 3-41.
White, N. C., & Hedenquist, J. W. (1990). Epithermal environments and styles of
mineralization: variations and their causes, and guidelines for
exploration. Journal of Geochemical Exploration, 36(1-3), 445-474.

Anda mungkin juga menyukai