Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI
1. Definisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang paling umum
mempengaruhi paru-paru. Penyakit ini ditularkan dari orang ke orang
melalui cairan dari tenggorokan dan paru-paru seseorang dengan
penyakit pernapasan aktif (WHO, 2012)
Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena
infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis.Tuberkulosis paru
mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis,
sedangkan 20% selebihnya merupakan tuberkulosis ekstrapulmonar
(Djojodibroto, 2009)
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian
besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lainnya. (Depkes RI, 2007)
Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa TBC
merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis yang biasanya menyerang organ paru-paru, akan tetapi
dapat juga menyerang organ lain, seperti tulang, meninges, ginjal, dan
nodus limfe.

2. Klasifikasi penyakit
Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien
digolongkan:
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura
(selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput
jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis,
yaitu pada TB Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif.
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS
hasilnya BTA positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan
kuman TB positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya
hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
1) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan
tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan.
Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan
gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far
advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu:
a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang),
sendi, dan kelenjar adrenal.
b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier,
perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB
tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat
kelamin.
d. Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
1) Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan
(4 minggu).
2) Kasus kambuh (Relaps) adalah pasien tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberculosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Kasus setelah putus berobat (Default )adalah pasien yang
telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
4) Kasus setelah gagal (failure) adalah pasien yang hasil
pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In) adalah pasien yang dipindahkan
dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan
pengobatannya.
6) Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi
ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik,
yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan.
3. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk
batang berukuran panjang 1 sampai 4 mm dengan tebal 0,3 sampai 0,6
mm. Sebagian besar komponen Mycobacterium tuberculosis adalah
berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta
sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini
adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen.
Oleh karena itu, Mycobacterium tuberculosis senang tinggal di daerah
apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut
menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis (Somantri,
2007)
Mycobacterium tuberculosis mempunyai sifat istimewa, yaitu
dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol,
sehingga sering disebut Basil Tahan Asam (BTA), serta tahan terhadap
zat kimia dan fisik. Bakteri ini juga tahan dalam keadaan kering dan
dingin, bersifat dorman dan aerob (Widoyono, 2008).
Bakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 1000C selama 5-10
menit atau pada pemanasan 600C selama 30 menit, dan dengan
alkohol 70-95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di
udara terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan),
namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara. Data pada tahun
1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90% udara bersih dari
kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara per jam
(Widoyono, 2008)
4. Patofisiologi
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit.
Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu
melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel
yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan
merupakan tempat masuk utama jenis bovin, yang penyebarannya
melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon
imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan
limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas
seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di
tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai
reaksi hipersensitivitas (lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif
padat dan seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa.
Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di
sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan
respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk
jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan
gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer
dinamakan kompleks Gohn  respon lain yang dapat terjadi pada daerah
nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus
dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari
dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial.
Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari paru-paru,
atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus
dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat
perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental
sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga
kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi
berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini dapat menimbulkan gejala
dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan
menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui
getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar
getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini
dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh
sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang
biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus
nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk
kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh.
5. Pathway
6. Manifestasi klinis
Gejala utama pasien TBC adalah batuk berdahak selama 2
sampai 3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala
tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas,
badan lemas, nafsu makan menurun (anoreksia), berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam
meriang lebih dari 1 bulan (Depkes, 2009).
Menurut Werdhani (2007), gejala penyakit TBC dapat dibagi
menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan
organ yang terlibat:
a. Gejala sistemik/umum:
1) Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah)
2) Demam yang tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama,
biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam.
Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan
bersifat hilang timbul.
3) Penurunan nafsu makan dan berat badan Perasaan tidak enak
(malaise), lemah
b. Gejala khusus:
1) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi
sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-
paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas
melemah yang disertai sesak.
2) Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru),
dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
3) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi
tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan
bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar
cairan nanah.
4) Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus
otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak),
gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran
dan kejang-kejang

7. Komplikasi
Ardiansyah (2012) membagi komplikasi penyakit TBC itu dalam 2
kategori yaitu:
a. Komplikasi Dini
1) Pleuritis
2) Efusi Pleura
3) Empiema
4) Laringitis
5) TB usus
b. Komplikasi Lanjut
1) Obstruksi Jalan Napas
2) Kor Pulmonale
3) Amiloidosis
4) Karsinoma Paru
5) Sindrom Gagal Napas

8. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis TB  menurut Asril Bahar (2001):
a. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara
yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi
tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus
atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai
lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai
tumor paru.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena
hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan
juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai sedikit
meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit
masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila
penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan
jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke
arah normal lagi.
2) Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan
ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat
dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat
memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah
diberikan
3) Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang
individu sedang atau pernah mengalami infeksi M.
Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG dan Myobacteria
patogen lainnya.

9. Penatalaksanaan
a. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai
penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap
OAT.
b. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai
berikut:
1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis
obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan
kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
(monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT –
KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment)
oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
3) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif
dan lanjutan.
a) Tahap awal (intensif)
 Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap
hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah
terjadinya resistensi obat.
 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara
tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu.
 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA
negatif (konversi) dalam 2 bulan.
b) Tahap Lanjutan
 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama
 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman
persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
c. Jenis, sifat dan dosis OAT
d. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
1) Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:
a) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
b) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan
(HRZE)
a) Kategori Anak: 2HRZ/4HR
2) Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk
paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT),
sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam
bentuk OAT kombipak.
3) Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan
pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
4) Paket Kombipak.
Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu
Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT
ini disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami
e. Efek samping OAT KDT.
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan
tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1)
paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
1) KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
a) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan
sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek
samping.
b) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan
resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi
kesalahan penulisan resep
c) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga
pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan
kepatuhan pasien
10. Pengkajian keperawatan
a. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang
dilakukan yaitu
1) Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis
kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan
status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan
yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain.
2) Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan
penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas,
batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan
suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari
pengonbatan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita
oleh penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis
paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang
kembali aktif.
4) Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru
yang menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan
penularannya.
5) Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke
bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan
padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita tuberkulosis paru yang lain
6) Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang
berdesak- desakan, kurang cahaya matahari, kurang
ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
b) Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia,
nafsu makan menurun.
c) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan
dalam miksi maupun defekasi
d) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan
menganggu aktivitas
e) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita
TB paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur
dan istirahat.
f) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi
karena penyakit menular.
g) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa,
penglihatan, dan pendengaran) tidak ada gangguan.
h) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan
emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
i) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual
akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
7) Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
a) Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit
menurun
b) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik
dijumpai
inspeksi :  adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
Palpasi   : Fremitus suara meningkat.
Perkusi   : Suara redup.
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki
basah, kasar dan yang nyaring.
c) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
d) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang
mengeras.
e) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan
turun.
f) Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang
tidur dan keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
g) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
b. Diagnosa keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
akumulasi sekret kental atau sekret darah
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan
membran alveoler-kapiler
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia
4) Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis
5) Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi
c. Intervensi
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
akumulasi sekret kental atau sekret darah
Tujuan             : Bersihan jalan nafas kembali normal
Kriteria hasil :
a) Mempertahankan jalan nafas pasien
b) Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
Intervensi Rasional
1. Kaji fungsi pernapasan 1. Penurunan bunyi napas
2. Catat kemampuan untuk dapat menunjukkan
mengeluarkan mukosa atelektasis
3. Berikan pasien posisi 2. Pengeluaran sulit bila
semi atau fowler sekret sangat tebal.
4. Bersihkan sekret dari Sputum berdarah kental
mulut dan trakea atau darah cerah
5. Kolaborasi dengan tim diakibatkan oleh kerusakan
medis dalam pemberian paru atau luka bronkal dan
obat-obatan dapat memerlukan evaluasi
3. Posisi membantu
memaksimalkan ekspansi
paru dan menurunkan
upaya pernapasan
4. Mencegah obstruksi /
aspirasi
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan
membran alveoler-kapiler
Tujuan             : Pertukaran gas kembali normal
Kriteria hasil    :
a) Permukaan paru kembali efektif
b) Penurunan dispneu
c) BB meningkat
Intervensi Rasional
1. Kaji adanya gangguan 1. TB paru menyebabkan efek
bunyi atau pola nafas luas pada paru dari bagian
2. Tingkatkan tira baring/ kecil bronchopneumoni
batasi aktivitas sampai inflamasi difusi luas,
3. Kolaborasi : berikan nekrosis, efusi pleura.
tambahan oksigen yang 2. Menurunkan kinsumsi
sesuai oksigen
3. Alat dalam memperbaiki
hipoksemia yang dapat
terjadi sekunder terhadap
penurunan ventilasi/
menurunnya alveolar paru

3) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan anoreksia
Tujuan             : Kebutuhan nutrisi kembali terpenuhi
Kriteria hasil    : BB meningkat
Intervensi Rasional
1. Kaji status nutrisi 1. Untuk menentukan
2. Pastikan pola makanan intervensi yang tepa
yang biasa klien sukai 2. Membantu dalam
3. Dorong klien untuk mengiden-tifikasi
makan sedikit tapi sering kebutuhan/ kekuatan
4. Kolaborasi : ahli diit untuk khusus
komposisi diit 3. Memaksimalkan masukan
5. Kolaborasi : berikan obat nutrisi
antipiretik sesuai indikasi 4. Memberikan bantuan dalam
perencanaan diit dengan
nutrisi adekuat
5. Demam meningkatkan
kebutuhan metabolik dan
juga konsumsi kalori

Anda mungkin juga menyukai